Anda di halaman 1dari 8

Pelanggaran Perusahaan Dalam Dunia Bisnis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pesatnya pertumbuhan suatu negara biasanya diikuti oleh majunya keadaan suatu negara tersebut.
Manusia sebagai alat penggerak negara dari aspek ekonomi,teknologi, bisnis , budaya , olahraga dan
lain sebagainya , baik sebagai pelaku ataupun sebagai konsumen.
Salah satu aspek yang menggerakan pertumbuhan suatu negara adalah bisnis. Indonesia adalah
negara yang kaya akan sumber daya, baik sumber daya manusia , alam maupun teknologi . Dalam
bisnis manusia sebagai aspek penggerak , alam sebagai sesuatu yang kita petik hasilnya lalu manusia
olah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi dan aspek teknologi sebagai aspek pendukung jalannya
suatu bisnis.
Biasanya manusia membangun suatu bisnis atas dasar peluang, dia melihat ada nya permintaan
konsumen yang tinggu menyebabkan munculnya ide ide untuk menjadi dasar dasars bisnis yang
akan dibentuk. Contohnya bisnis kuliner yang menawarkan sajian makanan , bisnis jasa tergantung
dari jasa jasa yang ditawarkan misalnya, jasa kendaraan umum dan masih banyak contoh bisnis
lainnya.
Dalam dunia usaha (bisnis) dikenal yang di namakan kejahatan bisnis, sering juga di tafsirkan
dengan kejahatan kerah putih (white collar crime) dan tidak jarang di kenal dengan kejahaan
perusahaan / korporasi (corporate crime), akan tetapi menurut penulis sendiri kejahatan bisnis
bukan hanya sebatas kejahatan kerah putih atau pun kejahatan korporasi, melainkan menurut
penulis kejahatan bisnis adalah tindak pidana yang terjadi dalam dunia usaha, baik yang dilakukan
oleh individu maupun korporasi. Kejahatan korporasi atau perusahaan menunjukkan bahwa
kemajuan aspek aspek kehidupan dari mulai ekonomi, teknologi dan lain-lain menjadi faktor
pendukung poenyimpangan dari perjalanan kehidupan suatu perusahaan.
Dari penjelasan diatas maka, penulis tertarik menjelaskan secara kesuluruhan tindakan kejahatan
yang dilakukan oleh sebuah institusi atau perusahaan, yang kami beri judul :
Pelanggaran Perusahaan Dalam Dunia Bisnis.
1.1 Perumusan Masalah
Apa penyebab terjadinya kejahatan dalam dunia bisnis ini ?
Siapa saja yang menjadi korban kejahatan korporasi dunia perbisnisan ?
Contoh Kasus Pelanggaran Korporasi dalam dunia bisnis
Apa hukum yang berlaku untuk pelaku pelanggaran ?
1.2 Tujuan Penulisan
Menjelaskan kepada mahasiswa/mahasiswi agar tahu bagaimana cara sebuah korporasi betindak
sebagai pelaku pelanggaran.
2.Pembaca tahu hukum hukum yang berlaku untuk pelaku pelanggaran
BAB II
ISI
2.1 Umum
Pengertian istilah kejahatan bisnis dirumuskan oleh John.E. Conklin sebagai, Business crime is an
illegal act, punishable by a criminal sanction, which is committed by an individual or a corporation
in the course of a legitimate occupation or persuit in the industrial or commercial sector for the
purpose of obtaining money or property, avoiding the payment of money or the loss of property or
personal advantage. (1977:11-13).
.Indonesia dewasa ini sudah dilanda kriminaliatas kontemporer yang cukup mengancam lingkungan
hidup, sumber energi dan pola pola kejahatan dibidang ekonomi seperti kejahatan bank, kejahatan
computer,penipuan terhadap konsumen berupa barang barang produksi kualitas rendah yang
dikemas indah dan dijajakan lewat iklan secara besar-besaran dari hubungan pola kejahatan
korporasi / perusahaan yang beroperasi lewat penetrasi dan penyamaran bahkan melakukan kerja
sama dengan aparat keamanan. Sehingga ruang lingkup kejahatan korporasi / Perusahaan dapat
terjadi pada berbagai sektor seperti, Pertanian, Kehutanan, Perbankan, Otomotif, Elektronik,
Hiburan dan masih banyak lagi.
2.2 Penyebab Terjadinya Kejahatan Bisnis
Faktor penyebab terjadinya kejahatan bisnis meliputi 3 (tiga) hal menurut Robintan Sulaiman
(2001:8) yakni:
Kejahatan bisnis memang sudah dirancang saat bisnis tersebut dibuat, dan itu berarti ada kebutuhan
untuk itu
Kejahatan bisnis ini timbul karena adanya perkembangan bisnis yang cepat berkembang dan
menimbulkan kesempatan (opportunity) bagi pelaku. Jadi pada saat bisnis ini dibuat atau dimulai
tidak ada rencana untuk melakukan kegiatan bisnis
Kejahatan bisnis yang dilakukan oleh orang-orang di luar pelaku bisnis yang menguasai teknologi
dan dapat memanfaatkan teknologi untuk melakukan kejahatan.
Ketiga hal ini semuanya bermotif ekonomi/komersial (profit oriented) serta desakan kebutuhan
untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat adalah motif yang utama dalam
kejahatan bisnis.
2.3 Korban Kejahatan Korporasi di Dalam Dunia bisnis
Kejahatan korporasi menunjukkan bahwa kemajuan aspek aspek kehidupan juga menimbulkan
kejahatan bentuk baru yang tidak kurang bahaya dan besarnya korban yang diakibatkannya. Dalam
lingkup kejahatan korporasi, korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi tidak lagi
dapat disebut sebagai korban yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pelaku tetapi ada
hubungan atau kaitannya antara pelaku dan korban. Korban kejahatan korporasi yermasuk pihak-
pihak antara lain sebagai berikut :
Perusahaan Saingan (Competitors)
Sebagai akibat kejahatan korporasi yang melanggar hak milik intelektual, kompetisi yang tidak
sehat, praktek monopoli, tindakan merugikan perusahaan lain. Dalam menghadapi persaingan,
korporasi dihadapkan pada penemuan penemuan teknologi baru, teknik pemasaran, usaha
memperluas atau menguasai pasaran. Keadaan ini bisa menghasilkan tindakan korporasi untuk
memata-matai saingannya, meniru, memalsukan, mencari, menyuap atau mengadakan
persekongkolan mengenai harga atau daerah pemasaran.
2. Negara
Untuk mengamankan kebijakan ekonominya, pemerintah antara lain melakukannya dengan
memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru maupun melalui
penegakan yang lebih keras. Dalam menghadapi keadaan yang demikian, korporasi dapat
melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti memberikan dana kampanye
yang ilegal kepada para politisi dengan imbalan janji-janji untuk mencabut peraturan yang
merugikan korporasi atau memberikan proyekproyek tertentu, mengekspor secara ilegal, dan
sebagainya
3. Karyawan
Sebagai akibat kejahatan korporasi berupa lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak aman,
pengekangan hak untuk membentuk organisasi katyawan, tidak dipenuhinya gaji atau upah
minimum, pemutusan hubungan kerja sepihak yang melanggar hukum.
4.Konsumen
Adapun tindakan korporasi terhadap konsumen yang dapat menjurus pada kejahatan korporasi.
Misalnya advertensi / iklan yang menyesatkan, pemberian label yang dipalsukan, menjual barang-
barang yang sudah kadaluarsa, menciptakan hasil produksi yang beracun dan berbahaya, dan lain-
lain.
5. Masyarakat
Akibat dari pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, penggelapan dan penghindaran pajak.
Kerugian-kerugian yang mengakibatkan dengan terancamnya keselamatan warga akibat dari begitu
kuasanya sebuah korporasi, Misalnya sengketa lahan perusahaan yang pada awalnya kerja sama
antara perusahaan dengan warga, alhasil kenyataan dilapangan perusahaan memanfaatkan
masyarakat dengan mengambil hak lahan tanah lebih besar dari yang dijanjikan awal, seperti kasus
sengketa lahan Mesuji yang berujung pada dibunuhnya warga yang mengekang oleh aparat
keamanan yang menjaga daerah sekitar lahan pertanian.
2.4 Contoh Kasus Pelanggaran Perusahaan Dalam Menjalani Bisnis
Disini dalam contoh kasus pelanggaran suatu korporasi penulis akan mengangkat kejadian sengketa
lahan tanah di Mesuji, Bandar Lampung yang melibatkan PT Barat Selatan Makmur Investindo
(BSMI) dengan warga asli tanjung raya, kecamatan Mesuji.
Kasus ini baru naik ke permukaan media kurang lebih akhir tahun 2011, padahal awal terjadi
kronologi yang menyebabkan konflik antara warga pemilik lahan dan perusahaan yaitu PT Barat
Selatan Makmur Investindo (BSMI), sudah ada sejak tahun 1994. Kejadian ini bermula ketika pada
tahun 1994, ketika PT BSMI melakukan permohonan izin untuk permohonan izin untuk melakukan
rencana perkebunan kelapa sawit yang terletak di desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung dan Nipah
Kuning Kecamatan Mesuji Kabupaten Lampung Utara. Pada akhirnya Tanggal 18 Oktober 1994,
Badan Pertanahan Nasional Kantor Pertanahan Lampung memberikan Ijin Lokasi kepada PT. Barat
Selatan Makmur Investindo untuk keperluan perkebunan kelapa sawit dan tumpang sarinya seluas
10.000 ha kebun inti dan 7.000 ha kebun plasma terletak di desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung dan
Nipah Kuning Kecamatan Mesuji Kabupaten Lampung Utara.
PT BSMI mulai menggarap lahan pada 1994, dan pada awalnya hanya mengelola lahan inti kelapa
sawit sebesar 10.500 hektare (ha). Dalam perjalanannya, perusahaan milik warga Malaysia tersebut
melebarkan luas lahan sebanyak 7 ribu ha, yang berada di Desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung, dan
Nipah Kuning. Pada enam tahun awal, lahan plasma yang diambil alih untuk dikelola PT BSMI tidak
mendapatkan bagi hasil. Sebab, warga paham sejak penanaman bibit kelapa sawit hingga berbuah
membutuhkan waktu enam bulan.
Namun, pada awal 2000, mulai muncul gejolak dan tuntutan dari masyarakat untuk mengelola
lahan yang berstatus plasma. Tuntutan itu muncul, , karena selama 17 tahun PT BSMI mengelola
lahan adat yang diklaim tiga warga desa, masyarakat di sana tidak pernah menikmati bagi hasil atau
diizinkan mengelola lahan plasma. Yang makin membuat warga geram adalah Penambahan lahan
seluas 2.455 Ha ini dilakukan oleh PT. Barat Selatan Makmur Investindo tanpa melalui
pembebasan/ganti rugi dengan pemilik lahan.
Setelah 11 tahun berlalu terhitung bulan September 2011 masyarakat pemilik tanah, yang mendapat
perluasan daerah dari PT BSMI tidak mendapat ganti rugi yang menyebabkan warga merasa
dirugikan, pada puncaknya,insiden konflik terjadi pada 10 november 2011, Sejak September 2011
masyarakat yang merasa tanahnya diambil BSMI dan tidak pernah mendapat ganti rugi melakukan
panen kolektif secara bergilir diatas lahan plasma. Dan sebelum melakukan panen masyarakat telah
berkoordinasi dengan Polres Tulang Bawang. Seperti biasanya setiap satu minggu sekali masyarakat
melakukan panen. Petani yang memiliki kendaraan diparkir dipinggir jalan. Sekitar jam 13.00
Brimob mengambil paksa salah satu motor milik petani yang sedang diparkir dengan diseret
menggunakan truk ke markas Brimob di lokasi pabrik. Kemudian puluhan orang setelah selesai
panen, bersama-sama menuju pos jaga Brimob untuk menanyakan dan meminta dikembalikan
motor yang disita. Namun belum tiba dilokasi dan belum juga terucap kata, Brimob telah menembak
para petani yang sedang mengendarai motor menuju lokasi. Penembakan menyebabkan 6 orang
mengalami luka tembak dan 1 orang meninggal dunia. Mendapat kabar adanya korban jiwa, sekitar
500 orang dari 10 desa datang ke pos Brimob untuk melakukan perlawanan, namun karena tidak
ada lagi orang, maka pelampiasan kemarahan dilakukan dalam bentuk pembakaran mes
perkantoran dan sarana lainnya milik PT.BSMI.
Dalam insiden tersebut berikut adalah identitas korban, yang terdiri dari :
1. Zaelani (45) warga Desa Kagungan Dalam meninggal ditempat karena luka tembak dikepala yang
menembus diatas telinga,
2. Rano Karno (28) luka perut dan lengan,
3. Muslim (18) luka berat di kaki dan harus diamputasi karena tulang pecah, ,
4. Reli (32) luka tembak di bahu kanan,
5. Hirun (18) luka tembak kaki kiri,
6. Lukman (25) luka tembak kaki kiri,
7 Matahan (38) luka dikaki kiri
8. Jefi (26) luka bakar
2.5 Hukum Hukum yang Berlaku Dari Contoh Kasus
Dari contoh kasus diatas jelas PT. Barat Selatan Makmur Investindo melakukan tindakan
pelanggaran dari sisi eksploitasi tanah yang sudah keluar dari jalur, mengapa ? karena perjanjian
antara pihak perusahaan sebagai pengelola dan warga sebagai pemilik tanah tidak berjalan dengan
semestinya, bahkan sampai ada korban tewas karena tindakan membabi buta pihak aparat yang
pada kasus ini sebagai pihak keamanan sector Perkebunan kelapa sawit di 3 desa yaitu di desa
Kagungan Dalam, Sri Tanjung dan Nipah Kuning Kecamatan Mesuji Kabupaten Lampung Utara.
Dari segi hukum jelas aparat keamanan melakukan tindakan yang melanggar HAM (Hak Asasi
Manusia), karena apa kaidah hukum sebagai aparat tidak dilaksanakan oleh aparat keamanan yang
pada saaat itu bertugas mengamankan daerah perkebunan kelapa sawit terbutkti korban keganasan
aparat jatuh. Sedikitnya ada 5 orang yang menjadi korban keganasan anggota aparat keamanan yaitu
anggota brimob, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) menjelaskan lagi bahwa kasus ini masih
berlanjut dan belum ada keputusan hukum karena masih akan ditindak lanjuti perkara aparat
brimob yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Dari segi perusahaan, kalo ditinjau dari hukum ini termasuk hukum adat. Hukum adat antara warga
sebagai pemilik tanah dan perusahaan sebagai pengguna usaha dari perkebunan kelapa sawit.
Sesungguhnya, Dari perspektif Hukum Adat, hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat.
Tanah, bagi masyarakat desa manapun termasuk desa-desa tersebut, memiliki fungsi yang sangat
penting. Tanah merupakan tempat tinggal dan tempat penghidupan warga. Tanah sebagai tempat
manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Tanah sebagai tempat mereka berdiam,
tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana mereka dimakamkan dan menjadi tempat
kediaman arwah leluhurnya.
Terhadap tanah adat, masyarakat adat memiliki hak purba (hak ulayat). Hak masyarakat terhadap
tanah adat atau selanjutnya bisa disebut hak ulayat diakui secara tegas diatur di dalam Undang-
Undang No.5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Dalam pasal 3 ayat 1 disebutkan Dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-
peraturan lain yang lebih tinggi.
Dalam ketentuan pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwasanya bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dan digunakan untuk mencapai sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Selanjutnya hak menguasai dari Negara tersebut di atas , dalam
pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat
hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Dalam hal ini
masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak boleh menghalangi pemberian hak guna usaha
(HGU) yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Dalam Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 67 ayat 1 disebutkan bahwa
Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya
berhak:
melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat
adat yang bersangkutan.
melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dantidak
bertentangan dengan undang-undang.
mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat
hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Diperjelas
dalam memori penjelas undang-undang ini bahwa masyarakat hukum adat diakui keberadaannya,
jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain:
masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban
ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya
ada wilayah hukum adat yang jelas
ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaati
masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan ketentuan- ketentuan diatas, terlepas dari ada tidaknya status penetapan dari
pemerintah daerah setempat mengenai eksistensi Masyarakat Adat Mesuji, faktanya di lapangan
adalah masyarakat Mesuji telah mendiami
tanah dan mengusahakan tanah sebelum PT. BSMI datang dan mengusahakannya.
Adapun tindakan protes masyarakat Mesuji yang dilakukan tersebut pada bagian awal, semestinya
dipandang bukan sebagai bentuk upaya menghalang-halangi pemberian Hak Guna Usaha (HGU)
dari pemerintah kepada BT. BSMI. Perubahan status tanah dengan adanya peralihan pengusahaan
hutan dan HGU kepada PT.BSMI menyebabkan masyarakat kehilangan tanah dan mata pencaharian
mereka. Undang-Undang No.41tahun 1999 telah mengamanatkan agar perubahan status tersebut
tidak menyengsarakan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah bersama pihak penerima izin usaha
pemanfaatan hutan berkewajiban untuk mengupayakan kompensasi yang memadai, antara lain
dalam bentuk mata pencaharian baru dan keterlibatan dalam usaha pemanfaatan hutan di
sekitarnya untuk mewujudkan rasa keadilan dan perikemanusiaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Penjelasan diatas jelas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran PT Bumi Selatan Makmur
Investindo melakukan pelanggaran dengan mengeksploitasi hasil perkebunan dengan
meengindahkan hak-hak yang harus diterima oleh warga 3 desa Kagungan Dalam, Sri Tanjung dan
Nipah Kuning Kecamatan Mesuji Kabupaten Lampung Utara yaitu tidak dibayarnya pemebabasan
tanah yang 2,554 hektar , memang keseluruhan tanah dipegang oleh pemerintah dan PT BMSI
sebagai pengelola dan ada Hak Guna Usahanya terlalu bertindak dictator dan hanya mementingkan
kepentingan sendiri, terbukti warga sudah tidak mendapatkan hak pembebasan lahan selama
belasaan tahun juga dieksekusi secara tidak berkeperimanusiaan oleh brimob, polisi dan marinir
yang memang menjadi partner dalam menjaga keamanan perkebunan kelapa sawit di kecamatan
Mesuji.
Dan sampai sekarang belum ada keputusan hukum yang berlanjut dari episode kasus ini, kasus ini
terlah menjaring dua pelanggaran pertama pelanggaran HAM dan kedua pelanggaran perjanjian
antara perusahaan dengan warga sebagai pemilik tanah yang dipegang oleh pemerintah dan di
gunakan HAK GUNA USAHA nya oleh PTBMSI.
3.2 Saran
Diaharapkan dari kasus ini penulis berhartap bahwa yang salah tetap dihukum dan warga 3 desa di
kecamatan Mesuji lampung utara segera mendapatkan hak nya lagi untuk pembayaran pembebasan
tanah dan pengambilan hasil panen seperti sedia kala.
Rekomendasi dari Tim gabungan Pencari Fakta (TGPF) terkait konflik Mesuji antara PT BMSI dan
Warga 3 kampung daerah kecamatan Mesuji. Kepolisian secepatnya memproses kasus penembakan
terhadap warga yang dilakukan oknum polisi dan memproses pihak-pihak yang membakar dan
menjarah aset perusahaan pada peristiwa 10 November silam.
kepolisian mengaudit pelaksanaan pengamanan di PT BSMI .
melakukan penyelidikan terkait beredarnya dokumen yang menyebutkan adanya pejabat-pejabat
daerah yang diduga menyelewengkan dana ganti rugi lahan dalam rangka pembebasan lahan warga.
Badan Pertanahan Nasional segera melakukan pengukuran ulang areal hak guna usaha (HGU) yang
bermasalah serta menginventarisasi hak dan penelusuran riwayat tanah masyarakat serta
memberikan tanda bukti kepemilikan hak sesuai aturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai