Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Atrial Septal Defect (ASD) merupakan anomali jantung kongenital dimana
terdapat lubang menetap pada septum atrium akibat kegagalan penyatuan baik
septum sekundum atau septum primum dengan bantalan endocardium. Hal ini
menyebabkan aliran darah dari vena pulmonalis yang mengalir masuk ke atrium
kiri mengalir kembali ke atrium kanan.
(1,2)
Pada awal perkembangan janin, jantung mulai terbentuk sebagai tabung
tunggal yang berdiferensiasi secara bertahap menjadi empat ruang. Kelainan dapat
timbul pada berbagai tahap sepanjang proses tersebut, mengakibatkan kelainan
pada dinding otot yang biasanya memisahkan kedua atrium. Sekitar 80% dari
ASD akan menutup pada 18 bulan pertama kehidupan, jika ASD belum menutup
sampai usia 3 tahun, maka ASD akan menetap dan perlu diterapi. Defek ini
mungkin tidak terdeteksi pada masa kanak-kanak, tetapi bila defek ukup besar
biasanya menjadi jelas pada umur 30 tahun. ASD yang kecil mungkin tidak
terdeteksi sampai usia pertengahan atau setelahnya, dan biasanya terdeteksi
karena adanya pembesaran jantung dan suara jantung yang spesifik (suara jantung
kedua terpisah secara menetap). Anak-anak dengan ASD yang bergejala bisa
mempunyai gejala seperti mudah lelah, pernapasan cepat disertai dengan sesak
napas, dan pertumbuhan yang lambat.
(3)









2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Atrial Septal Defect / ASD (defek septum atrium) adalah kelainan jantung
kongenital dimana terdapat lubang (defek) pada sekat (septum) inter-atrium yang
terjadi oleh karena kegagalan fusi septum interatrium semasa janin.

2.2. Epidemiologi
(2,4)

Defek septum atrium (ASD) meliputi 10% dari semua penyakit jantung
bawaaan dan sebanyak 20-40% penyakit jantung bawaan yang tampak di masa
dewasa.
Terdapat tiga jenis utama dari ASD meliputi:
1. Ostium secundum: jenis yang paling sering dari ASD meliputi 75 % dari
semua kasus ASD, mewakili sekitar 7% dari semua kelainan defek jantung
bawaan dan 30-40% dari semua penyakit jantung bawaaan pada pasien
yang berumur lebih dari 40 tahun.
2. Ostium primum: jenis kedua paling sering dari ASD meliputi 15-20% dari
semua ASD. ASD primum adalah bentuk kelainan defek septum
atrioventrikuler dan umumnya berhubungan dengan kelainan katup mitral.
3. Sinus venosus: yang paling jarang terjadi antara ketiga jenis ASD, ASD
sinus venosus (SV) terlihat pada 5-10% dari semua kasus ASD. Kelainan
terletak di bagian superior dari septum atrium, dekat dengan
persambungan dengan vena cava superior. Sering berhubungan dengan
kelainan vena pulmonalis yang bermuara ke atrium kanan.
4. Rasio ASD pada perempuan disbanding laki-laki sekitar 2:1. Pasien
dengan ASD dapat asimtomatik pada masa bayi dan anak, waktu
munculnya gejala klinis bergantung pada derajat pirau (shunt) kiri-ke-
kanan. Gejala lebih sering terjadi pada usia lanjut. Pada usia 40 tahun,

3

90% dari pasien yang tidak diobati memiliki gejala sesak saat beraktivitas,
kelelahan, palpitasi, aritmia berulang, atau gagal jantung.

2.3. Anatomi Jantung
(5)

Jantung merupakan organ muscular berongga yang bentuknya sedikit
mirip piramida dan terletak dalam pericardium di mediastinum. Pada basisnya
jantung dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar tetapi berada
dalam keadaan bebas dalam pericardium.
Jatung mempunyai 3 permukaan:
1. Facies sternocostalis di anterior, terutama dibentuk oleh atrium kanan dan
ventrikel kanan, yang satu sama lain dipisahkan oleh sulcus
atrioventriculare yang terletak vertikal.
2. Facies diaphragmatica, terutama dibentuk oleh ventrikel kanan dan kiri
yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Permukaan
inferior atrium kanan, dimana vena cava inferior bemuara, juga
membentuk sebagian facies diaphragmatica.
3. Basis cordis/facies posterior, terutama dibentuk oleh atrium kiri, dimana
bermuara 4 vena pulmonalis.
4. Apex cordis, terutama dibentuk oleh ventrikel kiri. Arahnya ke bawah,
depan dan kiri. Apex cordis terletak setingi intercostalis VI, 9 cm dari
garis tengah.
Jantung dibagi oleh septa vertical dalam 4 ruang, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri. Atrium kanan tereak anterior terhadap atrium kiri
dan ventrikel kanan terletak anterior terhadap ventrikel kiri.
4


Pada atrium kanan bermuara:
1. Vena cava superior, bermuara di bagian atas atrium, tidak mempunyai
katup. Ia mengembalikan darah ke jantung dari separuh atas tubuh.
2. Vena cava inferior, bermuara di bagian bawah atrium, dilindungi oleh
katup rudimenter yang tidak berfungsi. Ia mengembalikan darah ke
jantung dari separuh bawah tubuh.

4

3. Sinus coronarius, bermuara di antara vena cava inferior dan ostium
atrioventriculare yang terletak anterior terhadap muara vena cava inferior.
Ostium ini dilindungi oleh valve/katup tricuspidalis.
Ventrikel kanan berhubungan dengan atrium kanan melalui ostium
atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium trunci
pulmonalis dimana ostium yang terakhir ini dilindungi oleh valve/katup
pulmonalis.
Pada atrium kiri bermuara 4 vena pulmonalis, 2 dari masing-masing paru-
paru bermuara pada dinding posterior dan tidak berkatup. Ostium atroventriculare
kiri dilindungi oleh valve /katup mitralis.
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium kiri melalui Ostium
atroventriculare kiri dan dengan aorta melalui ostium aortae, ostium aortae
dilindungi oleh valve/katup aortae.

2.4. Fisiologi Jantung
(6,7)

2.4.1 SIRKULASI LAHIR
Jantung pada kenyataannya merupakan 2 buah pompa yang
terpisah: jantung kanan memompakan darah ke paru-paru dan jantung
kiri memompakan darah ke organ-organ perifer.
Masing-masing jantung merupakan pompa berdenyut yang
memiliki 2 ruang yang terdiri dari atrium dan ventrikel. Atrium-atrium
tersebut merupakan pompa primer yang lemah bagi ventrikel,
benfungsi memompakan darah ke ventrikel. Ventrikel-ventrikel
merupakan kekuatan utama dari pompa-pompa tersebut, yang
mendorong darah baik ke sirkulasi pulmonal oleh ventrikel kanan
maupun sirkulasi sistemik oleh ventrikel kiri.
Pembuluh-pembuluh darah yang mengembalikan darah dari
jaringan ke atrium adalah vena, dan pembuluh-pembuluh darah yang
mengangkut darah menjauhi ventrikel menuju ke jaringan adalah
arteri. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum yaitu suatu otot
otonom yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.

5

Pemisahan ini sangat penting karena sisi kanan jantung menerima dan
memompa darah ber-oksigen rendah sementara sisi kiri jantung
menerima dan memompa darah beroksigenasi tinggi.
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium
kanan melalui vena cava. Darah ini mengandung CO2 dan mengalami
deoksigenasi parsial mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel
kanan, yang memompanya ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
Dengan demikian sisi kanan jantung memompa darah ke dalam
sirkulasi paru. Di dalam paru, darah tersebut kehilangan CO2 dan
menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis. Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini
kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri yang memompa darah ke
dalam sirkulasi sistemik melalui aorta.
Kedua sisi jantung secara simultan memompa darah dalam
jumlah yang sama. Volume darah ber-oksigen rendah yang dipompa
ke paru oleh sisi kanan jantung segera memiliki volume yang sama
dengan darah ber-oksigen tinggi yang dipompa ke jaringan oleh sisi
kiri jantung.

Gambar 1. Struktur jantung dan alur aliran darah melalui ruang-
ruang jantung dan katup-katup.
(7)


6

2.4.2. SIRKULASI JANIN
Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi lahir adalah
penyesuaian terhadap kenyataan bahwa janin tidak bernafas sehnga paru tidak
berfungsi. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran
dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak perlu mengalir ke paru-
paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada sirkulasi janin terdapat 2
jalan pintas, yaitu foramen ovale (suatu libang di septum antara atrium kanan dan
kiri) dan duktus arteriosus (suatu pembuluh yang menghubungkan arteri
pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari jantung).
Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilicalis dan
diteruskan ke dalam vena cava inferior. Dengan demikian, ketika dikembalikan ke
atrium kanan dari sirkulasi sitemik, darah adalah campuran dari darah
beroksigenasi tinggi dari vena umbilucalis dan darah vena yang beroksigenasi
rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin karena tingginya
resistensi diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan di separuh kanan jantung
dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada di separuh kiri jantung dan sirkulasi
sistemik. Situasi ini terbalik dibandingkan dengan setelah lahir. Karena perbedaan
tekanan antara atrium kanan dan kiri, sebagian darah campuran yang
beroksigenasi cukup yang kembali ke atrium kanan segera disalurkan ke atrium
kiri melalui forame ovale. Darah ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri
dan dipompa keluar ke sirkulasi sistemik. Selain memperdarahni jaringan,
sirkulasi sistemik janin juga mengalirkan darah melalui arteri umbilicalis agar
trejadi pertukaran dengan darah ibu melalui placenta. Sisa darah di atrium kanan
yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan, yang
memompa darah ke arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih
tinggi daripada tekanan di aorta, darah dialirkan melalui duktus arteriosus
mengikut gradient tekanan. Dengan demikian, sebagian besar darah yang dipompa
ke luar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulais paru segera dialihkan ke
dalam aorta dan disalurkan ke sirkulasi sistemik, yang mengabaikan paru yang
non fungsional.
(6)

7


Gambar 2. Sirkulasi janin
(8)


2.5. EMBRIOLOGI
(9,10)

Septum atrium terbentuk antara minggu keempat dan keenam masa
mudigah. Fase awal ditandai dengan pertumbuhan suatu septum primer (septum
primum) dari dinding dorsal rongga atrium komunis ke arah bantalan
endocardium yang sedang tumbuh sewaktu yang terakhir memisahkan rongga
atrium dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut ostium primum, mula-mula
memisahkan septum primum yang sedang tumbuh dari bantalan endocardium.
Pertumbuhan berlanjut dan fusi septum dengan bantalan endocardium akhirnya
melenyapkan ostium primum; namun, sebelum menutup sempurna, kematian sel
akan menyebabkan perforasi pada bagian atas dari septum primum yang akan
membentuk ostium sekundum. Hal ini memungkinkan berlanjutnya aliran darah
teroksigenasi dari atrium kanan ke atrium kiri yang esensial untuk kehidupan
janin

8


Gambar 3. Septum artrium dari berbagai tahap perkembangan
A. 30 hari (6 mm). B. Tahap yang sama dengan A. dilihat dari kanan
C. 33 hari (9 mm). D. Tahap yang sama dengan C, dilihat dari kanan
E. 37 hari (14 mm).F. Baru lahir.
G. Septum atrium dari kanan ; tahap yang sama dengan F.
(9)
Seiring dengan membesarnya ostium sekundum, sebuah septum sekunder
(septum sekundum) muncul tepat di sisi kanan septum rpimum. Septum
sekundum berproliferasi untuk membentuk struktur mirip bulan sabit yang
mengelilingi suatu raung yang disebut foramen ovale foramen ovale dijaga di sisi
kirinya oleh sebuah flap jaringan yang berasal dari septum primer, yang berfungsi
sebagai katup satu arah dan memungkinkan darah terus mengalir dari kanan ke
kiri selama kehidupan intrauterine. Saat lahir, seiring dengan turunnya resistensi
vascular paru dan meningkatnya tekanan arteri sistemik, tekanan di atrium kiri
meningkat melebihi tekanan atrium kanan sehingga terjadi penutupan fungsional
foramen ovale. Kelainan pada rangkaian kejadian ini dapatmenimbulkan berbagai
ASD, yang memungkinkan komunikasi bebas antara atrium kiri dan kanan.


9

2.6. Etiopatogenesis
(2)

ASD merupakan kelainan kongenital jantung yang disebabkan oleh
malformasi spontan dari septum interatrial. Dapat terjadi pada keluarga yang
mempunyai riwayat ASD.
1. ASD ostium sekundum merupakan akibat dari:
a. Adhesi inkomplit antara katup penutup foramen ovale dengan septum
sekundum pada saat lahir.
b. Foramen ovale yang menetap. Biasanya terjadi akibat resorbsi
abnormal dari septum primum pada saat pembentukan foramen
sekundum. Resopsi pada lokasi abnormal menyebabkan septum
primum berlubang atau berbentuk menyerupai jala.
c. Resorpsi septum primum yang berlebihan menyebabkan septum
primum menjadi pendek dan tidak dapat menutup foramen ovale.
d. Abnormalitas yang besar dari foramen ovale dapat terjadi sebagai
akibat gangguan pembentukan septum sekundum. Septum primum
yang normal tidak dapat menutup foramen ovale saat lahir.
e. Suatu kombinasi dari resorpsi yang berlebihan dari septum primum
dengan foramen ovale yang besar mengakibatkan ASD septum
sekundum yang besar.
2. ASD septum primum, merupakan akibat dari penyatuan inkomplit septum
primum dengan bantalan endokardial. Defek terjadi di dekat katup
atrioventrikular. Katup mitral biasanya terlibat berupa abnormalitas dalam
bentuk atau fungsi. Katup trikuspid biasaya tidak terlibat.
3. ASD sinus venosus: terjadi karena penyatuan yang abnormal dari sinus
venosus masa embrio dengan atrium. Pada kebanyakan kasus, defek
terletak di bagian superior dari septum atrial, dekat persambungannya
dengan vena cava superior. Biasanya berhubungan dengan muara
abnormal dari vena pulmonalis kanan superior. Tipe yang relatif jarang
yaitu tipe inferior yang berhubungan dengan muara abnormal dari vena
pulmonalis kanan inferior. Vena ini dapat bermuara ke atrium kanan,
v.cava superior atau ke v.cava inferior.

10

Akibat yang timbul karena adanya defek septum atrium sangat bergantung
dari besar dan lamanya pirau serta resistensi vaskuler paru. Ukuran defek sendiri
tidak banyak berperan dalam menentukan besaran arah pirau. Darah mengalir
kembali dari atrium kiri ke atrium kanan karena tekann atrium kiri biasanya
sedikit lebih tinggi dari tekanan atrium kanan. Perbedaan ini memaksa sejumlah
besar darah melalui defek pada septum yang menyebabkan volume berlebih pada
jantung kanan, yang melibatkan atrium knan, ventrikel kanan, dan arteri paru
Akibatnya, atrium kanan membesar dan ventrikel kanan berdilatasi sebagai usaha
untuk menampung volume darah yang meningkat. Jika terjadi hipertensi arteri
pulmonalis, maka akan terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan kemudian
diikuti hipertrofi vetrikel kanan.
(11,12)

2.7. Diagnosis
2.7.1.Gambaran Klinis
Pada ASD gambaran klinisnya agak berbeda karena defek berada di
septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan
aliran ke paru yang berlebihan juga menyebabkan peningkatan beban volume
pada jantung kanan. Defek septum atrium sering tidak terdeteksi pada anak-
anak walaupun pirau cukup besar karena asimtomatik, dan tidak memberi
gambaran diagnostis fisis yang khas. Keluhan baru timbul saat usia dewasa.
Lebih sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin foto thorax
atau ekokardiografi.
(11,13)

Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang
simptomatik dan gejalanya sama seperti pada umumnya kelainan dengan
aliran ke paru yang berlebihan.
(13)

Sesak napas dan rasa capek paling sering merupakan keluhan awal,
demikian pula infeksi napas yang berulang. Pasien dapat sesak pada saat
beraktivitas, dan berdebar-debar akibat takiaritmia atrium.
(11)

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada
daerah sternal kanan, auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua
yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti variasi pernapasan (wide

11

fixed splitting) walaupun tidak selalu ada, serta bising sistolik tipe ejeksi pada
daerah pulmonal pada garis sternal kiri. Bila aliran piraunya besar mungkin
akan terdengar bising diastolik di parasternal iga 4 kiri akibat aliran deras
melalui katup tricuspid, dapat menyebar ke apeks. Bunyi jantung kedua
mengeras di daerah pulmonal, oleh karena kenaikan tekanan pulmonal, dan
pelu diingat bahwa bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising
fungsional akibat adanya beban volume yang besar pada jantung kanan.
Sianosis jarang ditemukan, kecuali bila defek besar atau common atrium,
defek sinus koronarius, kelainan vascular paru, stenosis pulmonal, atau bila
disertai anomali Ebstein. Juga dapat ditemukan Clubbing of nails
(11,13,14)

Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia 30-40
tahun sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif
vaskuler paru.
(13)


2.7.2. Gambaran Radiologis
1. Foto Thorax
Gambaran dari kelainan ASD tergantung pada besarnya defek
dan komplikasi yang mungkin timbul pada pembuluh darah paru.
(19)

Dalam keadaan sebelum timbulnya hipertensi pulmonal, pada
foto thoraks posisi posteroanterior (PA) tampak jantung membesar
ke kiri dengan apeks di atas diafragma. Hilus melebar, arteri
pulmonalis dan cabang-cabang dalam paru melebar. Pembuluh darah
di bagian perifer masih nampak jelas. Vena pulmonalis tampak
melebar di daerah suprahilar dan sekitar hius, sehingga corakan
pembuluh darah paru bertambah. Konus (segmen) pulmonal nampak
menonjol. Arkus aorta nampak menjadi kecil.
(11,15)
Pada foto lateral, daerah retrosternal terisi akibat pembesaran
ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan, segmen pulmonal menonjol,
serta corakan vaskuler paru prominen.
(11)

Dalam keadaan hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi
posteroanterior (PA) tampak jantung yang membesar ke kiri dan juga

12

ke kanan. Hilus sangat melebar di bagian sentral dan menguncup
menjadi kecil ke arah tepi. Segmen arteri pulmonalis menjadi
menonjol sekali. Aorta nampak kecil. Vena-vena sukar dilihat. Paru-
paru di bagian tepi menjadi lebih radiolusen karena pembuluh darah
berkurang. Bentuk thoraks emfisematus (bentuk tong, barrel chest).
Sedangkan pada foto thoraks posisi lateral tampak pembesaran dari
ventrikel kanan yang menempel jauh ke atas sternum. Tampak hilus
yang terpotong ortograd dan berukuran besar.
Kadang-kadang jantung belakang bawah berhmpit dengan
kolumna vertebralis. Hal ini disebabkan karena ventrikel kanan
begitu besar dan mendorong jantung ke belakang tanpa ada
pembesaran dari ventrikel kiri.
(15)


Gambar 4. Gambaran foto thorax pada pasien dengan derajat pirau kiri ke kanan
yang besar akibat ASD sekundum. Terdapat pembesaran jantung dengan
pembesaran ventrikel kanan, arteri pulmonalis yang sangat prominen dan corakan
paru-paru yang kasar.
(14)


13


Gambar 5. Foto thorax yang menunjukkan gambaran khas ASD. Jantung
membesar, apeks terangkat, atrium kanan yang prominen [1] dan arteri pulmonalis
yang disertai dilatasi [2] akibat dari peningkatan aliran darah paru (16)
Gambar 6. ASD. Aliran darah tambahan dari sisi kiri jantung kembali ke sisi
kanan menambah ukuran arteri pulmonalis utama (terlihat jelas pada foto thoraks
PA) (A). Penambahan ukuran ventrikel kanan (terlihat jelas pada foto lateral
(B).

karena pengisian jaringan lunak pada bagian bawah dan tengah ruang retrosternal.
(17)


14

2. USG Jantung (Ekokardiografi)
Ekokardiografi menunjukkan dilatasi atrium dan ventrikel kanan, dan
dilatasi arteri pulmonalis dengan gerakan septum ventrikel yang abnormal
(paradox) karena adanya kelebihan beban volume yang signifikan pada jantung
kanan. Defek septum atrium dapat divisualisasikan secara langsung oleh
pencitraan dua-dimensi, USG Doppler atau ekokontras. Dengan menggunakan
ekokardiografi transtorakal (ETT) dan Doppler berwarna dapat ditentukan lokasi
defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katup
mitral misalnya prolapse yang memang sering terjadi pada ASD.
(11,18)
Ekokardiografi transesofageal (ETE) diindikasikan jika ETT diragukan, serta
sangat bermanfaat karena dapat dilakukan pengukuran defek secara presisi,
sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan, juga
kelainan yang menyertai.
(11,18)

Gambar 7. Defek septum atrium ini ditunjukkan menggunakan ekokardiografi
Doppler berwarna.
(4)




15


Gambar 8. Ekokardiogram menunjukkan defek septum atrium sekundum antara
atrium kiri dan atrium kanan.
(18)


3. CT Scan
Ultrafast CT scan cukup akurat dalam menilai defek septum atrium.
Tomografi potongan axial memberikan pemisahan jarak yang jelas dari bagian
inflow dan outflow dari septum atrium dan ventrikel. Akibat dari tidak adanya
struktur diatasnya yang menutupi pada gambaran CT scan dan 3-dimensi (3D)
ultrafast CT, ukuran atrium dan ventrikel dapat diukur.
(4)

16


Gambar 9. CT Scan Atrial Septal Defect. Defect septum atrium terlihat jelas.
(19)



Gambar 10. CT scan dengan kontras menunjukkan defek septum atrium. (4)


17

4. MRI
MRI memiliki peran yang penting dalam menegakkan diagnosa
kardiovaskuler. Kemampuan lain dari MRI meliputi:
1. Dapat menyajikan beberapa gambar per siklus jantung sehingga fungsi
ventrikel dapat dievaluasi.
2. Memungkinkan pengukuran aliran dan kecepatan darah dalam aorta,
arteri pulmonalis dan saat melewati katup-katup.
3. MR angiografi memungkinkan pemeriksaan 3D berresolusi tinggi dari
pembuluh darah dan secara noninvasif dapat menetapkan adanya
anomali vena paru yang menyebabkan terjadinya pirau.(4)

Gambar 11. MRI ASD secundum dengan pembesaran ventrikel dan
atrium kanan.
(19)


18


Gambar 12. MRI ASD secundum (panah hitam). (20) 20

5. KATETERISASI JANTUNG

Kateterisasi jantung dilakukan bila defek intraarterial pada ekokardiogram tidak
jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung
terdapat peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan
tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler
paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes
dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversiblitas vaskuler paru. Pada
atrial septal defect primum, terlihat gambaran leher angsa (goose-neck
appearance) pada kasus dengan defek pada septum primum, hal ini akibat posisi
katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui celah pada katup mitral juga
dapat terlihat. Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas, dapat
memperlihatkan besarnya atrial septal defect.
(4,21)




19

2.8. Diagnosa Banding
1. Ventricular Septal Defect (VSD)
VSD merupakan kelainan jantung non-sianotik yang paling sering
dijumpai. Pada penderita VSD, di jantungnya terdapat suatu defek yang
letaknya tinggi atau rendah pada septum antara ventrikel kanan dan kiri.
Karena tekanan dalam ventrikel kiri memang lebih tinggi, terjadilah left-
to-right shunt
.(22)

Gambaran radiologi penderita VSD dapat berbeda-beda tergantung
pada ada atau tidaknya ganggaun pada pembuluh darah paru (hipertensi
pulmonal) dan besarnya kebocoran. Makin kecil kebocoran, makin sedikit
kelainan yang dapat dilihat pada radiografi polos.
(15,21)
1. Kebocoran yang sangat kecil: Kelainan ini disebut Maladi de Roger,
jantung tidak membesar dan pembuluh darah paru-paru normal.
2. Kebocoran yang ringan: antung membesar ke kiri karena adanya
pembesaran dari ventrikel kiri, apex jantung tertanam, ventrikel kanan
belum jelas membesar, atrium kiri dilatasi, dan pembuluh darah paru
nampak bertambah.

Gambar 13. Foto thorax PA pada kasus VSD dengan moderate left to right
shunt. Tampak penonjoloan conus pulmonalis dan corakan bronchovaskular
meningkat. Pada foto thorax lateral, tampak pendorongan esophagus ke posterior.
Hal ini mengindikasikan adanya dilatasi atrium kiri dan pembesaran ventrikel
kanan dan kiri.
(23)


20

3. Kebocoran yang sedang-berat: ventrikel kanan dilatasi dan hipertrofi,
atrium kiri dilatasi, arteri pulmonalis dengan cabang-cabangnya melebar,
atrium kanan tidak nampak kelainan dan ventrikel kiri membesar serta
aorta kecil.
4. Kebocoran dengan hipertensi pumonal: Ventrikel kanan tampak semakin
besar, arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya di bagian sentral melebar,
segmen pulmonal menonjol, atrium kiri normal, aorta mengecil, pembuluh
darah paru bagian perifer sangat berkurang dan thorax menjadi
emfisematus.

Gambar 14. Gambar pada level apical 4 chamber. Gambar A. tampak
defek yang besar di posterior pada level katup atrioventricular. Gambar B.
tampak VSD yang kecil pada bagian tengan septum interventrikel (24)

b. Patent Ductus Arteriosus (PDA)
Ductus arteriosus bermula di dekat pangkal a. pulmonalis dan bermuara di
aorta, tepat di distal a. subclavia sisnitra. Ductus arteriosus mengalirkan darah ke
sirkulasi sistemik dari arteria pulmonalis pada masa intrauterine. Ductus ini
kemudian biasanya sudah menutup pada umur 2 bulan, kadang sampai 6 bulan.
Pada PDA, ductus ini tetap ada terus (tidak menutup).
(22)

Adanya PDA memungkinkan aliran pirau dari kiri ke kanan (dari aorta ke
arteri pulmonalis/ left-to-right shunt).
(21)



21

Gambaran radiologis tergantung pada besar kecilnya PDA.
(15)

a. PDA kecil sekali: gambaran jantung dan pembuluh darah paru normal.
b. PDA cukup besar: Aorta ascendens dan arkus nampak normal atau
membesar sedikit, dan nampak menonjol pada proyeksi PA. Arteri
pulmonalis nampak menonjol dan melebar di samping aorta. Pembuluh
darah paru-paru dan hilus nampak melebar, karena volume darah yang
bertambah. Pembesaran atrium kiri dan pembesaran dari ventrikel kanan
dan kiri.
c. PDA dengan hipertensi pulmonal: Pembuluh paru bagian sentral melebar,
hilus melebar, pembuluh darah perifer berkurang. Ventrikel kanan makin
besar krena adanya hipertrofi dan dilatasi. Arteri pulmonalis menonjol,
aorta ascendens melebr dengan arkus yang menonjol. Atrium kiri nampak
normal kembali.

Gambar 15. Foto thorax Patent Ductus Arteriosis (PDA). Gambar (A)
menunjukkan adanya pembesaran siluet cardiomediastinal dan trunkus pulmonalis
serta pembuluh darah perifer yang mengecil secara mendadak. Gambar (B)
menunjukkan ruang retrosternal yang terisi oleh ventrikel kanan yang
membesar.(25) 24

22


Gambar 16 C-I. CT scan dengan kontras dari pasien yang sama dengan
gambar di atas, mengkonfirmasi adanya pembesaran jantung, dilatasi dan
hipertrofi ventrikel kanan.
(25)


2.9. Penatalaksanaan
Bedah penutupan defek septum atrium dilakukan bila rasio aliran
pulmonal terhadap aliran sistemik lebih dari 2. Bbila pemeriksaan klinis dan
elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum atrium dengan
aliran pirau yang bermakna, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa
didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila terjadi hipertensi pulmonal dan
penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri
pulmonalis lebih dari 10 U.m2 yang tidak responsive dengan pemberian oksigen
100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan indikasi kontra.
(21)



23

2.10. Komplikasi
Berikut ini adalah komplikasi yang berhubungan dengan ASD:
(2)

1. Gagal jantung kongestif
2. Aritmia
3. Hipertensi pulmonal
4. Sianosis
5. Paradoxical embolization
6. Stroke
7. Infective endocarditis.

2.11. Prognosis
Pasien dengan ASD biasanya bertahan hidup sampai dewasa tanpa bedah
atau intervensi perkutan, dan banyak pasien hidup sampai usia lanjut. Namun,
kelangsungan hidup secara alamiah setelah usia 40-50 tahun kurang dari 50%, dan
tingkat kelemahan dari jantung setelah 40 tahun adalah sekitar 6% per tahun.
Hipertensi pulmonal jarang terjadi sebelum dekade ketiga
.(2)

















24

BAB III
KESIMPULAN

Atrial Septal Defect (ASD) merupakan anomali jantung kongenital dimana
terdapat lubang menetap pada septum atrium akibat kegagalan penyatuan baik septum
sekundum atau septum primum dengan bantalan endocardium. Hal ini menyebabkan
aliran darah dari vena pulmonalis yang mengalir masuk ke atrium kiri mengalir
kembali ke atrium kanan.
Terdapat tiga jenis utama dari ASD yaitu ostium secundum, ostium primum
dan ostium venosus.
Pada ASD gambaran klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum
atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru
yang berlebihan juga menyebabkan peningkatan beban volume pada jantung kanan.
Defek septum atrium sering tidak terdeteksi pada anak-anak walaupun pirau cukup
besar karena asimtomatik, dan tidak memberi gambaran diagnostis fisis yang khas.
Keluhan baru timbul saat usia dewasa. Lebih sering ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan rutin foto thorax atau ekokardiografi. Sesak napas dan rasa capek paling
sering merupakan keluhan awal, demikian pula infeksi napas yang berulang. Pasien
dapat sesak pada saat beraktivitas, dan berdebar debar akibat takiaritmia atrium. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan pulsasi ventrikel kanan pada daerah sternal kanan,
auskultasi jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan
menetap tidak mengikuti variasi pernapasan (wide fixed splitting), serta bising sistolik
tipe ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sternal kiri. Sianosis jarang ditemukan,
kecuali bila defek besar atau common atrium, defek sinus koronarius, kelainan
vascular paru, stenosis pulmonal, atau bila disertai anomali Ebstein. Juga dapat
ditemukan Clubbing of nails.
Pemeriksaan radiologi dapat membantu penegakan diagnosis diantaranya:
foto thorak posisi PA, USG jantung (ekokardiografi), CT- Scan, MRI, dan kateterisasi
jantung. Diagnosis Banding ASD adalah VSD dan PDA.
Prognosis pasien ASD biasanya bertahan hidup sampai dewasa tanpa bedah
atau intervensi perkutan, dan banyak pasien hidup sampai usia lanjut.


25

DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Ed. Ke-29. Jakarta:
ECG;2002.
2. Markham L.W. Atrial Septal Defect [online]. Updated on Sep 20, 2012.
(diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/162914 (diakses
Minggu, 11 Mei 2014).
3. Grech E.D. ABC of Interventional Cardiology. London: BMJ Publishing
Group;2004. P.31.
4. Singh V.N.. Imaging in Atrial Septal Defect [online]. Updated on May 25
2011. (diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/348121-
overview diakses Minggu 11 Mei 2014).
5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedoteran bagian I. edisi 3,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1992. Halaman 107-14
6. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:
ECG;1996.Hal. 259-61.
7. Guyton C.A, Hall. E.J. The Heart in Textbook of Medical physiology 11th
Edition. Pennysyvania: Elsevier Saunders;2006. P. 104
8. Sadler, Thomas W. Cardiovascular System in Langmans Medical
Embryology 9th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins;2003.
9. Kumar, Vinay,dkk. Penyakit Jantung Kongenital dalam Robbins Patologi
Edisi 7. Jakarta: ECG;2007.
10. Ghanie, Ali. Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa dalam Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2006
11. Conroy m.L. et.al. Atlas of Pathophysiology 3nd Edition.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins;2010. P.46-47.
12. Roebiono,P.S. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan
[online]. (diunduh dari http://repository.ui.ac.id/koleksi/11.pdf diakses
Kamis, 7 Maret 2013)
13. Habermann T.M, Gosh A.K. Mayo Clinic Internal Medicine Concise
Textbook. USA: Mayo Clinic Scientific Press;2008.P.48-49.
14. Purwohudoyo, S.S. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular
dengan Radiografi Polos. Jakarta: UI Press;1984. Hal. 41,45,50-56.
15. Corne J. et.al. Chest X-Ray Made Easy. London: Churchill
Livingstone;2001.P. 88-89.
16. Mettler, Fred A. Congenital Cardiac Disease in Essentials of Radiology
2nd Edition. USA:Saunders;2005.
17. Fauci et. Al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition.
USA: McGraw-Hills Companies;2008.
18. Budoff J.M, Shinbane S.J. Cardiac CT Imaging Diagnosis of
Cardiovascular Disease. London; Springer, 2006. P. 34-35,211.
19. Naidich D.P. Computes Tomography and Magnetic Resonance of the
Thorax 4th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins;2007.P.62-
64.
20. Lily Ismudiati Rilantono et.al. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;1996. Hal.230.

26

21. Rusdy Ghazali Malueka. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press;2011. Hal 68-70.
22. McMahon C, Singleton E. Plain radiographic Diagnosis of Congenital
Heart Disease [online]. (diunduh dari
http://www.bcm.edu/radiology/cases/pediatric/start.htm diakses minggu,
11 Mei 2014).
23. http://emedicine.medscape.com/article/892980-workup#showall
24. http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=40&fid=1

Anda mungkin juga menyukai