Anda di halaman 1dari 2

Menurunnya Produktivitas

Rate This

Dalam setiap rapat dengan seluruh staff dan para petinggi perusahaan yang biasa digelar
tiap hari Senin topik pembicaraan yang tidak pernah lepas dari pembahasan adalah
bagaimana cara meningkatkan kinerja para karyawan. Satu hal yang sangat krusial, kinerja
para karyawan di tempat saya bekerja saat ini sedang ada dalam posisi yang sangat tidak
produktif, motivasi rendah, dan kinerja menurun. Sedangkan target yang diberikan terus
meningkat, tentunya target-target yang diberikan tidak akan tercapai seandainya kinerja terus
menurun, tidak ada motivasi dan suasana kerja kurang kondusif seperti saat ini.

Dalam pertemuan tersebut seperti biasa selalu dibuka dengan kata-kata ‘pembakar semangat’
dan berbagai evaluasi oleh masing-masing divisi. Ini tentu baik karena dengan adanya
‘sharing’ atau pertemuan-pertemuan seperti ini komunikasi antar divisi atau departement
akan terjalin dengan baik dan dapat mencegah discommunication antar departement.
Sehingga akan terbentuk suatu team work yang solid. Dalam acara yang sering kami sebut
dengan ‘Sharing’ biasanya semua hal kita kupas, termasuk alasan-alasan pribadi atau
pandangan pribadi para karyawan tentang kondisi di lapangan.

Yang harusnya terjadi ketika komunikasi sudah terjalin, dan curhat atau sharing sudah
dilakukan adalah kita akan tahu apa inti dari permasalahan yang sedang dihadapi, namun
lucunya disini masalah tinggal masalah dan sharing ya cuma sharing saja tidak menghasilkan
solusi atau kesimpulan tentang sesuatu untuk ditindak lanjuti. Hal ini terus terjadi. Saya jadi
bertanya-tanya apa sebenarnya fungsi sebenarnya dari ‘sharing’ yang kerap dilakukan bahkan
selalu diagendakan tiap awal pekan tersebut. Apakah sekedar formalitas, atau hanya ajang
untuk pamer kekuasaan dar atasan terhadap bawahannya. Jika itu benar maka, sesungguhnya
sia-sia saja waktu yang terbuang untuk melakukan ‘sharing’ tersebut.

Saya pun berinisiatif untuk melakukan survei kecil-kecilan dengan observasi tentang masalah
apa yang sebenarnya terjadi sehingga motivasi kerja, dan kinerja para staff terus menurun
dari waktu ke waktu.

Ternyata setelah dilakukan observasi sebenarnya sederhana saja permasalahannya, yaitu


komunikasi. Bukankah sudah dilakukan sharing tiap hari Senin?, memang benar sudah
dilakukan sharing tersebut. Namun saya amati ‘acara curhat’ yang dilakukan tidak efektif
dalam membuat solusi untuk pemecahan masalah yang ada dilapangan.

Komunikasi yang terjalin hanya formalitas semata. Tidak ada komunikasi yang ‘intensif’
dalam arti berkesinambungan antara atasan dengan bawahan. Mereka hanya berkomunikasi
hanya jika dalam forum “sharing” di luar itu komunikasi antara bawahan dengan bawahan
beku. Ini yang saya sebut komunikasi mereka tidak ‘intensif’. Bukankah komunikasi dapat
dikatakan berhasil jika komunikasi yang dilakukan menghasilkan sesuatu seperti kedekatan
secara emosional, keterbukaan, bahkan solusi yang akan dapat menyelesaikan suatu masalah.

Yang sering kali terjadi di banyak perusahaan komunikasi antara bawahan dengan atasannya
terhambat, banyak faktor penyebabnya seperti: rasa segan bawahan terhadap atasan, takut
kena teguran jika bertanya tentang sesuatu, malas untuk berkomunikasi dengan atasan karena
suatu alasan, si atasan merasa dirinya yang selalu benar sehingga bawahan malas
berkomunikasi dengan atasan karena ujung-ujungnya si bawahan yang kena marah.

Biasanya kalau sudah seperti ini, akan terjadi gerakan-gerakan di belakang dari bawahan
yang merasa tidak nyaman dengan kepemimpinan atasannya sekarang. Ini yang sebenarnya
berbahaya. Kita semua memaklumi bahwa jika seorang atasan sudah tidak disukai oleh
bawahannya maka yang terjadi adalah pembangkangan dari para bawahan terhadap
atasannya. Dan secara langsung akan berimbas terhadap produktivitas dan kinerja para
karyawan dan perusahaan.

Hal lain yang juga sangat berpengaruh terhadap kinerja adalah suasana tempat kerja, kenapa
hal ini berpengaruh? Begini, bukankah suasana kerja yang nyaman akan membuat para
karyawan nyaman, dengan adanya rasa nyaman para karyawan akan bersemangat untuk
bekerja. Suasana kerja yang nyaman dapat kita ciptakan dengan berbagai cara, seperti
membuat lay out atau tata letak di ruangan kerja kita senyaman mungkin. Memang terkadang
hal lay out tempat bekerja sudah di tetapkan oleh perusahaan, namun tidak ada salahnya kita
menata ulang ‘meja kerja kita’ senyaman mungkin bagi kita. Selain lay out tempat kerja,
kenyamanan kerja juga bisa didapat dari hubungan interpersonal antar karyawan. Karena
walau bagaimanapun, hubungan humanis sangat menentukan nyaman atau tidaknya kita
bekerja disuatu perusahaan atau instansi. Setiap hari kita akan bertemu, bersosialisasi,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat kita bekerja. Bayangkan jika
kita tidak memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan mereka. Tentu saja
produktivitas kita akan nge-drop atau menurun.

Produktivitas yang terus menurun pun dapat kita saya analisa dari kurangnya rasa memiliki
dari para karyawan terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Banyak diantara para
karyawan bekerja hanya karena mengharapkan untuk mendapatkan gaji/ imbalan semata.
Meski memang tujuan utama bekerja adalah untuk mendapatkan salary tersebut. Namun,
sesungguhnya jika kita bekerja dengan setulus hati atau tidak hanya berbicara Rupiah/ Dollar
semata, ada sesuatu yang membuat kita senang dalam bekerja dan puas. Lama-kelamaan rasa
memiliki dan mencintai pekerjaan pun akan timbul, saya yakin ketika kita mencintai
pekerjaan kita akan muncul satu rasa yaitu rasa memiliki kita terhadap perusahaan, terhadap
aset-aset perusahaan. Nah, rasa inilah yang saat ini banyak tidak dimiliki oleh para karyawan
atau pegawai. Sehingga mereka bekerja asal-asalan dan asal jadi. Dari sini dapat dipastikan
bahwa produktivitas dengan sendirinya akan menurun.

Deni Suryana, SE.

Anda mungkin juga menyukai