PH Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Diluar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan cepat. Misalnya, enzim pencerna dilambung mempunyai pH optimum 2 sehingga hanya dapat bekerja pada kondisi sangat asam. Sebaliknya, enzim pencerna protein yang dihasilkan pankreas mempunyai pH Optimum 8,5 . Kebanyakan enzim intrasel mempunyai pH optimum sekitar 7,0 (netral).
Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan positif dan negative yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagian ditentukan oleh pH.
Pelarut Organik Protein bersifat amfoter yaitu dapat bereksi dengan larutan asam dan basa. Penambahan etanol absolute pada protein komponen penyusun enzim) akan membuat protein menggumpal atau terkoagulasi. Asam amino komponen penyusun enzim) memiliki sifat sifat tertentu, yaitu dapat larut dalam air,dapat membentuk kristal dan nilai konstantadielektrik tinggi dandapat membentuk garam kompleks, dengan pelarut organik protein yang larut dapat mengendap. Penambahan larutan organik pada larutan protein dalam air akan menurunkan konstanta dielektrik pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekulmolekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein, sehingga menyebabkan terjadinya denaturasi protein tersebut. selain itu pelarut organik juga akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikin kelarutan protein akan menurunkan dan memungkinkan terjadinya denaturasi enzim . Pada dasarnya pelarut organik membentuk ikatan hidrogen intermolekuler dengan molekul protein dan demikian memutuskan ikatan hidrogen intermolekuler
Larutan Detergen Detergen dapat mengikat air dan lemak secara bersamaan, detergen dapat menghilangkan noda minyak dan lemak. Pada komposisinya detergen mengandung surfakta. Surfaktan merupakan zat aktifyang mempuyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak), bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran (dalam hal ini enzim) yang menempel pada permukaan bahan. Hal ini disebabkan karena secara garis besar surfaktan mengandung zat zat anionic, kationik(garam ammonium), non ionic maupun amfoterik. Seperti yang telah diketahui , enzim dapat terdenaturasidengan adanya ion ion logam. Sehingga larutan detergen dapat menjadi agen pendenaturasi enzim karena kandungan ion ion logam didalamnya. Selain itu protein (komponen penyusun enzim) juga bersifat amfoter, yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Larutan asam maupun basa tersebut berhubungan dengan kadar pHnya. Reaksi yang terjadi enzim dengan larutan asam/basa dapat memicu terjadinya denaturasi.
Ikatan Disulfit Antara rantai protein yang berbeda yang sama sama memiliki gugus sulfide akan membentuk ikatan disulfide kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfide dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol SH. Agen pereduksi seperti logam berat dapt merusak ikatan disulfide karena afinitasnya yang tinggi kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein (komponen penyusun enzim).
Enzim Terimobilisasi Imobilisasi enzim adalah suatu proses dimana pergerakan molekul enzim ditahan pada tempat tertentu pada suatu ruang (rongga) reaksi kimia yang dikatalisnya. Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengikat molekul enzim tersebut pada suatu bahan tertentu melalui pengikatan kimia atau dengan menahan secara fisik dalam suatu ruang (rongga) bahan pandukung atau dengan cara gabungan dengan kedua cara tersebut. Terjadinya penurunan aktivitas enzim imobil diperkirakan karena terjadinya perubahan konformasi enzim (denaturasi) pada saat imobilisasi. Akan tetapi penyebab yang pasti dari penurunan aktivitas enzim imobil ini belum diketahui dengan jelas.
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP AKSI ENZIM Aktifitas Air Kadar air dari bahan sangat mempengaruhi laju reaksi enzimatik. Kadar air bebas yang rendah menghambat difusi enzim atau substrat, akibatnya hidrolisis hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung berhubungan dengan enzim. Misalnya pada kadar air 20% atau kira-kira bahan mengandung 4% air bebas, amilase hanya menghasilkan produk hidrolisis glukosa dan maltose. Pada kadar air yang lebih tinggi, selain glukosa dan maltose terbentuk juga dekstrin. Dalam sistem reaksi enzim, kadar air mutlak bukan merupakan faktor yang penting, tetapi aktivitas enzim lebih banyak dipengaruhi oleh water activity (Aw) bahan, dan dapat juga dipengaruhi kelembaban udara disekitarnya. Pada Aw rendah hanya sebagian kecil substrat terlarut dalam air bebas. Setelah substrat tersebut habis dihidrolisis, maka reaksinya terhenti. Dengan meningkatkan kelembaban udara, jumlah air bebas akan meningkat dan dapat melarutkan substrat sehingga reaksi dimulai kembali.
Efek Larutan Kadar elektrolit yang tinggi umumnya mempengaruhi kelarutan protein. Karena itu garam sering digunakan untuk melarutkan beberapa jenis protein. Peristiwa tersebut sering disebut dengan istilah salting in. Sebaliknya beberapa jenis larutan garam lain dapat digunakan untuk membuat protein atau enzim menjadi tidak larut. Proses ini disebut dengan istilah salting out, yang dapat dimanfaatkan untuk mengisolasi enzim. Garam ammonium sulfat sering digunakan untuk fraksinasi dan isolasi enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi enzim.
PH Umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Perubahan aktivitas enzim akibat perubahan terjadinya perubahan ionisasi enzim, substrat atau kompleks enzim substrat, serta perubahan kemampuan peningkatan dan pengaruh laju reaksi. Pada umumnya enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 Mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya berbeda tergantung Antara aktivitas enzimatik dengan PH
Suhu Lingkungan Enzim merupakan golongan protein, sehingga mempunyai sifat fisik dan kimia yang mirip dengan protein. Beberapa enzim tidak stabil dan mudah terdenaturasi, sehingga aktifitas enzimnya hilang. Setiap enzim mempunyai suhu dan pH optimum untuk aktivitasnya. Dalam melakukan aktivitasnya, enzim dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh tersebut dapat mengganggu stabilitas enzim sehingga menjadi masalah yang sering dihadapi dalam industri. Stabilitas merupakan sifat penting yang harus dimiliki oleh enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis. Stabilitas enzim dapat didefinisikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut, serta kestabilan terhadap senyawa yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam, basa) dan oleh pengaruh temperatur dan pH ekstrim. Terdapat dua prinsip utama untuk memperoleh enzim yang mempunyai stabilitas tinggi, yaitu menggunakan enzim yang memiliki stabilitas ekstrim alami dan mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami kurang atau tidak stabil. Menurut Saktiwansyah (2001), peningkatan stabilitas enzim dapat dilakukan dengan cara imobilisasi enzim, modifikasi kimia, protein engineering, dan memperlakukan enzim pada kondisi air yang terbatas (dalam pelarut organik).
Enzim dan Pengendalian Seluler Enzim bekerja secara serentak dan terkoordinasi sehingga semua kejadian kimiawi dalam sel menjadi saling terpadu.salah satu akibatnya yang jelas adalah sel hidup membutuhkan dan menguraikan bahan bahan yang dibutuhkan bagi metabolisme dan pertumbuhan normal, hal inimengisyaratkan adanya mekanisme pengendalian metabolisme seluler yang tepat yang pada akhirnya menyangkut pengendalian kegiatan enzim. Aktivitas enzim dapat diatur dengan 2 cara : pengendalian katalis secara langsung dan pengendalian genetic. Pengendalian langsung mekanisme katalitik itu sendiri terjadi dengan mengubah konentrasi substrata tau reaktan. Artinya bila konsentrasi substrat bertambah maka laju reaksi meningkat sampai tercapai suatu nilai pembatas,dan bila produk menumpuk laju reaksi menurun. Pengendalian langsung melalui penggandengan dengan proses proses lain maksudnya adalah pengaturan oleh ligan (molekul yang dapat terikat dengan enzim) yang tidak ikut berperan alam proses katalitik itu sendiri. Ada beberapa macam pengendalian seperti itu, diantaranya : a. hambatan arus balik, ligan pengaturnya adalah produk akhir suatu lintasan metabolic yang dapat menghentikan sintesisnya sendiri dengan cara menghambat aktivasi sala satu enzim pada awal lintasan biosintetiknya. b. Aktivasi precursor, ligan pengaturnya merupakan precursor pertama suatu lintasan. c. Pengendalian yang berkaitan dengan energi, reaksi-reaksi yang berkaitan dengan energi. d. Sifat-sifat pengikatan enzim pengatur, tidak semua enzim merupakan enzim pengatur yang aktivitasnya dapat dikendalikan secara langsung. Enzim tersebut dapat dipengaruhi oleh metabolit pengatur. Enzim pengatur disebut enzim alosterik. Enzim yang berperan pada waktu sel beradaptasi pada lingkungan yang berubah adalah induksi dan represi enzim.
Aplikasi Enzim Pemanfaatan limbah berlignoselulosa dengan menggunakan jasa mikroorganisme dapat menghasilkan enzim ekstraseluleryang mampu mendegradasi bahan berlignoselulosa menjadi fraksi penyusunnya. Misalkan enzim selulase yang dapat merombah bahan berlignoselulosa berupa jerami atau sampah organik menjadi kompos, atau menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. Enzim selulose dapat digunakan untuk melembutkan sayur sayuran dengan mencernakan sebagian selulose sayur itu, mengeluarkan kulit dari biji bijian seperti gandum, mengasingkan agar agar daripada rumput laut dengan mengurangi dinding sel daun rumput laut dan membebaskan agar-agar yang terkandung dalamnya Permukaan spesifik, derajat polimerisasi dan unit dimensi sel dari bahan selulosa. Berasarkan Oltus et.al., reaksi selulase adalah pemutusan rantai serat. Sedangkan berdasarkan Prommier dkk..,enzim menyerang permukaan serat menghasilkan efek peeling. Bila efek ini dibatasi dengan dikontrol, enzim hanya akan memindahkan elemen kecil atau campuran yang mempuyai afinitas lebih besar terhadap air tetapi yang kontribusinya kecil terhadap ikatan hidrogen dari serat menurut Jackson dkk., enzim jenis selulase dapat memflokulasi fine (serat yang berukuran kurang dari 75 m) dan partikel-partikel kecil serat. Fine akan dihidrolisa mengakibatkan peningkatan derajat giling(freeness) dan permukaan serat menjadi bersih dari fibril dan partikel-partikel.