Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gambaran pembangunan kesehatan di tingkat kabupaten dapat dilihat dari
tiga komponen utama yang saling berkaitan yaitu status perkembangan dan
kelangsungan hidup, status kesehatan, dan status pelayanan kesehatan. Status
pelayanan kesehatan terdiri dari cakupan pengelolaan pelayanan program kesehatan
dan sarana prasarana kesehatan. Pada tingkat Puskesmas program perbaikan gizi
merupakan salah satu program dasar dari enam program dasar yang ada. Salah satu
pengelolaan program kesehatan adalah program perbaikan gizi.
Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat
malnutrisi masih saja melatar belakangi penyakit dan kematian anak, meskipun
sering luput dari perhatian. Sebagaian besar anak di dunia yang menderita
malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi,
terlebih zat gizi mikro. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi
yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh.
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan
terhadap kesehatan dan gizi. Analisis epidemiologi dari 53 negara sedang
berkembang mengindikasikan bahwa 56% kematian pada anak-anak 6-59 bulan
dipicu potensiasi malnutrisi dengan penyakit infeksius dan malnutrisi ringan-
sedang sebanyak 83% dari kematian tersebut. Menurut WHO lebih dari 50%
kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk. Menurut IDAI
malnutrisi di masyarakat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
terhadap 60% dari 10,9 juta kematian anak dalam setiap tahunnya dan 2/3 dari
kematian tersebut terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada
tahun pertama kehidupan (Infant Feeding Practice).
KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita
di Indonesia. Kurang energi protein (KEP) atau malnutrisi adalah keadaan kurang
gizi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
2

Kasus anak gizi buruk masih banyak ditemukan baik di kota maupun di desa.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gizi kurang
(BB/U -3 SD sampai -2SD) adalah 13,9% dan gizi buruk (BB/U <-3SD) 5,9%.
Data yang sama menunjukkan anak kurus (BB/TB -3SD sampai -2SD) sebesar
6,8%, sangat kurus (BB/TB <-3SD) 5,3%. Kategori pendek (TB/U -3SD sampai -2
SD) 19,2 % sedangkan sangat pendek (TB/U <-3 SD) 18,0%.
Data riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang meningkat
dibandingkan tahun 2010 dan 2007 yaitu 13,0%. Begitu pula dengan prevalensi gizi
buruk yang meningkat dari 4,9% (2010) dan 5,4% (2007).
Dampak jangka pendek gizi kurang maupun gizi buruk pada masa balita
adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, komposisi tubuh dan
metabolisme glukosa, lemak, dan protein. Dampak jangka panjang dapat berupa
rendahnya kemampuan nalar, prestasi pendidikan, kekebalan tubuh, dan
produktifitas.
Masalah gizi buruk dapat diantisipasi dengan upaya pencegahan dan
penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan dengan
kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan. Yang termasuk pada sarana
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan,
puskesmas pembantu, pos pelayanan terpadu, dan pusat pemulihan gizi. Untuk
mengatasi masalah gizi buruk juga diperlukan peran aktif masyarakat sehingga
dampak negatif kekurangan pangan dan gizi dapat dicegah dan ditanggulangi secara
cepat apabila gejala dan penyebab masalahnya diketahui secara dini.
Salah satu cara untuk menanggulangi maslah gizi kurang dan gizi buruk
adalah dengan menjadikan tata laksana gizi buruk sebagai usaha menangani setiap
kasus yang ditemukan. Pada saat ini kasus gizi buruk dapat ditangani dengan dua
pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia
berat, dehidrasi berat, demam sangat tinggi dan penurunan kesadaran dirawat di
rumah sakit, puskesmas rawat inap, Pusat Perawatan Gizi atau Therapeutic Feeding
Center. Untuk gizi buruk tanpa komplikasi (nafsu makan baik dan tanpa komplikasi
medis) dapat dilakukan secara rawat jalan.


3

B. TUJUAN PENULISAN
1. Melakukan pemeriksaan fisik dan antropometris untuk menilai status gizi
2. Melakukan pendampingan anak malnutrisi
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelayanan anak malnutrisi
4. Mengetahui kondisi yang melatarbelakangi terjadinya malnutrisi pada pasien
5. Meningkatkan status gizi dan menurunkan angka kematian anak malnutrisi


























4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. GIZI
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.
Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizinya, kecuali bayi umur 0-6 bulan karena ASI adalah satu-satunya
makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang. Aneka ragam
makanan yang dimaksud adalah makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi
yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu makanan yang
mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga antara lain beras, jagung, gandum, ubi kayu ubi
jalarm sagu, kentang, roti. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak
juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas
sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah
telur, ikan, ayam, daging, susu, serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun
berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan
seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buaham.
Makann ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

B. STATUS GIZI
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Contohnya gondok
endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran
5

yodium dalam tubuh. Perlnya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya
sangat kompleks, pengelolaa gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif
dari semua pihak.
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat jenis
penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
1. Antropometri
a. Definisi
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang
gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.
b. Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seeprti lemak, otot, dan
jumlah air dalam tubuh.
c. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
IMT merupakan cara yang sederhana untuk emantau status gizi orang
dewasa usia >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,, anak, remaja,
ibu hamil, dan olahragawan. Cara penghitungannya:
IMT = BB (kg) / TB (cm)
2

Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Kategori Keterangan IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat <17,0
Kurus sekali Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,4
Normal Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25,1-27,0
Obesitas Kelebihan BB tingkat berat >27,0

d. Klasifikasi status gizi secara klinis dan antropometris berdasarkan BB, PB,
dan umur menurut Standar Depkes RI 2006:
Antropometri Z-score Interpretasi
BB/U < -3 SD
-3 SD s/d -2 SD
Berat badan sangat rendah
Berat badan rendah
6

-2 SD s/d 2 Sd
> 2 SD
Berat badan normal
Berat badan lebih
PB/U < -3 SD
-3 SD s/d -2 SD
-2 SD s/d 2 Sd
> 2 SD
Pendek sekali
Pendek
Normal
Tinggi
BB/PB < -3 SD
-3 SD s/d -2 SD
-2 SD s/d 2 Sd
> 2 SD
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih

2. Klinis
a. Definisi
Pemeriksaan klinis ini didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-
organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
b. Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat. Survey
ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda dan gejala atau riwayat penyakit.

3. Biokimia
a. Definisi
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja, hati,
otot.
b. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penentuan klinis dapat lebih banyak membantu
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
7

4. Biofisik
a. Definisi
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari
jaringan.
b. Penggunaan
Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti keadaan buta senja
epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

C. FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG ATAU GIZI BURUK
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. Makanan alamiah
terbaik bagi bayi yaitu ASI. Makanan pendamping ASI yang tepat, baik jumlah
dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. Pada keluarga
dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah seringkali anaknya harus
puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita
karena ketidaktahuannya.
2. Tidak tersedianya makanan secara adekuat, hal ini terkait langsung dengan
kondisi sosial ekonomi. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya
makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa
adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan
merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak
malnutrisi berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan
penduduk, makin tinggi persentasi anak yang kekurangan gizi.
3. Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun
sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan
berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
4. Kebiasaan, mitos, atau kepercayaan masyarakat tertentu yang tidak benar dalam
pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi
minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini,
8

berpantang pada makanan tertentu (daging, telur, dll) yang akan menghilangkan
kesempatan anak untuk mendpat asupan lemak, protein, maupun kalori yang
cukup sehingga anak menjadi sering sakit.
5. Kesadaran akan kebersihan yang masih kurang, serta ancaman endemisitas
penyakit tertentu, khusunya infeksi kronik misalnya tuberkulosis yang masih
tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang
sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi
sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga
memudahkan terjadinya infeksi.

D. KURANG ENERGI PROTEIN
Kekurangan Energi Protein (KEP) diklasifikasikan menjadi KEP ringan, sedang dan
berat.
1. KEP ringan
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS
dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median
WHO-NCHS
2. KEP sedang
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku
median WHO-NCHS.
3. KEP berat
Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB < 70% baku
median WHO-NCHS. KEP berat secara klinis dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Kwashiorkor
Ini selalu berlaku pada anak-anak berumur 1 4 tahun walaupun dapat
berlaku pada anak yang lebih tua dan orang dewasa. Tanda yang paling
umum adalah edema yang selalu bermula pada kaki dan tungkai bawah yang
menyebar, pada kondisi yang lebih lanjut, ke tangan dan muka. Edema dapat
dideteksi dengan produksi pit setelah diberi tekanan biasa selama 3 detik
dengan ibu jari ke atas ujung bawah tibia dan dorsum kaki. Oleh karena
9

edema ini, anak-anak dengan kwashiorkor bisa kelihatan gendut dan orang
tua anak berpendapat bahwa anak mereka ternutrisi baik.
Tanda dan gejalanya:
o Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata sayu
o Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
o Perubahan status mental, apatis, dan rewel
o Pembesaran hati
o Otot mengecil (hipotrofi),
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
o Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut yaitu anemia dan diare.
b. Marasmus
Ini disebabkan oleh prolonged starvation. Ini juga dapat disebabkan oleh
infeksi kronis atau berulang dengan intake makanan yang sangat marginal.
Tanda yang umum sekali adalah wasting berat dan anak kelihatan sangat kurus
tan tidak berlemak karena lemak dan massa otot sudah digunakan untuk
dijadikan energi. Terdapat wasting berat pada pundak, tangan, pantat dan paha.
Tanda dan gejalanya yaitu:
o Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
o Wajah seperti orang tua
o Cengeng, rewel
o Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants)
o Perut cekung
o Iga gambang
o Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare.


10

c. Marasmic-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor
dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema
yang tidak mencolok.
Tabel perbedaan Marasmus-Kwashiorkor
Sifat-sifat yang Membedakan Kwashiorkor Marasmus
Faktor Penyebab Utama protein dan stres (luka,
infeksi, pembedahan)
kalori (terutama)
Lama Perkembangan Beberapa minggu Beberapa bulan sampai
beberapa tahun
Tanda fisik yang ditemukan,
gambaran umum
Biasa/cukup makan Kurus/kurang makan
Penurunan berat badan Tidak ada atau sedikit sekali
(dapat tertutup oleh edema)
Ada
Edema Ada Tidak ada
Rambut Mudah dicabut, hilangnya
pigmen rambut (Rambut
jagung)
Normal
Albumin serum, transferin
atau prealbumin
Menurun Normal
Mortalitas Tinggi ( daya penyembuhan
luka, imunokompeten,
meinfeksi)
Rendah (kecuali jika
disebabkan oleh penyakit
yang mendasari)

E. PENATALAKSANAAN KEP
1. KEP Ringan
a. Penyuluhan gizi atau nasehat pemberian makanan di rumah
b. Memberikan ASI eksklusif (bayi < 6 bulan) dan terus memberikan ASI
sampai 2 tahun
c. Bila dirawat inap untuk penyakit lain: makanan sesuai dengan penyakitnya
agar tidak jatuh menjadi KEP sedang atau berat dan untuk meningkatkan
status gizi.
2. KEP Sedang
a. Nasihat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI, selalu pantau
kenaikan berat badan
b. Dapat dirujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizi
11

c. Bila dirawat inap diberikan makanan tinggi energi dan protein dengan
kebutuhan energi 20-50% di atas AKG.
3. KEP Berat/Gizi Buruk
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak
berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk
dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut:
- 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
- Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2
minggu.
Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat (10 langkah utama)
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati atau mencegah infeksi
6. Koreksi defisiensi nutrien mikro
7. Mulai pemberian makanan untuk stabilisasi dan transisi
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental untuk tumbuh
kembang
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
Dalam proses pengeloaan KEP berat atau gizi buruk terdapat 3 fase yaitu
fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi. Tata laksana ini digunakan pada
semua penderita KEP Berat/gizi buruk (kwashiorkor, marasmus, maupun
marasmik-kwashiorkor).
a. Fase stabilisasi (hari ke-1 sampai ke-7), pada fase ini diusahakan mengatasi
komplikasi berupa dehidrasi, hipoglikemia dan infeksi, bersamaan dengan
dimulainya terapi nutrisi. Pada fase ini, peningkatan jumlah formula
diberikan secara bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya
anak dalam kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar rendah laktosa,
porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan protein 0,9
12

gram. Diberikan makanan formula 75 (F75). Tabel kebutuhan gizi fase
stabilisasi.
Zat Gizi Stabilisasi (hari ke 1-7)
Energi 80-100 kkal/kgBB/hari
Protein 1-1,5 gram/kgBB/hari
Cairan Cairan 130 ml/kgBB/hari
Fe
Asam Folat
-
Vitamin A
Bayi < 6 bulan kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (biru)
Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (biru)
Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (merah)
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B kompleks

Mineral lain (Zinc, Kalium,
Natrium, Magnesium)
Pemberiannya dicampur dengan F75

b. Fase transisi (minggu ke-2). Pada fase ini, terjadi peningkatan jumlah
masukan nutrisi, terjadi peningkatan berat badan dan memperbaiki jaringan
tubuh yang rusak (catch up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100
mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram. Selain itu stimulasi emosi dan
fisik ditingkatkan, sedangkan ibu atau pengasuh dilatih untuk melanjutkan
pengasuhan di rumah hingga persiapan anak dipulangkan.
Zat Gizi Transisi (hari ke 8-14)
Energi 100-150 kkal/kgBB/hari
Protein 2-3 gram/kgBB/hari
Cairan 150 ml/kgBB/hari
Fe
Asam Folat
Sulfas ferosus 200 mg+0,25 mg asam folat,
sirup besi 150 ml
Vitamin A
Bayi < 6 bulan kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (biru)
Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (biru)
Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (merah)
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B kompleks

Diberikan sebagai multivitamin. Diawali 5
mg, selanjutnya 1 mg/hari
Mineral lain (Zinc, Kalium,
Natrium, Magnesium)
Pemberiannya dicampur dengan F100
13

c. Fase rehabilitasi (minggu ke-2 sampai ke-6). Terapi nutrisi fase ini adalah
untuk mnegejar pertumbuhan anak. Diebrikan setelah anak sudah bisa makan.
Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi berdasarkan BB <7kg diberi
MP ASI dan BB 7 kg diberi makanan balita. Diberikan makanan formula
135 (F135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F135 mengandung energi 135 kal
dan protein 3,3 gram.
Tabel kebutuhan Gizi pada Fase Rehabilitasi
Zat Gizi Rehabilitasi (minggu ke 2-6)
Energi 150-200 kkal/kgBB/hari
Protein 3-4 gram/kgBB/hari
Cairan 150-200 ml/kgBB/hari
Fe
Asam Folat
Sulfas ferosus 200 mg+0,25 mg asam folat,
sirup besi 150 ml
Vitamin A
Bayi < 6 bulan kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (biru)
Bayi 6-11 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 100.000 IU (biru)
Balita 12-60 bulan 1 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU (merah)
Vitamin lain
- Vitamin C
- Vitamin B kompleks

Diberikan sebagai multivitamin.
- Mineral lain (Zinc,
Kalium, Natrium,
Magnesium)
Pemberiannya dicampur dengan F135

d. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah
Setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB -2 SD, tidak ada
gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makn sudah baik, makanan yang
diberikan dapat dihabiskam, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat
tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau erjalan sesuai umurnya, suhu
tubuh berkisar antara 36,5-37,7C, tidak muntah atau diarem tidak ada
edemma, terdapat kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut. Anak dan keluarga dipantau untuk mencegah adanya
kekambuhan serta menilai adanya perkembangan fisik, mental, dan emosi
anak.


14

Bagan dan Jadwal Pengobatan
No TINDAKAN
PELAYANAN
FASE
STABILISASI
FASE
TRANSISI
FASE
REHABILITASI
FASE
TINDAK
LANJUT
Hari ke
1-2
Hari ke 3-7 Minggu ke 2-6 Minggu ke 7-
26
1. Hipoglikemia
2. Hiponatremia
3. Dehidrasi
4. Elektrolit
5. Infeksi
6. Mikronutrien Tanpa Fe Dengan Fe
7. Makanan untuk
stabilisasi dan
transisi



8. Tumbuh kejar/
9. Stimulasi
10 Tindak lanjut

F. KOMPLIKASI GIZI BURUK PADA BALITA
Kondisi gizi buruk akan banyak mempengaruhi banyak organ dan sistem
karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi asupan makro
dan mikro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan
mengacaukan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun
pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Secara umum, dalam kondsi akut, gizi buruk dapat mengancam jiwa karena
berbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi karena
jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia dan kekurangan elektrolit penting serta
cairan tubuh.
Jika fase akut tertangani namun tidak di follow up dengan baik akibatnya
anak tidak dapat mengejar ketinggalannya, maka dalam jangka panjang kondisi ini
berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi
buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan perfomance anak akibat kondisi
stunting (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih
memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi terhadap
perkembangan mental dan otak tergantung dengan derajat beratnya, lamanya dan
waktu pertumbuhan otak itu sendiri.
15

Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak
(0-3 tahun), dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak
yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible (sulit untuk dapat pulih kembali).
Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak adalah salah satu
aaset yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di
kemudian hari. Beberapa dampak buruk kurang gizi adalahrendahnya produktivitas
kerja, kehilangan kesempatan sekolah, dan kehilangan sumberdaya karena biaya
kesehatan yang tinggi.
























16

BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Nama : An. Salsa Nur Afianti
2. Tempat, tanggal lahir : Slawi, 14 Oktober 2010
3. Umur : 3 tahun 7 bulan
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Kudaile 05/02
6. Nama Ayah : Tn. Kusnanto
7. Umur : 39 tahun
8. Pekerjaan Ayah : PNS
9. Pendidikan : SMP
10. Nama Ibu : Ny. Muzayanah
11. Umur : 39 tahun
12. Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
13. Pendidikan : SD
14. Warga Negara : Indonesia
15. Kultur : Jawa
16. Agama : Islam

B. ANAMNESIS
1. Riwayat Penyakit Sekarang
An. S dengan keluhan berat badan sulit naik. Penimbangan berat badan serta
antropometri lainnya dilakukan secara rutin di posyandu. Bila ditimbang di
Posyandu setiap bulan, sejak usia 12 bulan grafik berat badannya selalu di bawah
garis merah. Anak tidak sedang batuk, pilek, maupun panas. Menurut ibu anaknya
saat ini tidak sulit makan, kalaupun makan anak dapat menghabiskan waktu lebih
dari 30 menit, sedangkan ibunya masih harus mengurus adik pasien yang masih
kecil dan masih menyusu. Dalam sehari, anak makan sedikit-sedikit 2-3 kali 1/3-1/2
porsi dewasa dengan menu nasi, sayur dan lauk nabati yaitu tahu atau tempe. An. S
tidak mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan karena sejak usia 4 bulan sudah
17

diberikan buah misalnya pisang dan sejak usia 5 bulan diberi bubur bayi. An. S
pernah mengkonsumsi susu tambahan yang diberikan Puskesmas sejak usia 24
bulan hingga 36 bulan. An. S telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Anak S
mengalami keterlambatan perkembangan yaitu baru dapat berdiri dengan bantuan
sejak usia 3 tahun, tetapi sampai sekarang belum bisa berjalan. Sejak usia 2 tahun
sampai sekarang anak S hanya dapat mengucapkan 1 suku kata misalnya mah,
mam, pah.

2. Riwayat Masa Lampau
a. Sakit yang pernah diderita
- Riwayat demam, batuk, pilek diakui sering dialami pasien sampai usia 3
tahun. Sejak berusia 3 tahun ibu mengakui anaknya sehat.
- Riwayat diare (+) 1 kali saat berusia 3 tahun 2 bulan, diperiksakan ke
puskesmas dan mendapatkan pengobatan.
- Riwayat kejang diakui, 1 kali, tanpa demam, saat usia 4 bulan, mendapat
perawatan di rumah sakit umum daerah.
- Riwayat tuberkulosis disangkal
- Riwayat sakit berat disangkal
b. Obat-obatan yang digunakan
Puyer dan atau sirup untuk demam, batuk, pilek dan diare.
c. Imunisasi
Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan KMS yaitu imunisasi BCG; Hepatitis
B 0; Polio I, II, III, IV; DPT-Hepatitis B Combo I, II, III; dan campak.
d. Alergi
Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal

3. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan
a. Antenatal Care
Ibu dengan G
3
P
2
A
0.
Selama kehamilan ibu teratur kontrol ke bidan 9 kali,
imunisasi TT (+), riwayat minum jamu (-), riwayat demam (-), kejang (-).
Riwayat sakit saat hamil diakui, yaitu pilek dan batuk. Riwayat mengkonsumsi
obat-obatan selama hamil disangkal.
18

b. Natal Care
Anak perempuan, lahir cukup bulan (38 minggu) di RS Adella Slawi ditolong
bidan, dengan induksi persalinan, bayi lahir spontan dan langsung menangis,
BBL 2.800 gram. Riwayat trauma saat persalian disangkal. Awalnya ibu akan
melahirkan di Bidan Desa, namun dirujuk ke RS Adella karena partus tak maju.
c. Postnatal Care
Setelah lahir, anak dirawat gabung dengan ibunya, sakit kuning disangkal. Bayi
langsung mendapat ASI pertama dalam kurun waktu 1 jam kelahiran, mendapat
injeksi Vitamin K. Anak hanya sakit ringan seperti demam, batuk, pilek, dan
diare. Bila berobat ke bidan atau puskesmas sembuh.

4. Riwayat Perkembangan
a. Tengkurap dan berbalik : 4 bulan
b. Mengangkat kepala : 2 tahun
c. Duduk : 2 tahun
d. Merangkak : 2,5 tahun
e. Berdiri dengan bantuan : 3 tahun
f. Berjalan : belum bisa
g. Berbicara 1 suku kata : 2 tahun
h. Berbicara 1 kata : 3 tahun

5. Riwayat Makanan
0-2 bulan : ASI sesuka bayi (>8 kali/hari)
2-4 bulan : ASI sesuka bayi (>8 kali/hari)
4-6 bulan : ASI sesuka bayi+ buah segar (pisang)
6-12 bulan : ASI + buah + bubur bayi
12 -20 bulan : ASI + susu formula + nasi + sayur + tahu tempe kadang telur,
tidak teratur 2-3 kali sehari, 1/3 porsi kadang habis kadang tidak
habis.
21-43 bulan : susu formula + nasi + sayur + tahu tempe, teratur 2-3 kali sehari,
1/3 porsi dewasa, kadang habis kadang tidak habis.

19

6. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Ketiga saudara pasien
tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga tidak ada yang menderita
penyakit keturunan misalnya asma, diabetes melitus, hipertensi.
Gambar Genogram









7. Riwayat Sosial
a. Yang mengasuh
Sejak lahir hingga saat ini 43 bulan diasuh oleh ibunya sendiri.
b. Hubungan dengan anggota keluarga
Baik dan harmonis.
c. Hubungan dengan sebaya
Kurang baik, jarang bermain dengan teman sebaya di luar rumah. Lebih
banyak bermain di dalam rumah karena belum bisa berjalan.
d. Pembawaan secara umum
Masih ketergantungan dengan ibu, anak cenderung kurang aktif, pendiam,
kadang rewel.

C. KEBUTUHAN DASAR
1. Makanan yang disukai/tidak disukai
Selera makan kurang baik, sering malas untuk makan, dan lama dalam
menghabiskan makanan. Alat makan yang dipakai piring, dengan disuapi
memakai sendok kadang tangan. Makan 2-3 kali dalam sehari, teratur.

Tn. K
39 th
Ny.M
39 th
An. C
17 th
An.S
9 th
An. S
3 th 7 bln
An.I
1 th
Keterangan:
: laki-laki : pasien

: Perempuan : tinggal
serumah


20

2. Pola tidur
Anak biasanya tidur 2 kali dalam sehari, tidur siang kira-kira 1 jam dan tidur
malam biasanya 9 jam.
3. Mandi
Anak mandi 2 kali dalam sehari, dimandikan, memakai sabun, dikeringkan
dengan handuk.
4. Aktivitas bermain
Anak kurang aktif dan jarang bermain dengan sebayanya.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tidak tampak sakit, tampak kurus
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Vital sign : Nadi : 92 x/mnt, reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 24 x/ menit, reguler
Suhu : 36,6C per axilla
4. Kepala : simetris, mesochepal, rambut hitam tidak tumbuh lebat,
tidak mudah dicabut.
5. Mata : Konjungtiva tarsal anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung
dan tidak langsung (+/+).
6. Telinga : Simetris, discharge (-/-), nyeri tekan (-/-)
7. Hidung : bentuk normal, Deviasi septum (-), hiperemis konka (-/-),
sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
8. Mulut : mukosa bibir kering (-), lidah kotor (-), sianosis (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang tidak hiperemis, gigi
geligi lengkap, ada beberapa gigi incicivus, caninus, patah.
9. Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.
Tidak ada kaku kuduk.
10. Thorax :
a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
21

Palpasi : Ictus teraba tidak kuat angkat SIC V 2 jari medial LMC sinistra,
thrill (-)
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMC sinistra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi : S1>S2, reguler, Gallop (-), murmur (-)
b. Paru-paru
Inspeksi : Dinding dada simetris dalam pergerakan statis dan
dinamis, retraksi interkostal (-), retraksi substernal (-),
tidak ada gerakan napas yang tertinggal, tulang iga
menonjol (-)
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal, retraksi (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru,
Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler
Suara tambahan : Ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah
halus (-/-), wheezing (-/-)
11. Abdomen
Inspeksi : datar, perut cembung (+), pusar menonjol (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-). Undulasi (-)
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Turgor kulit: 2 detik, cukup
Bokong : keriput (-)
12. Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), ptekie (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-),
refleks fisiologis (+/+) normal, refleks patologis (-/-)
Inferior : Edema (-/-), ptekie (-/-), akral hangat (+/+),sianosis (-/-),
refleks fisiologis (+/+) normal, refleks patologis (-/-)

22

13. Status Gizi
a. Berat badan (BB) : 8 kg BB/U < -3 SD berat badan sangat rendah
b. Tinggi badan (TB) : 83 cm PB/U <-3 SD pendek sekali
c. Berat badan/Tinggi Badan BB/TB <-3SD Gizi Buruk
d. Lingkar kepala : 42 cm mikrocefali

E. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
1. Diagnosa medis
Balita dengan Gizi Buruk
2. Status Nutrisi
Berat badan 8 kg, tinggi badan 83 cm, dengan pola makan tidak teratur
3. Obat-obatan
Tidak ada.
4. Aktivitas saat ini
Anak kurang aktif dalam bermain.
5. Tindakan petugas
Memberikan penyuluhan tentang balita dengan gizi buruk
6. Hasil laboratorium
Tidak dilaksanakan













23

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah dilakukan pada:
Hari/tanggal : Senin, 2 Juni 2014
Waktu : 11.00-12.30 WIB dan 19.00-20.00 WIB
Tempat : Kelurahan Kudaile RT 05 RW 02 Kecamatan Slawi, Kab. Tegal
Metode : Kunjungan rumah, anamnesis, pemeriksaan fisik klinik, pemeriksaan
antropometrik
Sasaran : Penderita dan Keluarga
Pelaksana : dr. Tika Indriati
Pelaksanaan kegiatan kunjungan rumah, yaitu:
1. Tahap perkenalan dan penggalian pengetahuan pasien dan keluarga
Setelah memberi salam dan perkenalan, pelaksana selanjutnya menjelaskan
maksud dan tujuan kedatangan, serta menanyakan kesediaan untuk
diwawancara. Setelah itu pelaksana melihat kondisi rumah dan lingkungan
sekitar rumah sambil menanyakan beberapa hal yang terkait dengan kebersihan
dan kebiasaan penderita dan keluarga.
2. Tahap wawancara
Pelaksana melakukan wawancara seputar penyakit gizi buruk yang diderita
pasien dan pola makan serta lingkungan tempat tigngal pasien dan keluarga.
Orang tua pasien khususnya ibu pasien sangat antusias menjawab semua
pertanyaan. Disamping itu, pelaksana juga memberikan kesempatan pada orang
tua pasien untuk bertanya langsung apabila ada sesuatu yang tidak dimengerti.

B. HASIL KEGIATAN
Home Visite hari Senin, 2 Juni 2014
1. Data umum
a. Daftar anggota keluarga
No. Nama Hub KK Umur JK Agama Pendidikan Pekerjaan Ket.
1. Tn. K Ayah 49 th L Islam SMP PNS
2. Ny. M Ibu 49 th P Islam SD IRT
24

3. An. I Anak 17 th P Islam SMK -
4. An. II Anak 9 th P Islam SD -
5. An. S Anak 3 th 7
bln
P Islam - - Gizi
Buruk
6. An. IV Anak 1 th 3
bln
P Islam - -
b. Tipe keluarga : Nuclear family, keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan
4 orang anak.
c. Kewarganegaraan/suku bangsa : Indonesia/Jawa
d. Agama : Islam
e. Status sosial ekonomi : Tn. K bekerja sebagai PNS di dinas pemadam
kebakaran dengan gaji sekitar Rp. 1.000.000,00 per bulan, sedangkan Ny. M
sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga dirasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Keadaan lingkungan
a. Karakteristik rumah
Rumah Tn. K adalah milik sendiri, dinding rumah sebagian besar sudah
terbuat dari tembok bata, dengan luas bangunan rumah kurang lebih 12x15
m
2
. Lantai rumah terbuat dari keramik, lantai dapur hanya semen cor, lantai
kamar mandi terbuat dari semen yang dicor. Ventilasi rumah cukup untuk
sirkulasi udara di dalam rumah. Sinar matahari banyak masuk ke rumah, di
setiap kamar sudah ada ventilasi, Kesan rumah cukup higien. Rumah Tn. K
bersebelahan dengan aliran sungai.
b. Karakteristik tetangga dan komunitas
Lingkungan tetangga cukup ramah, keluarga Tn. K tinggal berdekatan
dengan tetangganya. Hubungan dengan tetangga cukup baik. Mata
pencaharian tetangga Tn.K sebagian besar sebagai buruh.
Tingkat pendidikan tetangga rata-rata SMP, jarak rumah yang ditempati
keluarga Tn.K dengan tetangga dekat.
c. Mobilitas geografis keluarga
Keluarga Tn.K menempati rumah yang dibangun sederhana. Rumah tersebut
sudah ditempati kurang lebih 17 tahun. Letak rumah di gang kampung dan di
samping aliran sungai, dekat dengan jalan raya. Alat transportasi umum
25

adalah angkutan pedesaan yang melewati jalan raya dekat rumah. Untuk
mobilitas yang salah satunya untuk ke pelayanan kesehatan, keluarga Tn. K
bisa berjalan kaki, menggunakan sepeda, atau becak.
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga Tn.K sering berkumpul dengan keluarga pada sore hari, di
lingkungan rumah ada kegiatan rutin seperti PKK, perkumpulan RT sebulan
sekali. Tn.K dan Ny.M secara rutin mengikuti kegiatan tersebut. Hubungan
antar tetangga terjalin dengan baik.
e. Sistim pendukung keluarga
Jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yaitu 6 orang.
Pendukung yang ada dalam keluarga tersebut adalah kebersamaan antar
anggota keluarga yang saling menyayangi dan bersifat terbuka. Dalam
masyarakat ada kebersamaan dengan tetangga, saling membantu, serta adanya
perkumpulan dalam masyarakat. Dan keaktifan kader yang mengingatkan Ny.
M untuk membawa anaknya terutama An.S ke Posyandu. Untuk menunjang
kesehatan, keluarga Tn. K periksa ke Pusksesmas, atau bidan desa setempat.
3. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi yang digunakan keluarga Tn.K yaitu komunikasi terbuka, jika
ada masalah dirundngkan bersama.
b. Struktur Peran
Tn.K berperan sebagai kepala keluarga serta menjadi tulang punggung
perekonomian keluarga.
Ny.M bertanggung jawab sebagai ibu rumah tangga dalam membimbing
dan mendidik anak-anaknya.
c. Nilai dan Norma Budaya
Dalam keluarga Tn. K menekankan etika dan sopan santun dalam
bermasyarakat, saling menghormati. Keluarga ini menganggap bahwa gizi
buruk yang diderita anaknya harus rutin memeriksakan anaknya ke
Posyandu dalam memantau tumbuh kembangnya.


26

4. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga Tn.K termasuk keluarga yang harmonis, interaksi dengan keluarga
terjalin baik. Antar anggota keluarga saling membantu dan menyayangi.
b. Fungsi sosial
Keluarga Tn. K selalu mengajarkan perilaku sosial yang baik kepada anak-
anaknya. Tn.K dan Ny.M juga mengikuti kegiatan di wilayagnya secara
rutin.
c. Fungsi reproduksi
Saat hamil anak ke-3 dan ke-4 usia Ny.M dalam batas usia produktif.
d. Fungsi perawatan kesehatan
Menurut keterangan Ny.M saat ini tidak ada anggota keluarga yang sakit
dan mengalami pengobtan.
e. Fungsi ekonomi
Semua pendapatan hanya cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari.
5. Harapan keluarga
Keluarga Tn.K berharap agar anaknya dapat meningkat status gizinya.
6. Implementasi
Waktu KEGIATAN HASIL EVALUASI
02 Juni 2014
jam 11.00-12.30
WIB
Mencari dan
mengumpulkan data
keluarga dan individu
Mendapatkan data keluarga dan
individu
Melakukan pemeriksaan fisik An. S.
02 Juni 2014
jam 19.00-20.00
WIB
Memeriksa kondisi
kesehatan An. S dan
melakukan penyuluhan
Diperoleh hasil pemeriksaan
kesehatan An.S
Ibu tahu bahwa anaknya mengalami
gizi buruk, dan mengerti mengenai
macam makanan bergizi yang dapat
diberikan kepada anaknya, serta
bersedia untuk tetap membawa anak
S serta adiknya ke Posyandu setiap
bulan.
27

BAB V
PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS

Anak S dengan jenis kelamin perempuan, berusia 3 tahun 7 bulan. Memiliki
tinggi badan 87 cm dan berat badan 8 kg. Analisa status gizi balita berdasarkan standar
Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (BALITA) berdasarkan Keputusan
Meneteri Kesehatan Republik Indoneisa Nomor: 920/Menkes/SK/VII/2002
berdasarkan baku rujukan penilaian status gizi anak perempuan usia 3 tahun 7 bulan
menurut berat badan dan tinggi badan untuk BB/U < -3 SD, PB/U < -3 SD, BB/PB < -3
SD, An. S termasuk balita dengan berat badan sangat rendah, sangat pendek, dan gizi
buruk.
Pada penampilan fisik terlihat kurus. Pada penghitungan berat badan yang ditulis
pada KMS didapatkan hasil status gizi An. S selalu berada di bawah garis merah (BGM)
dengan grafik stabil pada pengukuran tiap bulannya, sekarang setelah hampir 1 tahun
mendapatkan PMT berupa susu formula dari puskesmas status gizi An.S tetap berada di
bawah garis merah.
Untuk pembahasan masalah dapat berpedoman pada bagan penyebab gizi buruk
pada balita menurut UNICEF (1998).

28

Penyebab langsung seperti diuraikan pada bagan di atas disebabkan 2 faktor
yaitu makan tidak seimbang serta adanya penyakit infeksi. Pasien tidak sulit makan,
makan kadang tidak teratur dengan frekuensi 2-3 kali setiap hari, dengan menu nasi,
sayur, lauk tahu atau tempe, dihabiskan dalam waktu yang cukup lama sekitar 30 menit.
Pasien senang makan jajanan warung, juga tidak teratur dalam meminum susu formula.
Pasien mendapatkan ASI hingga usia 20 bulan, karena setelah itu ibu An.S mengalami
kehamilan keempatnya.
Sejak lahir sampai usia 3 tahun pasien sering mengalami sakit batuk, pilek,
demam, serta pernah mengalami diare 1 kali. Hal ini mengindikasikan sering terjadi
infeksi pada tubuh An.S. Infeksi dapat disebabkan daya tahan tubuh yang kurang karena
status gizi buruk. Selain itu infeksi yang berulang juga dapat menyebabkan menurunnya
kondisi fisik dan gizi anak.
Penyebab tidak langsung gizi kurang pada anak ada tiga faktor yaitu (1) tidak
cukup persediaan pangan terutama di tingkat rumah tangga, (2) pola asuh anak yang
tidak memadai, (3) keadaan sanitasi dan air bersih, serta pelayanan kesehatan dasar
yang tidak memadai. Secara umum penilaian terhadap lingkungan tempat tinggal pasien
sudah cukup baik. Kegiatan kemasyarakatan berupa posyandu berjalan dengan baik dan
rutin. Keadaan sosial ekonomi dapat berkaitan dengan keadaan rumah dan penghasilan.
Pasien tinggal di lingkungan yang tidak terlalu padat, dengan rumah yang cukup
memadai. Berdasarkan hasil wawancara penghasilan ayah pasien dirasakan masih cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga ketersediaan bahan pangan dalam
keluarga dapat tercukupi.
Pada An. S dari penyebab tidak langsung yang berperan pada gizi buruk
kemungkinan besar disebabkan oleh pola pengasuhan yang kurang memadai. Selama
kehamilan dan setelah persalinan anak keempat, secara otomatis perhatian terhadap
An.S berkurang baik secara pengasuhan maupun pengawasan makan. Faktor-faktor
tersebut yang dapat menyebabkan anak sulit naik berat badannya.
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.
Masalah gizi sering terjadi karena ketidaktahuan atau kurang informasi mengenai gizi
yang memadai. Ibu An. S berlatar belakang penididikan rendah lulusan SD, dapat
29

dikatakan pengetahuan ibu akan gizi yang didapatkan di lembaga pendidikan formal
mungkin kurang. Analisis data Susenas 2003 memberikan hasil bahwa pada masyarakat
dengan tingkat pendidikan rendah menunjukkan prevalensi gizi kurang yang cukup
tinggi, dan sebaliknya pada masyarakat yang tingkat pendidikannya cukup tinggi
prevalensi gizi kurangnya rendah.
No. Variabel Hasil Penelusuran
1. Pengetahuan orang tua pasien
mengenai gizi buruk dan gizi
kurang
Pengetahuan orang tua pasien mengenai gizi
buruk atau gizi kurang serta komplikasinya
adalah kurang.
2. Riwayat penyakit keluarga Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita
sakit serupa.
3. Mengidentifikasi faktor risiko Pasien sering mengalami penyakit infeksi (batuk,
pilek, diare, demam)
Pola asuh ibu An. S yang terbagi perhatiannya
terhadap adik An.S.
4. Pola makan pasien Pasien sehari-hari mengkonsumsi nasi putih
dengan sayur, tempe atau tahu. Pasien diberikan
susu formula dam jarang mengkonsumsi buah.
5. Tingkat pendidikan Pasien masih belum bersekolah. Pendidikan
terakhir ibu pasien adalah SD dan dinilai kurang
cukup mampu memahami edukasi yang
diberikan pelaksana.
6. Tingkat ekonomi Pasien termasuk golongan ekonomi menengah
ke bawah.

Kekurangan gizi seperti energi, protein, zat besi, dapat menyebabkan berbagai
macam keterbatasan, antara lain pertumbuhan mendatar, berat dan tinggi badan
menyimpang dari pertumbuhan normal, serta dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan pada anak. Hal ini dapat diamati pada anak-anak yang kurang gizi.
Keadaan kurang gizi juga berasosiasi dengan keterlambatan perkembangan motorik.
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerak tubuh
melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.
30

Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan
tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota
tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Perkembangan motorik kasar
sering kali didominasi oleh gerakan dan keterampilan kaki. Keterampilan motorik kasar
meliputi gerakan kasar seperti berjalan, berlari, melompat, naik turun tangga.
Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi misalnya menulis,
menggambar, memotong, melempar, dan menangkap bola serta memainkan benda-
benda atau mainan.
Perkembangan motorik berbeda pada setiap individu, ada orang yang
perkembangan motoriknya sangat baik, seperti para atlit, ada juga yang
perkembangannya kurang baik seperti pada orang yang memiliki keterbatasan fisik.
Jenis kelamin berpengaruh dalam perkembangan motorik. Pada anak perempuan usia
middle childhood, kelenturan fisiknya 5-10% lebih baik daripada anak laki-laki, tetapi
kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat, dan melempar lebih tinggi pada anak
laki-laki daripada perempuan. Proses perkembangan motorik beriringan dengan proses
pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak. Tahapan-tahapan umum
tertentu yang berpotensi sesuai dengan kematangan fisik anak.
Banyak penelitian yang menerangkan tentang pengaruh gizi terhadap
perkembangan motorik kasar. Levitsky dan Strupp pada penelitiannya terhadap tikus
mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan functional isolationism atau isolasi
diri yaitu mempertahankan tubuh tidak mengeluarkan energi yang banyak (conserve
energy) dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori,
perhatian, dan motivasi. Pada keadaan kurang energi dan protein (KEP) anak menjadi
tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam
melakukan kegiatan eksplorasi kingkungan fisik di sekitarnya ganya mampu sebentar
saja dibandingakan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu melakukannya dalam
waktu yang lebih lama.
Model functional isolationism yang dilukiskan ini sama dengan teori
sebelumnya bahwa aspek-aspek essensial dan universal untuk perkembangan kognitif
ditekan oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan kurang gizi.
Untuk melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi yang cukup
banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari melibatkan suatu
31

mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi, sehingga yang menderita KEP
(Kurang Energi Protein) biasanya selalu terlambat dalam perkembangan motor
milestone.
Komposisi serat otot pada anak usia muda yang terlibat dalam pergerakan
kontraksi kurang berkembang pada anak yang kurang gizi. Keadaan ini juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan tulang sehingga terjadi pertumbuhan badan yang
terlambat. Tengkurap, merangkak, dan berjalan menurunkan ketergantungan atau
kontak yang terus-menerus dengan pengasuhnya. Keadaan ini berpengaruh nyata
terhadap mekanisme self-regulatory, sehingga anak menjadi lebih bersosialisasi dan
ramah dengan lingkungannya. Sebaliknya, bila terjadi keterlambatan dalam locomotion
dan perkembangan motorik akan merusak akses terhadap sumber-sumber eksternal yang
berpengaruh kurang baik terhadap regulasi emosional, sehingga akan mengakibatkan
terhambatnya perkembangan kecerdasan anak.
Rencana tindakan yang dapat dilaksanakan oleh petugas kesehatan adalah:
1. Edukasi tentang gizi buruk
Dijelaskan kepada keluarga pasien bahwa pasien menderita gizi buruk. Penyakit ini
sering menyerang anak-anak dan status gizi pasien bisa diperbaiki dengan
pemberian makanan yang bergizi seimbang. Keluarga diedukasi untuk mengamati
kondisi pasien secara kontinyu dengan cara memantau berat badan pasien secara
teratur. Apabila pasien sakit seperti batuk, pilek, dan diare dsebaiknya psien segera
dibawa berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit.
2. Gizi pasien diperbaiki dengan memberikan makanan yang sesuai dan tepat gizi.
Pemberian makanan tambahan (PMT) balita diberikan sekali sehari selama 90 hari
kemudian dievaluasi berat badan tiap bulan dan TB pada saat awal dan akhir pada
saat pelaksanaan PMT. Jenis PMT yang diberikan yaitu PMT Pemulihan.







32

DAFTAR PUSTAKA


Badan Pusat Statistik. 2003. Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2003. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Bappenas. 2006. RANPG 2006-2010. Available at http://www.bappenas.go.id.
Accessed Juni, 4, 2014.
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2011. Buku
Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta: Depkes.
Departemen Kesehatan RI, WHO,Unicef. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) Indonesia. Jakarta : Depkes.
Dewi, N. Peranan Gizi pada Perkembangan Motorik Anak. Available at
http://www.childrenfootclinic.wordpress.com. Accessed Mei, 20, 2014Direktorat
Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. 1997. Pedoman
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan
PMT pada Balita. Jakarta: Depkes.
Kementrian Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013.
Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta:
Kementrian Kesehatan.
WHO. 1983. Measuring Change in Nutritional Status. Geneva: WHO.












33

LAMPIRAN


1. Alur pemeriksaan Anak Gizi Buruk












34


2. Penentuan Status Gizi

35


36







37

3. Grafik Lingkar Kepala



38

DOKUMENTASI HOME VISITE

j

Anda mungkin juga menyukai

  • Program Ujian Praktik Print
    Program Ujian Praktik Print
    Dokumen5 halaman
    Program Ujian Praktik Print
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan f1
    Lembar Pengesahan f1
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan f1
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Soal
    Soal
    Dokumen4 halaman
    Soal
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Program Ujian Praktik
    Program Ujian Praktik
    Dokumen5 halaman
    Program Ujian Praktik
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Chik
    Leaflet Chik
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Chik
    Bleusae
    Belum ada peringkat
  • Upaya Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
    Upaya Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
    Dokumen30 halaman
    Upaya Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Soal
    Soal
    Dokumen4 halaman
    Soal
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan f4 Gizi
    Lembar Pengesahan f4 Gizi
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan f4 Gizi
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Laporan Inship Tika
    Laporan Inship Tika
    Dokumen24 halaman
    Laporan Inship Tika
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • BAB I Ed
    BAB I Ed
    Dokumen28 halaman
    BAB I Ed
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN F4 Gizi
    LAPORAN F4 Gizi
    Dokumen36 halaman
    LAPORAN F4 Gizi
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen22 halaman
    Bab I
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Kover Buku Log
    Kover Buku Log
    Dokumen1 halaman
    Kover Buku Log
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Cover Print
    Cover Print
    Dokumen1 halaman
    Cover Print
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Isi Diare
    Isi Diare
    Dokumen30 halaman
    Isi Diare
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Dokumen2 halaman
    Lembar Pengesahan
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Word 2
    Word 2
    Dokumen91 halaman
    Word 2
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Isi Dislok
    Isi Dislok
    Dokumen20 halaman
    Isi Dislok
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Cover Dadb
    Cover Dadb
    Dokumen1 halaman
    Cover Dadb
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Isi Diare
    Isi Diare
    Dokumen30 halaman
    Isi Diare
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Status Edit
    Status Edit
    Dokumen28 halaman
    Status Edit
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Chapter I
    Chapter I
    Dokumen5 halaman
    Chapter I
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Status Edit
    Status Edit
    Dokumen28 halaman
    Status Edit
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Ancylostomiasis
    Ancylostomiasis
    Dokumen4 halaman
    Ancylostomiasis
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • Presus Paru-Asma Print
    Presus Paru-Asma Print
    Dokumen17 halaman
    Presus Paru-Asma Print
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat
  • REFERAT Glaukoma
    REFERAT Glaukoma
    Dokumen22 halaman
    REFERAT Glaukoma
    Tika Indriati
    Belum ada peringkat