MENENGAH DI INDONESIA Disampaikan oleh : Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah pada acara Wisuda Lulusan Program D3 TPL, APP, STMI dan AKA Angkatan I tahun 2007, tanggal 22 September 2010 Assalamualaikum wr, wb. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang RPJP tahun 2005- 2025, Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah saat ini melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi pembinaan dan pengembangan Industri Kecil dan Menengah di Indonesia. Perkembangan dan pertumbuhan IKM yang terjadi pada dewasa ini, kita harus jujur mengatakan bahwa hal ini tidak lepas dari adanya komitmen dan kebijakan serta program yang dijalankan pemerintah, dan berlanjut hingga saat ini. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan suatu tekad dan semangat agar pertumbuhan IKM di Indonesia dapat berkembang secara sehat dan kuat sehingga dapat menjadi bagian integral dari seluruh kegiatan industri, menjadi pelaku ekonomi yang 2 makin berdaya saing, khususnya dalam menyediakan barang dan jasa kebutuhan masyarakat sehingga mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam perubahan struktural, dan memperkuat perekonomian domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan Industri Kecil dan Menengah berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja yang di serap dan dengan kriteria ini, maka IKM diklasifikasikan menjadi sebagai berikut : 1. Industri Rumah Tangga/Mikro adalah yang memiliki tenaga kerja 1-4 orang. 2. Industri Kecil adalah yang memiliki tenaga kerja 5-19 orang. 3. Industri Menengah adalah yang memiliki tenaga kerja 20-99 orang. Mengacu pada kriteria tersebut, maka sampai dengan tahun 2009, jumlah unit usaha IKM mencapai 3,8 juta, menyerap tenaga kerja sebanyak 8,09 juta orang, menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 145,6 trilyun, dan menyumbang devisa ekspor sebesar US$ 13,69 milyar. Selama kurun waktu 2005-2009 PDB IKM tumbuh rata-rata 4% lebih. Dengan kontribusi sebesar Rp. 145,6 trilyun, maka sumbangan IKM terhadap PDB sektor industri baru mencapai sekitar 30%, yang berarti sekitar 70% PDB sektor industri masih disumbang oleh industri berskala besar. Kedepan, didalam Rencana Strategis Kementerian Perindustrian tahun 2010-2014, peran IKM terhadap PDB harus meningkat dengan indikator kinerja utama berupa : 3 1. Tumbuhnya Industri Kecil di atas pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Tumbuhnya Industri Menengah dua kali diatas pertumbuhan Industri Kecil. 3. Meningkatnya jumlah output IKM yang menjadi out-source Industri Besar. Berdasarkan sasaran strategic tersebut diatas, Ditjen Industri Kecil dan Menengah telah membuat simulasi proyeksi nilai tambah dan konstribusinya terhadap PDB menjadi sebagai berikut : 1. Sektor Industri Kecil (IK) selama tahun 2010-2014 harus tumbuh dengan laju pertumbuhan 9,05% /tahun, dan pada tahun 2014 diharapkan kontribusi PDB-nya mencapai 51%. 2. Sektor Industri Menengah (IM) selama tahun 2010-2014 harus tumbuh dengan laju pertumbuhan 7,70% dan pada tahun 2014 diharapkan kontribusi PDB-nya mencapai 49%. 3. Secara keseluruhan sektor IKM, selama kurun waktu 2010-2014 harus tumbuh dengan laju pertumbuhan 8,39% /tahun, dan diharapkan pada tahun 2014 kontribusi PDB-nya mencapai 42%. Target dan sasaran makro tersebut diharapkan dapat dicapai bilamana Industri Kecil dan Menengah dapat tumbuh dan berkembang dengan syarat-syarat sebagai berikut : 1. Makin berbasis iptek dan berdaya saing dengan produk impor melalui peningkatan produktivitas yang didukung dengan upaya peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan teknologi dalam iklim usaha yang sehat. 4 2. Pengembangan IKM secara nyata harus berlangsung terintegrasi di dalam sistem inustri yang mendorong tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat. 3. Peningkatan kompetensi perkuatan kewirausahaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. 4. Persebaran industrinya harus lebih merata keseluruh wilayah Indonesia, dan munculnya ikon-ikon yang merupakan produk unggulan hasil pembinaan IKM di setiap daerah. Hal-hal yang disampaikan diatas, itulah hakekat/esensi dari sebuah kebijakan yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk merevitalisasikan dan menumbuhkan IKM di Indonesia. Untuk mencapai ini diperlukan berbagai dukungan dalam bentuk program/kegiatan revitalisasi dan penumbuhan IKM melalui : 1. Program pengembangan klaster IKM tertentu. 2. Program pengembangan klaster industri penunjang industri kreatif dan industri kreatif tertentu. 3. Program pengembangan industri berbasis kompetensi inti industri daerah. 4. Program pengembangan OVOP di sentra. 5. Program pengembangan standarisasi dan teknologi. 6. Program pengembangan desain, merek, kemasan dan HaKI. 7. Program pengembangan pemasaran di dalam dan di luar negeri. 8. Program pengembangan kewirausahaan industri dan bisnis. 9. Program pengembangan kawasan industri kecil dan menengah. 10.Program pendampingan/bimbingan teknis oleh tenaga Shindan- shi dan Tenaga Penyuluh Lapangan. 11.Program kemitraan industri dan bisnis. 5 Untuk mencapai kondisi yang diharapkan, dukungan dari berbagai institusi yang terkait adalah sangat diperlukan. Misalnya dukungan dari lembaga riset terapan dalam rangka pemanfaatan inovasi dan penerapan teknologi, pengembangan inkubator industri dan bisnis, disamping juga sebagai wahana pengukuran, standardisasi dan pengujian, serta pengendalian kualitas. Dukungan lain adalah dari lembaga pendidikan dan pelatihan untuk menyelenggarakan program kewirausahaan yang merupakan salah satu pilar penting dalam pengembangan IKM dimasa yang akan datang. Kewirausahaan selalu menciptakan sesuatu yang baru di bidang produk maupun jasa, mereka tidak mengeksplorasi jalan yang sudah ada, melainkan mencari jalan-jalan baru. Dalam evolusi kehidupan ini mereka menciptakan kategori-kategori baru, mereka tidak berpikir biasa, tetapi yang memungkinkan (the way it could be). Jumlah wirausaha memang tidak banyak, tetapi berkat merekalah tercipta lapangan kerja baru, pasar baru, produk-produk baru yang inovatif. Generasi muda perlu didorong untuk menggerakan sektor-sektor yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian dan kemandirian bangsa. Wirausaha sudah seyogyanya menjadi gaya hidup anak muda, tanpa tergiur menjadi politisi dan birokrat. Perlu dibuka cara pandang yang luas bagi anak-anak muda bahwa jati diri mereka bisa ditemukan tanpa menjadi anggota legislatif atau pejabat pemerintah. Perekonomian daerah diharapkan dapat digerakan oleh masyarakat local (disarikan dari pernyataan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, Kompas 17 September 2010, halaman 18) 6 Oleh sebab itu kami berpendapat dan sekaligus menyarankan agar program pendidikan kewirausahaan setingkat D3 atau D4 di lingkungan Sekolah Tinggi atau Akademi di lingkungan Kementerian Perindustrian dibuka program studi bidang kewirausahaan. Selain itu Balai Diklat Industri (BDI) seyogyanya pula menyiapkan program pendidikan dan pelatihan kewirausahaan, dan sekaligus mengusulkan agar nama BDI diubah menjadi Balai Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan Industri (BP2KI). Selanjutnya adalah dukungan lembaga pembiayaan, saat ini pemerintah telah memberikan dukungan pembiayaan untuk UMKM melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang pada tahun 2010 plafon kreditnya ditetapkan sebesar Rp. 13,1 trilyun (batas bawah) dan sebesar Rp. 18 trilyun sebagai batas atas. Suku bunga yang diberlakukan adalah 14% (KUR ritel) dan 22% (KUR mikro), dengan pagu kreditnya ditetapkan sebesar maksimum Rp. 5 juta untuk KUR mikro yang berdasarkan addendum ketiga MOU KUR dinaikkan menjadi menjadi Rp. 20 juta. Sementara itu, untuk KUR ritel maksimum pagu kreditnya adalah sebesar Rp. 500 juta. Hal lain yang dicakup dalam addendum tersebut mencakup juga bahwa plafon KUR melalui lembaga lingkage dengan pola eksekuting dinaikkan dari Rp. 1 milyar menjadi RP. 2 milyar,-. Sementara itu, penjaminan pemerintah untuk sector pertanian, kehutanan dan kelautan dinaikkan menjadi 80% yang semula 70% (ini berlaku juga bagi skim KUR khusus untuk tenaga kerja Indonesia) Sistem pembiayaan untuk IKM tidak cukup hanya mengandalkan KUR saja, tentunya harus diciptakan sistem pendanaan yang lain, misalnya 7 techno ventura yang benar-benar dapat diandalkan untuk membiayai perintisan penciptaan produk-produk kreatif dan inovatif, dan juga sistem pendanaan anjak piutang (factoring) untuk mendanai IKM dalam dunia perdagangan. APBN/APBD memiliki peran yang tak kalah penting untuk membiayai program revitalisasi dan penumbuhan IKM, hanya saja karena jumlahnya terbatas, maka alokasi penggunaannya harus benar-benar diperuntukan untuk mendanai kegiatan yang prioritas dengan orientasi peningkatan nilai tambah. Sepatutnya APBN/APBD dimanfaatkan untuk mendukung belanja investasi guna mendapatkan manfaat ekonomi dan sosial bagi IKM yang dibina, yang pada gilirannya berguna bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. APBN/APBD sebagai dana publik harus terkelola dengan benar, dan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Dengan semangat otonomi daerah, peran pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengembangan IKM menjadi sangat sentral, hal ini mengingat sesuai dengan jiwa pasal 13 dan pasal 14 huruf I Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota. Pemerintah Daerah perannya harus efektif dan optimal sebagai fasilitator, regulator, sekaligus sebagai katalisator pengembangan IKM di daerah diberbagai tingkatan guna efesiensi dan efektifitas pelayanan publik, terciptanya lingkungan usaha yang 8 kondusif dan berdaya saing, dan terjaganya keberlangsungan kegiatan IKM dari persaingan yang tidak wajar. Pemerintah Daerah harus pro-aktif dalam memberikan bimbingan teknis kepada IKM di daerah dengan memanfaatkan tenaga konsultan IKM yang telah di- didik oleh Kementerian Perindustrian sejak tahun 2006 hingga sekarang, demikian pula tenaga-tenaga penyuluh lapangan yang baru saja diwisuda, tantangannya cukup berat, tetapi responnya harus tinggi dan berkualitas. Oleh karena itu profesionalisme, kompetensi dan komitmen para tenaga konsultan IKM dan tenaga penyuluh lapangan harus tinggi, bekerja dengan penuh dedikasi, dan harus menjadi bagian dari solusi bukan sebaliknya hanya menjadi beban institusi. Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang dewasa dikelola oleh Dinas-dinas Perindag Provinsi maupun Kabupaten/Kota hendaknya secara operasional harus membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh IKM, sekaligus membantu meningkatkan kemampuan teknologi IKM dengan tujuan agar IKM mampu menghasilkan produk dan jasa melalui proses yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi. Inti kegiatan pendampingan pada dasarnya dapat mencakup pemberian technical assistance dan capacity building yang mencakup aspek-aspek human development dan business development, product development dan market development. UPT harus dapat menjadi bagian dari solusi bisnis IKM, menjadi center of excelent, dan dapat pula menjadi pusat/forum Q and A atau juga G and C bagi IKM yang akan berkonsultasi diseputar pengembangan IKM di daerah. Keberadaan tenaga 9 konsultan IKM dan tenaga penyuluh lapangan sebaiknya dibawah kendali UPT yang ada di daerah. Pembentukan technopark, seperti Solo Technopark patut dihargai dan didukung pengembangannya, karena dalam pengembangan sistem rantai nilai industri keberadaannya sangat dibutuhkan. UPT adalah akronim yang menurut pandangan kami tidak saleble, maka ada baiknya brand UPT tersebut sebaiknya diganti dengan brand baru, yaitu menjadi Pusat Solusi Bisnis IKM yang keberadaannya lebih fit and proper dari aspek kompetensi, kapabilitas, pelayanan dan marketing yang jauh lebih baik. Sisi lain yang juga harus kita perhatikan adalah tentang keberadaan sentra-sentra IKM yang telah tumbuh selama ini. Sebagaimana diketahui, hampir sebagian sentra IKM berada di daerah pemukiman, sehingga trade off menjadi hambatan bagi pengembangannya ke depan, baik karena alasan lingkungan maupun karena alasan sosial. Oleh sebab itu perlu dilaksanakan upaya revitalisasi sentra, minimal ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Merelokasi IKM kedalam suatu kawasan baru untuk IKM terutama yang jumlah tenaga kerjanya 20 orang keatas. Untuk meringankan beban pendanaan misalnya lahan distimulasi dari dana APBN propinsi/kabupaten/kota atau budget sharing antara APBN dan APBD, Provinsi/Kabupaten/Kota. Biaya bangunan pabrik/tempat usaha menggunakan skema pendanaan seperti KPR. Mesin peralatan produksi (restrukturisasi dan investasi baru) melalui APBN diberikan potongan harga antara 25% - 30% sebagai bentuk stimulasi. 10 2. Sentra-sentra yang karena alasan historis dan budaya, seyogyanya dipertahankan ditempat asal tanpa harus merelokasinya, dan sentra tersebut dinyatakan sebagai kawasan cagar usaha dan berfungsi sebagai bagian dari daerah tujuan wisata industri. Sebagai kawasan cagar usaha tetap harus mengacu kepada aspek lingkungan, kebersihan, kenyamanan, keamanan dan pelayanan kepada setiap pengunjung. Beberapa contoh adalah : Kampung Batik Laweyan, Sentra Gerabah Kasongan, Sentra Keramik Dinoyo, Sentra Sepatu Cibaduyut, Sentra Tas Tanggulangin dan ditempat-tempat lainnya. Akhirnya, sebagai penutup dari sambutan ini beberapa catatan dapat disampaikan hal-hal sebagai sebagai berikut : 1. Untuk mencapai target peningkatan nilai tambah IKM, program revitalisasi dan penumbuhan IKM tidak dapat dijalankan secara business as usual, tetapi harus dilakukan dan dimulai dengan sistem perencanaan yang matang, dilaksanakan dengan tata kelola yang baik dan selalu dimonitor dan dievaluasi dengan sebaik-baiknya. 2. Penggunaan dana APBN/APBD harus terkelola dengan baik dan dipertanggung jawabkan dengan benar. Pengelola anggaran harus bersikap kritis terhadap semua komponen biaya, agar dapat dicapai efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran. 70% anggaran yang dipergunakan harus bermanfaat langsung bagi IKM yang direvitalisasi dan dikembangkan dimasing-masing daerah. 11 3. Para petugas pendampingan IKM (konsultan shindan, tenaga penyuluh lapangan) dalam menjalankan tugasnya harus benar- benar dapat mengenali secara riil masalah yang dihadapi IKM, dan dapat memberikan rekomendasi dalam bentuk solusi bisnis yang harus dijalankan oleh pelaku IKM yang dibina. 4. Para Kepala Dinas Perindag Propinsi/Kabupaten/Kota dan juga para tenaga konsultan/tenaga penyuluh lapangan harus dapat menjadi motivator in action dengan tujuan agar layanan dan fasilitasi yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi IKM yang dibina (bukan sebaliknya). Motivasi adalah seni untuk mendapatkan tindakan dari orang- orang sesuai yang diinginkan karena mereka ingin melakukannya. 5. Dinamika dan perkembangan IKM dimasing-masing daerah harus selalu terpantau disetiap waktu, dan oleh karena itu, sistem informasi/pendataan harus dibangun dan dikelola dengan benar sehingga bermanfaat bagi perumusan kebijakan, sistem perencanaan dan penyusunan program. 6. Proses penciptaan nilai tambah disektor IKM seoptimal mungkin sebaiknya memanfaatkan sumber daya local, dan hal ini hanya akan dapat terjadi jika para pemangku kepentingan memberikan dukungan (regulator, pelaku bisnis, lembaga riset, lembaga pendidikan, lembaga keuangan bahkan para konsumen pengguna produk dan jasa yang dihasilkan). Demikianlah hal-hal yang dapat disampaikan, dan diharapkan materi ini berguna bagi Saudara-saudara dalam menjalankan tugas pengabdiannya dimasyarakat. Apa yang Saudara peroleh selama 12 mengikuti pendidikan belum tentu akan Saudara jumpai tatkala anda semua telah terjun dilapangan karena dinamika lapangan pada umumnya selalu berbeda dengan apa yang ada didalam teori. Karena itu, sikap yang paling baik untuk dipilih berpikir inovatif dan kreatif untuk dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah riil dilapangan. Hal yang penting adalah selalu melakukan pembelajaran tanpa henti, dan tidak boleh dilupakan adalah secara aktif harus selalu melakukan proses komunikasi yang efektif sebagai petugas lapangan. Wassalamualaikum, wr, wb. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Fauzi Aziz