Anda di halaman 1dari 2

Di Bali tepatnya pada tahun 1965 banyak sekali hal-hal yang terjadi yang tentu saja

berhubungan dengan PKI,sama seperti di daerah lainnya Bali juga menjadi salah satu wilayah
pembantaian sadis yang cukup terkenal dikalangan masyarakat. Banyak sekali saksi-saksi yang
seharusnya mampu memberikan tanggapan maupun kesaksian mereka terhapad apa yang terjadi
pada saat itu, namun masyarakat Bali lebih memilih untuk diam dan memendam semua cerita
tersebut kerena menceritakan hal tersebut dianggap membuka luka dalam yang setidaknya sudah
mulai tertutupi seiring waktu, hanya segelintir orang yang mau dan mampu menceritakan
bagaimana kejamnya pembantaian yang dilakukan para anggota G30S/PKI pada saat itu.
Ditambah lagi keadaan masyarakat pada saat itu belum seperti sekarang,yang dimana saat ini
sudah terdapat alat-alat canggih yang mampu digunakan untuk berkomunikasi jarak
jauh,walaupun pada masa itu sudah terdapat telfon namun hanya sedikit orang yang
menggunakannya sehingga cerita-cerita yang berhubungan dengan G30S/PKI itupun tidak
menyebarluas dengan mudahnya seperti sekarang jika ada sesuatu yang terjadi tentu akan cepat
diketahui oleh masyarakat luas.
Masyarakat Bali yang menjadi saksi-saksi pada saat itu sebetulnya sudah merasa tidak bisa
lagi memendam apa yang mereka lihat dan mereka dengar dengan mata kepala mereka
sendiri,namun apa daya mereka takut akan sesuatu hal yang terjadi jikalau mereka menceritakan
peristiwa tersebut. Ada yang takut dituduh sebagai salah satu anggota PKI dan banyak lagi hal
yang ditakuti para saksi untuk menceritakannya. Pada masa itu tidak heran masyarakat dengan
mudahnya menemukan mayat-mayat yang bergelimpangan atau mendengar ada seseorang yang
terbunuh di sekitar rumah tempat tinggal mereka ataupun di wilayah tempat mereka tinggal,
karena yang terjadi adalah setan hitam berbaret merah datang untuk menghabisi nyawa
siapapun yang dianggap sebagai anggota maupun partisipan PKI pada masa itu Bagaimana tidak
para saksi takut menceritakan peristiwa tersebut yang dimana mereka bisa saja ada dilokasi
pembantaian melihat langsung kekejaman yang dilakukan,takut akan kembali teringat bagaimana
mendengar jerit kesakitan para korban yang terbunuh.
Namun ada beberapa saksi yang mau diwawancara untuk sekedar memberika informasi
bagaimanakah keadaan sebenernya pada masa itu, walaupun memang ada beberapa saksi yang
menolak untuk di wawancara dan memberikan keterangan.
Berikut kisah yang memang sudah turun- temurun diceritakan di keluarga tersebut
sehingga kali ini yang meceritakan adalah cucu dari saksi itu disebabkan saksi yang mengetahui
kejadian sudah meninggal dunia.
Beliau berasal dari Bangli. Konon katanya pada waktu itu banyak orang yang diculik dan
dibawa ke suatu tempat untuk dibunuh. Saat itu kakek beliau adalah seorang Jero Mekel dan juga
polisi pamong praja yang mempunyai banyak pengayah yang harus menjaga kestabilan,
keamanan dan ketenangan di wilayahnya. Kakek sering bercerita bahwa pada waktu itu situasi
sangat gawat dan genting sekali. Banyak kepala keluarga yang ditangkap dan diculik kemudian
dibunuh, bahkan ada yang langsung dibunuh di depan rumahnya sendiri dengan digorok,
diklewang atau ditembus dengan timah panas, disaksikan oleh anak dan istrinya.
Orang yang bertugas menculik dan membunuh ketika itu dikenal dengan istilah tameng.
Istilah ini begitu terkenal di desa bapak tersebut dan sampai sekarang masih melekat. Para
tameng yang masih hidup sekarang kebanyakan hidupnya tidak karuan dan terlunta-lunta,
bahkan ada yang sangat menderita. Mungkin itu karena karma yang harus mereka tanggung
akibat membunuh orang-orang yang tidak berdosa.
Begitulah cerita yang dipaparkan oleh bapak yang tidak ingin disebutkan namanya,begitu
kejam dan keji jika kita sudah membaca apa yang terjadi pada saat itu dan tragedi tersebut
merupakan segores kisah kelam di Bali.

Anda mungkin juga menyukai