Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan
merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau
dengan panjang garis pantai sekitar 81.407 km, dimana dua
pertiga dari wilayah Indonesia merupakan laut yang kaya akan
sumberdaya alamnya. Berdasarkan data United Nations
Environmental Programme (UNEP, 2009) terdapat 64 wilayah
perairan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh dunia yang
disusun berdasarkan tngkat kesuburan, produktvitas, dan
pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME.
Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 (enam) wilayah
LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang
cukup besar , yaitu: LME 34 Teluk Bengala; LME 36-Laut Cina
Selatan; LME 37 Sulu Celebes; LME 38 Laut-laut Indonesia;
LME 39 Arafura Gulf Carpentaria; LME 45 Laut Australia
Utara. Sehingga, peluang Indonesia untuk mengembangkan
industri perikanan sangat besar baik perikanan tangkap maupun
perikanan budidaya.
Perkembangan sektor perikanan di Indonesia memiliki
kenaikan rata-rata per tahun sebesar 10,29 persen. Pada periode
2009 2010, produksi perikanan budidaya meningkat 16,34
persen dengan produksi terbesar diperoleh dari budidaya di laut.
Rumput laut sebagai salah satu komoditas perikanan budidaya
yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara,
berdasarkan data FAO, Indonesia menjadi negara pengekspor
rumput laut terbesar di dunia sejak tahun 2007, setiap tahun
produksi rumput laut terus mengalami peningkatan (KKP, 2011),
dari sebesar 2,574 juta ton pada tahun 2009 menjadi 3,082 juta
ton pada tahun 2010.
2

Potensi rumput laut yang cukup besar ini belum diikuti
dengan upaya untuk meningkatkan nilai tambah produk
olahannya, padahal nilai tambah terbesar rumput laut terdapat
pada industri pengolahannya, diketahui hingga tahun 2008
industri pengolahan rumput laut di Indonesia masih terbatas,
hanya 15% rumput laut yang diekspor dalam bentuk olahan oleh
Indonesia, sementara sisanya diekspor dalam bentuk kering, di
sisi lain Indonesia masih mengimpor produk olahan rumput laut
untuk digunakan dalam industri makanan dan farmasi dalam
negeri. Akibatnya, harga rumput laut Indonesia dikendalikan oleh
negara pengimpor rumput laut yang mengolahnya, ditingkat lokal
tentunya ini akan merugikan pembudidaya rumput laut. Melihat
pentingnya industri pengolahan rumput laut, pemerintah
memprioritaskan rumput laut sebagai pengembangan sektor
industri agro, dan mengeluarkan kebijakan pembatasan ekspor
rumput laut mentah.
Rumput laut dipilih sebagai salah satu komoditas
unggulan karena komoditas ini memiliki nilai ekonomi yang
tinggi (high value commodity), pohon industri yang lengkap,
spektrum penggunaannya sangat luas, daya serap tenaga kerja
yang tinggi, tekonologi budidaya yang mudah, masa tanam yang
pendek (hanya 45 hari) atau quick yield dan biaya unit per
produksi sangat murah. Pengembangan industri pengolahan
rumput laut ke depan merupakan upaya yang sangat tepat dan
memiliki prospek yang sangat cerah dalam rangka menciptakan
pertumbuhan ekonomi (pro-growth), peningkatan kesempatan
kerja (pro-employment) dan pengurangan kemiskinan di tanah air
(pro-poor) (Daryanto, 2007).
Pertumbuhan ekonomi wilayah dipengaruhi oleh potensi
dari sektor komoditas yang dimiliki wilayah tersebut, seperti yang
dikemukakan oleh Samuelson dalam Tarigan (2005) bahwa setiap
negara/wilayah perlu melihat sektor komoditi apa yang memiliki
potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena
potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive
advantage untuk dikembangkan, terutama sektor yang memiliki
3



keterkaitan yang kuat baik ke depan maupun ke belakang.
Sehingga dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut
dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat
berproduksi dalam waktu yang relatif singkat dan volume
sumbangan untuk perekonomian juga cukup besar.
Di Kabupaten Sumenep, sektor pertanian merupakan
sektor basis dan memiliki daya saing yang tinggi daripada
wilayah lain di Jawa Timur, tetapi secara makro, perekonomian
Kabupaten Sumenep masih tertinggal, hal ini dilihat dari beberapa
indikator. Indikator pertama, yaitu melihat laju pertumbuhan
ekonomi, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumenep
pada tahun 2010 sebesar 5,73 %, masih di bawah Provinsi Jawa
Timur dengan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,67%.
Indikator kedua, yaitu dengan melihat nilai pendapatan perkapita
Kabupaten Sumenep sebesar 10,8 juta rupiah, sedangkan
pendapatan perkapita Provinsi Jawa Timur telah mencapai 20,8
juta rupiah, hal ini menandakan masih rendahnya tingkat
kesejahteraan penduduk Kabupaten Sumenep dibandingkan
dengan Kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Timur. Dari kedua
indikator tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagai
sektor unggulan, belum berkontribusi besar bagi pengembangan
wilayah Kabupaten Sumenep. Sehingga, Kabupaten Sumenep
perlu meningkatkan nilai tambah sektor pertanian dengan
mengembangkan sektor komplemennya, yaitu industri yang
terkait sektor/ komoditas pertanian.
Sektor perikanan sebagai bagian dari sektor pertanian
Kabupaten Sumenep memiliki potensi besar dengan luas perairan
50.000 Km
2
. Sektor ini menjadi prioritas pengembangan
wilayah Kabupaten Sumenep terutama pada kecamatan yang
memiliki wilayah pesisir, seperti tercantum dalam RTRW
Sumenep Tahun 2009-2029 merencanakan pengembangan
sektor perikanan yaitu dengan pengembangan kawasan
agropolitan perikanan. Selain itu, dari hasil analisis input output
pada sektor ekonomi di Pulau Madura, sektor unggulan yang
memiliki keterkaitan ekonomi yang kuat (baik forward lingkage
4

maupun backward lingkage) dan sektor yang memiliki multiplier
efek terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sumenep
adalah sektor industri pengolahan dan sektor perikanan. Sektor
tersebut diharapkan nantinya akan menjadi leading sector dalam
pengembangan wilayah tersebut (Affandi, 2010).
Sektor perikanan di Kabupaten Sumenep memiliki
keunggulan komparatif terhadap wilayah lain di Jawa Timur pada
tahun 2010 dengan nilai Location Quotient berdasarkan nilai
produksi sektor perikanan lebih dari satu, komoditas rumput laut
menyumbang 60,73% dari nilai produksi sektor perikanan
Kabupaten Sumenep (analisis peneliti, 2011). Produksi rumput
laut Kabupaten Sumenep tahun 2010 mencapai 97,5% dari
seluruh produksi Provinsi Jawa Timur. Di sektor hulu, budidaya
rumput laut sangat menguntungkan masyarakat karena banyak
menyerap tenaga kerja lokal, berdasarkan data DKP Sumenep,
produksi rumput laut pada tahun 2007 sebesar 36763,72 ton basah
dengan jumlah petani 4.386 orang, kondisi ini terus mengalami
peningkatan hingga pada tahun 2010, jumlah petani 6.591 orang
dengan luas lahan seluas 143.254 hektar, dengan produksi rumput
laut mencapai 500.775,10 ton.
Di sektor hulu, produksi rumput laut di Kabupaten
Sumenep menunjukkan peningkatan yang cukup pesat, namun
besarnya potensi ini belum diikuti dengan upaya pengembangan
di sektor hilir, yakni belum ada industri pengolahan rumput laut.
Secara umum rumput laut di Kabupaten Sumenep hanya
dikeringkan untuk kemudian dikirim ke eksportir di Surabaya,
dan Bali (DKP Sumenep,2010). Pengembangan di sektor hilir
rumput laut dengan membangun industri pengolahan cukup
potensial dalam menciptakan nilai tambah, antara lain karena
permintaan produk olahan rumput laut yang besar baik di dalam
dan luar negeri, modal investasi kecil, mudah diproduksi, dan
menyerap tenaga kerja (Huseini, 2010).
Pengembangan industri pengolahan rumput laut di
Kabupaten Sumenep merupakan salah satu upaya untuk
memberikan nilai tambah yang lebih besar. Kegiatan industri
5



pengolahan tersebut memerlukan lokasi untuk operasional, akan
tetapi wilayah ini belum memiliki lokasi khusus untuk
pengembangan industri pengolahan rumput laut. Sehingga, perlu
adanya penentuan lokasi industri pengolahan rumput laut di
Kabupaten Sumenep.

1.2 Rumusan Permasalahan
Pengembangan industri pengolahan rumput laut di
Kabupaten Sumenep dapat memberikan dampak positif bagi
pertumbuhan ekonomi wilayah dengan memberi nilai tambah
yang lebih besar, namun di Kabupaten Sumenep belum ada lokasi
untuk pengembangan industri pengolahan rumput laut.
Kegiatan industri pengolahan rumput laut membutuhkan
lokasi yang sesuai, sehingga dalam menentukan lokasi industri
pengolahan rumput laut dibutuhkan kriteria-kriteria penentuan
lokasi. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, terdapat
pertanyaan penelitian yakni : Bagaimana kriteria penentuan lokasi
industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Sumenep?
1.3 Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan lokasi
industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Sumenep yang
sesuai dengan karakteristik wilayah.
Sasarannya adalah, sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kriteria penentuan lokasi industri
pengolahan rumput laut.
2. Mengidentifikasi prioritas kriteria penentuan lokasi
industri pengolahan rumput laut.
3. Menentukan lokasi industri pengolahan rumput laut
berdasarkan kriteria dan bobot prioritasnya.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian
a. Lingkup Wilayah
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sumenep, dengan peta
wilayah studi dapat dilihat pada gambar 1.1
6


Gambar 1.1 Peta wilayah studi

b. Lingkup Pembahasan
Penelitian ini hanya sebatas menentukan lokasi yang
sesuai untuk industri pengolahan rumput laut di Kabupaten
Sumenep. Unit analisis dari penelitian ini adalah lokasi yang
berbatas administrasi yaitu kecamatan di Kabupaten Sumenep.
Sehingga data yang akan digunakan dalam input setiap analisa
merupakan data yang menjelaskan setiap masing-masing
kecamatan di Kabupaten Sumenep. Skala industri yang akan
dipilih dalam industri pengolahan rumput laut ini adalah industri
menengah. Pemilihan skala ini mempertimbangkan besarnya
produksi rumput laut di Kabupaten Sumenep dan jumlah tenaga
kerja yang dibutuhkan dalam industri pengolahan rumput laut.


7



c. Lingkup Substansi
Ruang lingkup substansi pada penelitian ini meliputi teori
lokasi, agroindustri perikanan, karakteristik industri rumput laut,
dan kriteria penentuan lokasi industri rumput laut oleh para ahli.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat yang ingin dicapai adalah memberikan masukan
mengenai penentuan lokasi industri pengolahan rumput laut
dalam bidang ilmu teori lokasi perencanaan wilayah dan kota.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
rekomendasi bagi pemerintah, yaitu Badan Perencanaan dan
Pembangunan Kabupaten Sumenep dalam menentukan lokasi
industri pengolahan rumput laut di Kabupaten Sumenep.
I.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang penelitian
hingga diperoleh rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup penelitian serta
sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan hasil studi literatur yang
berupa dasar-dasar teori, referensi, dan penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian.
Tinjauan pustaka ini membahas teori-teori yang
dapat mendukung penentuan lokasi yang sesuai
untuk pengembangan industri pengolahan rumput
laut yang kemudian disintesiskan sehingga
menghasilkan sintesis teori berupa faktor yang
mempengaruhi penentuan lokasi industri
pengolahan rumput laut.

8

BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini disajikan tentang pendekatan dan
jenis penelitian yang digunakan untuk
memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan
penelitian. Dalam metode penelitian ini terdiri
dari variabel penelitian, teknik pengumpulan
data, dan metode analisisnya.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kondisi eksisting wilayah studi dijelaskan dalam
bab ini secara umum, dan secara detail sesuai
dengan variabel yang digunakan dalam
penelitian. Analisis dalam penelitian ini terdiri
dari analisis deskriptif untuk merumuskan kriteria
yang digunakan, analisis prioritas kriteria
penentuan lokasi industri pengolahan rumput laut
dan analisis penentuan lokasi industri pengolahan
rumput laut.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berisi kesimpulan yang merupakan rangkuman
dari seluruh pembahasan untuk menjawab tujuan
yang ingin dicapai.

Anda mungkin juga menyukai