Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue
2.1.1. Etiologi DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa
bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura), kadang-
kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan
(shock).
2.1.2. Penularan DBD
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), ada tiga faktor yang memegang
peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor
perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia.
Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas mengigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak
aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain,
nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di
dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-
tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro, 2005).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes
aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di
atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetes menjadi jentik dalam waktu 2
hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk
betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan
telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan
berbulan-bulan pada suhu -2oC -42oC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes RI,
2005).
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya, antara lain: (1) wilayah yang banyak kasus (endemis), (2) tempat-tempat
umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai
wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue
cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dan
lain nya, (3) pemukiman baru di pinggir kota. Karena di lokasi ini penduduknya
berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau
Universitas Sumatera Utara
carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal
(Depkes RI, 2005).
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter
namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia
nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat
umum.Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian 1000 meter
dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak,
karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
2.1.3. Pencegahan DBD
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), bahwa pencegahan dan
pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu
nyamuk penular Aedes aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena
vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara
yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh peran serta masyarakat.
Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi
nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan
DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus
dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik
Universitas Sumatera Utara
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005). Menurut
Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD, meliputi:
1. Fogging, Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida,
mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka
penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya
dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau sekurang-
kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik
nyamuk Aedes aegypti di lokasi.
2. Penyuluhan kepada masyarakat. Penyuluhan tentang demam berdarah dan
pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader/PKK dan
kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa
kesempatan. Selain penyuluhan kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan
secara individu melalui kegiatan Pemantauan J entik Nyamuk (PJ B).
3. Pemantuan jentik berkala, Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga)
bulan di rumah dan tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas J entik (ABJ )
setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan
penyebaran DBD.
4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD, cara yang tepat dalam pencegahan
DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD, dapat dilakukan dengan cara antara
lain:
Universitas Sumatera Utara
1) Fisik, cara ini dikenal dengan 3M yaitu: menguras dan menyikat bak
mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat
penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain),
mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas
(kaleng, ban dan lain-lain). Berdasarkan fakta ini, Depkes RI telah
menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD di Indonesia.
2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida.
Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang
digunakan adalah dalam bentuk granule (sand granules), dengan dosis
1 ppm atau 100 gram (1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter
air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan.
Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan insect
growth regulato.
3) Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi
adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah,
ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain).
Sampai saat ini pemberantasan vektor masih merupakan pilihan yang terbaik
untukmengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini pada
prinsipnya samadengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan
mengadakan penyesuaiantentang ekologi vektor penyakit di Indonesia. Strategi
Universitas Sumatera Utara
tersebut terdiri atas perlindunganperseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah
dan pemberantasan vektor untuk pencegahanwabah, dan pencegahan penyebaran
penyakit DBD.
Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD
melalui fogging atau penyemprotan. Padahal untuk melakukan fogging tersebut
diperlukan beberapa ketentuan, mulai dari penemuan kasus dan kemudian pengajuan
surat penyemprotan kepada Rumah Sakit terdekat. Hal ini karena fogging tidak baik
apabila diterapkan terlalu sering. Upaya lain untuk memberantas nyamuk dan juga
jentik, terdapat beberapa cara sederhana dan hanya diperlukan kepedulian, ketelitian
dan keuletan setiap penghuni rumah akan keadaan lingkungan. Cara paling efektif
untuk mencegah penularan DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk penular,
mengurangi populasi nyamuk penular, dan mengenali cara hidup nyamuknya. Hal ini
karena seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa apabila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan
tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya (Rahayu, 2012).
Satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Penularan ini terjadi karena
setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang
dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Universitas Sumatera Utara

2.2. Partisipasi Masyarakat
2.2.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah wujud nyata dari peranserta masyarakat.
Partisipasi masyarakatadalah suatu proses dimana individu, keluarga dan masyarakat
dilibatkan dalamperencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di wilayahnya.
Kegiatanini dimaksudkan untuk menyakinkan masyarakat bahwa program ini
perludilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada
dilingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat meningkatkan rasa percaya
dirimasnyarakat untuk ikut melaksanakan pembangunan.
Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang
yangmemungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif
berkontribusidalam pembangunan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata
bagiseluruh warganya.Untuk hal tersebut maka perlu adanya pembinaan yang intensif
dariberbagai fihak terkait sehingga masyarakat mempunyai kemampuan
danketrampilan memberantas vektor serta dapat membuat pilihan-pilihan
terbaikdalam segala hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan sehingga
bisabertindak secara individual maupun kolektif (Zairina, 2009).
Tjondronegoro (1996) dalam Haqiqiansyah (1999) menyatakan bahwa
partisipasi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, motivasi, struktur, dan starifikasi
sosial dalam masyarakat. Seseorang akan berpartisipasi apabila dapat memenuhi
kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan keuntungan, dan meningkatkan statusnya.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan
seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi
diri dan kehidupannya maupun bagi pelaksanaan tugas sehari-hari. Pendidikan dapat
mempengaruhi cara berpikir, cara merasa, dan cara bertindak seseorang.
Partisipasi masyarakat menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Soetomo (2006)
menginventarisasi adanya enam tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi
antara lain:
1) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2) partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi program-
program pemerintah;
3) partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu;
4) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para
staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial;
5) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukan sendiri;
6) partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka.
Universitas Sumatera Utara
Tjokroamidjojo (2000) menjelaskan bahwa partisipasi adalah keterlibatan
semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Conyers dalam
Suparjan dan Suyatno (2003) menyebutkan tiga alasan penting dibutuhkannya
partisipasi masyarakat yaitu;
(1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program serta proyek-proyek pembangunan akan gagal,
(2) Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, dan
(3) Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa partisipasi
merupakan suatu hal demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat.
Cary dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh
jika tiga kondisi berikut terpenuhi (1) Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya
kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi, (2)
Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat
sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program,
(3) Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk
berpartisipasi dalam program.
Universitas Sumatera Utara
Terkait partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan Sasongko dalam
Notoadmodjo (2005) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai dalam partisipasi
masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
Tujuan ini mengandung konsekuensi bahwa partisipasi merupakan proses yang harus
dikembangkan dalam setiap upaya kesehatan dan ini terlihat dalam upaya
pengembangan peran serta masyarakat.
2.2.2. Unsur-unsur dalam Partisipasi Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa elemen partisipasi, antara lain:
1. Motivasi
Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa
motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya
motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya
merangsangnya saja.
2. Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan
informasi masyarakat. Sebagian media masa merupakan alat yang sangat
efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan
partisipasi.
3. Kerjasama/kooperasi
Kerjasama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi
kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara
mereka akan membantu menumbuhkan partisipasi.
Universitas Sumatera Utara


4. Mobilisasi
Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi
partisipasi masyarakat dapat dimulai sejak awal sampai ke akhir, dari
identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan program,
pelaksanaan sampai dengan monitoring program.
Slamet (2003), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu (1)
adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2)
adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, (3) adanya kemauan masyarakat
untuk berpartisipasi.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2007), secara aktual program
pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi masyarakat khususnya keluarga
karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga
dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai
kapan, dan dalam bentuk apa mereka dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan
DBD.
2.2.3. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan DBD
Bentuk partisipasi masyarakat terimplementasi dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukan masyarakat, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1) Pada tingkat individu, mendorong/ menganjurkan setiap rumah tangga
untukmelakukan kegiatan rutin yang dapat membantu upaya pemberantasan
DBDseperti pengurangan sumber perkemabangbiakan nyamuk atau;
2) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan melakukan tindakan-tindakan
dirisecara memadai.
3) Pada tingkat masyarakat di selenggarakan kempanye kebersihan khususnyadi
tempat-tempat umum melalui media masa, poster dan leaflet.
4) Pada tingkat organisasi masyarakat dan kelompok sukarela (kader) melalui
bidang tugas masing-masing seperti dalam kegiatan keagamaan,
perkumpulan-perkumpulan umum, organisasi wanita (PKK) dan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS).
5) Memperkenalkan pentingnya program-program tersebut diatas di sekolah
kepada anak-anak dan orang tua agar memberantas tempatperkembangbiakan
nyamuk dirumah dan disekolah.
6) Mengajak dan mendorong sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam
program kepedulian dan pengembangan sanitasi masyarakat, dengan
menekankan pentingnya upaya pemberantasan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk/vektor.
7) Menggabungkan kegiatan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan
dan pemberantasan DBD dengan prioritas pembangunan masyarakat lainnya
yang dapat mengurangi tempat-tempatperkembangbiakan nyamuk Aedes
sebagai bagian dari usaha totalpembangunan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
8) Menyiapkan insentif bagi mereka yang berpartisipasi dalam pemberantasan
DBD dengan cara lomba lingkungan bersih dengan indeks jentik terendah
dalam suatu daerah.
Dalam rangka pembinaan peranserta masyarakat diperlukan penggerakan
masyarakatguna melaksanakan PSN-DBD dalam memberantas jentik/nyamuk.
Gerakan PSN-DBD juga merupakan bagian penting dari upaya perwujudan
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat, sehingga dapat dikaitkan dengan
berbagai program kebersihan lingkungan seperti program penyehatan /pemeliharaan
kesehatan lingkungan, gerakan J umat bersih, program Kebersihan Ketertiban
Keamanan (K3), serta didukung oleh program-program penyuluhan maupunberbagai
motivasi tentang kebersihan lingkungan seperti Adipura,dan Lomba Desa.
Pergerakan PSN DBD di Kecamatan yang edemis dan sporadis DBD, diintensifkan
dan di programkan dalam bentuk Gerakan PSN-DBD. Sedangkan di kelurahan
edemis DBD dilakukan penyemprotan insktisida dan abatisasi selektf, agar populasi
nyamuk dapat ditekan sehingga penyebaran penyakitdapat dibatasi.
PSN-DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompongnyamuk
penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembang biakannya oleh seluruh
lapisan masyarakat di rumah-rumah, tempat-tempat umum serta lingkungannya
secara terus menerus (teratur). Tujuan PSN-DBD adalah mengendalikan populasi
nyamuk Aedes aegypti, sehingga DBD dapat dicegah/dikurangi. Sasarannya semua
tempatperkembangbiakan nyamuk penular DBD melalui Tempat Penampungan
Universitas Sumatera Utara
air(TPA) untuk keperluan sehati-hari, tempat penampungan air bukan
untukkeperluaran sehari-hari (non-TPA) dan tempat tempat penampungan air alami.
Ukuran keberhasilan PSN-DBD antara lain dapat diukur dengan angkabebas
jentik (ABJ ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % diharapkanpenularan DBD
dapat dicegah atau dikurangi.Cara PSN-DBD dilakukan dengan cara 3M- PLUS
3M yaitu : (1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti
bakmandi/WC, drum dan lain-lain seminggu sekali (MI), (2) Menutup rapat-rapat
tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,dan lain-lain (M2), (3)
Mengubur atau menyingkirkan baeang-barang bekas yang dapat menampungair hujan
(M3). PLUS merupakan tambahan dari 3M dengan cara lain yaitu:
1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnyayang sejenis satu minggu satu kali
2) Mamperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain
(Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikurasatau di daerah yang sulit air
4) Memeliharan ikan pemakan jentik di kolam/ bak-bak penampungan air
5) Memasang kawat kasa
6) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
7) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
8) Menggunakan kelambu
9) Memakai obat yang dapat menncegah gigigat nyamuk.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kusnanto, Dasuki dan Asniati (2008) Bahwa partisipasi warga
sangat penting dalam mensukseskan program-program pencegahan dan
pemberantasan DBD agar dapat berkesinambungan. Apabila partisipasi masyarakat
luas sulit diwujudkan karena alasan-alasan geografis, pekerjaan atau demografis,
Keterlibatanmasyarakat dapat tetap diwujudkanmelalui organisasimasyarakat dan
kelompok sukarela (kader). Para anggota dari organisasimasyarakat
tersebutmelakukan interaksi setiap harinya sesuai dengan bidang tugasmasing-
masing, seperti dalam kegiatan keagamaan, perkumpulan-perkumpulanumum,
organisasi wanita dan sekolah.
Hidajat (1998) dalam Emilya (2009) menyebutkan ketidakberhasilan Program
Pencegahan dan Pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya
angka kejadian penyakit DBD di daerah Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di
RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016 yang berhubungan erat dengan belum adanya
peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas
program. Terkait hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi
masyarakat sangat berperan dalam pengendalian penyakit DBD, namun dalam
pelaksanaan program pengendalian DBD masyarakat masih sering dijadikan objek
yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu melakukan intervensi
untuk dirinya sendiri.
2.2.4. Determinan Partisipasi Masyarakat
Menurut Pangestu (1995) dalam Febriana (2008), menjelaskan bahwa ada dua
faktor utama terhadap partisipasi masyarakat yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Internal
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam
suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang
dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga,
dan jumlah serta pengalaman berkelompok.
Silaen (1998) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur
seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena
orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai
lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.
Tamarli (1994) dalamFebriana (2008) juga menyatakan bahwa umur
merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi. Semakin tua seseorang, relatif
berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut mempengaruhi partisipasi
sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur seseorang, semakin tinggi tingkat
partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu.
Ajiswarman (1996) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru.
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima
hal-hal baru yang ada di sekitarnya. J umlah beban tanggungan juga dinyatakan
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Seperti yang diungkapkan
Ajiswarman (1996) dalamFebriana (2008), semakin besar jumlah beban keluarga
menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena
Universitas Sumatera Utara
sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan keluarga. Nurlela (2004) dalamWicaksono (2010) mengungkapkan bahwa
tingkat pendapatan seseorang tidak mempengaruhi partisipasi seseorang dalam suatu
kegiatan.
Menurut Slamet (2003), faktor-faktor internal berasal dari dalam kelompok
masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok di dalamnya.
Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis
seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan. Secara teoritis,
terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya
pendapatan, dan keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh
pada partisipasi. Menurut Plumer (1995) dalamSuryawan (2004), beberapa faktor
yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah
pengetahuan dan keahlian, pekerjaan masyarakat, tingkat pendidikan dan buta huruf,
jenis kelamin, dan kepercayaan terhadap budaya tertentu.
2. Faktor Eksternal
Pangestu (1995) dalamFebriana (2008) memaparkan faktor-faktor eksternal
yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin
antara pihak pengelola proyek dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran
akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola
positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan
pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran
Universitas Sumatera Utara
tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi. Selain itu, Tjokroamidjojo (1996)
mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi
masyarakat adalah:
a. faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan
adanya pimpinan dan kualitas; dan
b. faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana
baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.
Faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua
pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program dan
kebijakan pemerintah (Sunarti 2003).

2.4. Landasan Teori
Keberhasilan program penanggulangan DBD tidak terlepas dari partisipasi
masyarakat. Kesadaran dan kepedulian masyarakat merupakan kunci awal dari
menurunnya angka DBD di suatu wilayah. Sehingga DBD dapat terjadi di wilayah
mana pun, termasuk di wilayah elit. Cara yang paling efektif adalah menghindari
gigitan nyamuk dengan cara menuurunkan populasi. Melalui kesadaran akan
pentingnya kebersihan lingkungan, secara otomatis akan menghambat perkembangan
jentik, dengan adanya kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya memberantas DBD
akan terealisasi, dengan begitu tidak akan memberi kesempatan bagi nyamuk untuk
berkembang.
Universitas Sumatera Utara
Pencegahan penularan DBD pada prinsipnya adalah bagian integral dari
pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit, dan merupakan bagian dari perilaku
kesehatan. Mengutip teori Lawrence Green (2005) bahwa perilajku kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain;
1. Factor Predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku
seseorang antara lain pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,
dan sebagainya.
2. Enabling factors (faktor pemungkin) yang merupakan faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya.
3. Reinforcing factor (faktor penguat) adalah faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Meskipun seseorang tahu dan mampu untuk
berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya karena berbagai alasan.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang termasuk dalam
faktor penguat yaitu dorongan yang bersumber dari dalam diri individu untuk ikut
serta dalam perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku pencegahan penularan DBD.
Menurut Natoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat merupakan unsur
penting dalam keberhasilan pelaksanaan program kesehatan, dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam partisipasi masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat. Menurut Slamet (2003) indikator partisipasi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dilihat dari aspek yaitu (1) adanya kesempatan yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi, (2) adanya kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi, (3) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi.
Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga
kondisi berikut terpenuhi (1) Merdeka atau kesempatan untuk berpartisipasi, berarti
adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk
berpartisipasi, (2) Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi
anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang
konstruktif untuk program, (3) Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota
masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.

2.5. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:




Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian




Partisipasi Masyarakat
1. Kemauan
2. Kemampuan
3. Kesempataan
Pencegahan
Demam Berdarah Dengue
Pencegahan Fisik
dan Kimia
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai