Anda di halaman 1dari 8

Penanganan Sickle-Cell Diseasedengan Metode Deteksi Southern Blotting dan

Terapi gen

Pendahuluan
Kelainan menurun yang paling umum diantara keturunan Afrika adalah
penyakit sel-sabit (sickle-cell disease), yang menyerang satu dari 400 orang Afrika-
Amerika. Penyakit sel-sabit disebabkan oleh penggantian satu asam amino normal
(asam glutamat) dengan asam amino lain (valin) pada posisi tertentu dalam struktur
primer hemoglobin, protein yang mengangkut oksigen dalam sel darah merah. Sel darah
merah normal berbentuk cakram, namun dalam penyakit sel sabit, molekul hemoglobin
yang abnormal cenderung mengkristal, merusak bentuk sebagian sel menjadi seperti
sabit.
Sel yang berbentuk sabit
dapat menggumpal dan menyumbat
pembuluh darah kecil, seringkali
menyebabkan gejala-gejala lain di
sekujur tubuh, termasuk kelemahan
fisik, nyeri, kerusakan organ dan
bahkan paralisis (lumpuh). Oleh
karena itu,dibutuhkan suatu
penanganan khusus untuk kelainan
genetik ini dimana dengan bantuan
teknologi DNA seperti Southern blotting dan Terapi gen.
Perkembangan Metode yang Dipilih
Metode yang dapat digunakan dalam mendeteksi penyakit sel-sabit adalah
dengan uji Microarray terhadap tingkat ekspresi gen melalui berbagai tahap, yaitu :
1) Isolasikan mRNA.
2) Buatlah cDNA dengan transkripsi balik menggunakan nukleotida berlabel
fluoresence.
3) Tempelkan campuran cDNA ke microarray, kaca objek tempat salinan-salinan
fragmen DNA beruntai tunggal dari gen organisme terfiksasi, gen yang berbeda
pada masing-masing titik. cDNA berhibridisasi dengan DNA komplementer
apapun pada microarray.
4) Bilaslah cDNA berlebih. Pindahkan microarray untuk menemukan fluoresensi.
Setiap titik fluoresence (kuning) merepresentasikan gen yang diekspresikan
dalam sampel jaringan.

Dalam uji microarray ini, dapat dideteksi alel abnormal penyebab-penyakit
dengan cara menguji penanda genetik (genetic marker). Salah satu penanda genetik
yang paling bermanfaat adalah variasi pasangan-basa tunggal dalam genom populasi
manusia. Situs pasangan basa tunggal tempat ditemukan variasi pada setidaknya 1%
populasi disebut single nucleotide polymorphism(SNP). SNP rata-rata terjadi sekali
setiap 100 sampai 300 pasangan basa dalam geno manusia, dan ditemukan dalam
sekuens DNA pengkode maupun bukan pengkode. Sejumlah SNP mengubah sekuens
yang dikenali oleh enzim restriksi, seperti yang terjadi pada perbedaan nukleotida
tunggal antara alel -globin normal dan sel sabit.
Diagram ini menggambarkan segmen-segmen homolog DNA dari keluarga
dengan sebagian anggota keluarga
yang mengidap suatu penyakit
genetik. Dalam keluarga in,
anggota keluarga yang tidak
mengidap penyakit memiliki T
pada sebuah lokes SNP tertentu.
Jika anggota keluarga memiliki C pada lokus tersebut, kemungkinan besar orang itu
juga mewarisi alel penyebab penyakit (di sini, hanya satu untai yang ditunjukkan untuk
setiap molekul DNA).
Adapun metode lain yang dapat dianjurkan dalam mendeteksi penyakit sel-sabit
adalah dengan Southern Blotting. Dalam contoh ini, dilakukan perbandingan sampel
DNA genom dari 3 orang : homozigot untuk alel -globin normal (I), homozigot untuk
alel sel sabit mutan (II) dan heterozigot (III), dengan menggunakan kuar berlabel
radioaktif. Tahap-tahap yang berlangsung antara lain :
1) Preparasi fragmen restriksi.
Setiap sampel DNA dicampur
dengan enzim restriksi yang
sama, misal DdeI. Digesti dari
setiap sampel menghasilkan
campuran dari ribuan fragment
restriksi.

2) Elektroforesis gel.
Fragmen restriksi pada setiap
sampel dipisahkan melalui
elektroforesis, membentuk pola
pita yang khas.
3) Transfer DNA (blotting).
Dengan gel yang telah disusun
seperti gambar, daya kapilaritas
menarik larutan alkalin ke atas
ke arah gel, mentransfer DNA
ke membran nitroselulosa,
menghasilkan blot. DNA
terdenaturasi dalam proses ini
(versi lain dari metode ini
menggunakan arus listrik untuk
mempercepat transfer DNA).
Untai tunggal DNA yang
menempel ke nitroselulosa
membentuk pita-pita yang sesuai
dengan pita-pita pada gel.

4) Hibridisasi dengan kuar radioaktif.
Blot nitroselulosa dipaparkan ke
larutan yang mengandung kuar
berlabel radioaktif. Dalam
contoh ini, kuar merupakan
DNA beruntai tunggal yang
komplementer terhadap gen -
globin. Molekul kuar melekat
melalui perpasangan basa ke
fragmen restriksi apa pun yang
mengandung bagian gen -
globin (pita-pita DNA belum
tampak).


5) Deteksi kuar.
Selembar film fotografik
diletakkan di atas blot.
Radioaktivitas dalam kuar yang
terikat akan terpapar ke film
sehingga terbentuk gambaran
yang sesuai dengan pita-pita
yang mengandung DNA yang
berpasangan basa dengan kuar.


Setelah proses deteksi penyakit sel-sabit, penanganan yang biasa digunakan
adalah dengan pemberian antibiotik yang hanya berfungsi untuk mengurangi sakit.
Kemudian metode penanganan lain yang dapat
dianjurkan adalah dengan terapi gen. Terapi
gen dilakukan untuk mengintroduksi gen ke
dalam pengidap penyakit demi tujuan terapetik
dan menyimpan potensi yang besar untuk
menangani kelainan-kelainan yang disebabkan
oleh satu gen cacat. Dalam teori, alel normal
dari gen cacat dapat disisipkan ke dalam sel-sel
somatik dari jaringan yang diserang oleh
penyakit tersebut.
Agar terapi gen dari sel-sel somatik
menjadi permanen, sel-sel yang menerima alel
normal harus dapat memperbanyak diri sepanjang usia pasien. Sel-sel sumsum tulang,
yang mencakup sel-sel punca yang menghasilkan semua sel darah dan sistem kekebalan
merupakan kandidat utama.
Terapi gen untuk penanganan penyakit sel-sabit adalah terapi gen dengan
menggunakan vektor retrovirus.
Retrovirus yang telah dibuat tak berbahaya digunakan sebagai vektor dalam
prosedur ini, yang megeksploitasi kemampuan retrovirus menyisipkan transkrip DNA
dari genom RNA-nya ke dalam kromosom DNA sel inang. Jika gen asing yang dibawa
oleh vektor retrovirus ini diekspresikan, sel dan keturunannya akan memiliki produk
gen tersebut, dan pasien dapat sembuh. Sel yang berproduksi seumur hidup, misalnya
sel sumsum tulang, merupakan kandidat ideal untuk terapi gen.
Pembahasan
Dalam metode
penangangan penyakit sel sabit
dapat dilakukan dalam 2 tahap,
yaitu pendeteksian (penegasan)
dan pemulihan melalui terapi.
Dapat diketahui bahwa sel sabit
merupakan mutasi titik (point
mutation), dimana dalam DNA,
untai cetakan mutant (atas)
memiliki A sedangkan cetakan wild-type memiliki T. mRNA mutant memiliki U
sebagai pengganti A pada salah satu kodon sehingga hemoglobin mutant (sel sabit)
memiliki valin (val) sebagai
ganti asam glutamat (glu).
Jadi alel penyebab penyakit
sel sabit berbeda dari alel
normal oleh satu pasangan
basa DNA. Oleh karena itu
metode yang dapat
digunakan dalam
mendeteksi adalah uji
microarray atau southern
blotting. Sebaiknya southern blotting yang merupakan metode kualitatif digunakan
dalam kasus ini, karena target DNA yang ingin dideteksi sudah diketahui sehingga
dapat langsung mengetahui adanya mutasi atau tidak (jika terjadi mutasi, maka pasien
mengidap penyakit sel sabit). Dengan southern blotting pada sampel, maka alel
dipisahkan dipisahkan dari vektor DNA namun mencakup sejumlah DNA yang
bersebelahan dengan sekuens
pengkode. Sekuens alel normal
mengandung 2 situs yang dikenali
oleh enzim restriksi DdeI. Alel sel
sabit tidak memiliki salah satu dari
situs ini. Kemudian sampel dari
masing-masing alel yang telah dipurifikasi dipotong dengan enzim DdeI dan kemudian
diberi perlakuan elektroforesis gel, menghasilkan 3 pita untuk alel normal dan 2 pita
untuk alel sel sabit. Berbeda dengan microarray, yang merupakan metode kuantifikasi
dimana melihat ekspresi mRNA.
Kemudian dalam proses pemulihan, sebaiknya digunakan metode terapi gen
selain hanya menggunakan antibiotik. Pada metode terapi gen, dapat dilakukan dengan
menggunakan vektor retrovirus yang disisipkan versi RNA dari alel normal. Kemudian,
retrovirus dibiarkan menginfeksi sel-sel sumsum tulang yang telah diangkat dari pasien
dan dikultur sehingga DNA virus yang membawa alel normal menyisip ke dalam
kromosom. Barulah sel hasil rekayasa diinjeksikan ke dalam sumsum tulang pasien.
Oleh karena itu jika gen asing yang dibawa oleh vektor retrovirus diekspresikan, maka
sel dan keturunannya akan memiliki produk gen tersebut dan pasien dapat sembuh.

Kesimpulan
Penanganan penyakit sel sabit dapat dilakukan dengan mendeteksi gen terlebih
dahulu, kemudian dilakukan pemulihan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan southern
blotting dan pemulihan dapat dilakukan dengan terapi gen.

Saran
Penyakit sel sabit sebaiknya dicegah sejak dini dengan menjaga pola makan dan
lingkungan. Sebaiknya digunakan metode teknologi DNA seperti southern blottig dan
terapi gen dalam penanganannya daripada menggunakan antibiotik, obat-obatan karena
selain penyakit dapat terdeteksi terlebih dahulu, kelainan genetik dapat disembuhkan
dan dicegah untuk keturunan selanjutnya.










Daftar Pustaka

Campbell, dkk. 2008. Biologi edisi kedelapan : jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Connor JM, Ferguson SMA, 1994: Textbook Essential Medical Genetics, 142-145, 165-
167.
Thompson MW, dkk. Textbook Genetics in Medicine,66-81.




























Genetika II

Hari / Tanggal : Rabu, 4 Juni 2014
Nama Kelompok : 1. Raissa Ivena / 7121020
2. Celine Christsandy / 7121026
3. L. Ronald T / 7121034
4. Derdy Janli / 7121039



Fakultas Teknobiologi
Universitas Surabaya
2014

Anda mungkin juga menyukai