Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN


Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cidera. Banyak macam trauma yang dapat menyebabkan kematian. Salah satunya
ialah trauma kapitis atau trauma kepala.
1

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.
1

Trauma kapitis yang dilakukan tindakan craniotomy dapat disebabkan oleh
benturan di dalam rongga otak kepala yang menyebabkan perdarahan, dan
biasanya terjadi pada kecelakaan bermotor lalu lintas jalan raya, jatuh, kecelakaan
pada saat berolah raga, dan cedera kekerasan.
2

Menurut penelitian Junandar Siahaan (2002) di RS Santha Elisabeth
Medan, proporsi penderita trauma kapitis terbanyak pada kelompok umur 17-24
tahun (23,8%), dan proporsi jenis kelamin laki-laki (63,1%).
2

Trauma yang terjadi karena kekerasan benda tumpul (blunt force injury)
yang dapat bersifat lokal yaitu hanya mengenai sebagian kecil tubuh seperti
akibat serangan hewan, tersantuk benda tumpul atau terjatuh dan dapat pula
bersifat umum mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh misalnya tertimbun
tanah, tergilas mobil, atau jatuh dari ketinggian. Ada 6 jenis kekerasan benda
tumpul menurut jaringan atau organ yang terkena yaitu kulit, kepala (tengkorak
dan jaringan intrakranial), leher dan tulang belakang, dada, perut dan anggota
gerak. Adapun jenis luka pada kulit akibat kekerasan benda tumpul dapat dibagi
menjadi 4 yaitu : luka lecet (abrasion), luka memar (contussion), luka robek, retak
atau koyak (laceration), terkelupasnya jaringan kulit dan jaringan lemak dari otot
dibawahnya (avulsion).
2
Dalam laporan kasus ini akan dibahas hasil pemeriksaan luar pada
jenazah dengan trauma kepala akibat kecelakaan (accident), berikut hal hal
yang ditemukan pada kondisi jenazah beserta kesimpulan hasil pemeriksaan
tersebut
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Alloanamnesis
Korban diantar ke Departemen Forensik Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang Bari oleh petugas IGD RSMH pada pukul 09.00 WIB.

B. Pemeriksaan
Identitas Jenazah
Nama : Supranata
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 35 Tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pengangguran
Alamat : Jln. Abikusno CS RT 15 RW 04 Kelurahan 7 ulu
kec. Sebrang Ulu 1 Palembang.
Adapun hasil pemeriksaan luar sebagai berikut:
1. Mayat tidak berlabel dan tidak bersegel
2. Benda disamping mayat tidak ada
3. Penutup mayat : Mayat terbungkus kain berwarna putih satu lapis
4. Pakaian mayat : Celana dalam berwarna abu-abu tua.
5. Perhiasan: tidak ada
Kulit : warna hitam, ditemukan tato pada dada, lengan kiri, lengan
kanan, tungkai dan punggung.
6. Rambut
a. Kepala: rambut berwarna hitam, ikal, panjang lima sentimeter,
tumbuhnya sedang, tipis, tidak mudah dicabut
b. Alismata : berwana hitam, tumbuh tebal, kedua alis tidak
bersambung, tidak mudah dicabut.
3
c. Bulu mata : warna hitam, lurus, panjang nol koma lima sentimeter,
tidak mudah dicabut
d. Kumis: ada tipis
e. Janggut: ada tipis
f. Bulu dada: tidak ada
g. Rambut kemaluan: ada, warna hitam, tumbuh lebat, panjang tiga
sentimeter tidak mudah dicabut.
7. Lubang-lubang.
a. Mata: mata terbuka, mata kanan terbuka nol koma lima sentimeter,
mata kiri terbuka nol koma lima sentimeter, kedua selaput kelopak
mata atas dan bawah putih dan pucat, tidak tampak pelebaran
pembuluh darah atau bintik perdarahan, selaput bola mata putih
jernih, kedua selaput pelangi mata bewarna coklat, pupil isokor
midriasis terliahat diameter empat milimeter.
b. Hidung: bentuk biasa, keluar cairan berwarna merah dari lubang
hidung sebelah kanan dan kiri disertai buih.
c. Telinga: kedua telinga bentuk biasa, tidak ditemukan lubang tindik,
tidak ditemukan cairan berwarna merah dari telinga kanan dan kiri
d. Mulut: terbuka dua sentimeter, lidah tidak tergigit, tidak keluar
apa-apa dari mulut tidak ada cacat bawaan.
e. Gigi geligi : gigi geligi berwarna putih, Lengkap, gusi berwarna
pucat dan terawatt.
f. Kemaluan: Laki-laki, dikhitan, tidak ada kelainan, tidak keluar
apa-apa dari lubang kemaluan.
g. Dubur: keluar sedikit kotoran.
8. Tanda-tanda kematian
a. Lebam mayat: terdapat pada pinggang, berwarna keunguan, mudah
hilang pada penekanan.
b. Kaku mayat:tidak ditemukan kekakuan pada mulut, leher, kedua
lengan, dan kedua tungkai.
4
c. Pembusukan:tidak ditemukan warna kulit berwarna kehijauan di
perut bagian bawah kanan.
9. Luka-luka
a. Luka 1
Lokasi umum : Pada kepala depan (frontal) 2 cm sebelah kiri dari
garis tengah tubuh dan tiga centimeter dari tumbuhnya rambut
depan terdapat luka robek menganga yang bila dirapatkan
berbentuk garis dengan tepi tidak rata sepanjang lima sentimeter,
sudut tumpul, dasar luka tulang tengkorak. Lokasi luka ini pada
region frontal dan regio orbital kemungkinan bagian yang terkena
adalah m. epicranius, m. occipito-frontalis, venter frontalis dan
otak lobus frontalis. Tepi luka tidak rata dengan sudut luka
tumpul. Luka robek ini disebabkan adanya penekanan (kompresi
ke dalam) bagian wajah.
b. Luka 2
Lokasi Umum Hidung, tepat nol koma lima centimeter dari garis
tubuh sebelah kanan terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran
dua kali satu sentimeter, tepi rata pada lobang hidung tampak
keluar darah.
c. Luka 3
Lokasi umum bibir tepat disamping bibir sebelah kiri terdapat
luka robek bentuk garis lurus ukuran 1,5 x 0,5 x 0,5 sentimeter
teraba otot, darah tidak aktif, tepi tidak rata, tampak lebam
disekitar luka dan bibir tampak lebam warna merah kehitaman.
d. Luka 4
Lokasi umum lengan kiri tepat disiku sebelah kiri terdapat luka
lecet yang luas dengan ukuran 8x5 sentimeter warna kemerahan
tepi tidak rata, datar darah tidak ada.
e. Luka 5
Lokasi Umum pipi tepat empat sentimeter dari garis tengah tubuh
sebelah kanan terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran 2x1
5
cm tepi tidak rata tampak lebam disekitar luka warna merah
kehitaman.
f. Luka 6
Lokasi Umum pipi tepat empat sentimeter dari garis tengah tubuh
sebelah kiri terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran 3x1 cm
tepi tidak rata tampak lebam disekitar luka warna merah
kehitaman.
g. Luka 7
Lokasi umum Perut kiri pada perut sisi kiri 10 cm dari garis
tengah tubuh 45 cm dari bawah puncak bahu terdapat luka lecet
warna kemerahan ukuran 6x2 cm tepi tidak rata tampak lebam
disekitar luka warna merah kehitaman
10. Patah tulang
a. Tulang tengkorak bagian depan (os frontal) dua sentimeter
sebelah kiri dari garis tengah tubuh terdapat krepitasi patah dan
tertekan kedalam (kompresi).

C. Diskusi
Traumatologi (Kecederaan)
Traumatologi (kecederaan) adalah putusnya atau rusaknya kontinuitas
jaringan akibat trauma atau injury. Ada tiga pembagian traumatologi, yaitu
mekanik, fisik, dan kimia.
Ada empat penyebab mekanik terjadinya trauma (kecederaan), yaitu:
o Kekerasan benda tumpul (blunt force injury)
o Kekerasan benda tajam
o Senjata api
o Bahan peledak (bom)

Kekerasan Benda Tumpul (Blunt Force Injury)
Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury). Benda tumpul
bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar dan luka
6
robek atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul
tersebut sedemikian hebatnya dapat pula menyebabkan patah tulang. Berikut ini
akan dijelaskan luka yang disebabkan kekerasan benda tumpul.
2

a. Luka lecet (abrasion)
Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada
lapisan kulit yang paling luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan
minimal sekali, luka lecet mempunyai arti penting di dalam Ilmu Kedokteran
Kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal,
misalnya:
o Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam
tubuh, seperti hancurnya jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari
pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah yang sesuai dengan
alat-alat dalam tersebut.
o Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang
menyebabkan luka, seperti :
- Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak
sebagai suatu luka lecet yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti
perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat dan memberikan
gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat,
seperti jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam
kasus penjeratan sering juga dinamakan jejas jerat, khususnya bila alat
penjerat masih tetap berada pada leher korban.
- Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh
ban kendaraan, maka luka lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban
seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan tersebut, khususnya bila
ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana bentuk dari ban tersebut
masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan
demikian di dalam kasus tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang
terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam penyidikan.
- Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada
tubuh korban, akan memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan
7
adanya jejas laras, yang tidak lain merupakan luka lecet tekan. Bentuk
dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk
moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.
- Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang
lebih dikenal dengan istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat
menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis lengkung atau bulan sabit;
dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah
pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau
keduanya. Di dalam penafsiran perlu hati-hati khususnya bila pada leher
korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula alat penjerat;
dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya
kuku-kuku yang panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan
apakah kasus yang dihadapi itu merupakan kasus bunuh diri atau kasus
pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.
- Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan
dengan radiator, maka dapat ditemukan luka lecet tekan yang merupakan
cetakan dari bentuk radiator penabrak.
o Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari
yang terkelupas banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut
terdapat di sebelah kanan maka arah kekerasan yang mengenai tubuh korban
adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus pembunuhan dimana
tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas
yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan
mendekati ke arah kaki bila kaki korban yang dipegang sewaktu korban diseret.
b. Luka memar (contusion)
Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam
jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya
pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul. Bila kekerasan benda
tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana jaringan
longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka
memar yang tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti
8
seringkali lebih luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan
berpindahnya memar ke daerah yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Kontusio superfisial
Kontusio superfisial terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang
singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan
dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ di
bawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih
mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada
memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut
bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan
fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karakteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi
semakin gelap. Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya
penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar luas yang masif
sehingga dapat menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian.
Selain itu, dapat terjadi agregasi darah dibawah kulit yang kaan mengganggu
aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren
dan kematian jaringan. Memar juga dapat menjadi tempat media berkembangbiak
kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaan aliran darah
sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob
menjadi hidup, kuman tersering adalah golongan Clostridium yang dapat
menyebabkan ganggren.
Kontusio organ dan jaringan dalam
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital, seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio
pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan
dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
9
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran dan kematian. Kontusio dan peradangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi pada organ lain yang luas dan kematian jika
terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.
c. Luka robek, retak, koyak (laceration)
Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul
dapat terjadi bila kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui
elastisitas kulit atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul
tersebut membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang terkena benda tumpul.
Dengan demikian bila luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke kanan
misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika
membuka ke depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah belakang.
Pelukisan yang cermat dari luka terbuka akibat benda tumpul dengan demikian
dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu dilakukannya rekonstruksi;
demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di meja hakim.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan
dengan luka terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta
hubungan dengan jaringan sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak
teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang menghubungkan kedua tepi
luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah yang
berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet atau luka memar.
Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan
lambat mendatangkan kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan
membuat luka terbuka dengan benda tumpul.
d. Fraktur (patah tulang)
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Terjadinya fraktur selain
disebabkan karena trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi
tulang tersebut. Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk
dari fraktur dapat menggambarkan penyebab-penyebabnya (khususnya fraktur
tulnag tengkorak) dan arah kekerasan. Perdarahan merupakan salah satu
komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan subperiosteum terjadi dapat
10
menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung di sekitar
jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat
berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah
yang banyak dan dapat menyebabkan pasien syok sampai meninggal.
1,2
e. Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan efek lokal
maupun sistemik, yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematian, akibat
tidak terjadi pertukaran udara.
f. Perdarahan
Perdarahan dapat mencul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan
kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang
bermakna. Kehilangan volume darah dapat mnyebabkan pingsan. Kehilangan
volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada
kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari
pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan
terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan
banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri. Apabila luka pada arteri besar
berupa sayatan, seperti luka akibat pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan
mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian
darah dari dinding pembuluh darah sendiri.

Cedera kepala

Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa.
Meskipun otak hanya seberat 2% dari berat badan orang dewasa, ia menerima
20% dari curah jantung. Sebagian besar yakni 80% dari glukosa dan oksigen
tersebut dikonsumsi oleh substansi kelabu.
Cedera kepala yang terjadi langsung akibat trauma disebut cedera primer.
Proses lanjutan yang sering terjadi adalah gangguan suplai untuk sel yaitu oksigen
dan nutrien, terutama glukosa. Kekurangan oksigen dapat terjadi karena
11
berkurangnya oksigenasi darah akibat kegagalan fungsi paru, atau karena aliran
darah otak menurun, misalnya akibat syok. Karena itu pada cedera kepala harus
dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak
terganggu, sehingga oksigenasi tubuh cukup. Gangguan metabolisme jaringan
otak akam menyebabkan edem yang mengakibatkan hernia melalui foramen
tentorium, foramen magnum, atau herniasi dibawah falks serebrum. Jika terjadi
herniasi jaringan otak yang bersangkutan akan mengalami iskemik sehingga dapat
menimbulkan nekrosis atau perdarahan yang menimbulkan kematian.
3

Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai beriku
a. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang tengkorak, robek
pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak (termasuk robeknya
duramater, laserasi, kontusio).
b. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut melampaui
batas kompensasi ruang tengkorak. Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa
ruang tengkorak tertutup dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga
kompartemen yaitu darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi
yang terlampaui akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi
penurunan Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP ICP
CPP = Cerebral Perfusion Pressure
MAP = Mean Arterial Pressure
ICP = Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia otak
mengakibatkan edema sitotoksik kerusakan seluler yang makin parah
(irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok, hiperkarbi,
hipoksia, hipertermi, kejang, dll.


12
Patologi kerusakan otak
Dari gambarannya (neuropatologi), kerusakan otak dapat digolongkan
menjadi fokal dan difus, walaupun terkadang kedua tipe tersebut muncul
bersamaan. Alternatif yang lain menggolongkan kerusakan otak menjadi primer
(terjadi sebagai dampak) dan sekunder (munculnya kerusakan neuronal yang
menetap, hematoma, pembengkakan otak, iskemia, atau infeksi).
Kerusakan fokal, yaitu
a. Kontusio kortikal dan laserasi
Kontusio kortikal dan laserasi bisa terjadi di bawah atau berlawanan (counter-
coup) pada sisi yang terkena, tapi kebanyakan melibatkan lobus frontal dan
temporal. Kontusio biasanya terjadi multipel dan bilateral. Kontusio multipel
tidak depresi pada tingkat kesadaran, tapi hal ini dapat terjadi ketika perdarahan
akibat kontusio memproduksi ruang yang menyebabkan hematoma.
b. Hematoma intrakranial
Perdarahan intrakranial dapat terjadi baik di luar (ekstradural) maupun di
dalam dura (intradural). Lesi intradural biasanya terdiri dari campuran dari
hematoma subdural dan intraserebral, walaupun subdural murni juga terjadi.
Kerusakan otak bisa disebabkan direk atau indirek akibat herniasi tentorial atau
tonsilar.
c. Intraserebral (Burst lobe)
Kontusio di lobus frontal dan temporal sering mengarah pada perdarahan di
dalam substansia otak, biasanya dihubungkan dengan hematoma subdural yang
hebat.
Burst Lobe adalah definisi yang biasanya digunakan untuk menerangkan
penampakan dari hematoma intraserebral bercampur dengan jaringan otak yang
nekrotik, ruptur keluar ke ruang subdural.
d. Subdural
Pada beberapa pasien, dampaknya bisa mengakibatkan ruptur hubungan vena-
vena dari permukaan kortikal dengan sinus venosus, memproduksi hematoma
subdural murni dengan tidak adanya bukti mendasar adanya kontusio kortikal atau
laserasi.
13
e. Ekstradural
Fraktur cranii merobek pembuluh darah meningeal tengah, mengalir ke dalam
ruang ekstradural. Hal ini biasanya terjadi pada regio temporal atau
temporoparietal. Kadang-kadang hematoma ekstradural terjadi akibat kerusakan
sinus sagital atau transvesal.
f. Herniasi tentorial/tonsillar
Tidak seperti tekanan intrakranial tinggi yang secara direk merusak jaringan
neuronal, tapi kerusakan otak terjadi sebagai akibat herniasi tentorial atau
tonsillar.
Peningkatan tekanan intrakranial yang progresif karena hematoma
supratentorial, menyebabkan pergeseran garis tengah (mid line). Herniasi dari
lobus temporal medial sampai hiatus tentorial juga terjadi (herniasi tentorial
lateral), menyebabkan kompresi dan kerusakan otak tengah.
Herniasi tentorial lateral yang tidak terkontrol atau pembengkakan hemispheric
bilateral difus akan mengakibatkan herniasi tentrorial central.
Herniasi dari tonsil serebellar melalui foramen magnum (herniasi tonsillar) dan
berikut kompresi batang otak bawah bisa diikuti herniasi tentorial central atau
yang jarang terjadi, yaitu traumatik posterior dari fossa hematoma.
Kerusakan difus, yaitu
a. Diffused Axonal Injury (DAI)
Tekanan yang berkurang menyebabkan kerusakan mekanik akson secara cepat.
Lebih dari 48 jam, kerusakan lebih lanjut terjadi melalui pelepasan
neurotransmiter eksitotoksik yang menyebabkan influs Ca
2+
ke dalam sel dan
memacu kaskade fosfolipid. Kemungkinan genetik diketahui dengan adanya gen
APOE 4, dapat memainkan peranan dalam hal ini. Tergantung dari tingkat
keparahan dari luka, efek dapat bervariasi dari koma ringan sampai kematian.
DAI terjadi pada 10-15% CKB. 60% DAI berakhir dengan kecacatan menetap
dan vegetatif state, 35-50% berakhir dengan kematian. Dalam proses biomekanis,
DAI terjadi karena adanya proses deselerasi yang menyebabkan syringe trauma
(tergunting) karena adanya gaya yang simpang siur.
b. Iskemia serebral
14
Iskemia serebral umumnya terjadi setelah cedera kepala berat dan disebabkan
baik karena hipoksia atau perfusi serebral yang terganggu/rusak. Pada orang
normal, tekanan darah yang rendah tidak mengakibatkan rendahnya perfusi
serebral karena adanya autoregulasi, terbukti adanya vasodilatasi serebral.
Setelah cedera kepala, bagaimanapun juga sistem autoregulasi sering tidak
sempurna/cacat dan hipotensi bisa menyebabkan efek yang drastis. Kelebihan
glutamat dan akumulasi radikal bebas juga bisa mengkontribusikan kerusakan
neuronal. Penyebab lain iskemia serebral adalah lesi massa yang menyebabkan
herniasi tentorial, traksi atau perforasi pembuluh darah, spasme arterial, dan
kenaikan TIK karena edema otak. Lokasi iskemia dapat terjadi pada korteks,
hipokampus, ganglion basalis dan batang otak.
4,5


D. Analisis luka
Pada pemeriksaan luar jenazah ini ditemukan:
1. Pada kepala depan (frontal) kiri terdapat luka robek menganga yang bila
dirapatkan berbentuk garis dengan tepi tidak rata sepanjang lima sentimeter,
sudut tumpul, dasar luka tulang tengkorak.
Lokasi luka ini pada regio frontal dan regio orbital kemungkinan bagian yang
terkena adalah m. epicranius, m. occipitofrontalis, venter frontalis dan otak
lobus frontalis.
Tepi luka tidak rata dengan sudut luka tumpul. Luka robek ini disebabkan
adanya penekanan (kompresi ke dalam) bagian wajah kanan.
2. Luka 2
Lokasi Umum Hidung, tepat nol koma lima centimeter dari garis tubuh
sebelah kanan terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran dua kali satu
sentimeter, tepi rata pada lobang hidung tampak keluar darah.
3. Luka 3
Lokasi umum bibir tepat disamping bibir sebelah kiri terdapat luka robek
bentuk garis lurus ukuran 1,5 x 0,5 x 0,5 sentimeter teraba otot, darah tidak
aktif, tepi tidak rata, tampak lebam disekitar luka dan bibir tampak lebam
warna merah kehitaman.
15
4. Luka 4
Lokasi umum lengan kiri tepat disiku sebelah kiri terdapat luka lecet yang
luas dengan ukuran 8x5 sentimeter warna kemerahan tepi tidak rata, datar
darah tidak ada.
5. Luka 5
Lokasi Umum pipi tepat empat sentimeter dari garis tengah tubuh sebelah
kanan terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran 2x1 cm tepi tidak rata
tampak lebam disekitar luka warna merah kehitaman.
6. Luka 6
Lokasi Umum pipi tepat empat sentimeter dari garis tengah tubuh sebelah kiri
terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran 3x1 cm tepi tidak rata tampak
lebam disekitar luka warna merah kehitaman.
7. Luka 7
Lokasi umum Perut kiri pada perut sisi kiri 10 cm dari garis tengah tubuh 45
cm dari bawah puncak bahu terdapat luka lecet warna kemerahan ukuran 6x2
cm tepi tidak rata tampak lebam disekitar luka warna merah kehitaman
8. Patah tulang
Tulang tengkorak bagian depan (os frontal) dua sentimeter sebelah kiri dari
garis tengah tubuh terdapat krepitasi patah dan tertekan kedalam (kompresi).

E. Tanda dan waktu kematian
Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut.
6

Perubahan pada tubuh tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau
beberapa menit kemudian. Tanda-tanda kematian dibagi atas tanda kematian pasti
dan tidak pasti. Tanda kematian tidak pasti adalah penafasan berhenti, sirkulasi
terhenti, kulit pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina
mengalami segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian
adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu
tubuh (algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.
6
16

1. Lebam mayat (Livor Mortis)
Perubahan warna pada tubuh setelah kematian akibat pengendapan darah
sesuai daya gravitasi yang tidak lagi dipompa melalui tubuh oleh jantung. Lebam
mayat terbentuk bila terjadi kegagalan dirkulasi darah dalam mempertahankan
tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed.
7
Maka
secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar
dan cabang cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah ke
tempat tempat terendah.
7,8
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan
terlihat kulit sebagai perubahan warna biru kemerahan (keunguan). Oleh karena
penggumpalan darah terjadi secara pasif maka tempat tempat dimana mendapat
tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut.
9

Livor mortis biasanya terlihat sekitar 1 jam setelah kematian dan sering terlihat,
dalam waktu 20-30 menit setelah kematian. Perubahan warna meningkat dan
biasanya menjadi tetap sekitar 8-10 jam pada waktu ini dapat dikatakan lebam
mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh
karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya
pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak,
adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh
darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-
12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari
dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna.
Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir
darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan
keluar dari kapiler yang rusak akan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga
menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan
dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan
setelah 12 jam dari kematiannya. Maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada
posisi terendah, karena darah sudah mengalami koagulasi.
7
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif.
Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian,
17
bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilkukan perubahan posisi maka akan
terjadi lebam sekunder pada posisi berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang
ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada
tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah
tidak pasti, Poslon mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam
waktu 8 sampai 12 jam, sedangkan Camps memberikan patokan kurang lebih 10
jam.
7
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan
pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie
(tardieus spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang
mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan
waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa
pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau
kematian yang terjadinya lambat.
7

Mekanisme Lebam mayat










Meninggal
Jantung
berhenti
Sirkulasi
terhenti
Pengendapan darah dalam kapiler pada letak
rendah dibagian tubuh (dipengaruhi gravitasi)
Darah terkoagulasi
Hemolisis
18
2. Kaku mayat (Rigor Mortis)
Rigor mortis adalah kekakuan pada tubuh setelah kematian yang disebabkan
karena tidak terdapat adenosine trifosfat (ATP) dalam otot. Pada saat awal
kematian, tubuh menjadi flaccid. Namun dalam 1 hingga 3 jam setelah itu,
kekakuan otot mulai meningkat dan terjadi imobilisasi pada sendi.
6,7

Kelenturan otot setelah kematian masih dapat dipertahankan karena
metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen
otot yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP
menjadi ATP. Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan myosin tetap
lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak tebentuk lagi,
aktin dan myosin akan menggumpal dan otot menjadi kaku.
6,8,10
Otot membutuhkan pasokan energi dari ATP untuk berkontraksi karena
jumlah yang tersedia di otot hanya mampu untuk mempertahankan fungsi
kontraksi otot selama beberapa detik. Terdapat tiga jalur metabolisme yang
mempertahankan agar pasokan ATP dalam otot tetap tersedia yaitu sistem
fosfagen, sistem glikogen-asam laktat dan sistem aerobik. Ketika otot menjadi
anoksia maka suplai oksigen berkurang sehingga ATP tidak diproduksi sehingga
terjadi proses glikolisis aerobik sehingga meningkatkan kadar asam laktat dan
asam piruvat. Kadar glikogen dalam otot berkurang, pH seluler menjadi 6 dan
kadar ATP mulai berkurang. Normalnya, ATP berfungsi untuk menghambat
aktivitas pelekata n antara aktin dan myosin.
3,10
Pada keadaan optimal, sistem fosfagen dapat menyediakan energi untuk
digunakan oleh otot untuk berkontraksi selama 10-15 detik, sistem glikogen asam
laktat menyediakan energi selama 30 hingga 40 detik dan sistem aerobik untuk
waktu yang tidak terbatas.
11
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot baik otot lurik maupun otot polos
dan bila terjadi pada otot anggota gerak, maka akan didapatkan suatu kekakuan
yang mirip atau menyerupai papan sehingga dibutuhkan tenaga untuk melawan
kekuatan tersebut.
6
Kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot berbeda-beda, sehingga
sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat
19
terjadinya kematian somatik, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP
dalam setiap otot. Keadaan ini dapat menerangkan alasan kaku mayat mulai
tampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Kaku mayat
biasanya tampak pertama kali pada rahang dilanjutkan siku dan kemudian pada
lutut. Pada laki-laki, kaku mayat lebih hebat dibandingkan pada perempuan oleh
karena laki-laki memiliki massa otot yang lebih besar dibandingkan wanita.
6,12
Pada rata-rata orang pada suhu ruangan yang biasa, rigor mortis biasanya
terlihat 2-4 jam setelah kematian. Dan biasanya terjadi rigor mortis sempurna
setelah meninggal.Tubuh mengalami rigor mortis sempurna ketika rahang, siku,
dan lutut sudah tidak dapat digerakkan lagi. Hal ini berlangsung 10-12 jam setelah
kematian pada suhu ruangan 70-75
0
F. Keadaan ini akan menetap 24-36 jam dan
setelah itu, kaku mayat akan mulai menghilang.
6,8

3. Pembusukan
Dalam pembusukan terjadi dua proses yaitu autolysis dan putrefaction.
Pembusukan adalah proses penghancuran dari jaringan tubuh yang terjadi setelah
kematian akibat aktivitas bakteri dan enzim.
6
Autolisis

Penghancuran jaringan adalah hasil dari proses enzim endogenous yang
dikenal sebagai proses autolysis. Autolysis adalah pelunakan dan pencairan
jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif
oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan.
6,12
Pada autolisis terjadi pelepasan enzim yang berasal dari pankreas dan asam
lambung yang berasal dari lambung. Pankreas menghasilkan banyak enzim
pencernaan diantaranya adalah amylase, lipase, dan tripsinogen. Pada kematian,
enzim ini dilepaskan oleh sel eksokrin dari pancreas dan enzim ini mencernakan
dirinya sendiri (terjadi autodigesti). Lambung terdiri dari banyak sel yang
menghasilkan enzim dan asam hidroklorida yang berperan penting dalam
pencernaan. Ketika meninggal, pepsinogen dan asam hidroklorida dilepaskan dari
sel lambung dan memberikan autodigesti dari mukosa lambung itu sendiri
20
(gastromalasia). Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka akan menyebabkan
perforasi dari lambung. Proses yang sama juga terjadi pada esophagus akibat dari
relaksasi sphincter esophagus sehingga cairan dari lambung masuk ke esophagus
(esofagomalasia). Akibat gastromalasia dan esofagomalasia, akan menyebabkan
perembesan isi cairan lambung ke cavum abdomen sehingga menyebabkan
penghancuran struktur organ sekitar.
7
Ketika sel tubuh mencapai fase akhir dari proses autolisis, suasana
lingkungan sekitar menjadi anaerobik. Pada saat ini, bakteri normal pada tubuh
akan mulai berkembang dan mengancurkan jaringan tubuh dengan memproduksi
asam, gas dan bahan-bahan organik (fase putrefaction).
7

Putrefaction

Putrefaction adalah pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri.
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera
masuk ke jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan traktus respiratorius.
Bakteri ini merupakan bakteri anaerobik yang memproduksi spora, bakteri yang
berbentuk coliform, mikrokokus, dan golongan proteus. Peningkatan kadar
organism anaerobik disebabkan karena peningkatan kadar ion hidrogen dalam
jaringan yang terjadi bersamaan dengan penurunan kadar oksigen.
6,7
Tanda awal dari proses pembusukan (putrefaction) yang terjadi adalah
munculnya warna kehijauan pada kulit yang sering ditemukan pada kuadran
bawah abdomen, dan biasanya tampak juga pada periumbilikus dan bagian
abdomen kiri bawah. Hal ini dapat terlihat 36 hingga 72 jam setelah kematian
pada suhu sekitar 70
o
F. Warna kehijauan disebabkan karena penyebaran bakteri
dari caecum yang kemudian menyebar ke kuadran abdomen lainnya, dada,
anggota gerak, lalu wajah. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana,
H
2
S dan HCN, serta asam amino dan asam lemak. Hasil dari putrefaction adalah
udara, cairan, dan garam. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-
met-hemoglobin dimana H2S yang berasal dari pemecahan protein akan bereaksi
dengan Hb, membentuk Hb-S dan Fe-S. Secara bertahap warna kehijauan ini akan
21
menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh
darah bawah kulit akan tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.
6,7
Terdapat dua proses yang mempengaruhi terjadinya pembusukan yaitu
adiposera dan mumifikasi :
Adiposera

Adiposera adalah terbentuknya bahan berwarna keputihan, lunak, atau
berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh paskamati.
6
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk
dari hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak
jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan
saraf yang termumifikasi, dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial.
6
Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan
hingga bertahun-tahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian
masih dapat dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudah terbentuknya
adiposera adalah kelembapan dan lemak tubuh yang cukup.
6
Mumifikasi

Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna
gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang
pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembapan
rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama.
6
Dari hasil pemeriksaaan luar, berupa tanda-tanda kematian yaitu;
a. Lebam mayat: tidak terdapat warna merah keunguan pada bagian punggung
kiri dan kanan, leher, pinggang, dan paha belakang.
b. Kaku mayat: ditemukan kekakuan pada otot mulut, leher, kedua lengan dan
kedua tungkai yang mudah dilawan.
c. Pembusukan: Tidak ditemukan warna kulit berwarna kehijauan di perut
bagian bawah kanan.
Pada kasus ini, lebam mayat tidak ditemukan karena adanya perdarahan,
akibatnya tidak terjadi penumpukan darah pada bagian terendah tubuh sehingga
22
lebam mayat tidak ditemukan. Pada kaku mayat, ditemukan kekakuan otot mulut,
leher, kedua lengan, dan kedua tungkai yang mudah dilawan menunjukkan lama
kematian sekitar 2 hingga 3 jam dan tidak ditemukan adanya pembusukan mayat
menunjukkan lama kematian kurang dari 24 jam.
Berdasarkan tanda-tanda kematian dan kronologis kejadian, dapat ditentukan
bahwa lama kematian sekitar 2 hingga 3 jam.

F. Sebab kematian
Banyak faktor penyebab dari kematian seseorang. Seseorang bisa mengalami
kematian yang diakibatkan oleh adanya perdarahan (syok hipovolemik), merusak
organ vital, emboli, vagal refleks, dan aksfiksial.
Pada kasus ini terdapatnya luka pada bagian depan (frontal) kiri kepala serta
ditemukannya remukan kedalam pada bagian tersebut sehingga penyebab
kematian pada kasus ini adalah kemungkinan rusaknya organ vital, yaitu otak.

G. Cara kematian
Untuk menentukan cara kematian dokter lebih bersifat membantu, andaikata
dalam pemriksaan mayat dapat diperkirakan padapemeriksaan di tempat kejadian
perkara (TKP). Dan ini sebenarnya lebih merupakan tugas kepolisisan.
Cara kematian digolongkan menjadi kematian wajar (penyakit, natural
death), kematian karena kecelakaan (accidental death), kematian bunuh diri
(suicide), kematian oleh dibunuh (homocidal).
Pada kasus ini terdapatnya luka pada bagian depan (frontal) kiri kepala serta
ditemukannya remukan kedalam pada bagian tersebut dan kemungkinan hancur
pada otak bagian depan kiri sehingga penyebab kematian pada kasus ini adalah
rusaknya organ vital, yaitu otak. Dari distribusi luka yang menyebar di seluruh
bagian menandakan adanya penganiyayaan sehingga mayat ini meninggal karena
dibunuh (homocidal).



23
H. Medikolegal
Setiap dokter yang diminta untuk melakukan pemeriksaan jenazah wajib
melakukan pemeriksaan sesuai dengan permintaan penyidik dalam Surat
Permintaan Visum et repertum (SPV). Apabila seorang dokter secara sengaja
tidak melakukan pemeriksaan jenazah yang diminta oleh penyidik dapat
dikenakan sanksi pidana penjara selama-lamanya 9 bulan (pada kasus pidana) dan
6 bulan (pada kasus lainnya) hal ini tertulis berdasarkan pasal 224 KUHP.
Dengan demikian seorang dokter yang mendapatkan SPV dari penyidik wajib
melaksanakan kewajibannya tersebut.
6

Setelah dokter menerima SPV dari penyidik, dokter harus segera melakukan
pemeriksaan luar pada jenazah tersebut. Jika pada SPV yang diminta adalah
pemeriksaan bedah jenazah, maka dokter pada kesempatan pertama hanya perlu
melakukan pemeriksaan luar jenazah saja. Selanjutnya dokter baru boleh
melakukan pemeriksaan dalam (otopsi) setelah keluarga korban datang dan
menyatakan kesediannya untuk dilakukannya otopsi terhadap korban. Penyidik
dalam hal ini berkewajiban untuk menghadirkan keluarga korban dalam 2 x 24
jam sejak mayat dibawa ke dokter, lewat tenggang waktu tersebut apabila
keluarga tidak ditemukan maka dokter dapat langsung melakukan otopsi tanpa
izin dari keluarga korban (dalam pasal 134 KUHAP).
7

Cedera dan kematian akibat trauma
KUHAP 351
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana Rp. 4.000,-
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun
4) Dengan penganiayaan disamakan dengan sengaja merusak kesehatan



24
KUHAP Pasal 352
Penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan sakit atau
halangan dalam melakukan pekerjaan

Rahasia Kedokteran
Dalam rahasia kedokteran seorang dokter wajib menyimpan rahasia
kedokteran seperti yang telah diatur dalam PP. No. 10 tahun 1966. Dalam
peraturan tersebut tidak dibedakan antara rahasia jabatan kedokteran ataukah
rahasia pekerjaan kedokteran. Tetapi dalam penjelasannya ada kecenderungan
bahwa yang diatur adalah kedua duanya, karena subjek delik yang diancam
dalam pasal 322 KUHP adalah mereka yang membuka rahasia pekerjaan maupun
rahasia jabatan.
Pada dasarnya rahasia kedokteran harus tetap disimpan walaupun pasien
tersebut telah meninggal. Jadi rahasia itu harus ikut dikubur bersama pasien.
Rahasia kedokteran merupakan hak pribadi pasien yang tidak diwariskan pada
ahli warisnya. Sehingga para ahli waris itu juga tidak berhak mengetahui rahasia
pribadi pasien. Hak ini telah diatur dalam pasal 170 KUHAP, yang menentukan
bahwa mereka yang diwajibkan meyimpan rahasia pekerjaan atau jabatan dapat
minta dibebaskan dari kewajiban untuk memeberi keterangan sebagai saksi.
Ada beberapa keadaan dimana pemegang rahasia kedokteran dapat membuka
rahasia tersebut tanpa terkena sanksi hukum, hal itu tercantum dalam beberapa
pasal antara lain pasal 48, 50 dan 51 KUHP.
Pasal 48 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
Pasal 50 KUHP
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang
undang tidak dipidana.

Pasal 51 KUHP
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melakukan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana.
25
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana
kecuali jika yang diperintah, dengan iktikad baik mengira bahwa perintah
diberikan dengan wewenang dan pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya.

Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini untuk membuat suatu hukum menjadi
terang. Sesuai dengan pasal 133 KUHAP dan pasal 134 KUHAP.
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang di duga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah
mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, di lak
dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain
badan mayat.

Pasal 134 KUHAP
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk kepentingan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukan pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
26
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang undang
ini.

Adapun kegunaan dari pemeriksaan ini sebagai salah satu alat bukti yang sah,
seperti tercantum dalam pasal 184 KUHAP
Pasal 184 KUHAP
(1) Alat bukti yang sah
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Dalam kasus ini mayat sudah ada identitas, selain itu sebab dan cara kematian
sudah jelas sehingga tidak perlu dilakukan otopsi seperti yang tertera pada
KUHAP 184



















27
BAB III
KESIMPULAN


Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis.

Trauma kapitis yang dilakukan tindakan craniotomy dapat disebabkan oleh
benturan di dalam rongga otak kepala yang menyebabkan perdarahan, dan
biasanya terjadi pada kecelakaan bermotor lalu lintas jalan raya, jatuh, kecelakaan
pada saat berolah raga, dan cedera kekerasan.
Tanda pasti kematian adalah lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor
mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis), pembusukan, mumifikasi, dan
adiposera.
Pada kasus ini terdapatnya luka pada bagian depan (frontal) kiri kepala serta
ditemukannya remukan kedalam pada bagian tersebut sehingga penyebab
kematian pada kasus ini dapat karena rusaknya organ vital, yaitu otak. Selain itu,
dari distribusi luka menyebar di sluruh bagian tubuh sehingga mayat ini
meninggal karena dibunuh (homocidal).
Dalam kasus ini, mayat tersebut diketahui identitasnya, selain itu sebab dan
cara kematian sudah jelas sehingga tidak perlu dilakukan otopsi seperti yang
tertera pada KUHAP 184. Bahwa pelaksananan otopsi dilakukan sebagai alat
bukti yang sah dan apabila hal yang secara umum sudah diketahui, maka tidak
perlu dibuktikan lagi.








28
DAFTAR PUSTAKA


1. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta,
2004.
2. Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta 2005

3. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
EGC, Jakarta.
4. Basuki, Endro, Sp.BS,dr; 2003, Materi Pelatihan GELS (General Emergency
Life Support), Tim Brigade Siaga Bencana (BSB), Jogjakarta.
5. Sari, et al. 2005. Chirurgica Re-Package+ Edition. Jogjakarta, Tosca
Enterprise.
6. Shepherd, R. The Medical Aspects of Death In : Shepherd R. Simpsons
Forensic Medicine 1
2th
Edition. London : Arnold : 2003. p. 27-8
7. Satyo, Alfred. C. Kumpulan Peraturan Perundang undangan dan Profesi
Dokter, Edisi II (Revisi), cetakan kedua, UPT Penerbitan dan Percetakan
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004, hal. 21-34.
8. Indriati Etty. Mati: tinjauan klinis dan antropologi forensik [homepage on the
internet] No date [cited 2011 oktober 02] Available from URL :
http://www.freewebs.com/dekomposisi_posmortem/dekomposisi.htm
9. Sampurna B, Samsu Z. Peranan ilmu forensik dalam penegakan hukum.
Jakarta: Pustaka Dwipar, 2003.
10. Shkrum, MJ., Ramsay, DA. Postmortem Changes The Great Pretenders in:
Forensic Pathology of Trauma Common Problems for The Pathologist. New
Jersey: Humana Press: 2002. p. 23-47.

11. Herkutanto. Kualitas visum et repertum perlukaan di Jakarta dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Majalah Kedokteran Indonesia. 2004;54 (9):355-60.
12. Howard C., Adelman.M.Establishing The Time of Death in : Forensic

Anda mungkin juga menyukai