Anda di halaman 1dari 32

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah
Darah tersusun atas :
A.sel-sel darah
1. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%) yang mengandung hemoglobin dan
mengedarkan oksigen.
2. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%) yang bertanggung jawab dalam proses
pembekuan darah.
3. Sel darah putih atau leukosit (0,2%).
B.Serum darah atau plasma terdiri atas:
Air: 91,0% , Protein: 8,0% (Albumin, globulin, protrombin dan fibrinogen), Mineral: 0.9%
(natrium klorida, natrium bikarbonat, garam dari kalsium, fosfor, magnesium dan zat besi, dll),
garam

Cara pengambilan sampel darah :
Dalam pemeriksaan hematologi umumnya digunakan darah kapiler dan darah vena.
1. Darah kapiler
Darah kapiler diambil dari ujung jari /anak daun telinga untuk orang dewasa dan dari
tumit atau ibu jari kaki untuk bayi. Tidak boleh mengambil sampel darah dari bagian tubuh
dengan gangguan sirkulasi, misalnya sianosis atau iskemia.
Cara mengambil sampel darah kapiler adalah:
a. Lakukan desinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.
b. Pegang bagian yang dipilih supaya tak bergerak
c. Tekan sedikit untuk mengurangi nyeri
d. Tusuk dengan cepat dan cukup dalam menggunakan lanset. Untuk jari, tusuk secara tegak
lurus dengan garis-garis sidik jari, jangan sejajar. Untuk daun telinga, tusuk pinggirnya,
jangan sisinya. Jangan dipijat-pijat, karena darah akan bercampur dengan cairan jaringan
sehingga menjadi lebih encer, yang berdampak terhadap akurasi hasil pemeriksaan.
e. Buanglah tetes darah pertama dengan kapas kering.
f. Usap dengan kapas pada bekas tusukan
2. Darah vena
Pada orang dewasa vena yang sering diambil darahnya adalah vena dalam fossa kubiti.
Untuk bayi, darah vena dapat diambil dari vena jugularis atau sinus sagitalis superior. Cara
mengambil darah vena adalah:
a. Lakukan desinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai mengering.
b. Pasang torniket, sarankan mengepal dan membuka tangan berkali-kali supaya vena
terlihat jelas
c. Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan non dominan supaya vena tak bergerak
d. Tusuk kulit dengan jarum sampai masuk vena
e. Longgarkan torniket secara perlahan, lalu hisap darah sesuai dengan kebutuhan
f. Lepaskan pembendungan bila masih terpasang
g. Taruhlah kapas diatas jarum, cabut semprit dan jarum
h. Tekan daerah tusukan dengan kapas sampai beberapa menit (boleh dilakukan oleh
pasien)
i. Cabut jarum dari semprit lalu alirkan darah ke wadah / tabung secara perlahan melalui
dinding supaya tidak terjadi lisis sel-sel darah

Agar darah yang akan diperiksa jangan sampai membeku dapat dipakai bermacam-macam
antikoagulan. Tidak semua antikoagulan dapat dipakai karena ada banyak pengaruh terhadap
bentuk eritrosit atau leukosit yang akan diperiksa morfologinya.
Macam-macam zat antikoagulan :
Mengubah Ca
++
menjadi bukan ion ( EDTA )
Antitrombin ( heparin )
Mengikat/mengendapkan Ca
++
( natrium sitrat & campuran amonium oxalat dan
kalium oxalat )

EDTA ( EthylenDiamineTetraAcetate )
Berfungsi sebagai garam natrium atau kaliumnya, yang mengubah ion kalsium dari
darah menjadi bentuk non ion
Tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuk eritrosit dan leukosit
Mencegah trombosit bergumpal sangat baik untuk hitung trombosit
Sering dipakai dalam bentuk larutan 10%. Bila ingin menghindarkan terjadi pengenceran
darah, zat kering pun dapat dipakai,namun perlu mengguncangkan wadah berisi darah dan
EDTA selama 1-2 menit karena EDTA kering lambat melarut. Tiap 1mg EDTA menjaga
membekunya 1ml darah.

Anti-trombin ( Heparin )
Berdaya seperti antitrombin dan tidak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit dan leukosit.
Namun heparin kurang banyak dipakai karena harganya mahal. Tiap 1mg heparin menjaga
membekunya 10ml darah.

Natrium sitrat & campuran amonium oxalat dan kalium oxalat )
Natrium sitrat (dalam larutan 3,8%)
Larutan yang isotonik dengan darah dan dapat dipakai untuk percobaan hemoragik &
laju endap darah cara Westergreen
Campuran amonium oxalat dan kalium oxalat
Menurut Paul & Heller campuran ini merupakan campuran oxalat seimbang. Jika dipakai
dalam keadaan kering campuran ini tidak mengencerkan darah yang diperiksa. Namun
jika amoniumoxalat hanya dipakai sendiri eritrosit akan membengkak, sedangkan Jika
hanya memakai kaliumoxalat maka eritrosit akan mengerut.

Hemopoesis (pembentukan sel darah)
Prenatal
Masa prenatal terdiri dari masa mesoblastik, masa hepatic, dan masa meduler atau
myeloid.
Postnatal
Masa postnatal terbagi menjadi 2, yaitu hemopoesis intra meduler dan ekstrameduler.
Hemopoesis intra meduler sumsum tulang merah (tulang pipih) terdiri dari
eritropoesis, granulopoesis, dan thrombopoesis.

Morfologi sel darah

MONOB
LAST
MIELOBLAST
RUBRIBLAST
PLASMOBL
AST
LIMFOB
LAST
MEGAKARIOB
LAST
PROMO
NOSIT
MONOSIT
PROMIELOSIT
MIELOSIT
BASO-NETRO-EOSIN
METAMIELOSIT
BASO-NETRO-EOSIN
SEL BATANG
BASO-NETRO-EOSIN
SEL SEGMEN
BASO-NETRO-EOSIN
PRORUBRISIT
RUBRISIT
META-
RUBRISIT
ERITROSIT
BASOFIL
DIFUSE
ERITROSIT
PROMEGAKA
RIOSIT
MEGAKARI
OSIT
MEGAKARIOSI
T EFEKTIF
TROMBOSIT
PROLIMF
OSIT
LIMFOSI
T
PROPLASM
OSIT
PLASMOSI
T
STEM CELL


Eritrosit
Rubiblast
Sel besar (15 30 u), Inti bulat, merah, kromatin halus, anak inti 2-4, Sitoplasma biru,
ada halo disekitar inti.
Prorubrisit
Lebih kecil dari Rubriblast. Inti: bulat,kromatin mulai kasar, nucleoli tidak jelas ada,
sitoplasma : Biru mulai merah karena mulai ada Pembentukan Hb.
Rubrisit
Ukuran makin kecil. Inti: bulat, kromatin kasar dan mulai menggumpal.
Metarubrisit
Inti : bulat kecil, padat sekali, warna biru gelap.
Eritrosit basofil difuse
Inti tidak tampak, sitoplasma merah sedikit kebiruan.
Eritrosit
Ukuran 6-8 u, bentuk bulat, tepi rata.

Mielosit
Mieloblas
Ukuran besar (15-30 u). Inti : Bulat, merah, kromatin halus, anak inti 2 5, sitoplasma :
biru kelabu, ada halo di sekitar inti, kadang ada tonjolan sitoplasma.
Promielosit
Ukuran lebih kecil dari Mieloblast. Inti : bulat, kromatin mulai kasar, nucleoli 1-2,
sitoplasma : kebiruan, mengandung granula primer/Azurofilik.
Mielosit
Inti : mempunyai bentuk datar pada salah satu sisi (seperti huruf D), terletak agak ke
tepi, warna merah kebiruan, kromatin kasar.Nucleoli : tidak ada, sitoplasma : biru
kemerahan, mulai ada granula spesifik/ granula sekunder (Netrofil, Basofil, Eosinofil).
Metamielosit
Inti : mulai melekuk, dengan lekukan kurang dari setengah diameter inti, warna ungu
kebiruan, kromatin kasar, agak padat. Sitoplasma : merah kebiruan, granula sekunder
tersebar merata.
Sel batang
Inti : bentuk U atau > setengah diameter inti, warna ungu kebiruan, kromatin kasar dan
padat. Sitoplasma : merah muda, granula sekunder tersebar merata.
Sel segmen
Inti : sudah berlobus dengan benang filament, kromatin padat, diameter lekukan < 1/3
diameter inti. Sitoplasma : merah muda, granula sekunder tersebar merata.

Limfosit
Limfoblas
Sitoplasma biru langit, inti bulat,kromatin halus, nukleoli+.
Prolimfosit
Sitoplasma bertonjol-tonjol, granula , Inti bulat,kromatin kasar, nukleoli tidak ada.
Limfosit
Ukuran bervariasi dari kecil (6-9 u) besar (20-30 u). Bentuk bermacam-macam (bulat
spindle, dll), inti : relatif lebih besar dari sitoplasma, bentuk bulat kadang ada lekukan,
warna biru ungu, kromatin padat. Sitoplasma, sedikit, warna biru, ada granula azurofil.

Trombosit
Megakarioblas
Sel bulat dan inti besar,berbatas tidak jelas, sitoplasma bertonjol-tonjol.
Promegakariosit
Sel lebih besar dari sitoplasma, inti seperti berlipat-lipat, kromatin kasar dan renggang,
nukleoli kadang masih ada.
Megakariosit
Belum menghasilkan trombosit, sel lebih besar, batas sitoplasma ireguler/tidak jelas.
Megakariosit efektif
Sudah menghasilkan trombosit, melekat pada dinding kapiler paru-paru. Inti : berlekuk,
berlobus banyak, warna biru kemerahan, kromatin kasar, sitoplasma merah kebiruan.
Trombosit
Kecil (1-4 u), tidak berinti.

Plasmosit
Plasmoblas
Inti sel minggir (ekstentrik), halo jelas, kromatin inti lebih kasar.
Proplasmosit
Inti ekstrensik,sudah seperti meteor, batas tidak jelas. Sitoplasma irreguler,tidak bulat,
cerah sekitar inti .
Plasmosit
Bentuk agak lonjong, inti ekstrensik bulat, kromatin kasar seperti jala,cerah bagian
sekitar inti, sitoplasma irreguler,tonjolan seperti pseudopodia, biru tua
kemerahan,vakuola+.

Cara Penamaan Eritrosit
Size
1. 7 : normositer/normositik (normal : 6-8)
2. <6 : mikrositer (hambatan pematangan sitoplasma/Hb)
3. >8 : makrositer (hambatan pematangan intin) pada anemia megaloblastik, penyakit hati
menahun,retikulositosis pada anemia pasca pendarahan.
*Anisositosis : ukuran eritrosit yang beragam
Shape
1. Normal : normokrom -> bulat seperti donat, bikonkaf, tengah pucat 1/3 bagian diameter
untuk tempat Hb.
2. Abnormal : stomatosit (seperti mulut), sel kerucut (seperti kerucut), sel target (tengah
berwarna merah), sferositosis (kecil,bulat,padat, lebih merah), bizarre cell/ Burr cell,
akantosit (berduri), sickle cell (seperti sabit), ovalosit (oval), fragmentosit, basophilic
stipling, poikilositosis
STAINING
1.Normal : normokrom -> kemerahan
2. Hipokrom : pucat
3. Polikrom : biru
Badan badan inklusi

Cara menamai:
- Normal : normositik normokrom
- Mikrositik hipokrom (<Fe)
- Eritrosit makrositer (<vitamin)
- Anisositosis poikilositosis






Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hematologi Sederhana terdiri dari pemeriksaan penetapan kadar
hemoglobin, hitung jumlah sel (hitung eritrosit, leukosit, trombosi, retikulosit), golongan darah,
nilai hematokrit, Laju Endap Darah.
1. Hemoglobin sahli
Prinsip pemeriksaan : Hemoglobin diubah menjadi hematin asam.
Bahan : Darah EDTA
Reagen : HCl 0,1 M, Aquades
Alat : Haemometer Sahli, standar pembanding, tabung pengencer, batang pengaduk,
pipet Sahli (20 ul), pipet Pasteur (Pipet Tetes)
Cara :
Masukkan 5 tetes HCl 0, 1 M ke tabung pengencer Haemometer
Isap darah EDTA dengan pipet Sahli sampai 20 ul
Alirkan darah dari pipet ke dasar tabung pengencer berisi HCl 0,1 M tersebut (hati-hati
jangan sampai ada gelembung dan jangan ada darah yang tertinggal)
Campurkan isi tabung dengan penambahan aquades hingga warna campuran sama
dengan batang standar (harus dicapai dalam waktu 3-5 menit setelah asam hematin
terbentuk). Baca kadar Hb (dalam g/dL)
2. Eritrosit
Bahan dan alat :
Darah EDTA, larutan Hayem/Gower/ formal citrat, hemositometer : pipet Thoma, mikroskop
cahaya : lensa objektif pembesaran 40x, tabung semprit, kamar hitung : improved neubauer.
Cara kerja :
A. Mengisi pipet eritrosit
- Isap darah sampai tanda 0.5 (pengenceran 200x yaitu pengenceran terbesar)
- Hapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet dengan tissue
- Masukkan ujung pipet dalam larutan pengencer sambil menahan darah pada garis tadi. Pipet
dipegang dengan sudut 45& larutan pengencer diisap pelan-pelan sampai garis 101. Hati-hati
jangan terjadi gelembung udara
- Angkat pipet dari wadah lar. Pengencer; tutup ujung pipet dengan ujung jari, lepaskan karet
penghisap
-Kocok pipet selama 15-30 detik, letakan dalam sikap horizontal.
B. Mengisi kamar hitung
Siapkan kamar hitung ,tutup dengan kaca penutup pada tempatnya & kamar hitung
diletakkan pada tempat yang datar, harus dalam keadaan bersih & kering.
Cara memasukan cairan : cukup disentuhkan ujung pipet ke tepi kamar hitung dan akan dengan
sendirinya tersebar secara kapilaritas.
C.Menghitung jumlah sel
Letakan kamar hitung dengan hati-hati di bawah mikroskop dalam keadaan rata air,turunkan
kondesnor dan kecilkan diagfragma. Gunakanlah pembesaran kecil untuk mencari daerah yang
akan dihitung. Setelah itu penghitungan eritrosit dilakukan dengan menggunakan lensa objektif
40kali dan lensa okuler 10 kali.
Dihitung semua eritrosit yang ada pada kelima bidang sedang yaitu A,B,C,D,E (lihat gambar
berikut). Masing-masing bidang luasnya adalah 1/5 x 1/5 mm.
DIHITUNG
TIDAK DIHITUNG

D. Perhitungan
Jumlah eritrosit = jumlah eritrosit yang dihitung/volume yang dihitung (L) x faktor
pengenceran/ L
Bila jumlah eritrosit yang dihitung dalam 5 bidang A,B,C,D,E adalah N, maka Jumlah eritrosit = N
/0,02 x 200/L = 10
4
N/L darah.
3. Leukosit
Bahan dan alat :
Darah EDTA, Larutan Turk, hemositometer, mikroskop cahaya : lensa objektif 10x, tabung
semprit, Kamar Hitung Improved Neubauer
Cara Kerja :
1. Isaplah darah EDTA, sampai pada garis tanda 0,5 tepat, pengenceran
20x(pengenceran terbesar)
Hapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet
2. Larutan TURK dihisap perlahan-lahan sampai garis tanda 11 tepat. Hati-hati jangan
sampai terjadi gelembung udara.
3. Kocoklah pipet tadi selama 15-30 detik. jika tidak segera akan dihitung letakkan pipet
dalam posisi horizontal
4. Letakkan kamar hitung yang telah benar-benar bersih dengan kaca penutup yang
terpasang mendatar di atas meja.
5. Kocoklah pipet yang berisi tadi selama 3 menit terus menerus (jangan sampai ada
cairan yang terbuang dari pipet saat mengocok)
6. Buang 3 4 tetes pertama dan kemudian teteskan pada kamar hitung. Biarkan kamar
hitung tersebut terisi cairan perlahan-lahan dengan gaya kapilaritasnya sendiri.
7. Biarkan kamar hitung yang sudah terisi tersebut selama 2-3 menit agar leukosit-leukosit
mengendap.
8. Pakailah lensa objektif kecil (pembesaran 10x). turunkan lensa kondensor atau kecilkan
diafragma mikroskop. meja mikroskop harus datar,
9. Kamar hitung dengan bidang bergaris diletakkan di bawah objektif dan fokus mikroskop
diarahkan pada garis-garis bagi tersebut. Dengan sendirinya leukosit-leukosit akan jelas
terlihat
Cara menghitung :
Mulailah menghitung dari sudut kiri atas, terus ke kanan, kemudian turun ke bawah dan
dari kanan ke kiri dan seterusnya. Kadang ada sel yang menyinggung garis suatu bidang, sel-sel
yang menyinggung garis batas sebelah kiri atau garis atas haruslah di hitung. Sebaliknya sel-sel
yang menyinggung garis sebelah kanan dan bawah tidak boleh dihitung.
4. Trombosit
Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan dari kotoran
kecil. Lagipula trombosit cenderung melekat pada permukaan asing dan menggumpal-gumpal.
Cara yang lazim digunakan:
a. Cara Langsung:
Mengisi pipet eritrosit, mengisi kamar hitung, menghitung jumlah sel, perhitungan
b. Cara Tidak Langsung

Bahan dan Alat:
Darah EDTA, larutan pengencer (Larutan Rees Ecker / larutan amonium oxalat 1% / larutan
urea 2%), hemositometer, kamar hitung Neubauer, dilengkapi kaca tutup khusus untuk kamar
hitung, mikroskop cahaya (lensa obyektif 40x), pipet Thoma untuk pengencer eritrosit (pipet
eritrosit)
A. Cara Langsung (Rees dan Ecker)
1. Mengisi pipet eritrosit
- Isap cairan pengencer sampai garis tanda 1, lalu buang lagi
- Isap darah sampai tanda 0.5
- Hapus kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet
- Masukkan ujung pipet dalam larutan pengencer sambil menahan darah pada garis tadi. Pipet
dipegang dengan sudut 45& larutan pengencer diisap pelan-pelan sampai garis 101. Hati-hati
jangan terjadi gelembung udara
- Angkat pipet dari wadah lar. Pengencer; tutup ujung pipet dengan ujung jari, lepaskan karet
penghisap
-Kocok pipet selama 15-30 detik
2. Mengisi kamar hitung
Siapkan kamar hitung ,tutup dengan kaca penutup pada tempatnya & kamar hitung diletakkan
pada tempat yang datar, harus dalam keadaan bersih & kering
Mengisi dengan menggunakan pipet Thoma
- Kocoklah pipet yang diisi tadi
- Buang 3-4 tetes, segera sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30pada permukaan kamar
hitung. Biarkan kamar hitung terisi cairan perlahan-lahan dengan daya kapilaritasnya
sendiri
- Biarkan kamar hitung selama 10 menit agar trombosit mengendap
3. Menghitung jumlah sel
- Letakkan kamar hitung dibawah mikroskop. Gunakan lensa obyektif 40x
- Hitung trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah kamar hitung (1mm)
bidang no 5
Sel yang dihitung: sampai batas garis kiri-atas dan tidak tumpang tindih.
Sel yang melewati garis kanan-bawah tidak dihitung

4. Perhitungan
Bila jumlah trombosit yang dihitung = N, maka
Jumlah trombosit = 2000 x N / uL darah
Hasil normal = 200 500 ribu / uL
B. Cara Tidak Langsung (Fonio)
Metode Fonio membandingkan jumlah trombosit dengan jumlah eritrosit, sedangkan
jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung.
Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung
jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.
Cara ini menggunakan sediaan hapus darah tepi yang diwarnai dengan pewarna Wright,
Giemsa atau May Grunwald.
Sel trombosit dihitung dari 40 lapangan pandang,pada bagian sediaan dimana eritrosit
tersebar secara merata dan tidak saling tumpang tindih, menggunakan pembesaran
100x. Kemudian dari jumlah yang didapat dikalikan dengan 1000.
5. Retikulosit
Tujuan : Menilai keaktifan dari eritropoesis
Bahan : Darah Kapiler/EDTA
Reagen: Larutan Brilliantcressyl Blue (BCB) atau New Methilene Blue
Alat : Kaca Objek dan Mikroskop cahaya + Emersi
Cara :
Masukkan 1 ml larutan BCB/ NMB ke dalam tabung reaksi
Campurkan dengan darah 1 ml selama 5 menit
Ambil 1 tetes untuk dibuat sediaan hapus
Pulas dengan Wright/Giemsa
Periksa dengan mikroskop imersi (gunakan kertas berlubang untuk memperkecil lapang
pandang)
Hitung jumlah retikulosit per 1000 eritrosit.



Membuat dan Memeriksa Sediaan Hapus Darah Tepi
Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi adalah pemeriksaan untuk menilai unsur-unsur
darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Dapat dicari juga adanya parasit seperti
malaria, tripanosoma, mikrofilia.
Bahan pemeriksaan :
darah segar yang berasal dari kapiler atau vena tanpa mengandung antikoagulan. Dapat
pula digunakan darah EDTA tapi harus segera dihapus pada kaca objek (tidak boleh lebih
dari 1 jam sejak pengambilan darah).
Peralatan :
Kaca objek ukuran 25x75 mm
Mikroskop cahaya + oli imersi-xylol
Batang gelas
Rak kaca objek
Pipet pasteur
Reagen : zat warna Wright, larutan buffer pH 6.4, metanol
Cara membuat sediaan hapus :
1. Teteskan 1 tetes darah di atas gelas objek sebelah kanan, 2-3 mm dari ujung kaca objek
dan biarkan darah menyebar sampai dari tepi kaca.
2. Letakkan kaca penghapus dengan sudut 30-45 terhadap kaca objek di depan tetes
darah. Tarik kaca penghapus ke belakang sehingga menyentuh tetes darah, sehingga
darah menyebar pada sudut tersebut.
3. Doronglah kaca penghapus sehingga terbentuk hapusan darah 3-4 cm pada kaca
objek(tanpa menekan kaca penggeser ).
4. Biarkan hapusan darah mengering di udara.
Cara mewarnai sediaan hapus :
1. Letakkan sediaan hapus pada dua batang gelas di atas rak atau bak tempat pewarnaan.
2. Teteskan 20 tetes larutan Wright pada sediaan hapus, biarkan selama 5 menit agar
merekat.
3. Teteskan larutan Buffer dengan jumlah yang sama dengan zat warna, biarkan 10 menit.
4. Bilas sediaan dengan air mengalir untuk membersihkan kotoran pada sediaan, letakkan
sediaan dalam rak dengan posisi tegak dan biarkan mengering. Bila masih kotor, bilas
lagi dengan metanol.
Cara memeriksa :
1. Letakkan 1 tetes minyak imersi pada bagian sediaan hapus, tutup dengan kaca tutup.
Lihat dengan pembesaran lemah (lensa okuler 10X dan lensa objektif 10X) untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh.
2. Lihat dengan lensa objekif 40X untuk menilai keadaan eritrosit, leukosit, dan trombosit,
serta kelainan lain yang ada.
3. Lihat dengan lensa objektif 100X , teteskan 1 tetes minyak imersi pada sediaan hapus
dengan menyingkirkan kaca tutup.
Cara melaporkan :
PENILAIAN ERITROSIT
Nilai 3S size, shape, staining characters
Ukuran eritrosit normal (normositik): 6-8 um ; bentuk bulat, bagian tengah berwarna
lebih pucat
Eritrosit yang lebih besar makrositik; yang lebih kecil mikrositik
Bila bagian yang berwarna pucat lebih luas hipokrom
Bila ada kelainan bentuk poikilositosis, adanya eritrosit berinti, atau benda-benda
inklusi seperti parasit (misal plasmodium malaria)
Bila ukuran bermacam-macam anisositosis
PENILAIAN TROMBOSIT
Ukuran 1-4 um, terdiri dari 2 bagian yaitu kromomer (bergranula, terletak di tengah)
dan hialomer yang mengelilingi kromomer (tidak bergranula dan warnanya lebih muda)
Periksa jumlah dan morfologi trombosit . Normalnya tiap lapang pandang 10X45
dijumpai 4-8 trombosit per 100 eritrosit. Dalam 100 lapang pandang ada 300-500
trombosit/L. N = 1000 X jumlah trombosit = ...../mm
PENILAIAN LEUKOSIT
Kesan jumlah, hitung jenis, dan kelainan morfologi.
Periksa terhadap 100 jenis sel leukosit jumlah dan morfologinya berdasarkan urutan
yang telah dibakukan Basofil (0-1%), Eosinofil ( 1-3%), Neutrofil Batang (2-6%), Neutrofil
Segmen (50-70%), Limfosit (20-40%), Monosit (2-8%).
Limfosit
Limfosit kecil : ukuran 8-10 um, bulat, inti sebesar eritrosit normal, inti limfosit mengisi
sebagian besar dari ukuran sel dengan kromatin yang padat bergumpal berwarna biru-
ungu tua, sitoplasma tidak mengandung granula
Limfosit besar : 12-16 um, bulat atau agak tak beraturan, berinti oval/bulat, terletak di
tepi sel. Sitoplasma relatif lebih banyak dibandingkan limfosit kecil, berwarna biru muda
dan dapat mengandung granula azurofil yang berwarna merah.
Monosit
Monosit : sel yang paling besar, ukuran 14-20 um, bentuk tak beraturan, punya inti yang
berbentuk macam-macam, umumnya berbentuk seperti ginjal warna biru ungu dengan
kromatin seperti girus otak. Sitoplasma warna keabu-abuan, mengandung granula halus
kemerahan dan kadang bervakuol.


LED WINTROBE
Untuk mengukur kecepatan pengendapan sel darah merah dalam plasma.
Bahan dan alat:
Darah EDTA, tabung wintrobe, pipet wintrobe, rak wintrobe.

Cara kerja:
1. Masukan darah EDTA/heparin ke dalam tabung wintrobe dengan pipet wintrobe sampai
setinggi garis 0 mm (jangan sampai bergas)
2. Biarkan dalam tabung wintrobe dalam sikap tegak lurus selama 1 jam pada tempat yang
tidak banyak angin
3. Kemudian baca tinggi plasma dalam satuan mm.

MAKRO HT (HT WINTROBE)
Alat dan Bahan :
Darah EDTA, tabung Wintrobe, pipet Wintrobe, sentrifuge 3000 rpm
Cara Kerja
- Isi darah pada tabung Wintrobe sampai garis 100 dengan pipet Wintrobe
- Masukkan tabung tersebut kedalam sentrifuge 3000 rpm selama 30 menit
- Darah pada tabung akan terbagi menjadi 3 warna :
Kuning plasma dan indeks ikterus
Putih buffy coat (leukosit & trombosit)
Merah sel darah merah
-Baca hasil penetapan dengan mengukur kadar sel darah merah






Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan benedict
Pemeriksaan protein asam sulfocastyl
Pemeriksaan UROBILIN (SCHLEZINGER)
Pemeriksaan bilirubin [HARRISON]
Pemeriksaan sedimen urine

1. Benedict
Dasar reaksi : sifat glukosa sebagai zat pereduksi terhadap reagen
Bahan dan alat :
- 5 ml larutan benedict
- 1 tabung reaksi
- 5 tetes urin
- Pemegang tabung
- Lampu spiritus
Cara kerja :
5 ml benedict dalam tabung reaksi + 5 tetes urin. Panaskan selama 5 menit sampai mendidih.
Amati perubahan yang terjadi.
Hasil : normalnya (-)
- = (biru jernih)
+ / 1+ = (hijau kekuningan= 0,5-1%)
++ / 2+ = (kuning keruh = 1-1,5%)
+++ / 3+ = (jingga = 2-3,5%)
++++ / 4+ = (merah keruh = > 3,5%)
Pemeriksaan dengan reagen benedict digunakan untuk melihat ada tidaknya glukosa
dalam urin pasien. Penderita diabetes mensekresikan glukosa di dalam urin karena pada
diabetes, glukosa tidak dapat diabsorbsi secara maksimal ke dalam sel-sel atau jaringan.
2. PEMERIKSAAN PROTEIN ASAM SULFOSALICYL
Bahan dan Alat :
- 4 mL urin
- 8 tetes larutan asam sulfosalicyl 20 %
- 2 tabung reaksi
- Lampu spiritus + pemegang tabung
Cara :
Masukkan masing-masing 2 mL urin ke dalam 2 tabung reaksi
Tabung I tambahkan 8 tetes larutan asam sulfosalicyl 20 %
Bandingkan kedua tabung, jika sama-sama jernih artinya tes negatif
Jika tabung reaksi I lebih keruh, panaskan.
Kemudian dinginkan dengan air mengalir lalu amati kekeruhan yang timbul
Hasil : Normal (-)
Pembacaan :
Pada Tabung I sebelum pemanasan jernih, hasil (-)
Bila sewaktu pemanasan dan pendinginan tetap keruh, hasil (+)
Bila sewaktu pemanasan jernih tetapi setelah pendinginan keruh, hasil (+)
Penggunaan hasil : (-/ +/ ++)

3. PEMERIKSAAN UROBILIN (SCHLEZINGER)
Bahan dan Alat :
5ml urine, 4 tetes Lugol, 5 ml larutan Schlezinger, tabung reaksi, kertas saring, corong, kertas
hitam
Cara Kerja:
1. Lihat urin dengan kertas warna hitam , periksa ada fluorosensi/tidak, kalo ada
percobaan tidak dilanjutkan
2. Campurkan dalam tabung reaksi 5 ml urin dengan 4 tetes lugol biarkan 5 menit
3. Tambahkan Schelsinger 5 ml
4. Saring dengan kertas saring,lihat ada/tidak fluorosensi pada filtrat (hasil saringan)
dengan latar hitam.
Normal : (+) ada flourosensi
- = tidak ada fluorosensi
+ = hijau muda
++ = hijau agak tua

4. PEMERIKSAAN BILIRUBIN [HARRISON]
Bilirubin yang ada dalam urin dipekatkan di atas kertas saring dengan jalan
mempresipitatkan fosfat-fosfat yang ada dalam urin memakai bariumchlorida dan bilirubin
melekat pada presipitat itu.
BAHAN & ALAT :
5 ml urin, 5 ml BaCl2 10%, 3 tetes reagen Fouchet: asam trichloracetat 25g; aquadest 100ml;
ferrichlorida 10% 10ml, 1 tabung reaksi, Kertas saring, Corong.
CARA KERJA
Campurkan 5 ml urin dengan 5 ml BaCl2 10%, saring dengan kertas saring
Keringkan presipitat pada kertas saring tersebut
Teteskan 3 tetes reagen Fouchet diatas presipitat, amati perubahan warna yang
terjadi
+ : warna hijau (ada bilirubin)
-: tetap seperti semula (Hasil normal : ( - ))
5. PEMERIKSAAN SEDIMEN URINE
Tujuan pemeriksaan : mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih, memantau perjalanan
penyakit setelah pengobatan, untuk konfirmasi pemeriksaan kimia urin
Bahan pemeriksaan : urin pagi yang segar, urin sewaktu yang segar, urin yang diawetkan
dengan formaldehida 40%
Alat : sentrifuge 1500-2000 rpm, tabung sentrifuge, pipet pasteur
Cara kerja :
- Masukkan urin 7 ml ke dalam tabung sentrifuge, lalu pusinglah dengan kecepatan 1500-
2000 rpm selama 5 menit
- Buang cairan bagian atas tabung sentrifuge sehingga sisa cairannya sekitar 0,5 ml
- Kocok tabung untuk meresuspensikan sedimen
- Ambil 2 tetes lalu taruh di atas objek glass dan tutup dengan kaca penutup lalu amatilah
dengan pembesaran objektif 10X (pembesaran kecil/LPK) untuk melihat epitel, silinder,
kristal; pembesaran 40X (pembesaran besar/LPB) untuk menilai eritrosit, dan leukosit
HASIL : laporkan mengenai unsur dalam sedimen tersebut
- Silinder = jumlah/LPK
- Leukosit, eritrosit = jumlah/LPB
- Sel epitel, kristal (LPK) = (+) ada, (++) banyak, (+++) banyak sekali
- Jamur/bakteri = (-) /(+)






Pemeriksaan Tinja
Normal tinja terdiri dari air, sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel
usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, gas indol, skatol, sterkobilinogen. Bahan
pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan, jika pemeriksaan sangat diperlukan
contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung dari rektum. Untuk pemeriksaan rutin dipakai
tinja sewaktu dan sebaiknya tinja diperiksa dalam keadaan segar karena bila dibiarkan mungkin
sekali unsur unsur dalam tinja menjadi rusak. Pemeriksaan tinja terdiri atas pemeriksaan
makroskopik, mikroskopik dan kimia.
Makaroskopi :
- Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250gram per hari. Banyaknya
tinja dipengaruhi jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.
- Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare konsistensi
menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala
didapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang
lunak dan bercampur gas.
- Warna
Tinja normal kuning coklat, dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya
urobilin lebih banyak. Warna kuning dapat disebabkan karena susu,jagung, lemak dan
obat santonin. Tinja berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung
khlorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam
mekonium.

Kelabu disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan
yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis. Defisiensi enzim
pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak
lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah
pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh
perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh makanan seperti bit atau
tomat. Warna coklat adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau
karena makanan seperti coklat, kopi. Warna coklat tua urobilin yang berlebihan
seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan Warna hitam obat yang yang mengandung
besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
- Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk
didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan
dirombak oleh kuman. Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian
gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
- Darah
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau hitam. Darah itu
mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada
perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan
warna menjadi hitam, ini disebut melena, seperti pada tukak lambung atau varices
oesophagus. Sedangkan pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan, darah
terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda, yang dijumpai pada hemoroid
atau karsinoma rektum.
- Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir
yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir itu
hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar.
Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja, iritasi mungkin terjadi pada usus
halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja.
- Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, ancylostoma dan lain-lain yang mungkin
didapatkan dalam tinja.
Mikroskopik
Ada 3 cara pembuatan sediaan tinja secara langsung yang lazim dipakai untuk
pemeriksaan tinja secara mikroskopis :
1. Teknik pembuatan sediaan tinja dengan larutan garam fisiologis.
Dipakai untuk pemeriksaan bentuk vegetatif (trofozoit) dan kista dari Protozoa, tetapi
sayangnya cara ini tidak dapat dipakai untuk identifikasi spesies secara tegas.
Bahan dan alat yang digunakan :
(a) larutan garam fisiologis
(b) pipet untuk mengambil larutan garam fisiologis
(c) gelas benda yang bersih dan kering
(d) lidi atau tusuk gigi yang bersih
(e) kertas pengisap
Cara kerja :
(1) Dengan pipet diambil satu tetes larutan garam fisiologis, ditaruh di atas gelas benda yang
bersih dan kering.
(2) Dengan lidi atau tusuk gigi diambil sedikit tinja kira-kira 1-2 mg(sebesar kacang hijau), dan
dihancurkan sampai merata dalam tetesan garam fisiologis tadi. Sesudah dipakai lidi dibuang ke
dalam larutan desinfektan(awahama).
(3) Ambil gelas penutup, letakkan di atasnya sedemikian rupa sehingga cairan merata di bawah
gelas penutup dan tidak terjadi gelembung-gelembung udara, dan sediaan ini harus cukup tipis
(kertas koran yang diletakkan di bawahnya cukup jelas terbaca).
4)Diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran kecil (10 X) dahulu,bila sudah ditemukan
baru dengan perbesaran kuat (40X 100X).
(5) Pemeriksaan ini diulangi sedikitnya 3 kali (3 sediaan)

2. Teknik pembuatan sediaan tinja dengan larutan eosin.
Cara ini digunakan untuk pemeriksaan bentuk trofozoit dan kista. Dengan diberi larutan
eosin maka bidang penglihatan akan berwarna merah jambu muda, bila sediaannya cukup baik
(cukup tipis). Parasit yang masih hidup tidak tercat merah sehingga tampak kontras dengan
dasar bidang pemandangan.
Bahan dan alat yang diperlukan :
(a)larutan Eosin 2%
(b) kertas pengisap
(c) pipet untuk mengambil larutan tersebut
(d) gelas benda
(e) gelas penutup
(f) lidi atau tusuk gigi.
Cara kerja :
(1) Dengan pipet diambil dan diteteskan satu tetes larutan Eosin di atas gelas benda yang
bersih dan kering.
(2) Ambil sedikit tinja dengan lidi yang sudah disediakan, dicampur rata dengan tetesan larutan
Eosin tadi.
(3) Ambil gelas penutup dan diletakkan di atasnya dengan hati-hati sehingga cairan merata
dibawah gelas penutup dan tidak terjadi gelembung udara.Jika preparat ini cukup tipis/cukup
baik maka sediaan ini akan berwarna merah jambu muda. Jika warnanya merah tua atau jingga,
itu berarti sediaan tersebut tebal.
4) Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran kecil (10 X) dahulu,bila sudah ditemukan
baru dengan perbesaran kuat (40X 100X).
(5) Pemeriksaan ini diulangi sedikitnya 3 kali (3 sediaan)

3. Teknik pembuatan sediaan tinja dengan larutan Iodium (Lugol)
Reagen : Larutan Lugol 5% :
Iodium .. 5 gr.
Kalium Iodida 10 gr.
Akuadestilata ..... 100 ml.
Cara pembuatan sediaan sama dengan teknik pemeriksaan larutan Eosin, hanya tak perlu tipis-
tipis.
Indikasi:
Cara ini digunakan untuk memeriksa & mengidentifikasi Protozoa bentuk trofozoit maupun
kista. Dalam pemeriksaan dengan cara ini dapat terlihat jelas susunan inti dan butir-butir
kromatin. Begitu pula adanya vakuola glikogen yang terlihat kuning coklat. Bentuk trofozoit
dalam larutan ini segera mati dan membulat, oleh karena itu pada pemeriksaan bentuk kista
dan bentuk trofozoit sering menjadi sukar dibedakan satu sama lain.

Mikroskopi :
PROTOZOA
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan bentuk
trofozoit.
TELUR CACING
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius
vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya
LEUKOSIT
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri
basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit.

Eosinofil
mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran
pencenaan.
ERITROSIT
Eritrosi thanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila
lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti
abnormal.
SEL EPITEL
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal dari dinding
usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel
inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau
peradangan dinding usus bagian distal
KRISTAL
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal tripel fosfat,
kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah
memakan bayam atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak
makan lemak. Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja LUGOL Butir-
butir amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran
pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin
didapatkan kristal hematoidin
SISA MAKANAN
Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu
jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan
sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat
otot, serat elastisdan lain-lain. Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan
larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh
Sudan IIIatau IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoe. Sisa
makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma malabsorpsi.

Pemeriksaan Kimia Tinja (darah samar)
Test terhadap darah samar penting sekali untuk mengetahui adanya perdarahan kecil
yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopi atau mikroskopi.
A. CARA DENGAN BENZIDINE BASA
1. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml dan panasilah
hingga mendidih.
2. Saringlah emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat sampai menjadi dingin kembali.
3. Ke dalam tabung reaksi lain dimasukkan benzidine basa sebanyak sepucuk pisau.
4. Tambahkan 3 ml asam asetat glacial, kocoklah sampai benzidine itu larut dengan
meninggalkan beberapa kristal.
5. Bubuhilah 2 ml filtrat emulsi tinja, campur.
6. Berilah 1 ml larutan hidrogen peroxida 3%, campur.
7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit (jangan lebih lama).
HASIL : ( - ) tidak ada perubahan warna atau warna yang samar-samar hijau
( + ) hijau
(+ +) biru bercampur hijau
( + + + ) biru
( + + + + ) biru tua
TES RUMPLE LEEDE
Untuk menguji ketahanan / fragilitas kapiler darah
Bahan & Alat
Tensimeter, stopwatch, Spidol
Cara Kerja
Pada volar lengan bawah, 3 jari dibawah foss cubiti, buat lingkaran dengan spidol
diameter 2,5 cm x 2,5 cm
Pasang manset pada lengan atas dengan tekanan antara sistolik-diastolik dan
pertahankan selama 5 10 menit
Kemudian lepaskan dan tunggu selama 2 menit sampai stasis darah lenyap
Carilah petekie yang ada pada lingkaran tersebut
Hasil normal : jumlah petekie < 20 ( negatif )

Anda mungkin juga menyukai