DisusunSebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Dinamika Pembangunan Masyarakat Pertanian Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UniversitasJember
Dosen Pengampu: Sudarko, SP. MSi.
Oleh: Ahmad Fatikhul Khasan NIM.111510601073
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2014 Hasil Analisis 1. Gambaran Umum Proses Adopsi Inovasi No Aspek Keterangan 1. Inovasi yang diadopsi Metode Budidaya Padi SRI 2. Pelaksana (Penyuluh) Dinas Pertanian Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu 3. Sasaran Inovasi Petani Padi Desa Bukit Peninjauan I Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma 4. Saluran Komunikasi yang digunakan Saluran Komunikasi Interpersonal (Penyuluhan) 5. Kategori Petani sebagai adopter Early adopter 6. Tingkat kerumitan Inovasi Tinggi
7. Tahapan Inovasi yang telah dicapai Konfirmasi (adoption) 8. Tingkat keterserapan Inovasi Rendah 9. Artikel Sumber Persepsi dan Tingkat Adopsi Petani Padi Terhadap Penerapan System Of Rice Intensification (SRI) di Desa Bukit Peninjauan I, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma Oleh : Andi Ishak dan Afrizon Lembaga : BPTP Bengkulu
2. Keterangan Inovasi dalam bentuk metode budidaya padi yakni System Of Rice Intensification adalah inovasi yang diusahakan agar diadopsi oleh petani sasaran. Pihak yang berperan sebagai pembawa inovasi dan penyuluh adalah Dinas Pertanian Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Sasarannya adalah petani padi di Desa Peninjauan I Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma sebanyak 65 petani. Proses penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian menggunakan saluran komunikasi interpersonal dalam bentuk penyuluhan langsung. Penggunaan saluran komunikasi interpersonal ini dikarenakan tujuan utama yang ingin dicapai adalah merubah perilaku petani yakni dari semula yang menggunakan sistem budidaya padi konvensional menjadi beralih ke metode SRI. Petani sasaran sebagai pengadopsi tergolong dalam kategori early adopter. Petani sasaran tergolong early adopter dilihat dari umur yang masih muda dengan rata-rata 44 tahun, aktif dalam pembangunan desa yang ditunjukkan dengan keikutsertaan dalam kelompok tani, status sosial cukup tinggi diindikasikan dengan rata-rata penguasaan lahan sebesar 0,63 ha. SRI sebagai inovasi yang diharapkan diadopsi memiliki tingkat kerumitan yang tinggi. Kerumitan tinggi ini ditunjukkan dengan beberapa indikator yakni pemindahan bibit yang dilakukan lebih awal yakni saat bibit berumur 8-15 hari, umur yang masih muda ini menjadikan bibit rentan ketika dipindah. Kemudian penanaman yang dilakukan dengan cara 1 lubang 1 bibit, hal ini masih sulit dilakukan oleh petani. Pendangiran dilakukan dengan tangan yang menyebabkan penambahan kerja bagi petani. Tingkat kerumitan yang tinggi ini menyebabkan penyerpan inovasi tidak terjadi secara keseluruhan, dari 6 anjuran yang diharuskan untuk dilakukan hanya 2 yang sudah dilaksanakan oleh petani. Tetapi hal ini tidak berarti petani menolak namun pelaksanaan anjuran yang belum dilaksanakan memang sulit dan dilakukan secara bertahap. Meskipun penyerapan inovasi masih rendah namun petani sudah masuk pada tahap konfirmasi bahwa sistem SRI layak untuk dilaksanakan karena sudah memberikan hasil yang positif. Peningkatan produktivitas yang disebabkan oleh penggunaan metode SRI dari awalnya hanya 4 GKP (Gabah Kering Panen) tiap hektar menjadi 5-6 GKP per hektar.