Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Brown-Squard Syndrome pertama kali ditemukan oleh Charles Edouard
Brown-Squard (1817-1894) pada pasien dengan hemiseksi korda spinalis pada
tahun 1849
(5)
. Brown-Squard adalah seorang yang dikenang berkat kontribusinya
dibidang neurologi. Ia adalah seorang peneliti dan penulis. Brown-Squard
Syndrom adalah penemuan pertamanya
(3)
Brown-Squard Syndrome adalah suatu kondisi neurologis yang ditandai

dengan kehilangan fungsi motorik, proprioseptif dan rasa getar ipsilateral akibat
disfungsi traktus kortikospinal dan kolumna dorsalis, disertai dengan kehilangan
sensasi nyeri dan suhu kontralateral sebagai akibat dari disfungsi traktus
spinothalamikus
(5)
. Penyebab paling sering dari Brown-Squard Syndrome adalah
cedera akibat trauma korda spinalis
(5)
. Brown-Squard Syndrome dapat juga
disebabkan tumor pada korda spinalis, trauma (misalnya pada pungsi di leher dan
tulang belakang), iskemia (pada obstruksi pembuluh darah) serta infeksi atau
inflamasi seperti tuberculosis atau multiple sclerosis
(1)
.

Herniasi discus cervicalis
yang disebabkan Brown-Squard Syndrome merupakan kasus yang jarang
(5)
.
Brown-Squard Syndrome disebut juga Brown-Squards hemiplegia dan Brown-
Squards Paralysis.
(4)










2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI MEDULA SPINALIS
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang dikelilingi
danvdilindungi oleh kolumna vertebralis. Medula spinalis terletak didalam canalis
vertebralis yang flexibel, medula spinalis ini berawal dari foramen magnum dan
berakhir di vertebre lumbal I-II. Medulla spinalis terdiri dari 31 segmen yaitu : 8
segmen servical, 12 segmen thorakal, 5 segmen lumbal , 5 segmen sakral dan 1
segmen koksigeal. Saraf-saraf medulla spinalis terdiri dari berkas serabut saraf
motorik dan sensorik yang keluar dari medulla spinalis sertinggi vertebra masing-
masing.

Gambar 1. Medula Spinalis pada vertebra


3


Saraf-saraf spinal dinamai dan diberi nomor sesuai tempat keluar dikanalis
vertebralis. Saraf spinalis C1-C7 keluar diatas vertebranya. C8 keluar diantara
vertebre servikal C7-T1. Serat-serat lain keluar dibawah vertebra.
Masing-masing segmen dari medula spinalis memiliki 4 radix ; 1 pasang
radix anterior/ ventralis dan 1 pasang radix posterior/dorsalis. Radix anterior
mempunyai akson neuron motorik alfa berdiameter besar keserabut otot lurik dan
neuron motorik gamma yang memepersarafi serabut otot otonom. Sedangkan
radix posterior berisi serabut saraf afferent dari sel-sel saraf dalam ganglionnya.
Radix posterior memilki serabut saraf mulai dari struktur kulit sampai ke struktur
dalam.

Jenis-jenis serabut saraf
Serabut saraf dapat diklasifikasikan berdasarkan fisioanatomy;
1. Serabut eferen somatik
Serabut motorik ini mempersarafi otot-otot rangka dan berasal dari sel-
sel besar di dalam kulumna greysia anterior/ventralis medula spinalis
dan membentuk radix anterior dari saraf spinal.
2. Serabut aferen somatik
Serabut ini menghantarkan informasi sensorik dari kulit, sendi otot ke
sususnan saraf pusat. Serabut ini berasal dari sel unipolar dalam
ganglion spinal yang terlatak didalam radix posterior.(ganglion radix
posterior). Cabang perifer dari sususnan saraf ini didistribusikan ke
struktur somatik : cabang sentral menghantarkan impuls sensorik
melalui radix posterior ke kolumna posterior sustansia grysea dorsalis
medula spinalis dan jaras asenden pada medula spinalais.
3. Serabut eferen viseral
Serabut otonom ini adalah serabut motorik yang menuju ke visera.
Serabut simpatetik dari segmen Thorakal, L1, dan L2 didistribusikan
dari seluruh tubuh ke visera, kelenjer dan otot polos. Serabut
parasimpatetik yang berada dalam ketiga segmen sakral bagian tengah
menuju ke visera panggul dan abdomen bawah.

4


4. Serabut aferen viseral
Serbut ini menghantarkan informasi sensorik dari visera. Badan selnya
terdapat di ganglion radix posterior.

Gambar 2. Medula Spinalis, neuron motorik, dan neron sensorik

Gambar 3. Dermatom tampak depan dan belakang.


5


Kekuatan otot sering merupakan tanda yang berharga untuk menentukan
lokasi lesi yang menyebabkan kelemahan. Persarafan pada medulla spinalis
beberapa otot ekstremitas yang penting dapat dilihat pada table berikut:
6

2.2. DEFINISI
Brown-Squard Syndrome didefinisikan sebagai sebuah lesi inkomplit
pada korda spinalis yang ditandai dengan paralysis upper motor neuron ipsilateral
dan kehilangan sensasi proprioseptif dengan kehilangan sensasi rasa sakit dan
suhu kontralateral. Brown-Squard Syndrome disebut juga hemiseksi medula
spinalis
2


2.3. EPIDEMIOLOGI
Angka insiden Brown-Squard Syndrome di Amerika Serikat tidak
diketahui, begitu juga di seluruh dunia. Tetapi, insiden cedera spinal di Amerika
Serikat 11.000 kasus per tahun dan 2-4 % dari kasus tersebut disertai Brown-
Squard Syndrome. Angka prevalensi cedera spinal di Amerika Serikat mencapai
247.000. Angka kematian 5,7% jika tidak ada tindakan operasi dan 2,7% jika
disertai intervensi operasi.
Angka kesakitan dapat terjadi pada setiap cedera spinal. Komplikasi yang
paling sering adalah ulkus peptikum, pneumonia, infeksi saluran kemih, deep-vein
thrombosis, emboli pulmonal dan infeksi pasca operasi.
Berdasarkan ras, 70,1 % kasus Brown-Squard Syndrome terjadi pada
populasi kulit putih, 19,6% terjadi pada populasi Afro-Amerika, 1,2% pada

6


populasi Asia, 1,3% pada populasi Indian-Amerika dan 7,8% pada ras lain. Usia
yang paling sering terkena adalah 16-30 tahun, dan usia paling sering adalah
diatas 30 tahun.

2.4. ETIOLOGI
Brown-Squard Syndrome dapat disebabkan oleh segala macam
mekanisme yang mengakibatkan kerusakan pada satu sisi korda spinalis.
Penyebab paling sering adalah cedera akibat trauma, sering juga akibat
mekanisme penetrasi seperti tikaman atau tembakan pistol.
3

Beberapa penyebab Brown-Squard Syndrome lainnya:
2

1. Tumor korda spinalis, metastasis atau intrinsic
2. Trauma, tajam maupun tumpul
3. Penyakit degeneratif seperti herniasi discus dan spondilosis servikal
4. Iskemia
5. Infeksi atau inflamasi yang disebabkan oleh :
a. Meningitis
b. Empyema
c. Herpes zoster
d. Herper simplex
e. Myelitis
f. Tuberkulosis
g. Syphilis
h. Multiple sclerosis
6. Perdarahan, termasuk spinal subdural / epidural dan hematomyelia

2.5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dari Brown-Squard Syndrome adalah kerusakan traktus
kordaspinalis asenden dan desenden pada satu sisi korda spinalis. Serabut motorik
darivtraktus kortikospinal menyilang pada pertemuan antara medulla dan korda
spinalis. Kolumna dorsalis asenden membawa sensasi getar dan posisi ipsilateral
terhadap akar masuknya impuls dan menyilang diatas korda spinalis di medulla.

7


Traktus spinotalamikus membawa sensasi nyeri, suhu dan raba kasar dari sisi
kontralateral tubuh. Pada lokasi terjadinya cedera spinal, akar saraf dapat terkena.
3


2.6. GEJALA KLINIS
Brown-Squard Syndrome ditandai dengan paresis yang asimetris disertai
hypalgesia yang lebih jelas pada sisi yang mengalami paresis. Brown-Squard
Syndrome murni sering berhubungan dengan hal-hal berikut:
2

1. Gangguan traktus kortikospinal lateralis
a. Paralisis spastic ipsilateral dibawah letak lesi
b. Tanda Babinski positif ipsilateral dari letak lesi
c. Refleks patologis dan tanda Babinski positif (mungkin tidak
didapatkan pada cedera akut)
2. Gangguan kolumna alba posterior: berkurangnya sensasi taktil untuk
diskriminasi, rasa getar dan posisi ipsilateral dibawah letak lesi.
3. Gangguan traktus spinotalamikus lateralis : berkurangnya sensasi nyeri
dan sensasi suhu kontralateral. Hal ini biasanya terjadi pada 2-3 segmen
dibawah letak lesi.
2


Gambar 4. Sindrom Brown- Sequard
2


8


2.7. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Diagnosis banding Brown-Squard Syndrome antara lain fraktur cervical,
multiple sclerosis, infeksi korda spinalis, cedera korda spinalis,stroke akibat
iskemik,
2
poliomielitis akut, Guillain-Barre Syndrome, post-traumatic
syringomielia.
3


2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakuakan untuk menegakkan diagnosis Brown-
Squard Syndrome adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Brown-Squard Syndrome ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu diperlukan untuk
mengevaluasi kondisi pasien tetapi sangat membantu dalam mengikuti
perjalanan penyakit pasien. Pemeriksaan laboratorium dapat berguna pada
Brown-Squard Syndrome yang disebabkan keadaan non traumatik seperti
infeksi atau neoplasma.
2,3
2. Pemeriksaan Radiologis:
2

a. Foto polos spinal dapat menggambarkan cedera tulang yang disebakan
trauma tajam maupun tumpul.
b. Pemeriksaan MRI menunjukkan luasnya cedera korda spinalis dan ini
sangat membantu untuk membedakannya dengan penyebab
nontraumatik.
c. CT_Mielogram dapat membantu jika MRI dikontraindikasikan atau
tidak tersedia.
3. Pemeriksaan lain :
3

a. Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) dapat dilakukan jika
dicurigai disebabkan oleh tuberkulosis.




9



2.8. PENATALAKSANAAN
Pasien dengan Brown-Squard Syndrome akibat trauma perlu dievaluasi
kemungkinan adanya cedera lain, seperti halnya penderita trauma. Evaluasi lain
dapat meliputi :
1. Pemasangan kateter urin
2. Imobilisasi
3. pemasangan naso-gastric tube
4. Imobilisasi servikal, vertebra dorsal bawah, dan imobilisasi dengan
hard collar jika terjadi cedera servikal.
5. Pasien dengan Brown-Squard Syndrome mengalami kehilangan daya
sensasi. Untuk mengetahui adanya kemungkinan cedera
intraabdominal dapat dilakukan CT-scan atau peritoneal lavage.
2

6. Pemberian medikamentosa (farmakoterapi) bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Banyak penelitian menunjukkan penyembuhan yang lebih
baik pada penderita yang diberikan steroid dosis tinggi pada awal
pengobatan.
2

7. Bedah untuk mengeluarkan fragmen tulang, benda asing, reparasi
hernia, diskus atau fraktur vertebra yang mungkin menekan medulla
spinalis: juga diperlukan untuk menstabilisasi vertebra untuk
mencegah nyeri kronis.

Kortikosteroid
Nama Obat Methylprednisolon (Solu-Medrol, Depo-Medrol)
Meningkatkan inflamasi dengan menekan leukosit polimorfonuklear dengan
meningkatkan permeabilitas kapiler Dosis Dewasa 30 mg/ KgBB IV bolus dalam
15 menit Dilanjutkan 5,4 mg/KgBB/jam dalam infus 23 jam (harus dilakukan
kurang dari 8 jam post trauma). Kontraindikasi Riwayat alergi; infeksi virus,
bakteri atau tuberculosis kulit Interaksi Obat Penggunaan dengan digoxin dapat
meningkatkan kadar toksisitas digitalis; peningkatan kadar estrogen; dapat
meningkatkan fenobarbital, fenitoin dan rifampin jika digunakan bersama.

10


Perhatian Secara perlahan dapat meningkatkan kejadian infeksi dan perdarahan
saluran cerna, komplikasi lain : hiperglikemia, edema, osteonecrosis, ulkus
peptikum, hipokalemia, osteoporosis, euphoria, psikosis, gangguan tumbuh
kembang, miopati dan infeksi.

2.9. KOMPLIKASI
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan cedera spinal.
2


2.10. PROGNOSIS
Prognosis untuk Brown-Squard Syndrome kurang baik dan tergantung
dari penyebabnya. Pasien dengan cedera medua spinalis komplet hanya
mempunyai harapan untuk sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah
terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika
sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk
dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita cedera medulla
spinalis dapat sembuh dan mandiri. Penatalaksanaan yang dini dengan steroid
dosis tinggi telah menunjukkan keuntungan.
2














11


BAB III
KESIMPULAN

Sindroma Brown-Sequard atau yang dikenal dengan sebutan hemiseksi
medula spinalis adalah lesi inkomplit pada korda spinalis yang di tandai dengan
paralisis upper motor neuron ipsilateral dan kehilangan sensasi rasa sakit dan suhu
kontralateral. Angka kejadiannya sekitar 11.000 di amerika serikat, usia yang
paling sering terjadi Sindroma Brown-Sequard yaitu usia 30 tahun keatas. Angka
kematiannya sekitar 5,7 % tanpa disertai operasi dan 2,7% dengan intervensi
operasi.
Penyebab Sindroma Brown-Sequard adalah trauma benda tajam atau
tumpul pada korda spinalis, penyakit degeneratif, iskemia, infeksi korda spinalis
atau tumor. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menengakkan
diagnosis Sindroma Brown-Sequard adalah pemeriksaan laboratorium, radiologi,
dan BTA. Penatalaksanaan pada pasien Sindroma Brown-Sequard memiliki 3
prinsip yaitu imobilisasi, Farmakoterapi dan Bedah. Prognosis pasien Sindroma
Brown-Sequard baik jika di tanggulangi secara benar dan segera.








\



12


DAFTAR PUSTAKA

1. Adam & victor.2000. Disease of spinal cord. Principles of neurology. New
York ; Mc GrewHill.
2. Basjirudin A. Darwin Amir. 2008. Gangguan Medula Spinalis. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Saraf. Padang ; FK UNAND.
3. Groot D, Jack.1997. Sum-sum Tulang Belakang. Anatomi Korelatif.
Jakarta ;EGC.
4. Waxman G. Sthepen. 2010. The Spinal Cord. Clinical neuro-anatomy 26th
ed. New York. Mc. GrewHill.
5. Baehr. 2005. Spinal Cord Syndrome. Duss Topical Diagnosis in
Neurology. New York: Thieme Stuggard
6. Kothbauer F. Learl et al. 2005. Management of Spinal Tumor. Neuro-
Surgery Principles and practice. Seatle : springer.
7. Ice FN. Brown-Sequard Syndrome or Hemisection of the Spinal Cord
(Tracts involved). Diunduh tanggal : 2 April 2014, dari:
http://www.smso.net. Last Update : January 2008
8. Neuroanatomy Lab Resource appendices. Hemisection of the Spinal Cord
(Brown-Sequard Syndrome). Disitasi tanggal 1 April 2014, dari :
http://isc.temple.edu /neuroanatomy/lab/lesions/2.htm Last Update. Juli 2007.

Anda mungkin juga menyukai