Anda di halaman 1dari 12

SW4-1

POTENSI EKONOMI KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH


TETRAPAK KEMASAN PRODUK PADA SEKTOR
INFORMAL DI KOTA BANDUNG

ECONOMIC POTENTIAL OF TETRAPAK PACKAGING
WASTE RECYCLING FOR THE INFORMAL SECTOR
IN BANDUNG


Cut Raihan
1
dan Tri Padmi Damanhuri
2

Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganesa 10 Bandung
1
opheliac86@yahoo.com,
2
tripadmi@ftsl.itb.ac.id


Abstrak : Proses konsumsi menimbulkan produk sampingan berupa limbah atau sampah yang
selanjutnya akan dibuang ke lingkungan. Jika usaha daur ulang dioptimalkan kinerjanya, dan
jika masyarakat turut serta berpartisipasi dalam pemilahan dan pengumpulan sampah yang
berpotensi untuk di daur ulang, maka nilai ekonomi sampah, khususnya sampah tetrapak kemasan
produk dapat meningkat. Di Kota Bandung, kegiatan daur ulang sampah tetrapak kemasan
produk yang terjadi dimulai dari tingkat pemulung, tukang loak, lapak hingga tingkat bandar
besar. Jumlah pemulung di Kota Bandung menduduki jumlah terbesar dalam aktivitas daur ulang
sampah tetrapak kemasan produk yaitu sebesar 31% dibandingkan jumlah tukang loak 28%,
lapak 17%, bandar kecil 12% dan bandar besar 12 %. Hal ini disebabkan oleh keadaan ekonomi
yang memburuk belakangan ini sehingga memicu tumbuhnya usaha pada sektor daur ulang
sampah. Potensi ekonomi yang terdapat dalam usaha daur ulang sampah tetrapak kemasan
produk pada tiap tingkatan pelaku daur ulang berbeda-beda.Untuk tingkat pemulung, harga jual
berkisar antara Rp.200-Rp.500/kg. Untuk tingkatan tukang loak, harga beli dan jual berkisar
antara Rp.100-Rp.550/kg. Untuk tingkatan lapak harga jual dan beli berkisar antara Rp.100-
Rp.600/kg. Sedangkan untuk bandar kecil dan besar harga jual dan harga beli berkisar antara
Rp.150-Rp.650/kg. Selama ini potensi daur ulang sampah tetrapak kemasan produk tidak
dimanfaatkan secara optimal. Secara umum hambatan yang sering ditemui oleh para pelaku daur
ulang baik dari tingkat pemulung sampai bandar besar adalah rendahnya harga jual sampah
tetrapak kemasan produk serta sulitnya menemukan sampah tersebut.

Kata Kunci: potensi ekonomi, sampah tetrapak kemasan produk, daur ulang

Abstract : . Cunsumption activities raises the consumption side products such as waste or garbage
which will then be discarded to the environment. If used, recycling of product packaging tetrapak
waste can be optimalized and the economic value of product packaging tetrapak waste can be
increased. Recycling activities begin from the lowest level until the highest level. The lower level
of recycling performers can be found in a bigger number (31%) compared to the higher level
recycling agent (28%, 17%, 12% and 12%). This condition is caused by the economic situation
that has worsened in several years in recent times. Economic potention consisted in recycling
product packaging tetrapak varies in value. For pemulung, the price rate is about Rp.200,00-
Rp.500,00/kg. For tukang loak the price rate is about Rp.100,00-Rp.550,00/kg. For lapak
the price rate is about Rp.100,00-Rp.600,00/kg, and for bandar kecil and Bandar besar the
price rate is about Rp.150,00-Rp.650,00/kg. We can conclude that the economic value in
recycling product packaging tetrapak is quite promising. Generally, the obstruction met by the
recycling performers are the low selling price of product packaging tetrapak waste and the
difficulty of finding the waste.

Key Words : economic potention, product packaging tetrapak waste, recycling



SW4-2

PENDAHULUAN

Dewasa ini, volume sampah di Kota Bandung mengalami kenaikan.
Berdasarkan data dari PD. Kebersihan pada tahun 2008, jumlah penduduk Kota
Bandung 2.296.848 jiwa, maka volume sampah domestik Kota Bandung adalah
sebesar 7500 m
3
per hari. Jumlah sampah yang terangkut ke TPA oleh pihak PD
Kebersihan hanya mencapai sekitar 60% saja. Hal ini dapat mengganggu kondisi
kesehatan lingkungan karena sampah yang menumpuk dan tidak terangkut. Maka
usaha daur ulang merupakan salah satu usaha strategis untuk mengatasi masalah
ini.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat,
pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan, urbanisasi, dan industrialisasi
menyebabkan tingginya jumlah timbulan sampah dan menghasilkan sampah
dengan jenis yang beragam (Narayana, 2009). Salah satu jenis sampah tersebut
adalah sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam
seperti kaleng besi, kaleng aluminium, botol kaca, kemasan plastik, kemasan
kertas, dan kemasan kertas aluminium (Hsu et al., 2002).
Tidak adanya usaha pemisahan sampah mulai dari sumber merupakan
salah satu hal yang menyebabkan menurunnya ataupun menghilangnya potensi
daur ulang sampah. Dengan demikian, volume sampah yang masuk ke TPA tiap
harinya menjadi besar. Pemisahan sampah biasanya dilakukan hanya oleh sektor
informal seperti pemulung, tukang loak, lapak serta bandar. Mereka
mengumpulkan sampah yang dianggap masih memiliki potensi daur ulang.
Kegiatan ini hanya dapat mereduksi sampah dalam jumlah yang kurang signifikan
karena kurangnya perhatian pihak pengelola kota.
Terdapat potensi ekonomi yang cukup besar pada sektor usaha daur ulang
kertas, plastik, logam, dll. Namun hingga saat ini belum banyak pihak yang mau
berusaha dalam sektor ini. Dalam makalah ini akan disajikan potensi ekonomi
yang belum dimanfaatkan secara optimal dari sampah, khususnya sampah
kemasan yaitu sampah tetrapak kemasan produk di Kota Bandung ini beserta
dengan beberapa hal lain yang berkenaan dengan sektor informal daur ulang
sampah tetrapak kemasan produk ini.
Daur ulang sampah merupakan salah satu strategi dalam upaya
pengelolaan sampah kota berkelanjutan. Terdapat banyak alasan yang
melatarbelakangi penerapan kegiatan daur ulang sampah baik di negara maju
maupun negara berkembang (Bolaane, 2006). Daur ulang merupakan upaya
kesadaran lingkungan dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam
kegiatan pengelolaan sampah (Nas et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian para
ahli, kegiatan daur ulang dapat mereduksi jumlah total timbulan sampah yang
ditimbun dalam tanah dan merupakan salah satu upaya konservasi sumber daya
alam (Bolaane, 2006).
Kegiatan daur ulang tidak terlepas dari peranan para pelaku daur ulang
sektor informal. Pengelola sampah sektor informal umumnya berskala kecil,
termasuk usaha padat karya, tidak memiliki hak ijin usaha, dan teknologi yang
diaplikasikan pun masih sederhana (Wilson et al., 2006).



SW4-3

METODOLOGI

Metode yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan
melakukan survey lapangan serta obervasi dan wawancara pada pelaku daur ulang
di Kota Bandung. Data lapangan (survey), meliputi kegiatan pemulungan dan daur
ulang sampah tetrapak kemasan produk (sektor informal) di tingkat pemulung
hingga bandar besar. Survey ini dilakukan dalam periode bulan Oktober-
Desember 2009 di Kota Bandung, secara menyebar dan acak. Observasi dan
wawancara dilakukan pada tiap pelaku daur ulang yang ditemui pada saat survey
dengan tujuan melihat kondisi eksisting kegiatan daur ulang di Kota Bandung.
Survey dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang meliputi data-data
sbb. :
1. Identitas responden
2. Kegiatan pengumpulan barang:
Lama operasi
Lokasi operasi
Sumber penerimaan barang
Kegiatan yang dilakukan terhadap barang daur ulang
Jenis barang yang diperjual-belikan
Tujuan penjualan barang
Periode penjualan dan pembelian barang
Besarnya massa perdagangan sampah tetrapak kemasan produk
Nilai ekonomi (harga) dalam usaha jual-beli

Data sekunder yang dibutuhkan adalah data persebaran jumlah TPS dan
TPA di Bandung (didapat dari PD. Kebersihan), serta jumlah pelaku daur ulang
eksisting Kota Bandung (didapat dari beberapa laporan tugas akhir ITB).
Perhitungan dan pengolahan data meliputi pengolahan data primer hasil
survey pelaku daur ulang mulai dari tingkatan pemulung dan tukang loak hingga
tingkat bandar besar untuk mengetahui potensi ekonomi sampah tetrapak kemasan
produk yang belum termanfaatkan secara optimal di wilayah studi Kota Bandung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampah tetrapak kemasan produk merupakan jenis sampah yang unik
karena tidak dapat dikelompokkan menjadi sampah organik ataupun sampah non-
organik. Komposisi kertas (karton) yang mencapai 74% menyebabkan sampah ini
sering dianggap sebagai organik. Namun, 26% sisanya merupakan bahan non-
organik yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Selama ini para pelaku
daur ulang jarang yang mengumpulkan sampah jenis ini dengan alasan harga jual
kembali yang sangat murah bahkan terkadang tidak laku dan sulitnya menemukan
sampah jenis ini di sumber. Mereka biasanya menggabungkan sampah tetrapak ke
dalam sampah kertas khususnya duplex hanya untuk menambah massa dari
duplex itu sendiri. Akan tetapi, jika dilihat dari komponen penyusun tetrapak itu
sendiri, seharusnya penanganannya atau proses daur ulang tetrapak berbeda
dengan jenis kertas lainnya, karena terdapat lapisan polietilen (21%) dan

SW4-4

aluminium (5%) di dalam kemasan tetrapak. Oleh karena itu, perlu penanganan
khusus untuk sampah kemasan tetrapak tersebut.
Proses daur ulang sampah tetrapak kemasan produk di Kota Bandung
didominasi oleh sektor informal yang terdiri dari : Pemulung, Tukang loak, Lapak
serta Bandar Kecil dan Bandar Besar. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.











Gambar 1 Tingkatan pelaku daur ulang di Kota Bandung
Pemulung akan menjual barang daur ulang ke pihak tukang loak sebagai
mata rantai berikutnya dalam perjalanan sampah untuk didaur ulang. Pihak tukang
loak akan menjual barang pada pihak lapak. Pihak lapak akan menjual barangnya
kepada pihak bandar kecil dan bandar besar. Bandar besar adalah penampung
terakhir yang menjual barangnya ke pabrik atau industri daur ulang. Sumber
penerimaan tiap pelaku bervariasi. Ada bandar besar yang hanya menerima
pembelian dengan batasan berat minimal, namun ada juga yang menerima dari
pelaku individu, loak maupun lapak. Barang-barang ini dapat diolah menjadi
barang yang sama ataupun sebagai bahan baku primer ataupun sekunder untuk
pembuatan barang lainnya.
Tidak semua pelaku daur ulang membeli dan menjual sampah tetrapak
kemasan produk. Dari 164 pelaku daur ulang yang disurvey yaitu terdiri dari 52
pemulung, 52 tukang loak, 30 lapak, dan 30 bandar, mayoritas mengumpulkan
jenis sampah tetrapak ini, namun selebihnya memilih untuk mengumpulkan
rongsokan lain selain kemasan tetrapak. Proporsi jumlah pelaku daur ulang mulai
dari tingkat pemulung hingga tingkat bandar besar yang akan menyalurkan barang
ke pihak pabrik cukup bervariasi. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan
dengan 164 sampel, diketahui bahwa perbandingan jumlah pelaku daur ulang
yang beraktivitas mengumpulkan sampah tetrapak kemasan produk di Kota
Bandung adalah pemulung sebanyak 38 pelaku (31%), tukang loak sebanyak 34
pelaku (28%), lapak sebanyak 21 pelaku (17%), bandar kecil sebanyak 14 pelaku
(12%), dan bandar besar sebanyak 14 pelaku (12%). Dapat disimpulkan bahwa
proporsi terbanyak pelaku daur ulang adalah pada pemulung dan tukang loak. Hal
ini dapat dikarenakan oleh keadaan ekonomi yang memburuk pada beberapa
tahun belakangan ini sehingga banyak orang memulai usahanya di bidang
persampahan. Kondisi proporsi ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Bandar Besar
Bandar Kecil
Lapak
Tukang Loak
Pemulung



Gambar 2 Persentase jumlah
sampah

Usaha daur ulang sampah terutama sampah kertas di Kota Bandung
menurut hasil survey sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Pelaku daur ulang yang
berumur lebih besar dari 20 tahun didominasi oleh bandar besar yang kemudian
diikuti oleh lapak dan bandar kecil. Hal ini dikarenakan untuk membangun usaha
daur ulang, makin tinggi tingkatan usahanya makin besar pula
diperlukan. Banyaknya lapak yang baru mulai
oleh keadaan ekonomi yang semakin tidak menentu belakangan ini dan tinggi
tingkat pengangguran karena
berbagai pihak. Berdasarkan sumber dari Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung,
jumlah pengangguran akibat PHK bertambah sekitar 2000 orang tiap tahunnya.
Sektor persampahan ini mungkin dianggap sebagai salah satu sektor yang cukup
dapat diandalkan karena setiap hari masyarakat menghasilkan sampah dan
sebagian besar sampah ini masih me
memulai usaha ini tidak dibutuhkan modal yang terlalu besar dan perputaran uang
yang terjadi didalamnya pun cukup cepat. Namun kegiatan pengumpulan sampah
ini memerlukan pengetahuan yang cukup, khususnya mengenai
dan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya.
operasi pada pelaku daur ulang yaitu lapak, bandar kecil dan bandar besar.

Gambar 3 Lama operasi pelaku daur ulang sampah
di Kota Bandung sampai tahun 2009
Lapak (n=21)
17%
Bandar kecil
(n=14)
12%
Bandar besar
(n=14)
12%
12
8
2
2
4
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Lapak
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

SW4-5
Persentase jumlah pelaku sektor informal yang mengumpulkan
sampah tetrapak kemasan produk
Usaha daur ulang sampah terutama sampah kertas di Kota Bandung
menurut hasil survey sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Pelaku daur ulang yang
ari 20 tahun didominasi oleh bandar besar yang kemudian
diikuti oleh lapak dan bandar kecil. Hal ini dikarenakan untuk membangun usaha
daur ulang, makin tinggi tingkatan usahanya makin besar pula networking
Banyaknya lapak yang baru mulai beroperasi ini bisa dikarenakan
oleh keadaan ekonomi yang semakin tidak menentu belakangan ini dan tinggi
tingkat pengangguran karena pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
Berdasarkan sumber dari Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung,
umlah pengangguran akibat PHK bertambah sekitar 2000 orang tiap tahunnya.
Sektor persampahan ini mungkin dianggap sebagai salah satu sektor yang cukup
dapat diandalkan karena setiap hari masyarakat menghasilkan sampah dan
sebagian besar sampah ini masih memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Untuk
memulai usaha ini tidak dibutuhkan modal yang terlalu besar dan perputaran uang
yang terjadi didalamnya pun cukup cepat. Namun kegiatan pengumpulan sampah
ini memerlukan pengetahuan yang cukup, khususnya mengenai jenis-jenis sampah
dan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya. Pada Gambar 3 ditunjukkan lama
operasi pada pelaku daur ulang yaitu lapak, bandar kecil dan bandar besar.
Lama operasi pelaku daur ulang sampah tetrapak kemasan produk
di Kota Bandung sampai tahun 2009
Pemulung (n=38)
31%
Tukang Loak
(n=34)
28%
Bandar besar
Pemulung (n=38)
Tukang Loak (n=34)
Lapak (n=21)
Bandar kecil (n=14)
Bandar besar (n=14)
12
7
2
8
3
5
2
2
3
2
1
1
4
1
3
Lapak Bandar Kecil Bandar Besar
Status
20 tahun
15-19 tahun
10-14 tahun
5-9 tahun
0-4 tahun

formal yang mengumpulkan
Usaha daur ulang sampah terutama sampah kertas di Kota Bandung
menurut hasil survey sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Pelaku daur ulang yang
ari 20 tahun didominasi oleh bandar besar yang kemudian
diikuti oleh lapak dan bandar kecil. Hal ini dikarenakan untuk membangun usaha
networking yang
beroperasi ini bisa dikarenakan
oleh keadaan ekonomi yang semakin tidak menentu belakangan ini dan tingginya
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
Berdasarkan sumber dari Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung,
umlah pengangguran akibat PHK bertambah sekitar 2000 orang tiap tahunnya.
Sektor persampahan ini mungkin dianggap sebagai salah satu sektor yang cukup
dapat diandalkan karena setiap hari masyarakat menghasilkan sampah dan
miliki nilai jual yang cukup tinggi. Untuk
memulai usaha ini tidak dibutuhkan modal yang terlalu besar dan perputaran uang
yang terjadi didalamnya pun cukup cepat. Namun kegiatan pengumpulan sampah
jenis sampah
ditunjukkan lama
operasi pada pelaku daur ulang yaitu lapak, bandar kecil dan bandar besar.

kemasan produk
Pemulung (n=38)
Tukang Loak (n=34)
Lapak (n=21)
Bandar kecil (n=14)
Bandar besar (n=14)
20 tahun
19 tahun
14 tahun
9 tahun
4 tahun


Pada pelaku daur ulang yang lain yaitu pemulung dan tukang loak waktu
operasi mereka didasarkan pada jam kerja yang dijalani tiap hari. Tidak terdapat
perbedaan yang mencolok antara keduanya. Walaupun diset
kerja ini, jumlah pemulung lebih besar daripada tukang loak. Perbedaan jumlah
ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, pemulung dalam mencari barang
daur ulang hanya bermodalkan karung sedangkan tukang loak bermodalkan
gerobak yang memiliki daya tampung lebih besar
masing tingkatan pelaku daur ulang
dilihat pada Gambar 4.
Gambar
Terdapat berbagai
warna, buku atau majalah, dan kertas pembungkus
yang paling besar ditemukan pada lapak, bandar kecil, dan bandar b
jenis karton warna. Hal ini dikarenakan sum
berbeda-beda pada tiap tingkatan pelaku daur ulang
dan Gambar 5 menunjukkan jumlah massa dan persentase kertas duplex yang
dikumpulkan di tiap tingkat pelaku daur ulang.

Tabel 1 Jumlah massa kertas duplex yang dikumpulkan
Jenis kertas duplex
Tetrapak
Karton warna
Arsip warna
Buku/majalah
lainnya
TOTAL



3
6
2
0 5
0-5 jam
6-12 jam
> 12 jam
arsip warna
12%
buku/
majalah
21%

SW4-6
Pada pelaku daur ulang yang lain yaitu pemulung dan tukang loak waktu
operasi mereka didasarkan pada jam kerja yang dijalani tiap hari. Tidak terdapat
perbedaan yang mencolok antara keduanya. Walaupun disetiap rentang waktu jam
kerja ini, jumlah pemulung lebih besar daripada tukang loak. Perbedaan jumlah
ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, pemulung dalam mencari barang
daur ulang hanya bermodalkan karung sedangkan tukang loak bermodalkan
yang memiliki daya tampung lebih besar. Lama operasi untuk masing
masing tingkatan pelaku daur ulang sampah tetrapak kemasan produk

Gambar 4 Jam kerja pemulung dan tukang loak

Terdapat berbagai jenis kertas duplex, seperti tetrapak, karton warna, arsip
warna, buku atau majalah, dan kertas pembungkus. Kertas duplex dengan massa
ditemukan pada lapak, bandar kecil, dan bandar b
Hal ini dikarenakan sumber penerimaan sampah kertas yang
beda pada tiap tingkatan pelaku daur ulang di Kota Bandung.
menunjukkan jumlah massa dan persentase kertas duplex yang
dikumpulkan di tiap tingkat pelaku daur ulang.
Jumlah massa kertas duplex yang dikumpulkan
Jumlah massa kertas duplex (kg/hari)
Lapak Bandar kecil Bandar besar
127.8 241.25 728.5
1039.5 1167.1 3025
224.1 184.9 1679.5
394.8 363.25 1093.5
81.8 148.5 873.5
1868 2105 7400
a. Lapak
8
44
6
41
10 15 20 25 30 35 40 45
tukang loak pemulung
tetrapak
7%
karton warna
56%
arsip warna
buku/
majalah
21%
lainnya
4%
tetrapak
karton warna
arsip warna
buku/majalah
lainnya
Pada pelaku daur ulang yang lain yaitu pemulung dan tukang loak waktu
operasi mereka didasarkan pada jam kerja yang dijalani tiap hari. Tidak terdapat
iap rentang waktu jam
kerja ini, jumlah pemulung lebih besar daripada tukang loak. Perbedaan jumlah
ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, pemulung dalam mencari barang
daur ulang hanya bermodalkan karung sedangkan tukang loak bermodalkan
Lama operasi untuk masing-
sampah tetrapak kemasan produk dapat

karton warna, arsip
dengan massa
ditemukan pada lapak, bandar kecil, dan bandar besar adalah
penerimaan sampah kertas yang
di Kota Bandung. Tabel 1
menunjukkan jumlah massa dan persentase kertas duplex yang
Jumlah massa kertas duplex (kg/hari)
Bandar besar
728.5
3025
1679.5
1093.5
873.5
7400
50



b. Bandar Kecil

Gambar 5

Pelaku daur ulang khususnya pemulung dan tukang loak memiliki
kerjanya masing-masing. Mereka tersebar diseluruh kecamatan Kota Bandung.
Seringkali mereka mencari rongsokan sampai ke daerah yang jauh dari kecamatan
tempat tinggalnya. Karena hal inilah sangat sulit mendapatkan data jumlah
pemulung yang pasti di Kota Bandung. Berdasarkan asumsi jumlah pemulung 12
orang setiap TPS (Damanhuri,
tetrapak dan kertas duplex yang dikumpulkan oleh pemulung
tukang loak belum ada data pasti sampai saat ini. Mak
digunakan jumlah tukang loak
Gambar 6 dan Gambar
Gambar 6 Komposisi duplex dan tetrapak yang diambil oleh pemulung tiap
Gambar 7 Komposisi
tetrapak
12%
karton
warna
55%
arsip
warna
9%
buku/
majalah
17%
lainnya
7%
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
J
u
m
l
a
h

m
a
s
s
a

(
K
g
.
/
h
a
r
i
)
0
50
100
150
200
250
J
u
m
l
a
h

m
a
s
s
a

(
K
g
.
/
h
a
r
i
)

SW4-7

Bandar Kecil c. Bandar Besar
Persentase kertas duplex yang dikumpulkan
Pelaku daur ulang khususnya pemulung dan tukang loak memiliki
masing. Mereka tersebar diseluruh kecamatan Kota Bandung.
Seringkali mereka mencari rongsokan sampai ke daerah yang jauh dari kecamatan
tempat tinggalnya. Karena hal inilah sangat sulit mendapatkan data jumlah
Kota Bandung. Berdasarkan asumsi jumlah pemulung 12
Damanhuri, 2005), maka dapat dilakukan perhitungan
tetrapak dan kertas duplex yang dikumpulkan oleh pemulung. Sedangkan untuk
ada data pasti sampai saat ini. Maka untuk makalah
digunakan jumlah tukang loak 5 orang tiap kecamatan saja. Terlihat pada
Gambar 7.
Komposisi duplex dan tetrapak yang diambil oleh pemulung tiap
kecamatan
Komposisi duplex dan tetrapak yang diambil oleh tukang loak
kecamatan
karton
warna
55%
tetrapak
karton warna
arsip warna
buku/majalah
lainnya
tetrapak
10%
karton
warna
41%
arsip
warna
22%
buku/
majalah
15%
lainnya
12%
Kecamatan
jumlah tetrapak terambil
jumlah duplex terambil
Kecamatan
jumlah tetrapak terambil
jumlah duplex terambil

Bandar Besar
Pelaku daur ulang khususnya pemulung dan tukang loak memiliki daerah
masing. Mereka tersebar diseluruh kecamatan Kota Bandung.
Seringkali mereka mencari rongsokan sampai ke daerah yang jauh dari kecamatan
tempat tinggalnya. Karena hal inilah sangat sulit mendapatkan data jumlah
Kota Bandung. Berdasarkan asumsi jumlah pemulung 12
2005), maka dapat dilakukan perhitungan jumlah
dangkan untuk
makalah ini,
orang tiap kecamatan saja. Terlihat pada
Komposisi duplex dan tetrapak yang diambil oleh pemulung tiap
tukang loak tiap
tetrapak
karton warna
arsip warna
buku/majalah
lainnya
jumlah tetrapak terambil
jumlah duplex terambil
jumlah tetrapak terambil
jumlah duplex terambil

SW4-8

Tiap pelaku pasar daur ulang dari pemulung, tukang loak sampai bandar
besar memiliki tingkatan harga pembelian dan penjualan yang berbeda-beda.
Tingkatan harga ini jika dimulai dengan harga terendah sampai harga tertinggi
yaitu pemulung, tukang loak, lapak, bandar kecil, dan bandar besar
Untuk tingkat pemulung, harga beli tidak ada karena pemulung hanya
mengambil sampah dan jarang membeli. Sedangkan tukang loak tidak mengambil
sampah, melainkan membeli dari perumahan, kantor dan sebagainya. Agar lebih
jelas, dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 yang menunjukkan kisaran dan rata-
rata harga beli dan jual untuk sampah tetrapak kemasan produk pada pelaku daur
ulang di Kota Bandung.

Tabel 2 Kisaran harga beli-jual sampah tetrapak kemasan produk
No.
Pelaku Daur
Ulang
Harga Beli Kertas
Duplex
Harga Jual Kertas
Duplex
1 Pemulung Rp. 0,00 Rp. 200,00 Rp. 500,00
2 Tukang Loak Rp. 100,00 Rp. 300,00 Rp. 200,00 Rp. 550,00
3 Lapak Rp. 100,00 Rp. 400,00 Rp. 200,00 Rp. 600,00
4 Bandar Kecil Rp. 150,00 Rp. 400,00 Rp. 250,00 Rp. 500,00
5 Bandar Besar Rp. 200,00 Rp. 400,00 Rp. 300,00 Rp. 650,00
Survey mewakili 164 pelaku daur ulang di Kota Bandung

Tabel 3 Rata-rata harga beli-jual sampah tetrapak kemasan produk
No.
Pelaku Daur
Ulang
Harga Beli Kertas
Duplex
Harga Jual Kertas
Duplex
1 Pemulung Rp. 0,00 Rp. 295,00
2 Tukang Loak Rp. 208,00 Rp. 303,00
3 Lapak Rp. 270,00 Rp. 398,00
4 Bandar Kecil Rp. 264,00 Rp. 380,00
5 Bandar Besar Rp. 296,00 Rp. 450,00
Survey mewakili 164 pelaku daur ulang di Kota Bandung

Perbedaan tingkat harga beli-jual ini juga dapat dilihat pada Gambar 8
yaitu grafik yang menunjukkan tingkatan harga jual-beli antara bandar besar
besar, bandar kecil, dan lapak. Pada grafik ini dapat diketahui bahwa secara
umum tingkat harga beli-jual bandar besar adalah yang tertinggi, selanjutnya
diikuti oleh bandar kecil dan lapak. Harga beli-jual kertas duplex pada umumnya
memiliki tingkatan yang sesuai dengan trend tersebut, namun kondisi ini dapat
mengalami perubahan, bergantung pada beberapa faktor, diantaranya lokasi usaha
dan tujuan penjualan, kegiatan yang dilakukan oleh pelaku, dll. Harga beli-jual
kertas duplex bisa juga berubah hingga harga beli-jual lapak melebihi harga jual-
beli bandar. Hal ini bisa dikarenakan harga beli-jual sedang naik-turun. Jadi bisa
saja ketika survey hari ke sekian, harga yang ada sudah berbeda, jadi jika harga
beli-jual suatu lapak ketika survey melebihi harga jual-beli rata-rata bandar kecil,
ini berarti keadaan ekonomi saat itu sedang baik sehingga semua harga rongsokan
pada hari itu mengalami kenaikan disemua tingkat pasar pelaku daur ulang, tidak
hanya lapak yang disurvey saat itu. Karena itulah, harga tiap rongsokan bisa
berubah setiap harinya.


SW4-9



Gambar 8 Fluktuasi harga beli-jual pelaku daur ulang sampah tetrapak kemasan
produk di Kota Bandung

Selisih nilai harga jual dan harga beli dapat dikonversi menjadi nilai
keuntungan bagi pelaku daur ulang sampah tetrapak kemasan produk. Estimasi
pendapatan setiap harinya didapat dengan mengalikan jumlah massa sampah
kemasan tetrapak dengan keuntungan yang diperoleh untuk setiap kilogram
sampah kemasan tetrapak. Dari setiap pelaku daur ulang, dapat dihitung
keuntungan dan pendapatan yang didapatkan dari kegiatan pembelian dan
penjualan sampah tetrapak kemasan produk. Keuntungan dan pendapatan pelaku
daur ulang tergantung pada beberapa hal, antara lain waktu kerja/operasi,
komposisi jenis sampah yang diperdagangkan serta status dari pelaku itu sendiri.
Pemulung memiliki keuntungan yang paling besar, karena tidak
memerlukan modal awal dalam pencarian barang rongsokan.Pendapatan harian
pemulung dipengaruhi oleh jam kerja, ketersediaan sampah pada daerah yang
mereka lewati, ada atau tidaknya acara (misalnya acara pernikahan, pesta).
Berdasarkan hasil survey terhadap 52 pemulung di Kota Bandung,
diketahui rata-rata penghasilan yang didapat dari penjualan sampah tetrapak
kemasan produk adalah Rp.4.071,00 per hari, dan kisaran pendapatan ke-52
pemulung yang disurvey antara Rp.250,00Rp.12.250,00 per hari. Gambar 9
memperlihatkan pendapatan yang didapat oleh pemulung tiap harinya berdasarkan
hasil survey.

Gambar 9 Pendapatan harian pemulung
0
100
200
300
400
500
600
700
0 100 200 300 400 500
H
a
r
g
a

J
u
a
l

(
R
p
)
Harga Beli (Rp)
Lapak
Bandar kecil
Bandar besar
Linear (Lapak)
Linear (Bandar kecil)
Linear (Bandar besar)
Rp.0-
Rp.2.500,00
33%
Rp.2.501,00-
Rp.5.000,00
41%
Rp.5.001,00-
Rp.7.500,00
19%
Rp.7.501,00-
Rp.10.000,00
5%
> Rp.10.000,00
2%
Rp.0-Rp.2.500,00
Rp.2.501,00-Rp.5.000,00
Rp.5.001,00-Rp.7.500,00
Rp.7.501,00-Rp.10.000,00
> Rp.10.000,00

SW4-10

Pendapatan harian tukang loak sedikit berbeda dari pemulung. Tukang
loak harus memiliki modal awal untuk membeli gerobak atau roda. Beberapa
tukang loak yang ditemui mengaku bahwa mereka mempunyai pelanggan tetap
dalam meyuplai barang. Biasanya pelanggan ini mau memberi keringanan pada
tukang loak untuk membayar sebagian dari sampah yang dibeli, dengan catatan
setelah tukang loak menjual barang dagangannya, ia melunasi sebagian
pembayaran yang tertunda. Transaksi seperti ini hanya terjadi jika antar penjual
barang dengan tukang loak telah terjalin kepercayaan.
Berdasarkan hasil survey terhadap 52 tukang loak di Kota Bandung,
diketahui rata-rata penghasilan yang didapat dari penjualan sampah tetrapak
kemasan produk adalah Rp.3.309,00 per hari, dan kisaran pendapatan ke-52
tukang loak yang disurvey antara Rp.250,00Rp.15.250,00 per hari. Gambar 10
memperlihatkan pendapatan yang didapat oleh tukang loak tiap harinya
berdasarkan hasil survey.


Gambar 10 Pendapatan harian tukang loak

Margin keuntungan untuk bandar lebih besar dibandingkan dengan margin
keuntungan yang diperoleh pihak lapak. Perubahan harga ini ditentukan oleh
pabrik. Faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga rongsokan dari pabrik
adalah faktor permintaan konsumen akan barang olahan pabrik tersebut. Jika
permintaan konsumen sedang tinggi, pabrik memerlukan banyak rongsokan untuk
diolah menjadi bahan baku yang selanjutnya diolah menjadi kertas baru untuk
memenuhi kebutuhan pasar tersebut, sehingga harga rongsokan bisa naik.
Sebaliknya, jika permintaan konsumen turun, pabrik jadi tidak memerlukan
banyak rongsokan, sehingga harga turun. Kegiatan perdagangan kertas duplex
daur ulang ini juga dipengaruhi oleh pembangunan ekonomi dalam negeri itu
sendiri. Bila kegiatan pembangunan ekonomi menurun, maka produksi,
pendapatan, tabungan, dan investasi akan turun. Kegiatan perusahaan berkurang.
Arus barang dan jasa berkurang. Sehingga menyebabkan kegiatan perdagangan
berkurang, termasuk kegiatan perdagangan bahan potensial daur ulang. Gambar
11 memperlihatkan pendapatan perhari pada lapak, bandar kecil, dan bandar besar
berdasarkan hasil survey di Kota Bandung.

Rp.0-Rp.4.000,00
82%
Rp.4.001,00-
Rp.8.000,00
12%
Rp.8.001,00-
Rp.12.000,00
2%
Rp.12.001,00-
Rp.14.000,00
2%
> Rp.14.000,00
2%
Rp.0-Rp.4.000,00
Rp.4.001,00-Rp.8.000,00
Rp.8.001,00-Rp.12.000,00
Rp.12.001,00-Rp.14.000,00
> Rp.14.000,00

SW4-11


Gambar 11 Perbandingan tingkat pendapatan pelaku daur ulang sampah tetrapak
kemasan produk di Kota Bandung


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari observasi dan wawancara terhadap
164 pelaku daur ulang, maka disimpulkan bahwa Kota Bandung terdapat potensi
ekonomi daur ulang untuk sektor informal. Aliran daur ulang sampah tetrapak
kemasan produk yaitu pemulung-tukang loak-lapak-bandar kecil-bandar besar.
Tetapi aliran ini tidak baku, artinya pemulung/tukang loak bisa langsung menjual
rongsokannya ke bandar kecil/bandar besar. Proporsi terbanyak pelaku daur ulang
adalah pada tingkat pemulung sebanyak 38 pelaku (31%), dan selanjutnya tukang
loak sebanyak 34 pelaku (28%), lapak sebanyak 21 pelaku (17%), bandar kecil
sebanyak 14 pelaku (12%), dan bandar besar sebanyak 14 pelaku (12%). Hal ini
dapat dikarenakan oleh keadaan ekonomi yang memburuk sehingga banyak orang
memulai usahanya sebagai pemulung dan tukang loak karena modal yang
dibutuhkan cenderung lebih sedikit dibanding modal yang dibutuhkan untuk
menjadi bandar besar. Bandar besar memiliki umur operasi yang lebih panjang
dibanding bandar kecil ataupun lapak. Bandar besar memiliki tingkat pendapatan
tertinggi. Hal ini disebabkan besarnya kuantitas jual-beli yang dilakukannya dan
juga tingkat harga jual-beli yang lebih tinggi dibanding pelaku daur ulang pada
tingkatan di bawahnya. Harga jual-beli sampah tetrapak kemasan produk di tiap
pelaku daur ulang bisa berubah-ubah. Perubahan harga ini ditentukan oleh pabrik.
Faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga rongsokan dari pabrik adalah
faktor permintaan konsumen akan barang olahan pabrik tersebut. Jika permintaan
konsumen tinggi, harga rongsokan bisa naik. Sebaliknya, jika permintaan
konsumen turun, pabrik jadi tidak memerlukan banyak rongsokan, sehingga harga
turun. Faktor lainnya yang turut mempengaruhi tingkat harga ini adalah musim.
26
10
7
2
3
0
0 0
2
0 0
5
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
lapak (n=21) bandar kecil (n=14) bandar besar (n=14)
P
e
r
s
e
n
t
a
s
e
Status
>Rp.100.000,00
Rp.75.001,00-Rp.100.000,00
Rp.50.001,00-Rp.75.000,00
Rp.25.001,00-Rp.50.000,00
Rp.0-Rp.25.000,00

SW4-12

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh Program Hibah Kompetisi Institusi (PHKI)
ITB.

DAFTAR PUSTAKA

Bolaane, B., 2006. Constraints to Promoting People Centred Approaches in
Recycling. Habitat International 30, 731740.
Damanhuri, E., dan Padmi, T., 2008. Pengelolaan Sampah. Bandung: Teknik
Lingkungan, ITB.
Faramita, Nadia. 2007. Analisa Material Sampah Berpotensi Daur Ulang di Kota
Bandung. Bandung : Laporan Tugas Akhir, Program Studi Teknik
Lingkungan, ITB
Hsu, E., Kuo, C., 2002. Household Solid Waste Recycling Induced Production
Values and Employment Opportunities in Taiwan. Journal of Minerals &
Materials Characterization & Engineering, Vol. 1, No.2, 121-129.
Narayana, T., 2009. Municipal Solid Waste Management in India: From Waste
Disposal to Recovery of Resources. Journal of Waste Management 29,
11631166.
Nas, Peter J. M., Jaffe, R., 2004. Informal Waste Management: Shifting The Focus
from Problem to Potential. Environment, Development and Sustainability
6, 337353
Tchobanoglous, G., Theisen, H., dan Vigil, Samuel A. (1993). Integrated Solid
Waste Management. Engineering Principles and Management Issues.
Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Wilson, David C., Velis, C., Cheeseman, C., 2006. Role of Informal Sector
Recycling in Waste Management in Developing Countries. Habitat
International 30, 797808.

Anda mungkin juga menyukai