RUMAH SAKIT PUSAT TNI AU Dr ESNAWAN ANTARIKSA SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK Jl. Merpati No 2, Halim Perdanakusuma Jakarta Timur 13610
Nama : Pius Nalang Demo Tanda Tangan NIM : 11 2011 052 Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Swasono, Sp.THT
IDENTITAS PASIEN Nama : An. C Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 6 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Status Menikah : Belum menikah Alamat : Cawang III RM : 04-37-33
ANAMNESIS Diambil secara : allo anamnesis Pada tanggal : 13 Maret 2013 Jam : 10.15 WIB. Keluhan Utama : Keluar cairan pada telinga kanan
Keluhan Tambahan : Tidak ada.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien seorang anak perempuan, berusia 6 tahun datang dengan ayahnya ke poliklinik THT RSAU dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan. Cairan keluar sejak 3 hari sebelum datang ke poliklinik. Cairan berwarna putih jernih, encer, keluar terus menerus dan tidak berbau. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal yang serupa. Pasien belum pernah sakit telinga, tidak pernah mengalami trauma telinga seperti mengorek-ngorek telinga dengan cotton bud terlalu dalam atau benturan pada telinganya. 2
Menurut ayah pasien. sebelum pasien keluar cairan, pasien menderita demam selama 5 hari, batuk dan pilek. Demam dirasakan pasien sepanjang hari, ayah pasien tidak pernah mengukur dengan termometer panasnya, batuk dirasakan pasien berdahak dan pada pilek keluarnya berwarna putih tidak pernah berwarna hijau. Pasien tidak mengalami sakit kepala, pusing berputar dan tuli yang terjadi secara mendadak. Pasien gemar makan gorengan, sering jajan sembarangan dan minum-minuman dingin. Ayah pasien juga mengatakan bahwa pasien sempat berobat di puskesmas dan keluhan demam dan batuk pilek mulai membaik. Riwayat Penyakit Dahulu : Ayah pasien mengatakan pasien tidak pernah seperti ini sebelumnya. Belum pernah sakit pada telinga, tidak pernah dirawat di rumah sakit dan pasien tidak ada riwayat operasi sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 maret 2013 pukul 10.15 di poliklinik THT.
KEADAAN UMUM Kesadaran : Compos Mentis Tekanan darah : 120/80 mmHg Suhu : 36,5 o C Pernafasan : 20 x/menit Nadi : 112 x/menit Berat badan : 23 kg
TELINGA KANAN KIRI Bentuk daun telinga Normotia Normotia Kelainan kongenital Tidak ditemukan Tidak ditemukan Radang, Tumor Tidak ditemukan Tidak ditemukan Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak nyeri 3
Penaikan daun telinga Tidak nyeri Tidak nyeri Kelainan pre-, infra-, retroaurikuler Tidak ditemukan Tidak ditemukan Region Mastoid Tanda radang (-) Nyeri Tekan (-) Tanda radang (-) Nyeri Tekan (-) Liang telinga CAE lapang Serumen (+) sedikit Secret (+) CAE lapang Serumen (-) Secret (-) Membrane tympani Gambar Perforasi (+), hiperemis (-), reflek cahaya tidak jelas
Tidak ditemukan kelainan, retraksi (-), edema (-), reflex cahaya (+) jam 7,
TES PELANA KANAN KIRI Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz Kesan : (-) HIDUNG - Bentuk : normosepta. - Tanda peradangan : hiperemis (-), panas (-), nyeri (-), bengkak (-). - Vestibulum : hiperemis (-), sekret (-), benjolan (-). - Cavum nasi : lapang +/+, sekret (-/-), hiperemis (-). 4
RHINOPHARYNX - Koana : - Septum nasi posterior : - Muara tuba eustachius : Tidak dilakukan pemeriksaan - Tuba eustachius : (Rhinoskopi posterior) - Torus tubaris : - Post nasal drip : -
a. Transiluminasi o Sinus Frontalis kanan, grade : tidak dilakukan o Sinus Frontalis kiri, grade : tidak dilakukan o Sinus Maxillaris kanan, grade : tidak dilakukan o Sinus Maxillaris kiri, grade : tidak dilakukan
TENGGOROK - PHARYNX o Dinding pharynx : tidak hiperemis, permukaan rata o Arcus : simetris kanan-kiri, tidak hiperemis 5
o Tonsil : T 1 -T 1 , hiperemis(-/-), kripta lebar(-/-), detritus(-/-), perlekatan (-/-)
o Uvula : simetris ditengah, hiperemis (-) o Gigi : oral hygiene baik, caries dentis (-) o Lain-lain : radang ginggiva (-), mukosa pharynx tenang,
- LARYNX (Laringoskopi)-> Tidak dilakukan o Epiglotis : (-) o Plica aryepiglotis : (-) o Arytenoids : (-) o Ventricular band : (-) o Pita suara : (-) o Rima glotidis : (-) o Cincin trachea : (-) o Sinus piriformis : (-)
- Bentuk o Deformitas os maxilla, os mandibula, dan os zygomaticum tidak ada o Hematoma (-)
LEHER Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher
6
RESUME Dari anamnesa didapatkan : Pasien seorang anak perempuan, berusia 6 tahun datang dengan ayahnya ke poliklinik THT RSAU dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan. Cairan keluar sejak 3 hari sebelum datang ke poliklinik. Cairan berwarna putih jernih, encer, keluar terus menerus dan tidak berbau. Menurut ayah pasien. sebelum pasien keluar cairan, pasien menderita demam selama 5 hari, batuk dan pilek. Demam dirasakan pasien sepanjang hari, tidak pernah diukur panasnya, batuk dirasakan pasien berdahak dan pada pilek keluarnya berwarna putih tidak pernah berwarna hijau. Pasien tidak mengalami sakit kepala, pusing berputar dan tuli yang terjadi secara mendadak. Pasien gemar makan gorengan, sering jajan sembarangan dan minum-minuman dingin. Ayah pasien juga mengatakan bahwa pasien sempat berobat di puskesmas dan keluhan demam dan batuk pilek mulai membaik.
Dari pemeriksaan didapatkan pada : Secret bening pada liang telinga kanan dengan membrane timpani telinga kanan perforasi.
DIAGNOSA BANDING : (-) DIAGNOSA KERJA Otitis media akut stadium perforasi telinga kanan. Dasar diagnosis Pemeriksaan fisik telinga : o Adanya secret berwarna putih dan perforasi di membran timpani liang telinga kanan. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG : 1. Pemeriksaan lab darah rutin. 2. Kultur dan resistensi antibiotik.
7
PENATALAKSANAAN - Medika mentosa o Cefixime syrup 2x1 cth o H 2 O 2 3 % 3x gtt I AD - Non-medika mentosa : o Istirahat cukup o Hindari makanan pedas dan minuman dingin (es). o Menghindari berenang selama pengobatan. - Edukasi : o Mencegah terjadinya ISPA dengan tidak mengkonsumsi minuman dingin. o Menghindari pajanan terhadap asap rokok. o Menghindari makanan dan minuman yang dijual sembarangan di luar. o Menghindari berenang selama pengobatan.
PROGNOSIS Ad vitam : bonam. Ad functionam : bonam.
8
TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN
Otitis media atau penyakit telinga tengah merupakan penyakit kedua tersering pada anak-anak setelah infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit ini sering ditemukan dalam bentuk kronik atau lambat yang menyebabkan kehilangan pendengaran dan pengeluaran sekret.
Anatomi telinga 1. Telinga Luar : Daun telinga, liang telinga, Membran timpani. 2. Telinga Tengah : Tuba Eustachius, Cavum timpani, Mastoid. 3. Telinga Dalam : Kokhlear/Rumah siput, Vestibular/Kanalis Semilunaris.
Telinga bagian tengah terdiri dari: a. Tuba Eustachius 9
adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Tuba eustachius terdiri dari tulang rawan pada 1/3 ke arah nasofaring dan 2/3 terdiri dari tulang. Fungsi Tuba eustachius: 1. Drainase sekret yang berasal dari anthrum mastoid bersama-sama cavum tymphani masuk ke nasofaring. 2. Ventilasi, mengatur tekanan udara antara cavum tymphani dengan udara luar (1 atm). Adanya fungsi ventilasi ini dapat dibuktikan dengan perasat valsava dan perasat toynbee. Pada anak-anak fungsi tuba eustachius belumlah sempurna, diameter tuba masih relatif lebih besar daripada dewasa dan kedudukannya lebih horizontal sehingga mudah terjadi reflusk dari nasofaring ke Kavum timphani. Akibatnya bila terjadi rinitis pada anak mudah menjadi terjadi komplikasi yakni Otitis Media Akut (OMA). Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila O 2 diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap.
b. Cavum Tymphani Berbentuk kubus, merupakan rongga /ruangan yang mempunyai 6 dinding, yaitu: 1. Superior : Basis cranii 2. Inferior : Bulbus jugularis 3. Posterior : Aditus ad anthrum, kanalis semilunaris pars vertikalis. 4. Anterior : Tuba Eustachius. 5. Medial: Promontorium, foramen ovale, foramen rotundum.
C. Tulang mastoid Tulang mastoid terbentuk melalui proses pneumatiasi rongga mastoid berhubungan dengan aditus ad anthrum dan dibawahnya berjalan n. Fascialis.
Fisiologi telinga Fungsi telinga tengah adalah sebagai penghantar getaran suara ke telinga bagian dalam yaitu: suara ditangkap oleh daun telinga dan alirkan melalui liang telinga untuk menggetarkan membran tymphani, dan getaran tersebut dilanjutkan ke tulang maleus, lalu ke inkus dan stapes menggerakkan perilimfe dan endolimfe sehingga terjadi potensial aksi pada serabut-serabut saraf 10
pendengaran , disini gelombang suara mekani diubah menjadi energi elektrokimia lalu ditransmisikan ke saraf cranialis VIII dan meneruskannya ke pusat saraf sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
OTITIS MEDIA Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan non supuratif (= otitis media serosa = otitis media sekretoria = otitis media musinosa = otitis media efusi). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (Otitis Media Akut = OMA) dan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma= aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika. Otitis media adhesiva.
11
OTITIS MEDIA SUPURATIF Telinga tengah biasanya steril meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa dan tuba eustachius, enzim dan antibodi. Otitis media terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsinya terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu sehingga terjadi peradangan. Pencetus lain adalah infeksi saluran nafas atas. Otitis media supuratif terbagi 2 : 1. Otitis Media Supuratif Akut (OMA). 2. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK). Penyebab keduanya adalah bakteri golongan coconus.
12
OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke telinga tengah dan terjadi peradangan. Pencetus OMA adalah infeksi saluran napas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran napas atas maka makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi, terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan agak horizontal letaknya.
Patologi Kuman penyebab utama adalah Streptococcus hemoliticus, Staphilococcus aureus, Pneumococcus. Kadang ditemukan Haemofilus influenza, E. Coli, Streptococcus anhaemoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa. H. Influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.
13
Stadium OMA Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius Adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang membran timpani terlihat normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis Tampak pembuluh darah melebar di membran timpani sehingga membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar dilihat. 3. Stadium Supurasi Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani yang menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Bila tidak dilakukan insisi (miringotomi) pada stadium ini, kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan keluar nanah ke liang telinga luar. Dan bila ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak akan menutup kembali.
14
4. Stadium Perforasi Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani. 5. Stadium Resolusi Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
15
Gejala Klinik OMA Gejala tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utamanya adalah rasa nyeri di dalam telinga dan panas yang tinggi, biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar/pada dewasa, disamping rasa nyeri juga terdapat gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 o C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun anak tertidur tenang.
Terapi Pengobatan OMA tergantung stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi, pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif pada telinga tengah hilang, sehingga diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati. Antibiotik diberikan jika penyebabnya kuman, bukan oleh virus atau alergi Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung, dan analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik 16
yang dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung. Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampicilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB perhari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari. Pada Stadium Supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada Stadium Perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H 2 O 2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari. Pada Stadium Resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu, maka keadaan ini disebut OMS subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut OMSK. Komplikasi Sebelum adanya antibiotika, OMA dapat menimbulkan yaitu Abses Subperiostal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). MIRINGOTOMI Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Istilah ini sering dikacaukan dengan parasintesis, dimana parasintesis adalah pungsi membran timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit atau jarum khusus). Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang dilakukan dengan syarat tindakan tersebut harus secara a-vue 17
(dilihat secara langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai, sehingga membran timpani dapat terlihat dengan baik. Lokasi miringotomi adalah di kuadaran postero-inferior. Untuk tindakan ini memerlukan lampu kepala dengan sinar yang cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau parasintesis yang digunakan berukuran kecil dan steril. Komplikasi miringotomi Pendarahan akibat trauma pada liang telinga luar. Dislokasi tulang pendengaran. Trauma pada fenestra rotundum. Trauma pada n. Fasialis. Trauma pada bulbus jugulare. Mengingat kemungkinan komplikasi itu, maka dianjurkan untuk melakukan miringotomi dengan narkose umum dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi dengan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga untuk menghisap sekret dari telinga tengah sebanyak- banyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Komplikasi parasintesis kurang lebih sama dengan komplikasi miringotomi.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. Boeis : Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid; Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6, Cetakan III, 1997;88-112. 2. Hendarto H dan Entjep. H: Telinga, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan; Edisi Kedua, FKUI, 1995; 1-5. 3. Zainul A. Jafar : Kelainan Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan; Edisi Ketiga, FKUI, 1997; 54-60. 4. Helmi : Komplikasi OMSK dan Mastoiditis, Buku Ajar THT; Edisi Empat FKUI. 2000 62-65. 5. Medicastore. Otitis Media Akut. Diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/55/Otitis Media.html. 6. Itzhak Brook. Supurative otitis Media. diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview.