Anda di halaman 1dari 6

MENYINGKAP SYUBHAT SEPUTAR TARAWIH

Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman


Muqoddimah
Alhamdulillah, segenap puji hanya untuk Allah Subhaanahu Wa Taala yang menjadikan
Ramadlan sebagai bulan penuh keberkahan, ampunan, rahmat, dan kebaikan. Semoga
sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada teladan mulya, Rasulullah Muhammad
shollallaahu alaihi wasallam yang telah mensunnahkan Qiyaamu Ramadlan dan amalan-
amalan ibadah lain yang sarat dengan maslahat dan keberkahan.
Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah Subhaanahu Wa Taala senantiasa melimpahkan
rahmatNya kepada kita semua
Salah satu upaya penentang dakwah Ahlussunnah untuk menjauhkan umat dari dakwah
yang mulya ini adalah dengan menjauhkan mereka dari para Ulama yang sesungguhnya.
Penentang dakwah Ahlussunnah tersebut menyematkan gelar-gelar dan penamaan yang
aneh dan buruk terhadap orang-orang yang berpegang teguh dengan Sunnah, kokoh di
dalam meniti jejak Salafus Sholeh (Salafy).
Penyebutan wahaby misalnya, adalah penyebutan yang salah dari sisi bahasa maupun
makna. Gelar wahaby disematkan pada orang-orang yang selama ini kokoh di atas Sunnah
Nabi untuk mengesankan bahwa mereka adalah orang-orang yang hanya fanatik dan taqlid
buta terhadap Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. (untuk mengetahui lebih jauh tentang
penisbatan nama Wahaby dan tujuan di baliknya, silakan disimak lebih lanjut artikel yang
ditulis al-Ustadz Ruwaifi berjudul: Siapakah Wahhabi? di
http://darussalaf.or.id/stories.php?id=130)
Para Ulama Ahlussunnah semisal Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Syaikh Muhammad
bin Sholih al-Utsaimin, Syaikh Sholih al-Fauzan, dan para Ulama lain yang semanhaj
dengan mereka dianggap sebagai Wahaby. InsyaAllah pada tulisan yang lain akan dijelaskan
sisi-sisi lain kesalahan penisbatan nama Wahaby tersebut kepada Ahlussunnah.
Terdapat suatu tulisan pada blog penentang dakwah Ahlussunnah yang berjudul: Fitnah dan
Bidah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan(1). Tulisan itu menyoroti jumlah rokaat
tarawih dan menganggap bahwa UlamaAhlussunnah (yang mereka sebut sebagai Wahaby)
telah mengada-ada dan membatasi jumlah rokaat tarawih hanyalah 8. Pada tulisan ini
insyaAllah akan disingkap kedustaan tuduhan tersebut serta syubhat-syubhat yang terkait
dengan sholat tarawih. Hanya kepada Allahlah seharusnya kita bertawakkal, tiada daya dan
kekuatan kecuali atas pertolongan dari Allah Subhaanahu Wa Taala.
Syubhat ke-1: Wahaby Membatasi Jumlah Rokaat Tarawih
Hanya 8
Disebutkan dalam blog penentang dakwah Ahlussunnah:
Diantara Fitnah wahhaby dibulan Ramadhan :
1. Wahaby mensyariatkan Shalat Sunnah Tarawih 8 rekaat, padahal tidak ada satupun
Imam Madzab Sunni yang mensyariatkan
Bantahan:
Jika yang dimaksud dengan istilah Wahaby (padahal istilah tersebut salah secara nama,
makna, dan penisbatan) oleh mereka adalah para Ulama Ahlussunnah seperti yang
terhimpun dalam al-Lajnah adDaimah Saudi Arabia (yang pada saat itu dipimpin oleh Syaikh
bin Baaz), atau Ulama Ahlussunnah lain semisal Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin,
maka itu adalah justru tuduhan tanpa dasar.
Para Ulama Ahlussunnah tersebut tidaklah memberikan batasan jumlah rokaat pada sholat
tarawih dan witir yang biasa dilakukan pada bulan Ramadlan.
Kita bisa menyimak Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah:




Sholat tarawih (ditambah witir) sebelas atau tiga belas rokaat, salam pada tiap dua rokaat
dan witir dengan satu rokaat adalah paling utama, sebagai bentuk mencontoh Nabi
shollallaahu alaihi wasallam. Barangsiapa yang sholat 20 rokaat atau lebih, maka tidak
mengapa, berdasarkan sabda Nabi shollallaahu alaihi wasallam: Sholat malam itu dua-dua
rokaat, jika salah seorang dari kalian khawatir masuk Subuh, maka hendaknya ia sholat 1
rokaat yang merupakan witir terhadap sholat-sholat sebelumnya (Muttafaqun alaih).
Maka Nabi shollallaahu alaihi wasallam tidaklah membatasi jumlah rokaat (tarawih dan
witir) dengan batasan tertentu. Dan karena Umar semoga Allah meridlainya- dan para
Sahabat semoga Allah meridlai mereka- sholat pada sebagian malam 20 rokaat selain witir,
padahal mereka adalah manusia yang paling mengetahui tentang Sunnah (Fatwa yang
merupakan jawaban dari pertanyaan nomor 6148).
Nash-nash AlQuran ataupun as-Sunnah tidak ada yang menyebutkan istilah tarawih secara
khusus. Dalam hadits hanya disebutkan sebagai istilah: qiyaamu Ramadlan atau qiyaamul
lail pada bulan Ramadlan.


Barangsiapa yang qiyaamul lail pada bulan Ramadlan dengan iman dan ikhlas, maka
diampunilah dosanya yang telah lalu (Muttafaqun alaih).
Istilah tarawih adalah istilah dari para Ulama untuk mengisyaratkan sholat malam yang
biasa dilakukan berjamaah pada bulan Ramadlan. Disebut sebagai tarawih karena
biasanya dilakukan dalam waktu yang cukup lama, sehingga membutuhkan waktu
beristirahat sejenak (

( pada setiap 2 kali salam (Lihat Lisaanul Arab (2/462), Fathul


Baari (4/294), dan Syarh Shahih Muslim linNawawi (6/39)).
Dalam hal jumlah rokaat tarawih dan witir ini ada 2 kelompok yang keliru. Kelompok
pertama, membatasi hanya 11 rokaat dan membidahkan kaum muslimin yang sholat lebih
dari 11 rokaat. Sebaliknya, kelompok ke-2 adalah yang mengingkari kaum muslimin yang
sholat hanya dengan 11 rokaat, dan mengatakan bahwa mereka telah menyelisihi ijma.
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menyatakan:
Dalam hal ini kita katakan: Tidak boleh bagi kita bersikap ghuluw (melampaui batas) dan
meremehkan. Sebagian manusia berlebihan dalam hal berpegang teguh dengan as-Sunnah
dalam hal jumlah rokaat. Ia berkata: Tidak boleh menambah jumlah (rokaat) yang telah
tersebut dalam As-Sunnah. Dan ia mengingkari dengan pengingkaran yang keras orang-
orang yang menambahi jumlah rokaat tersebut dan berkata: sesungguhnya itu adalah dosa
dan maksiat.
Yang demikian ini, tidak diragukan lagi adalah salah. Bagaimana bisa dikatakan berdosa dan
bermaksiat? Padahal Nabi shollallaahu alaihi wasallam pernah ditanya tentang sholat
malam, beliau bersabda: Dua rokaat-dua rokaat, dan beliau tidaklah membatasi
jumlah. Telah dimaklumi bahwa orang yang bertanya kepada beliau tentang sholat malam
tidaklah mengetahui jumlah rokaatnya. Karena seseorang yang tidak mengetahui tentang
tata caranya, maka tentu lebih tidak tahu tentang jumlah rokaatnya. Penanya tersebut juga
bukan pembantu Nabi sehingga kita katakan: sesungguhnya ia tahu apa yang terjadi di
rumah beliau. Maka jika Nabi shollallaahu alaihi wasallam menjelaskan kepadanya tentang
tata cara sholat tanpa membatasi jumlah rokaat tertentu, berarti bisa diketahui bahwa dalam
masalah ini terdapat keleluasaan. Tidak mengapa bagi seseorang untuk sholat 100 rokaat
dan witir dengan 1 rokaat.
Adapun sabda Nabi shollallaahu alaihi wasallam : Sholatlah sebagaimana kalian melihat
aku sholat. Ini bukanlah pada keumumannya, sekalipun terhadap mereka. Karena itu
mereka tidak mewajibkan manusia untuk witir sesekali dengan 5 rokaat, sesekali dengan 7
rokaat, sesekali 9 rokaat. Kalau kita mengambil keumuman tersebut niscaya kita akan
berkata: Wajib berwitir dengan 5 rokaat sesekali, 7 rokaat sesekali, 9 rokaat sesekali secara
langsung. Sesungguhnya yang dimaksud adalah: Sholatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku sholat dalam tata cara (kaifiat). Adapun dalam hal jumlah rokaat tidak, kecuali
ada nash yang menunjukkan batasannya.
Intinya, semestinya seseorang tidak bersikap keras pada manusia dalam hal yang ada
keleluasaan. Sampai-sampai kita melihat sebagian saudara kita yang bersikap keras dalam
masalah ini dan membidahkan para Imam yang menambah dari 11 rokaat, sehingga
mereka keluar dari masjid, dan luputlah dari mereka pahala yang besar, yang disabdakan
Rasul shollallaahu alaihi wasallam: Barangsiapa yang shalat bersama Imam sampai Imam
tersebut berpaling, maka tercatat ia melakukan qiyamul lail satu malam penuh (riwayat
atTirmidzi). Kadang-kadang mereka duduk jika telah sholat 10 rokaat, sehingga
mengakibatkan terputusnya shof dengan duduk mereka. Kadang-kadang mereka
berbincang-bincang satu sama lain, sehingga mengganggu orang yang sholat.
dan kita tidak meragukan bahwa mereka menginginkan kebaikan, dan mereka berijtihad,
akan tetapi tidak setiap orang yang berijtihad benar.
Kelompok ke-2: kebalikan dari itu. Mereka mengingkari orang-orang yang hanya sholat 11
rokaat dengan pengingkaran yang besar.
Mereka berkata: orang-orang itu telah keluar dari ijma, padahal Allah berfirman (yang
artinya): Barangsiapa yang menyelisihi Rasul, setelah jelas baginya petunjuk, dan mengikuti
selain jalan orang beriman, kami akan palingkan ia ke arah dia berpaling dan kami akan
masukkan ia ke Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. Semua
orang sebelummu tidak mengetahui (jumlah rakaat tarawih) kecuali 20 rokaat, kemudian
bersikap keras dalam masalah ini. Dan ini juga salah. (Syarhul Mumti (4/73-75).
Syubhat ke-2: Nabi Sholat Berjamaah Tarawih 8 Rokaat
Kemudian Para Sahabat Menyempurnakan (Tambahan) di
Rumah-rumah Mereka

Blog penentang dakwah Ahlussunnah tersebut menyebutkan hadits :


Rasulullah keluar untuk sholat malam di bulan Ramadhan sebanyak tiga
tahap: malam ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk sholat bersama umat di masjid.
Rasulullah sholat bersama mereka sebanyak delapan rakaat, dan kemudian
mereka menyempurnakan baki sholatnya di rumah masing-masing.
Bantahan:
Dalam nukilan hadits yang ditulis dalam blog penentang dakwah Ahlussunnah tersebut
terdapat kalimat:


Nabi shollallaahu alaihi wasallam sholat bersama mereka 8 rokaat, kemudian mereka
menyempurnakan sisanya di rumah mereka.
Pada catatan kaki (nomor 8), dikatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim.Padahal, jika kita simak dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, tidak ada lafadz
semacam itu. Ini adalah kesalahan yang menunjukkan kelemahan mereka dalam ilmu hadits.
Semestinya, dalam riwayat alBukhari dan Muslim disebutkan:


Dari Aisyah : Sesungguhnya Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam sholat di masjid pada
suatu malam, kemudian sholatlah bersama beliau sekelompok manusia. Kemudian sholat
pada malam selanjutnya, sehingga banyaklah manusia. Kemudian pada malam ke-3 dan ke-
4 manusia berkumpul, tetapi Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam tidak keluar menuju
mereka. Ketika pagi hari beliau bersabda: Aku telah melihat apa yang kalian lakukan.
Tidaklah ada yang mencegahku untuk keluar menuju kalian kecuali aku khawatir (sholat
malam) diwajibkan bagi kalian. (Perawi berkata): Yang demikian itu terjadi pada bulan
Ramadlan (riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hal perbuatan, riwayat yang menunjukkan jumlah rokaat sholat malam Nabi adalah
11 rokaat, dan ada juga riwayat yang menyatakan 13 rokaat.
Riwayat yang menunjukkan 11 rokaat adalah keadaan yang paling sering beliau lakukan.


Dari Abu Salamah bin Abdirrahman yang mengkhabarkan bahwa ia bertanya kepada Aisyah
radliyallaahu anha tentang bagaimana sholat Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam pada
bulan Ramadlan. Aisyah berkata:Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam tidaklah
menambah pada bulan Ramadlan maupun pada bulan lainnya lebih dari 11 rokaat
(Muttafaqun alaih).
Riwayat yang menunjukkan 13 rokaat:


Dari Aisyah radliyallaahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam
sholat malam 13 rokaat, kemudian sholat dua rokaat ringan setelah mendengar adzan
Subuh (riwayat al-Bukhari).
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaany menyatakan bahwa kedua riwayat itu tidak bertentangan
karena bisa jadi (pada yang 13 rokaat) adalah termasuk sholat Sunnah bada isya, atau bisa
juga yang dimaksud adalah tambahan 2 rokaat yang ringan dilakukan (Lihat Fathul Baari juz
4 halaman 123).
Sedangkan dalam hal ucapan, beliau hanya menyatakan bahwa sholat malam itu 2 rokaat-2
rokaat tanpa membatasi jumlah rokaat tertentu sebagaimana hadits Mutafaqun alaih.
Syubhat ke-3: Ada riwayat khusus dari Ibnu Abbas yang
menunjukkan bahwa Nabi sendiri pernah sholat pada bulan
Ramadlan 20 rokaat tambah witir
Dalil yang digunakan adalah hadits:


Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam sholat pada bulan Ramadlan dengan tidak
berjamaah 20 rokaat dan witir
Bantahan:
Hadits itu lemah karena adanya perawi yang bernama Abu Syaibah Ibrohim bin
Utsman, demikian dinyatakan oleh al-Baihaqy (Lihat Talkhiisul Habiir karya Ibnu Hajar al-
Asqolaany juz 2 halaman 21 dan Nailul Authar karya AsySyaukaany juz 3 halaman 64).

Anda mungkin juga menyukai