Anda di halaman 1dari 11

Pembangunan Kepariwisataan Sumatera Barat:

Pengembangan Potensi Wisata Budaya1


Oleh Shofwan Karim Elha2

I. Pendahuluan
Berkembangnya strategi multi-track diplomacy atau total diplomacy telah
memberikan pengaruh signifikan bagi hubungan antarbangsa. Jika dulu fungsi fungsi
diplomasi dan diplomasi itu sendiri hanya dapat dilakukan oleh Negara, maka saat ini
diplomasi dapat dilakukan oleh publik sebagai non state actor seperti Multi National
Coorporation/Trans National Coorporation (MNC/TNC), Non Governmental
Organization (NGO), Pemerintah Daerah, kalangan bisnis, masyarakat dan perorangan
atau individu..
Tidak terkecuali dengan apa yang terjadi di Indonesia. Aktor-aktor non-negara
juga bermunculan sebagai respon penyikapan fenomena baru hubungan internasional.
Salah satu aktor non-negara yang sangat aktif ialah Pemerintah Daerah. Terlepas dari
perubahan paradigma pasca Perang Dingin dalam hubungan internasional, reformasi
domestik yang tercermin dalam otonomi daerah memainkan peranan yang sangat penting
dalam membuka peluang kerjasama antara Pemerintah Daerah, tentu saja, dalam konteks
hubungan internasional. UU Otonomi Daerah yang mengatur pasal Hubungan Luar
Negeri secara eksplisit menjelaskan kewenangan apa saja yang dapat dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dalam membuka hubungan luar negeri. Jika kita interpretasikan UU
tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia sebenarnya memberikan lahan yang cukup
luas kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan upaya multi-track diplomacy.
Salah satu item penting yang terdapat dalam multitrack diplomacy ialah
Diplomasi Kebudayaan. Diplomasi kebudayaan sangat populer di awal tahun 1990-an
yang dirintis dan dikembangkan sebelumnya oleh Menlu RI Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja. Melalui diplomasi kebudayaan ingin ditanamkan, dikembangkan dan
dimantapkan citra Indonesia sebagai negara bangsa yang berkepribadian luhur dan
berkebudayaan tinggi. Studi tim Universitas Udayana mengungkapkan diplomasi
kebudayaan pada waktu itu berdampak sangat signifikan terhadap peningkatan
pariwisata, industri, perdagangan, investasi, pendidikan, dan pelaksanaan politik luar
negeri.3
Revitalisasi diplomasi kebudayaan dapat diakselerasi kembali sebagai program
nasional yang ditunjang oleh beberapa daerah dalam tumpuan konsep Bhineka Tunggal
Ika Indonesia. Diplomasi kebudayaan mampu dilaksanakan secara sinergis antara
Departemen Budpar, Deplu, Departemen Perdagangan dan Departemen lainnya dengan
melibatkan kantor kedutaan besar serta didukung oleh propinsi-propinsi melalui kegiatan

1
Disampaikan Pada “Annual Lecture dan Seminar Mengenang Tokoh Diplomasi Bung Hatta: Apresiasi
Perjalanan 50 Tahun Hubungan Diplomatik RI-Malaysia”, kerjasama Universitas Andalas dengan Deplu
RI (Dit. Asia Timur & Pasifik dan Dit. Diplomasi Publik) dan KBRI Kuala Lumpur di Padang, Kamis, 19
April 2007.
2
Drs. H. Shofwan Karim Elha, MA, Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Dosen IAN
Imam Bonjol Padang dan aktivis masyarakat.
3
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2006/1/27/o3.htm

1
pameran kebudayaan, misi kesenian, pertukaran pemuda, mahasiswa, dan pelajar serta
kalangan profesional antar-negara, workshop dan dialog budaya, pemutaran film dan
publikasi. Sasaran produktif tentu saja negara-negara persinggahan wisata seperti negara
tetangga Malaysia dan Singapura serta negara-negara pemasok wisatawan utama seperti
AS, Kanada, Jepang, Cina, Taiwan Inggris, Jerman, Belanda, Italia, Prancis, Australia,
dan lain-lain. Lokasi pameran dan peristiwa kebudayaan perlu dipilih pada sentra-sentra
budaya yang strategis seperti museum, kampus, festival seni, dan pameran-pameran yang
bergengsi secara internasional.4

Di dalam ikut serta memberikan kontribusi pemikiran untuk masa depan


hubungan Indonesia-Malaysia pada Annual Lectrue dan Seminar Bung Hattta tahun ini,
maka tulisan berikut memaparkan secara deskriptif pemahaman umum tentang
pariwisata dan mencoba mengemukakan secara khusus potensi pengembangan wisata
budaya Sumatera Barat serta (re)packaging kepariwisataan daerah ini serta bagaimana
membangun recognisi masyarakat sehingga kepariwisataan Sumbar yang berbasis wisata
budaya lebih berarti dan lebih produktif di masa depan . Untuk lebih memberikan kesan,
akan ditayangkan pula bebera cuplikan kepustakaan digital yang diberikan atas budi baik
Kantor Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Sumbar.

II. Memahami Pariwisata

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki naluri untuk berhubungan dengan


orang lain. Dalam masalah kepariwisataan, perjalanan wisata dari satu daerah ke daerah
lain merupakan gejala sosial manusia yang selalu ingin melakukan hubungan dengan
orang lain. Pariwisata sendiri telah muncul seiring dengan peradaban manusia. Bangsa
Sumeria telah melakukan perjalanan dengan motivasi sederhana yaitu survival yang
kemudian berkembang menjadi ingin berdagang. Sedangkan Bangsa Romawi melakukan
perjalanan untuk plaisir (bersenang-senang).
Dalam peradaban modern, pesatnya arus informasi, perkembangan teknologi
komunikasi, ilmu pengetahuan, dan seni, menyebabkan orang tergerak untuk melakukan
perjalanan wisata ke luar daerah bahkan luar batas wilayah negara. Derasnya arus
informasi dan promosi negara tujuan wisata, semakin meningkatkan keinginan manusia
untuk saling berkunjung ke negara negara tujuan wisata. Memperbincangkan negara
dalam arti luas dan daerah provinsi dalan arti sempit sebagai tujuan wisata, dalam
konteks modern, hal ini tentu saja bisa dikonstruksi dengan upaya serius dari pihak yang
terkait agar bisa menanamkan imej atau persepsi kepada alam pikiran manusia sebagai
obyek dari konstruksi tersebut. Salah satu caranya ialah menggiatkan informasi dan
advertising secara berulang-ulang. Karena bagaimanapun juga “repitisi menghasilkan
reputasi”. Di dalam pengalaman penulis mengunjungi berbagai negara serta menerima
kunjungan tamu mancanegara baik secara rombongan maupun perorangan, ternyata
wisata budaya merupakan satu hal yang amat mendalam kesannya. Penampilan kesenian

4
Ibid

2
atau culture show, pameran budaya dan kunjungan ke pusat-pusat sejarah, budaya dan
agama melebihi kesannya di bandingkan hanya melihat dan mengunjungi keindahan
alam dan bepergian ke pusat belanja atau sektor rekreasional lainnya. Meskipun
demikian, dunia-wisata tidak bisa dipilah-pilah secara ketat hanya dengan satu sektor
semata.
Kosa kata pariwisata berasal dari kata “pari” yang berarti banyak, berkali-kali,
berputar-putar dan “wisata” artinya bepergian atau perjalanan. Jadi, pariwisata berarti
suatu kegiatan perjalanan atau bepergian yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain,
dengan tujuan bermacam-macam. Pada sisi lain Pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta
usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Istilah pariwisata dicetuskan oleh Presiden
RI, Ir. Soekarno tangal 14 Juni 1958 dalam penutupan Musyawarah Nasional Tourism II
di Gedung Pemuda Surabaya. Presiden menanyakan kata apa yang tepat untuk pengganti
tourisme kepada Menteri P & K Dr. Pryono. Menteri menjawab, untuk antardaerah/kota
dipakai kata “darmawisata” dan untuk antarbenua dipakai kata “pariwisata”. 5
Di dalam makna yang umum kepariwisataan (tourism) terambil dati kata tour
atau perjalanan. Menurut kamus Encarta, tour·ism (n) 1. the visiting of places away from
home for pleasure 2. the business of organizing travel and services for people traveling
for pleasure. Tourisme berarti (1) kunjungan ke suatu atau beberapa tempat yang jauh
dari rumah untuk kesenangan: (2) urusan yang berhubungan dengan penyelenggaraan dan
pelayanan bagi orangan yang melakukan perjalanan untuk kesenangan.
Secara garis besar tujuan perjalanan pariwisata itu dibedakan antara :
(1) Business tourism, yaitu perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok
orang dengan tujuan dinas, perdagangan, atau yang berhubungan dengan
pekerjaan.
(2) Vacational tourism, perjalanan untuk berlibur atau cuti.
(3) Educatitonal tourism dan Convention tourism, perjalanan untuk kepentingan
pendidikan, studi , penelitian dan kongres di dalam maupun di luar negeri,
seminar, konprensi, simposium , musyawarah, konvensi, pertemuan para-pakar
dan lain-lain.

Sementara itu dilihat dari segi obyeknya, pariwisata itu dapat ditinjau dari beberapa jenis:
(1) Cultural tourism, wisata kebudayaan, seni, dan pertunjukan tradisional serta
penampilan dan atraksi budaya pada umumnya, kunjungan ke lokasi
peninggalan masa lalu, pusat kepurbakalaan dst.
(2) Recuperational tourism, jenis kepariwisataan penyegaran dan kesehatan,
kepegunungan, ke daerah tertentu dan lain-lain.
(3) Commercial tourism, yaitu kepariwisataan yang dikaitkan dengan kepentingan
usaha daganag, kontak produsen dan konsumen, kontak dagang saling
mengtuntungkan dan sebagainya.
(4) Sport tourism, wisata untuk menyaksikan event olahraga nasional dan
internasional seperti PON, Olympiade, formula, World Cup Champion dll.
(5) Poltical tourism, perjalanan menyaksikan peristiwa-peristiwa tertentu di
berbagai negara seperti Pemilu, pelantikan Presiden dan Kepala Negara, Raja,

5
H. Kodiyat, Ramaini. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta: Grasindo. 1992. Hal.

3
kegiatan kenegaraan, kunjungan Kepala Negara dan Pemerintahan dan
legislator atau senator suatu negara ke negara lain dst.
(6) Advantural tourism, yaitu perjalanan petualangan, hiking, jelajah laut, hutan,
gunung, arung-jeram dan lain-lain.
(7) Sosial tourism, kunjungan wisata sambil memberikan bantuan pangan, pakaian
dan obat-obatan ke suatu tempat atau masyarakat .
(8) Religious tourism, yaitu perjalanan wisata bernuansa keagamaan , termasuk
umrah, haji dan seterusnya. 6

Seluruh aktivitas dan ketegori wisata pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari
tiga hal: what to see, what to do and what to buy. Bermula sekaligus berakhir serta
berdampak langsung kepada fenomena dan pertumbuhan ekonomi serta penyebaran
pendapatan masyawakat dan rakyat. Fenomena ekonomi dalam pariwisata mempunyai
aspek luas. Secara makro, kepariwisataan merupakan alat untuk mencapai target-target
ekonomi. Ada dua aspek dampak kepariwisataan terhadap ekonomi, yakni keuntungan
dalam negeri dan kepariwisataan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan umum
ekonomi.7 Keuntungan dalam negeri dari kepariwisataan antara lain;8
Terbukanya lapangan pekerjaan baru; Pasaran baru untuk hasil produksi
tertentu;Trickle down effect;Investasi asing; Redistribusi pendapatan nasional ;
Sedangkan kepariwisataan sebagai alat untuk mencapai tujuan umum ekonomi antara
lain;9 Suatu alat pembangunan daerah ; Kepariwisataan mengurangi pengangguran
;Membangun kepariwisataan sebagai komoditi invisible export; Kepariwisataan dan
perbendaharaan negara; Kepariwisataan dan penanaman modal .
Walaupun penulis belum dapat mengemukakan angka yang pasti, berapa
persentase share pariwisata sebagai salah satu sub-sektor eknomi dari dan untuk Produk
Domestik Bruto (PDB) Sumbar tahun ke tahun, namun dari data berikut dapat
dibayangkan secara imajiner. Kapal terbang yang mendarat dan terbang di BIM rata-rata
perhari sekarang adalah 17 flight, ke dan dari Jakarta, Bandung, Medan, Pekanbaru dan
Batam. Di antaranya juga yang langsung ke luar negeri, Kualalumpur, Malaysia dan
Singapura. Pada hari-hari libur semua penerbangan terisi penuh dan di luar itu okupasi
seat-nya sekitar 50 sampai 80%. Wisatawan asing yang berkunjung ke Sumbar tahun
2005 adalah 84.646 wisatawan sementara wisatawan domistik 4.272.382. Bila
disandarkan kepada length of stay mereka berdasarkan lama menginap di hotel maka
untuk wisatawan asing rata-rata dua hari serta untuk domistik rata-rata 3 hari.10 Apabila
diperkirakan seperti angka nasional, setiap wisatawan asing menghabiskan uang seribu
dollar (1000 USD) dan separuh atau sepertiga dari itu (300-500) dollar US ) untuk
wisatawan domistik, maka total uang yang beredar di Sumbar dari sektor ini tentulah
cukup besar (lebih kurang 2 milyar USD).

6
Suara Muhammadiyah, 1988:22
7
Deparpostel, 1983
8
A.Hari Karyono, Kepariwisataan, Grasindo, Jakarta, 1997, hal 9
9
Ibid, hal 9-10
10
BAPPEDA dan BPS Sumbar. Sumatera Barat dalam Angka, 2005. hal. 375-386

4
III. Potensi Pengembangan Wisata Budaya Sumatera Barat

Keindahan alam Sumbar sebagai resources dunia-wisata merupakan sesuatu yang


given sebagai karunia Allah swt. Sumbar memiliki kawasan dan kondisi geografis yang
sangat indah. Penggunaan term given disini artinya, tempat atau interest-point tersebut
tidak terlalu banyak membutuhkan intervensi manusia untuk menjadikannya sebagai
tempat tujuan wisata. Yang terpenting dalam hal ini adalah transportasi, kebersihan
objek alamnya, fasilitas umum, sanitasi dan penataan tata ruang serta ketersediaan food
and lodging. Contohnya: Ngarai Sianok (sebelum maupun sesudah Gempa Bumi 6
Maret 2007) di Bukittinggi, Gua dan Lembah Arau di Payakumbuh dan Kab. 50 Koto,
Lembah Anai, Danau Maninjau, Puncak Lawang, Gunung Merapi, Singalang dan
Tandikat, Danau Singkarak, Danau Diatas, Danau Dibawah, Pantai Bungus, Replika Batu
Malinkundang di Pantai Aie Manih, Bukit Taman Siti Nurbaya, jembatan akar berayun,
resort wisata Mande di Pesisir Selatan, Wisata Ombak untuk surfing di Mentawai, Taman
Hutan Raya Bung Hatta, Rimba Panti dan lain sebagainya.
Selain memiliki alam yang indah, Provinsi Sumatera Barat, memiliki tempat-tempat
bersejarah, pusat-pusat budaya bernilai tinggi dan unik. Di antara citus-situs Cagar
Budaya itu adalah seabagai berikut. Di Limo Kaum ada Masjid yang berusia hampir 300
tahun, begitu pula di Batipuh ada Masjid berarsitektur tradisi masa lau dan juga di Muara
Labuah, Solok Selatan ada Masjid yang berdiri amat lama. Batu Batikam, Batu Basurek
dan Tempat Duduk Raja, masih di Limo Kaum. Lobang Jepang, Jama Gadang dan
Meriam Port de Kock di Benteng, Bukittinggi. Gedung-gedung peninggalan Belanda,
musium kereta api, gudang ransum dan obyek-obyek wisata Tambang di Sawahlunto.
Kawasan bangunan tua Pasa Mudiak dan wilayah Muaro, Padang. Di Mahat, 50 Koto ada
beberapa Menhir. Candi Roco di Sungai Langsat, Sawahlunto Sijunjung. Begitu pula di
Pariangan Tanah Datar ada makam raja yang amat unik karena panjangnya berubaha-
ubah setiap kali diukur . Sementara itu ada beberapa sumber air panas di Pariangan dan di
Cupak Solok. Tentu saja tak kurang pula maknanya lebih dari seribu item benda-benda
kuno dan bersejarah peninggalan masa lalu yang tersimpan di Istana Pewaris Kerajaan
Pagaruyung Alam Minangkabau. Benda-benda lain atau pun serupa ada juga di beberapa
tempat seperti di Musium Aditiyawaraman di Padang, Penyimpanan Benda Purbakala di
Batusangkar, di Rumah Gadang Taman Puti Bungsu Bukittinggi serta Kediaman Mandeh
Rubiah di Lunang, Pesisir Selatan dan di Rumah Gadang Alam Surambi Sungai Pagu
Solok Selatan serta beberapa rumah di Sijunjung dan Dharmasraya.11
. Untuk konteks Sumatera Barat, wisata budaya (cultural tourism) merupakan salah
satu unggulan. Khusus untuk negara tetangga seperti Malaysia, di mana keturunan suku
Minangkabau mayoritas di Negeri Sembilan, maka wisata budaya, termasuk wisata
bernuansa sejarah, dakwah dan agama, cukup mereka kenal. Hubungan Minangkabau
dengan Negeri Sembilan merupakan entry-point yang sampai sekarang tetap terpelihara.
Hubungan daerah, tali darah dan persukuan sudah sejak dulu di mulai oleh Raja Melewar
pada akhir abad ke-17 dan berlanjut awal abad ke 18 sampai sekarang tetap berlangsung
dan menjadi buah bibir serta buah tutur warga masyarakat kedua negeri Minangkabau
dan Negeri Sembilan ini.

11
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Provinsi Sumatera Barat. Kumpulan Makalah Kongres Kebudayaan
dan Apresiasi Seni Budaya Minangkabau, Padang 28-30 November 2006 di Padang .

5
Kelahiran dan kiprah tokoh-tokoh Minangkabau masa lalu amat dikagumi warga
masyarakat negara tetangga ini. Buya HAMKA, H. Agus Salaim, Mohammad Hatta,
Muhammad Natsir, Syekh Taher Jalaludin, di antara tokoh-tokoh pemimpin, dakwah dan
pembaharuan pemikiran Islam Minangkabau serta buku-buku karya tulis mereka amat
dikagumi oleh penduduk Malaysia. Sampai sekarang para wisatawan dari negeri tetangga
ini tidak merasa cukup hanya untuk melihat keindahan alam Sumatera Barat saja, tetapi
lebih-lebih lagi ingin ke Maninjau untuk melihat leluhur dan rumah serta Pustaka
HAMKA, melihat Koto Gadang sebagai pusat kerajinan perak sekaligus negeri kelahiran
Agus Salim, ke Bukittinggi melihat replika kediaman Bung Hatta dan ke Pagaruyung
melihat Istano keluarga Pagaruyung dan replika Istano Basa Pagaruyung (terbakar 27
Feberuari 2007), ke Pandai Sikek, di samping melihat kerajian tenunan dan kerajinan
ukiran kayu juga mengingat sejarah salah seorang tokoh gerakan Islam H Miskin pada
awal abad ke 19. Ke Bonjol untuk melihat peninggalan Tuanku Imam Bonjol dan
seterusnya.
Budaya Minangkabau yang dapat ‘dieksploitasi’ sebagai magnit untuk menarik arus
wisatawan agar datang ke Sumatera Barat agaknya cukup berlimpah-ruah dan berpuspa-
ragam. Mulai dari arsitektur Rumah Gadang atau Rumah Adat Minang dengan ciri khas
gonjong atau lancip menjulang langit seperti tanduk kerbau dan ukiran-ukirannya
bermakna filosofis12 sampai ke upacara-upacara adat dan prosesi perkawinan serta siklus
hidup anak manusia sejak dari melamar pasangan, pertunangan sampai ke pernikahan
pesta perkawinan dengan acara turunannya seperti melamar, batunangan (pertuangan),
malam bainai (memberi warna dengan daun inai pada jari dan telapak kaki dan tangan,
babako dan seterusnya. Begitu pula upacara keluarga: kelahiran anak, akikah, turun
mandi dan kebiasaan berbisan-bermenantu, sampai ke upacaya kematian dan
seterusnya.13 Beriringan dengan itu, Sumatera Barat cukup kaya pula dengan hari-hari
keramaian memperingati budaya agama seperti ziarah basapa ke makam Syekh
Burhanudin di Ulakan Pariaman.14 Begitu pula upacara berdasarkan sejarah tradisi yang
disandarkan kepada peringatan kematian cucu Rasulullah Hasan-Husen Putra Ali bin Abi
Thalib dan Fathimah Al-Zahra yang disebut Mahoyak Tabuik (Mahoyak Usen) di
Pariaman.15
Lebih dari itu Sumbar kaya dengan atraksi budaya tradisional yang unik,
menyejukkan dan bermakna luhur. Mulai dari aneka permainan anak nagari seperti
bersilat (silek) , berandai (randai), bersalung (basaluang), berebab (barabab) sampai
kepada aneka tarian dengan gerak dasar silat seperti tari pasambahan, tari piring, tari
layang-layang, tari payung, tari barambah mandi, tari ulu ambek. Perlu dicatat pula
meskipun bukan asli Minang tetapi dari Portugis, maka di Padang dan daerah Pesisir
Barat Sumbar ada pula gabungan tari dan nyanyi yang disebut Balanse Madam. Aneka
tarian tadi ada yang dirangkai kan pula dengan musik tradisional dan bunyi-bunyian dari
talempong (canang), gong, tasa (tambur), bansi (seruling dari batang padi), kucapi sampai

12
Tiziana and Gianni Baldizzone, Antonio Guerreiro. Tableaux de Sumatra. Paris. 2000. Hal. 77-141.
13
Tiziana and Gianni Baldizzone. Wedding Ceremonies: Ehtnic Symbols, Costume and Rituals.Italy:
Noces, Flammarion. 2001. hal. 187-220
14
Dilakukan pada pertengahan bulan Shafar pada kalender Islam Qamariah setiap tahun yang didatangai
oleh para kaum muslimin yang umumnya mereka berasal dari penganut Thariqat Syathariah dari pelosok
Sumbar, Jambi, Bengkulu dan Riau.
15
Tahun lalu, menurut www.minang.net, telah ditampilkan acara Mahoyak Tabuik dalam City, AS.

6
ke salawat dulang serta bagenggong (terbuat dari besi yang dimainkan di mulut) dan
basijobang (kotak korek api yang dimainkan dengan tangan), dan lain sebagainya.
Serempak dengan itu pada masyarakat Minang, yang biasa disebut di luar sana
dengan “orang Padang” atau “urang awak” memiliki potensi surganya wisata kuliner,
kulineria atau wisata-makan . Ciri khasnya tentu saja untuk makanan atau hidangan
utama bersama nasi (main-course) adalah yang pedas-pedas, asam dan asin serta untuk
hal-hal tertentu banyak santannya. Tetapi sekarang, ibu-ibu dan wanita Minang serta para
koki rumah makan atau resto Padang, sudah dapat menyesuaikan dengan kepentingan
kesehatan dan selera modern. Maka semua lidah domistik atau asing tidak sulit mencicipi
atau melahapnya. Sebutlah contoh-contoh berikut.
Mulai dari rendang dengan turunannya: rendang daging biasa (sapi atau kerbau),
rendang belut (ikan belut) rendang ayam, rendang telur, rendang lokan, rendang gulai
paku. Ayam goreng juga dengan turunannya: ayam goreng pop, ayam goreng bumbu,
ayam goreng kampuang, ayam goreng balado. Nasi kunyit, nasi lemak, nasi pulut dan
goreng pisang (katan jo goreang pisang). Sate dengan sate Piaman, sate Padang, sate
Danguang-danguang. Gulai kambing, gulai itiak (gulai bebek), gulai paku dengan
kincung. Adapula dendeng balado, dendeng batokok, dendeng ayam batokok, gulai
cubadak, gulai kamumu (kemumu), gulai pisang, gulai pario, gulai naneh (nenas) goreng
balado, patai balado. Juga berbagai jenis kalio (gulai dengan santan agak kental): kalio
ati, kalio banak, kalio daging, kalio patai jo bada, kalio jariang kalio, kapalo ikan capa,
gulai ikan kaluih. Makanan ringan atau cemilan: martabak Mesir atau martabak Kubang,
paniaram, onde-onde, kue bolu, kue loyang, godok ubi, katupek gulai paku, katupek
cubadak, katupek pandai sikek, botieh, kalamai, karupuak sanjai biasa dan nan balado,
sagun-sagun dan seterusnya.

7
POTENSI PARIWISATA BUDAYA SUMBAR

NO Bentuk Budaya Nama Daerah/Masyarakat Pendukung


1 Cagar Budaya Masjid bersejarah Tanah Datar dan Solok Selatan
Rumah Gadang Tanah Datar dan Solok Selatan
Gedung dan Peralatan Padang dan Sawahlunto
Tambang zaman kolonial
Menhir dan Candi 50 Koto dan Sijunjung
Jam Gadang Bukittinggi
Kediaman Tokoh dan Bukittinggi, Maninjau dan
Pustaka Batusangkar
Istano Rajo Batusangkar
Bekas Rajo Tigo Selo dan Tanah Datar dan Sijunjung
Basa Ampek Balai
2 Kesenian anak Tari Minang dan Randai Semua Daerah
nagari
Tari Indang dan Ulu Pariaman
Ambek, Debus
Basijobang Payakumbuh- Limapuluhkoto
Salawat Dulang Solok Kota dan Kabupaten
Rabab Pesisir Selatan dan Padang
3 Uapacara Malam Bainai, Majapuik Semua Daerah
Perkawinan Marapulai, Karumah
Bako, Manjalang Mintuo
4 Tradisi dari Basapa dan Tabuik Pariaman
inspirasi budaya
Agama
5 Olahraga Adu Kabau (Mengadu Koto Baru, Aie Angek dan
Rakyat dan Kerbau) Pacu Kuda, Pacu Pariangan, Tanah Datar Padang,
Permainan anak itik (bebek), Pacu Belut, Bukittinggi, Payakumbuh, 50
nagari lomba sapi membajak dan Koto, Sawahlunto
adu kerbau
8 Kerajinan Tenunan, Ukiran Kayu, Pandai Sikek Tanah Datar,
dan kerajinan Tangan Silungkang, Sawahlunto
lainnya
7 Kuliner Semua jenis makanan Semua di 19 daerah Kota dan
Kabupaten Sumbar

8
IV. [re]Packaging dan Peningkatan Kognisi Masyarakat.
Berbagai situs kepariwisataan, alami maupun budaya, telah kita bicarakan diatas.
Ini hanya secuil tinjauan umum dan tentu saja diperlukan secara menyeluruh pengemasan
ulang serta strategi yang lebih pas mengenai pengembangan potensi wisata dengan
manajemen dan konsep yang baik. Tentu saja dalam tulisan ini masih banyak elemen-
elemen kepariwisataan saat ini yang, bahkan, belum dielaborasi. Bagaimanapun juga,
bagi para stake-holders kepariwisataan Sumbar, sebaiknya kita merefleksikan apa yang
harus dilakukan dengan potensi yang dimiliki saat ini.
Tentu saja yang paling penting dilakukan (the must to do) adalah pembangunan
sarana dan prasarana di samping bersifat fisik-materil tak kalah yang bersifat cara
padang, world-view dan internalisasi nilai-nilai yang mendukung kepariwisataan itu
sendiri. Pembangunan sarana dan prasarana supra-struktur yang bersifat fisik-materil,
misalnya, aksesibilitas transportasi, aksesibiltas informasi, infrastruktur yang beradab,
dan lain sebagainya. Adapun pembangunan prasarana dan prasana infra-struktur yang
non-fisik materil dalam tulisan ini ditujukan pada pembangunan atau rekonstruksi kognisi
signifikansi kepariwisataan oleh masyarakat Sumatera Barat. Karena, sebagus apapun
sarana fisik yang dimiliki jika tanpa dibarengi dengan kognisi dan nilai-nilai, dapat
dipastikan target-target yang telah dicanangkan akan menghasilkan kesia-siaan saja.
Dalam upaya16 mengkonstruksi kognisi signifikansi kepariwasataan, terdapat
tuntutan yang lebih besar pada salah satu pihak yang kita sebut sebagai norms
entrepeneur.17 Dalam hal ini, kemudian, Pemerintah Daerah yang merupakan norms
entrepreneur memiliki otoritas untuk mengisukan suatu norma agar menjadi sebuah
norma yang dipahami dan diakui bersama. Proses pengisuan norma itu terjadi dalam
proses yang disebut dengan the norm life cycle. Proses ini terjadi melalui tiga tahap yaitu
norm emergence, norm cascade dan internalization.18 Norm emergence adalah proses
munculnya suatu norma atau proses penciptaan norma. Kemunculan suatu norma selalu
diliputi oleh adanya peranan manusia, indeterminasi, terjadinya perubahan, kejadian-
kejadian sengaja, dan menggunakan proses pelacakan (tracing) atau metode genealogi.19
Kemunculan suatu norma selalu berjalan di dalam logika kesesuaian atau logic of
appropiateness yaitu suatu logika di mana norma yang baru akan selalu bertentangan
dengan norma yang sudah ada. Dalam proses ini para norms entrepeneur melaksanakan
aksi-aksi yang sering kali (untuk tidak mengatakan selalu) bertentangan dengan
kebiasaan yang ada. Proses ini kemudian akan menyebabkan kemunculan norma menjadi
norma yang mulai dikenal. Artinya norma yang diperjuangkan oleh para norm

16
Upaya ini diperlukan agar sebuah ide menjadi mekanisme yang bersifat real. Dalam kajian teoritis
tentang filsafat ilmu bagian ini termasuk didalam mapping strukturisasi teori dimana cara pandang
seseorang terhadap dunia dapat dilakukan melalui sudut pandang ide dan sudut pandang materi. Dengan
dasar pemikiran ini maka untuk mewujudkan ide menjadi “sesuatu” yang secara nyata berguna bagi
manusia maka ide tersebut harus di down to earth kan menjadi praksis praksis yang dapat dijalankan.
17
Norm entrepreneur sangat penting bagi pembentukan norma karena mereka adalah aktor utama dalam
pengisuan dan, bahkan, menciptakan isu-isu tertentu. Dalam teori-teori pergerakan sosial proses ini disebut
“framing”. Lihat Martha Finnamore dan Kathryn Sikkink, International Norm Dynamicz and Political
Change, dalam International Organizations 52, Autumn IV, 1998, hal 897
18
Ibid
19
Tracing dan geneology merupakan cara-cara yang dipergunakan oleh posmodernisme dalam mencari
kebeneran

9
entrepeneur mulai dikenal oleh orang banyak. Proses ini kemudian dikenal sebagai
tipping point.20
Setelah melalui proses tipping point, norma akan mengalami proses norm cascade
yang merujuk pada proses penyebaran norma di mana pihak-pihak lain mulai mengadopsi
norma tersebut. Proses penyebaran norma ini dilakukan melalui sosialisasi di mana
biasanya pemimpin norma tersebut mengajak pihak lain untuk mentaati norma baru
tersebut.
Proses ketiga ialah internalization. Proses ini merujuk pada kondisi di mana
norma yang telah tersebar luas diterima dengan suka rela dan tanpa paksaan sedikitpun.
Bahkan norma ini telah menjadi sesuatu yang sifatnya taken for granted untuk ditaati
oleh semua pihak. Ketaatan dalam tahap ini sifatnya otomatis. Dalam tahap ini
internalisasi suatu norma bisa bersifat ekstrem dalam artian bisa sangat kuat dan sulit
terlihat. Satu hal penting yang menjadi ciri utama tahap ini adalah norma tersebut sifatnya
sudah tidak kontroversial sehingga tidak menjadi wacana atau perdebatan publik.21

V. Toward A Tourism Society


Sekarang kita gunakan analogi untuk membaca kerangka teoritis diatas. Misalnya
pola masyarakat lokal (baca; Minangkabau) dalam memperlakukan wisatawan asing.
Masih banyak dalam masyaraakat kita, terutama bagi yang unwell educated, ketika ada
wisatawan asing datang ke dalam lingkungan mereka, kemudian mereka menonton dan
mengikuti kemana sang/para wisatawan tersebut secara beramai-ramai. Hal ini, tentu
saja, menimbulkan rasa yang tidak nyaman bagi wisatawan tersebut. Begitu pula nilai-
nilai disiplin waktu, kebersihan, tegur sapa, dan pelayanan salam, senyum sapa yang dulu
di zaman Menparpostel Susilo Sudarman disebut Sapta Pesona Wisata masih tetap
relevan. Nilai-nilai agama dan adat Minangkabau yang selalu diagungkan : “adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah” tentu saja harus dipegang teguh. Tetapi hal itu itu
tidaklah mengurangi kognisi dan apresiasi kepada wisatawan baik domistik maupun
mancanegara. Dalam kasus ini, hendaknya masyarakat Minangkabau dapat belajar secara
arif dengan kognisi masyarakat Bali, tentang bagaimana cara mereka memperlakukan
wisatawan asing. Masyarakat Bali, menerapkan konsep yang indiskriminatif dalam
memperlakukan wisatawan asing. Artinya, para wisatawan tersebut, tidak mendapatkan
privileges dan juga tidak mendapatkan perlakuan yang bisa mengganggu kenyamanan
para wisatawan.
Contoh diatas, merupakan tugas bagi para norms entrepreneur (baca; Pemda)
dalam membangun, mengkonstruksi nilai-nilai dan norma-norma baru kepada
masyarakat. Dengan menerapkan analogi diatas, maka tugas Pemda yang pertama adalah
memberikan pengertian-pengertian universal kepada masyarakat tentang bagaimana
seharusnya masyarakat memperlakukan wisatawan asing (norm emergence). Dan begitu
seterusnya sehingga sampai pada tahap internalization.
Tentunya, hal diatas berlaku bagi semua elemen masyarakat; ulama, akademisi,
profesional, tokoh adat , bundo kanduang, pemimpin pemuda dan wanita, para sektor
usaha yang bergerak di berbagai bidang terutama dunia wisata daν sebagainya untuk
meningkatkan keadaan yang sekarang menjadi lebih bermakna dan membudaya sebagai
suatu masyarakat wisata. Toward a tourism society . ***

20
Loc.cit, hal 901
21
Ibid, hal 904

10
shofwan.karim@gmail.com

DAFTAR BACA

H. Kodiyat, Ramaini. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta: Grasindo. 1992. Hal

Majalah Suara Muhammadiyah, 1988

Penerbitan Khusus Deparpostel, 1983

A.Hari Karyono, Kepariwisataan, Grasindo, Jakarta, 1997

BAPPEDA dan BPS Sumbar. Sumatera Barat dalam Angka, 2005.

Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Provinsi Sumatera Barat. Kumpulan Makalah Kongres
Kebudayaan dan Apresiasi Seni Budaya Minangkabau, Padang 28-30 November 2006 di
Padang .

Tiziana and Gianni Baldizzone, Antonio Guerreiro. Tableaux de Sumatra. Paris. 2000.

Tiziana and Gianni Baldizzone. Wedding Ceremonies: Ehtnic Symbols, Costume and
Rituals.Italy: Noces, Flammarion. 2001. hal. 187-220

http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2006/1/27/o3.htm

11

Anda mungkin juga menyukai