DISTRIBUSI GAS ALAM CAIR ( LNG ) DARI KILANG MENUJU
ELOATING STORAGE REGASIEICATION UNIT ( ESRU ) UNTUK
PEMENUHAN KEBUTUHAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA MELALUI PENDEKATAN SIMULASI Yohanes Oscarino NS (1) , AAB Dinariyana (2) , Ketut Buda Artana (3) 1,2,3) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 ABSTRAK Salah satu penyebab krisis tenaga listrik yang terjadi di Indonesia adalah tingginya nilai harga bahan bakar minyak, dimana High Speed Diesel Oil merupakan bahan bakar utama bagi pembangkit listrik di Indonesia. Gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) dapat menjadi solusi alternatiI bahan bakar bagi pembangkit listrik di Indonesia. Hal ini didukung dengan Peranturan Pemerintah No. 5/2009 mengenai alokasi gas bagi kebutuhan domestik. Pada pembahasan ini dilakukan dilakukan pemanIaatan gas bagi kebutuhan pembangkit listrik di Indonesia dengan menentukan pola disitribusi LNG di Indonesia dengan sarana distribusi yang digunakan adalah Floating Storage Regasification Unit ( ESRU ) sebagai terminal penerima dan kapal LNG sebagai sarana distribusi LNG dari kilang LNG. Terdapat 3 ukuran ESRU yang digunakan pada pembahasan ini yaitu ESRU dengan ukuran 129.000 m3, 147.500 m3 dan 180.000 m3. Sarana pendistribusi LNG adalah kapal LNG dengan ukuran 125.000 m3, 135.000 m3 dan 147.5000 m3. Terdapat 3 kilang LNG sebagai sumber penyuplai LNG yaitu Kilang Bontang, Kilang Donggi-Senoro dan Kilang Tangguh dimana permintaan LNG berdasarkan kebutuhan pembangkit listrik di Indonesia. Selanjutnya dilakukan pemodelan variasi antar ESRU,kapal LNG, penyuplai dan lokasi permintaan sehingga dengan pertimbangan biaya investasi maka diperoleh pola distribusi LNG dan penugasan kapal LNG. Tahap berikutnya adalah melakukan simulasi distribusi LNG dengan beberapa kondisi ketersediaan LNG pada kilang LNG. Sehingga diperoleh pola distribusi LNG dan penugasan kapal sesuai dengan kondisi ketersediaan LNG pada kilang LNG serta sesuai dengan biaya investasi minimum. Kata kunci : Penentuan lokasi ESRU, distribusi LNG, penugasan kapal LNG, supply-demand LNG, simulasi ABSTRACT One cause of power crisis that occurred in Indonesia is the high price of fuel oil whereas High Speed Diesel Oil is the main fuel for power plants in Indonesia. Liquefied natural gas or Liquefied Natural Gas (LNG) could be an alternative fuel solutions for power plants in Indonesia. This is supported bv Goverment Regulation No. 5 / 2009 on the allocation of gas for domestic needs. In this final profect, the utili:ation of gas for electricitv generation in Indonesia needs to determine the pattern of distribution of LNG in Indonesia bv means of distribution used is the Floating Storage Regasification Unit (FSRU) for LNG receiving terminals and vessels as a means of distribution of LNG from the LNG plant. There are 3 si:es FSRU used in this discussion is FSRU with a si:e of 129,000 m3 and 147,500 m3 and 180,000 m3. There are 3 si:es FSRU used in this discussion is FSRU with a si:e of 129,000 m3 and 147,500 m3 and 180,000 m3. LNG vessel used was the si:e of 125,000 m3 and 135,000 m3 and m3 147.5000. There are three LNG plant used, there are Bontang LNG Plant, Donggi- Senoro LNG Plant and Tangguh LNG Plant. Furthermore, modeling the variation between FSRU, LNG ships, supplies and location request with consideration of investment costs, the obtained pattern of distribution of LNG and LNG ship assignment. The next step is to simulate the distribution of LNG with several conditions of supplv of LNG to the LNG plant. In order to obtain the distribution pattern and assignment of LNG ship in accordance with the conditions of supplv of LNG to the LNG plant and in accordance with minimum investment cost. Kevwords . Determination FSRU location, distribution, LNG, LNG ship assignment, supplv-demand of LNG, simulation I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Krisis tenaga listrik yang terjadi di Indonesia beberapa waktu ini tentulah sangat merugikan bagi semua tingkat lapisan masyarakat Indonesia maupun Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) sebagai distributor listrik di Indonesia. Salah satu kendala yang menyebabkan krisis energi listrik di Indonesia adalah kurangnya suplai bahan bakar pada masing-masing pembangkit listrik di Indonesia, serta meningkatnya harga bahan bakar minyak dalam negeri dan ditambah dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi ( menghapus ) subsidi yang selama ini diberikan. Penyebab utama lain adalah kurangnya pemanIaatan penggunaan sumber energi alternatiI lain yang tersedia, dimana salah satunya antara lain adalah ketersediaan gas alam yang melimpah, namun kurang pemanIaatan yang dilakukan bagi pemenuhan kebutuhan sumber energi nasional. Seperti diketahui bahwa pemanIaatan gas alam yang terdapat di wilayah Indonesia cenderung digunakan sebagai komoditas ekspor dibandingkan sebagai pasokan kebutuhan sumber energi domestik. Hal ini dapat dilihat dari pemanIaatan gas alam yang sangat minim, berdasarkan data BP MIGAS 2004 terbukti bahwa pada tahun 2003 produksi ( ekspor ) gas di Indonesia adalah terbesar di dunia yaitu sebesar 26,45 MTPY. Untuk mengantisipasi krisis energi listrik yang berkepanjangan maka diperlukan suatu langkah pemanIaatan optimal sumber energi alternatiI yang tersedia seperti gas alam, baik dari segi kebijakan pemerintah maupun teknologi yang sudah ada. Kebijakan pemerintah mengenai pemanIaatan sumber daya energi yang ada sangat penting guna pemenuhan kebutuhan sumber energi dalam negeri. Beberapa diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 55/2009 dimana pada kebijakan ini dibahas mengenai alokasi gas bumi sebesar 25 dari hasil produksi, berikutnya Peraturan Menteri ESDM No. 19/2009 dan No. 3/2010 mengenai inIrastruktur bagi pemanIaatan sumber energi gas dan alokasi bagi kebutuhan domestik. Dengan adanya beberapa kebijakan tersebut maka pemanIaatan gas bumi sebagai sumber energi pembangkit listrik dapat dilakukan secara optimal. Sebagai salah satu bentuk pemanIaatan gas sebagai sumber energi bagi pembangkit listrik PLN adalah pemanIaatan berupa LNG ( LiqueIied Natural Gas ) sebagai bahan bakar untuk menggantikan penggunaan HSD yang selama ini dgunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik PLN. PemanIaatan gas alam dalam bentuk LNG merupakan alternatiI pemecahan masalah untuk mengatasi krisis tenaga listrik. PemanIaatan tersebut tentunya harus ditunjang dengan Iasilitas pendukung, dimana Iasilitas pendukung yang dimaksud adalah tersedianya kapal pengangkut serta Iasilitas penunjang baik dalam memproduksi, memproses, dan mendistribusikan. Sumber gas alam di Indonesia pada saat ini terdapat di beberapa wilayah seperti Aceh ( kilang Arun ), Natuna, Sumatera Selatan ( Ladang Grissik ), Kalimantan Timur ( Kilang Badak ), Sulawesi Tengah ( Kilang Donggi-senoro ), Papua ( Kilang Tangguh ) dan proyek Masela. Banyaknya wilayah sumber gas alam di Indonesia tersebar di beberapa wilayah dengan kondisi geograIis yang berbeda untuk itu diperlukan teknologi yang tepat guna pemanIaatan LNG sebagai bahan bakar pembangkit listrik di Indonesia. Salah satu cara untuk memanIaatkan produksi gas alam berupa LNG secara optimal adalah dengan menggunakan LNG carrier sebagai sarana pengangkut LNG dan Eloating Storage RegasiIication Unit ( ESRU ) sebagai terminal penerima LNG ( LNG receiving terminal ) merupakan pilihan yang dapat digunakan sebagai pertimbangan distribusi pasokan gas alam sesuai dengan kondisi geograIis Indonesia. Pada simulasi akan digunakan volume penampungan ESRU yang digunakan adalah 129.000 m3, 147.500 m3, 180.000 m3. Terdapat beberapa Iaktor dalam pemilihan ukuran, kapasitas dan jumlah ESRU seperti Iaktor biaya ekonomis operasional, investasi, kondisi geograIis wilayah perairan serta jumlah dan volume angkut kapal LNG sebagai sarana pendistribusi LNG. Selanjutnya volume muat kapal LNG Carrier yang digunakan memiliki volume muat sebesar 125.000 m3, 135.000 m3 dan 147.500 m3. Hal yang diperhatikan dalam pemilihan volume muat kapal LNG adalah Iaktor ESRU, jumlah trip, rute serta tingkat ketersediaan LNG pada masing-masing ESRU untuk suatu periode operasi kapal. Lokasi kilang gas yang digunakan sebagai pemasok muatan gas alam adalah Kilang Gas Tangguh ( Irian Jaya ) dengan kapasitas produksi sebesar 7 MTPY, Donggi-Senoro ( Sulawesi Tengah ) dengan kapasitas produksi sebesar 2 MTPY dan Bontang ( Kalimantan Timur ) dengan kapasitas produksi sebesar 22,5 MTPY. Selanjutnya dilakukan pemodelan pola distribusi LNG dengan menggunakan variasi ukuran ESRU yang ditempatkan pada tiap wilayah usaha PLN. Selain variasi ukuran ESRU yang digunakan dilakukan pula variasi pola penugasan kapal LNG sebagai sarana distribusi LNG bagi tiap wilayah usaha PLN. Biaya investasi dan operasional kapal LNG serta ESRU menjadi Iaktor penentu pemilihan model yang sesuai dengan masing-masing wilayah usaha. Dengan pendekatan permodelan yang dilakukan dengan skenario kejadian yang ada, maka diharapkan keluaran berupa sebaran distribusi LNG dan penugasan kapal, kapasitas ESRU serta penjadwalan distribusi LNG di Indonesia. Jauh daripada itu diharapkan diperolehnya konsep perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana LNG sebagai pemanIaatan gas alam guna mengurangi krisi listrik di masa mendatang. I.2 Rumusan Masalah Permasalahan pokok pada skripsi ini antara lain : 1. Bagaimana menentukan lokasi ESRU yang sesuai dengan memperhatikan kebutuhan permintaan LNG pada tiap daerah sesuai dengan kapasitas ESRU yang tersedia? 2. Bagaimana menentukan kapal LNG carrier yang sesuai dengan biaya investasi minimum dari ladang LNG menuju stasiun penerima ( ESRU ) sesuai dengan skenario kejadian? I.3 Batasan Masalah Untuk menegaskan dan lebih memIokuskan permasalahan yang akan dianalisa dalam Skripsi ini, maka akan dibatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Tidak meninjau sistem distribusi gas alam dari stasiun penerima ( ESRU ) menuju masing-masing pembangkit listrik yang ada. 2. Kapal ESRU yang digunakan berukuran 129.000 m3, 147.500 m3 dan 180.000 m3, sedangkan kapasitas kapal LNG yang akan digunakan adalah sebesar 125.000 m3, 135.000 m3 dan 147.500 m3. 3. Ladang terminal penyuplai gas alam yang dipergunakan adalah ladang gas dengan kilang pencair gas alam ( Liquefaction Plants ), yaitu berada di kilang gas Tangguh ( Irian Jaya ) dengan kapasitas 7 MTPY, Donggi-Senoro ( Sulawesi tengah ) 2 MTPY dan kawasan kilang gas Badak ( Bontang, Kalimantan Timur ) 22,5 MTPY, dengan kapasitas total sepenuhnya dialihkan guna kebutuhan domestik. 4. Kecepatan kapal LNG dari terminal penyuplai gas alam menuju stasiun penerima ( ESRU ) diasumsikan adalah tetap selama perjalanan yaitu sebesar 18 knots. 5. Penentuan lokasi penempatan ESRU didasarkan pada kedalaman perairan dengan pertimbangan sarat air kapal. 6. Data kebutuhan pembangkit listrik yang digunakan hanya pada pembangkit dengan bahan bakar minyak (HSD,MEO) dan gas alam. I.4 1ujuan Tujuan yang ingin dicapai dari skripsi ini antara lain : 1. Mengetahui lokasi ESRU yang optimum dengan memperhatikan kebutuhan permintaan LNG pada tiap daerah pembangkit tenaga listrik dengan memperhatikan kapasitas ESRU yang tersedia. 2. Mengetahui rute pelayaran kapal LNG carrier yang optimal dari ladang LNG menuju stasiun penerima dalam hal ini adalah ESRU. I.5 Manfaat Penulisan Dari penelitian ini diharapkan dapat bermanIaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan. Adapun manIaat yang dapat diperoleh antara lain : 1. Didapatkannya pola distribusi LNG yang optimum dari segi biaya investasi baik bagi pihak penyuplai yaitu kilang gas dan demand khususnya industri pembangkit tenaga listrik di Indonesia, dengan penggunaan ESRU sebagai stasiun penerima LNG. 2. Penelitian dari skripsi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan pola perencanaan distribusi LNG yang optimum dimasa mendatang. II. 1injauan Pustaka II.1 Liquified Aatural Gas (LAG) Gas alam cair (Liquefied Natural Gas, LNG) adalah gas alam yang telah diproses untuk menghilangkan ketidakmurnian dan hidrokarbon berat dan kemudian dikondensasi menjadi cairan pada tekan atmosIer dengan mendinginkannya sekitar -160 Celcius. LNG ditransportasi menggunakan kendaraan yang dirancang khusus dan ditaruh dalam tangki yang juga dirancang khusus. LNG memiliki isi sekitar 1/640 dari gas alam pada Suhu dan Tekanan Standar, membuatnya lebih hemat untuk ditransportasi jarak jauh di mana jalur pipa tidak ada. II.2 LAG Supply Chain Distribusi gas alam dari sumber atau kilang gas dapat dilakukan dengan berbagai cara baik melalui jaringan pipa, LNG dan sebagainya. Pada pembahasan ini gas alam didistribusikan dalam bentuk LNG guna menyesuaikan penggunaan sarana dan prasarana distribusi dengan kondisi geograIis perairan Indonesia. Gambar 1. Pilihan transportasi gas alam Untuk Pendistribusian LNG biasanya untuk rute menengah dan jauh, umumnya menggunakan kapal LNG karena kemungkinan tidak bisa dibangunnya saluran pipa pada wilayah yang dilewati Sumber : www.wikipedia.org atau wilayah tersebut yang berupa perairan dengan kedalaman air yang terlalu dalam. Selain itu, penggunaan LNG carrier membutuhkan dukungan inIrastruktur yang sedemikian besar dalam proses transportasinya. Berikut adalah gambaran umum distribusi LNG dari ladang gas menuju stasiun penerima. Gambar2. LNG supplv chain Dalam penggunaan kapal LNG sebagai sarana pendistribusi LNG dari ladang gas menuju stasiun penerima tentunya membutuhkan dukungan inIrastruktur yang besar pada proses transportasinya. InIrastruktur pendukung tersebut adalah liquefaction plant, loading terminal with storage tanks, receiving terminal with storage tanks, serta re-gasification plant sebelum diterima oleh end user. II.2.1 LAG Plant Sumber gas alam di Indonesia terdapat dibeberapa wilayah kawasan Indonesia, yakni terdapat pada provinsi Nangroe Aceh Darussalam ( Kilang Arun ), Natuna Timur, Natuna Barat ( Ladang Belanak ), Sumatera Selatan ( Ladang Grissik, Pagardewa ), Bagian Utara Jawa Barat, Bagian Utara Jawa Tengah ( Ladang Kepondang ), Bagian Utara Jawa Timur ( Pertamina, Kodeco, Emeralda Iless, Lapindo Brantas, Santos ), Bagian Utara Bali ( Ladang Pagerungan dan Terang Sirasun ), Kalimantan Timur ( Kilang Badak, Bontang ), Sulawesi Tengah ( Kilang Donggi dan Senoro, Medco serta Sengkang ), Papua ( Kilang Tangguh, Ladang Wiriagar, Berau, Muturi ). Berikut adalah peta cadangan gas alam di wilayah Indonesia. Gambar 3. Cadangan gas bumi di Indonesia Terdapat beberapa kilang pencair gas alam ( LiqueIaction Plants ) di Indonesia. Ada empat kawasan produksi gas alam di Indonesia dimana produksi gas dikumpulkan dan disalurkan menuju kilang pencair gas alam untuk diubah menjadi LNG. Kawasan tersebut adalah Kilang Badak ( Bontang, Kalimantan Timur ), Kilang Arun ( Nangroe Aceh Darussalam ), Kilang Tangguh ( Papua ) dan Kilang Donggi-Senoro ( Sulawesi ). Gambar 4. Persebaran LiqueIaction Plants di Indonesia Terdapat 3 (tiga) sumber lokasi LiqueIaction Plant yang digunakan, baik yang sudah tersedia maupun yang sedang dalam tahap perencanaan. Ketiga lokasi tersebut adalah Bontang ( Kilang Badak ), Donggi-Senoro dan Kilang Tangguh. Kilang Badak, Bontang dengan hasil produksi LNG sebesar 22,59 MTPY, Tangguh sebesar 7 MTPY dan Donggi- Senoro sebesar 2 MTPY. Beberapa diantaranya sudah terikat kontrak jangka panjang dengan beberapa pihak, namun kondisi tersebut diabaikan. Pada penulisan ini, seluruh pembangkit listrik berbahan bakar HSD dan gas diasumsikan siap untuk menerima suplai gas alam sebagai bahan bakarnya. Sehingga dapat diperoleh gambaran pada penulisan skripsi, apabila produksi gas alam nasional khususnya dari kilang Bontang, Donggi-Senoro dan Tangguh dapat mensuplai kebutuhan gas domestik sesuai dengan kebijakan pemerintah yang telah ada, serta kilang mana saja yang tepat untuk mencukupi wilayah- wilayah usaha PLN dengan biaya investasi yang minimum tentunya. II.2.2 Kapal LAG Pengangkutan gas alam dengan menggunakan pipa memiliki beberapa keterbatasan, antara lain : keterbatasan gerak, memerlukan investasi yang besar, penanganan sistem kompressor yang cukup rumit mengingat semakin jauh jarak maka semakin besar kompressor yang digunakan, penanganan terhadap keselamatan lingkungan cukup besar mengingat tekanan dalam jaringan pipa tersebut sangat tinggi sehingga sedikit kebocoran dapat berakibat Iatal terhadap lingkungannya (Soegiono dan Artana, 2006). AlternatiI lain yang digunakan untuk mengangkut gas alam adalah menggunakan jasa angkutan laut, akan tetapi karena tekanan gas tersebut sangat tinggi maka tekanan gas tersebut harus Sumber : presentasi investor PGN bulan Agustus 2010 Sumber : presentasi investor PGN bulan Agustus 2010 Sumber : www.wikipedia.org diturunkan sampai mencapai 1 Atm. Moda angkut kapal untuk LNG dapat berupa kapal-kapal pengangkut LNG (LNG Carrier / LNG Tanker) dan kapal-kapal kontainer. LNG Carrier / LNG Tanker merupakan salah satu jenis kapal khusus yang dirancang untuk mengangkut satu jenis muatan/kargo saja. Kapal-kapal tersebut memiliki tangki-tangki khusus yang dirancang untuk menjaga suhu muatannya (LNG) hingga 163 derajat celcius. Beberapa kelebihan dari sarana angkut kapal-kapal pengangkut LNG adalah gas alam yang diangkut bisa dalam jumlah besar untuk sekali angkut mengingat gas alam yang diangkut dalam bentuk cairan dan memiliki volume seperenam ratus (1/600) dari volume semula (bentuk gas). II.2.3 Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Terdapat tiga jenis bentuk LNG receiving terminal yang digunakan sebagai stasiun penerima LNG. Ketiga jenis LNG receiving terminal tersebut adalah land based terminal, oIIshore based terminal dan ESRU. ESRU seperti layaknya suatu tangki penampungan dimana dalam penentuan kapasitas ESRU harus diperhatikan kebutuhan konsumsi gas dari daerah yang dilayani. ESRU memberi alternatiI guna memperpendek rantai suplai konvensional yakni dengan menghilangkan Iasilitas penerima dan Iasilitas regasiIikasi. Dengan konsep ESRU, kedua Iasilitas tersebut dapat digantikan Iungsinya oleh sebuah kapal yang berIungsi untuk menyimpan LNG, serta dilengkapi dengan Iasilitas regasiIikasi diatasnya. ESRU ditemukan sekitar tahun 2003 dengan demikian masih merupakan teknologi baru yang telah teruji pada Iasilitas penerima LNG di Inggris dan Amerika. Kapal yang digunakan untuk ESRU dapat berupa kapal yang dibangun baru ataupun konversi dari tanker LNG. Gambar 5. Ilustrasi ESRU EilosoIi desain Teknologi yang telah terbukti Keamanannya terjamin Keandalanya tinggi Simpel Mudah perawatannya Lambung dan tangki LNG didesain untuk 40 tahun Cocok untuk lokasi lepas pantai atau di daerah pelabuhan Kebutuhan pengiriman gas ukuran sedang, biasanya 600 MMscI /d atau kurang) Tangki penyimpanan berdasarkan kapal yang dipilih Tangki tipe membran atau moss Side-by-side atau tandem oIIloading RegasiIikasi dengan pemanasan air laut Keuntungan Tidak ada dampak lingkungan didarat Tingkat keamanan tinggi Dibangun di galangan Biayanya lebih murah Tidak ada biaya untuk membeli/menyewa lahan Memungkinkan untuk dipindahkan Jalur perpipaan dapat diletakkan pada lokasi terbaik dengan mempertimbangkan inIrastruktur yang sudah ada. II.3 Kapasitas Pembangkit Dalam Aegeri Penggunaan LNG adalah sebagai pemenuhan sumber energi bagi pembangkit listrik di Indonesia, dimana telah diatur sepenuhnya oleh pihak PLN ( Perusahaan Listrik Negara ). Terdapat berbagai macam jenis pembangkit yang tersedia di Indonesia, diantaranya adalah PLTG, PLTD, PLTA, PLTU dan PLTGU. Pada tugas akhir ini didata masing-masing kebutuhan daya dari tiap-tiap pembangkit yang ada pada masing-masing wilayah usaha PLN. Dimana kebutuhan daya listrik masing-masing wilayah usaha PLN kemudian dikonversi kedalam bentuk ton LNG. Tujuan dari konversi tersebut adalah untuk mengetahui berapa nilai kebutuhan LNG yang harus disuplai dari kilang LNG atau LNG Plant menuju tiap pembangkit di wilayah usaha PLN tersebut. Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak mengubah Wilayah Usaha PT PLN (Persero) saat ini karena secara de-Iacto PLN telah memiliki usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat (4) dan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang tersebut. Sejalan dengan reorganisasi PLN dimana wilayah operasi dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu Indonesia Barat, Indonesia Timur dan Jawa-Bali. Terdapat tiga pembagian daerah operasional oleh PLN guna mempermudah kegiatan operasional maupun distribusi kebutuhan listrik yaitu Sistem Operasi Indonesia Barat, Sistem Operasi Indonesia Timur dan Unit Jawa Bali. Dimana pada tiga daerah operasi terbagi lagi menjadi 20 wilayah usaha yang menangani kebutuhan pasokan listrik bagi masing- masing daerahnya. Berikut tabel 20 wilayah pembagian usaha PLN yang nanti akan digunakan sebagai lokasi alternatiI penempatan ESRU yang Sumber : www.golarlng.com tersedia beserta kebutuhan daya listrik yang digunakan. Berikut adalah gambar penjelasan mengenai Wilayah Usaha PLN saat ini yang terbagi menjadi 20 wilayah usaha dalam 3 wilayah operasional: Gambar 6. Wilayah usaha PLN II.4 Simulasi Dalam merencanakan membuat suatu model simulasi didasari dengan alasan sebagai pertimbangan mengapa diperlukan adanya pembuatan model simulasi. Alasan-alasan mengapa diperlukan model simulasi antara lain : Simulasi adalah satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, jika sistem nyata terlalu sulit diamati secara langsung. Dalam menyusun model simulasi membutuhkan data-data pendukung dari sistem yang nantinya akan dibuat model. Contoh : Jalur rantai pasok. Solusi analitik tidak bisa dikembangkan,dikarena tingkat kerumitan yang dimiliki oleh sistem sangat kompleks. Pengamatan terhadap sistem tidak dapat dilakukan secara langsung dengan alasan : Sistem berharga atau sangat mahal Membutuhkan waktu yang lama Akan timbul akibat yang bisa menyebabkan rusaknya sistem utama yang sedang beroperasi. Keuntungan dari penggunaan simulasi adalah sebagai berikut. 1. Menghemat waktu. 2. Dapat melebarkan waktu sesuai dengan data masukan yang diharapkan selain dari kondisi sebenarnya. 3. Dapat mengawasi sumber-sumber bervariasi. 4. Model dari sistem dapat digunakan untuk menjelaskan, memahami dan memperbaiki sistem tersebut. 5. Dapat dihentikan dan dijalankan kembali tanpa berpengaruh terhadap data masukan yang telah diperoleh. 6. Mudah diperbanyak. 7. Dapat mengetahui perIormansi dan inIormasi dari suatu sistem. Sisi lain dari model simulasi memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan yang dimaksud antara lain : 1. Simulasi kurang akurat. 2. Model simulasi yang baik membutuhkan biaya relatiIe mahal, bahkan sering juga membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan model yang sesuai. 3. Tidak semua situasi dapat dievaliasi dengan simulasi. Simulasi menghasilkan cara untuk mengevaluasi solusi, bukan menghasilkan cara untuk memecahkan masalah. Namun untuk kondisi demikian perlu mengetahui terlebih dahulu solusi atau pendekatan solusi yang akan diuji. Pada tugas akhir ini akan dilakukan simulasi berupa pola distribusi LNG dan penugasan kapal dengan variasi 3 daerah lokasi penyuplai LNG dengan wilayah usaha PLN yang akan dilayani oleh kapal LNG. Kapal LNG yang akan digunakan juga akan divariasikan penggunaannya sehingga terpilih ukuran kapal seperti apa yang sesuai untuk melayani rute tugas yang ada. Model pola distribusi supply-demand dan ukuran ESRU serta kapal yang terpilih pada akhirnya didasarkan oleh nilai biaya investasi minimum yang ada. III. Metodologi Gambar 6. Metodologi IJ. Analisa Data dan Pembahasan Bab IV dalam skripsi ini berisi tentang analisa yang dilakukan terhadap data-data yang sudah didapatkan. Adapun untuk tahapan-tahapan dalam analisa ini antara lain: Sumber : RUPTL 2010-2011 IJ.1 Data yang digunakan IJ.1.1 Analisa Data Kebutuhan listrik di Indonesia Data kebutuhan daya listrik di Indonesia berdasarkan masing-masing wilayah operasional atau usaha dari PLN diperoleh dari RUPTL 2010-2019. Data kebutuhan daya listrik yang diambil adalah data kebutuhan daya listrik pada tahun 2010, dimana keseluruhan daya listrik didapat dari 20 wilayah usaha PLN yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya. Pada pengumpulan data kebutuhan listrik di Indonesia, total daya listrik yang diperoleh adalah total daya listrik yang dihasilkan dari tiap pembangkit listrik berbahan bakar minyak (HSD- MEO) dan gas alam. Tabel1. menerangkan total kebutuhan daya listrik di tiap wilayah usaha PLN. Tabel 1. Data kebutuhan listrik wilayah usaha PLN No. Nama Wilayah Kebutuhan Daya Satuan 1 Nangroe Aceh Darussalam 113.37 MW 2 Sumatera Utara 1287.75 MW 3 Wilayah Riau 173.79 MW 4 Sumatera Barat 72.66 MW 5 SumSel Jambi Bengkulu 655.17 MW 6 Lampung 57.70 MW 7 Kalimantan Barat 335.82 MW 8 KalSel & Kalteng 474.64 MW 9 KalTim 305.60 MW 10 Sulut, Sulteng & Gorontalo 330.30 MW 11 Sulsel, Sultra & Sulbar 579.16 MW 12 Maluku 92.32 MW 13 Papua 223.50 MW 14 NTB 174.99 MW 15 NTT 144.40 MW 16 DKI Jakarta 2740.70 MW 17 Jabar & Banten 1040.00 MW 18 Jateng & Yogyakarta 1689.00 MW 19 Jatim 3144.80 MW 20 Bali 432.70 MW IJ.1.2 Analisa data kapasitas produksi LAG Tabel 2. Data kebutuhan listrik wilayah usaha PLN No. Kilang LNG kapasitas Unit 1 Bontang 22.5 MTPY 2 Donggi 2 MTPY 3 Tangguh 7 MTPY total 31.5 MTPY Terdapat 3 lokasi kilang LNG yang digunakan sebagai sumber LNG yang akan dianalisa yaitu kilang LNG Bontang, Donggi-Senoro dan Tangguh. Tabel2. menggambarkan potensi kapasitas suplai gas dari kilang LNG yang digunakan. Dimana potensi pengguna LNG adalah industri pembangkit tenaga listrik khususnya sebagai pengganti jenis bahan bakar HSD maupun MEO dan gas alam. IJ.1.3 Kapal LAG dan FSRU yang digunakan Terdapat 3 alternatiI variasi dari ukuran kapal LNG yang akan digunakan dalam melayani penugasan suplai LNG dari kilang LNG menuju lokasi penerima LNG dimana lokasi penerima akan diwakili oleh ESRU yang terpilih. Tabel3. menjelaskan data ukuran kapal LNG yang digunakan dalam pembahasan. Tabel 3. Data kapal LNG yang digunakan kapal kapasitas Loa speed Draft kelas m3 meter knot m Dwiputra 125000 272 18 10,35 Golar Mazo 135000 290 18 10,8 Energy Irontier 147500 289 18 11,43 Terdapat 3 variasi ukuran ESRU yaitu ESRU dengan ukuran 129.000 m3, 147.500 m3 dan 180.000 m3. Dimana ketiga ukuran ESRU yang digunakan setara atau sekelas dengan ESRU GOLAR SPIRIT, ENERGY ERONTIER dan HOEGH LNG ESRU. Tabel 4.8 menggambarkan beberapa ukuran atau dimensi dari ESRU yang digunakan. Tabel 4. Data ESRU yang digunakan Parameter Cargo capacity of FSRU Unit ( m 3 ) 129000 147500 180000 Length overall Loa m 289 289 277 Breadth B m 44.6 43 51.5 Hull depth H m 25 26.7 24 Draught T m 11.4 11.85 11 Kelas FSRU Unit ukuran FSRU Golar Spirit m 3 129000 Golar Energy Frontier m 3 147500 HOEGH LNG FSRU m 3 180000 IJ.2 Penentuan lokasi alternatif FSRU dan jarak lokasi dengan Kilang LAG Pada tiap wilayah usaha PLN, alternatiI lokasi ESRU ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan pembangkit listrik yang akan disuplai gas alam, selain itu pula mempertimbangkan kondisi perairan dan kondisi lingkungan yang cocok untuk penempatan ESRU. Pertimbangan akan pemilihan kondisi perairan dan lingkungan disesuaikan pula dengan ukuran ESRU yang akan digunakan serta penanganan dari pihak pelabuhan terkait dalam hal ini lokasi yang terdata adalah lokasi yang dibawahi oleh pihak Pelabuhan Indonesia ( PELINDO ). Tabel4.13 menerangkan lokasi alternatiI dan kondisi geograsIis perairan di tiap wilayah usaha, dimana ESRU akan ditempatkan. Tabel 5. Wilayah Perairan Peletakan ESRU Dan Jarak Tempuh Dari Tiap Terminal IJ.3 Pengembangan Model Model yang akan dikembangkan untuk perencanaan pola distribusi LNG domestik adalah gabungan antara model transportasi dengan model penugasan. Model transportasi digunakan untuk menentukan pola distribusi LNG yang optimum dari lokasi asal ke lokasi penerima, sedangkan model penugasan digunakan untuk menentukan jenis kapal yang sesuai dengan kegiatan distribusi LNG. Pemodelan yang akan dikembangkan melibatkan beberapa asumsi guna penyederhanaan proses pengerjaan. Asumsi yang digunakan pada model adalah sebagai berikut. Ketersediaan LNG pada kilang produksi LNG digunakan sepenuhnya bagi kebutuhan domestik. Pada pembahasan ini ketersediaan LNG nantinya disesuaikan dengan presentase kapasitas LNG domestik yang disediakan oleh pemerintah atau kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan. Kecepatan kapal LNG dianggap konstan yaitu sebesar 18 knot selama dalam perjalanan mulai dari berangkat dari lokasi asal menuju lokasi tujuan. Tidak ada waiting time bagi kapal, dimana jumlah kargo yang akan dibongkar atau muat dapat dilakukan secara langsung. Lamanya roundtrip days dihitung hanya berdasarkan pada lamanya waktu dilaut ( seatime ) yang dihitung dengan kecepatan konstan, ditambah dengan lamanya proses muat dan bongkar LNG ( port time ) dari asal dan lokasi tujuan. Waktu untuk cooling-down dianggap tidak ada, dalam artian bahwasannya suhu LNG Tanks dan Arms dianggap -160 dan tidak ada sisa LNG yang terdapat pada kapal LNG selepas unloading process, diasumsikan temperatur tangki tetap terjaga Waktu Roundtrip Days dihitung hanya berdasarkan pada lamanya waktu di laut (seatime) yang dihitung dengan kecepatan konstan, ditambah dengan lamanya proses muat dan bongkar LNG (port time) dari lokasi asal dan lokasi tujuan. Terminal Penerima selama beroperasi dianggap tidak ada halangan apapun. Penggunaan Kapal LNG dengan skenario sewa (Charter Hire). IJ.3.1 Input Model Beberapa masukan atau input model yang diperlukan pada pembuatan model ini adalah sebagai berikut : A. Kapasitas produksi LNG ( Supply ) 1. Bontang ( Kilang Badak ) dengan kapasitas 22,5 MTPY 2. Donggi-Senoro ( Kilang Donggi ) dengan kapasitas 2 MTPY 3. Tangguh ( Kilang Tangguh ) dengan kapasitas produksi 7 MTPY B. Kapasitas permintaan ( Demand ) Berdasarkan data yang diperoleh seperti yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya, maka kapasitas demand LNG dari masing-masing No Nama Wilayah Lokasi FSRU Bon Dgs Tgh Unit 1 Nangroe Aceh Darussala m Lhokse umawe 1679 2085 2360 Miles 2 Sumatera Utara Belawa n 1631 2030 2295 Miles 3 Wilayah Riau Dumai 1211 1813 2162 Miles 4 Sumatera Barat Teluk Bayur 1344 1934 2283 Miles 5 SumSel Jambi Bengkulu Palemb ang 983 1443 1765 Miles 6 Lampung Panjan g 891 1386 1713 Miles 7 Sulut, Sulteng & Gorontalo Bitung 449 218 669 Miles 8 Sulsel, Sultra & Sulbar Makass ar 340 578 900 Miles 9 Maluku Ambon 928 380 347 Miles 10 Papua Sorong 934 535 218 Miles 11 NTB Bima 689 655 998 Miles 12 NTT Ende 700 602 739 Miles 13 DKI Jakarta Tanjun g Priok 897 1289 1618 Miles 14 Jabar & Banten Bojone gara 1135 1346 1693 Miles 15 Jateng & Yogyakart a Tanjun g Mas 675 1090 1412 Miles 16 Bali Celuka n Bawan g 567 808 1146 Miles lokasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah sebagai berikut : Tabel 6. Kebutuhan LNG / tahun tiap wilayah usaha PLN No . Nama Wilayah Kebutuhan LNG (MTPY) 1 Nangroe Aceh Darussalam 0,16 2 Sumatera Utara 1,84 3 Wilayah Riau 0,25 4 Sumatera Barat 0,10 5 SumSel Jambi Bengkulu 0,94 6 Lampung 0,08 7 Sulut, Sulteng & Gorontalo 0,47 8 Sulsel, Sultra & Sulbar 0,83 9 Maluku 0,13 10 Papua 0,32 11 NTB 0,25 12 NTT 0,21 13 DKI Jakarta 3,92 14 Jabar & Banten 1,96 15 Jateng & Yogyakarta 2,41 16 Bali 0,62 C. Jarak supplv-demand Beberapa masukan atau input model yang diperlukan pada pembuatan model ini adalah lokasi dan jarak asal-tujuan. Jarak asal-tujuan diperoleh melalui pengukuran berdasarkan peta elektronik dan tabel jarak perjalanan kapal tanker Pertamina. Selisih jarak antara jarak pengukuran dan jarak sebenarnya dapat terjadi. Pengukuran diambil dari lokasi asal yaitu lokasi kilang LNG menuju lokasi atau wilayah usaha PLN yang telah diletakan ESRU sebagai receiving terminal LNG. D. AlternatiI pilihan kapal LNG yang tersedia Beberapa masukan atau input model yang diperlukan pada pembuatan model adalah alternatiI kapal LNG yang tersedia sebagai sarana distribusi LNG. AlternatiI kapal LNG yang digunakan pada pemodelan didasarkan pada data kapal LNG yang telah beroperasi. Tabel 7. Kapal LNG yang digunakan No . Class of fleet Fleet size LOA Draft ( m3 ) ( ton ) ( meter ) ( meter ) 1 Dwiputra 125000 57500 272 10,35 2 Golar Mazo 135000 62204 290 10,80 3 Energy Erontier 147500 67896 289 11,43 E. Dara kecepatan bongkar muat kapal LNG Beberapa masukan atau input model yang diperlukan pada pembuatan model adalah data kecepatan bongkar muat kapal LNG yang tersedia sebagai sarana distribusi LNG. Untuk menentukan lamanya port time, maka diperlukan data produktivitas ( kecepatan ) bongkar muat masing- masing kapal LNG. Tabel 8. Kapasitas bongkar muat kapal No. Class of fleet Pumps duration port time m3/hour ton/jam jam day 1 Dwiputra 13000 5980 9,61538 0,42 2 Golar Mazo 11250 5175 12,0201 0,50 3 Energy Erontier 11500 5290 12,8347 0,54 IJ.3.2 Pemodelan Melalui asumsi dan input data pada pembahasan sebelumnya, maka diperoleh keluaran model berupa pola distribusi LNG bagi pemenuhan kebutuhan domestik. Pola distribusi akan ditentukan oleh jenis kapal yang akan digunakan, hal ini dikarenakan oleh masing-masing kapal memiliki konsekwensi biaya yang berbeda-beda. Dengan asumsi charter rate seperti terlihat pada tabel sebelumnya, maka dapat dihitung besarnya biaya tetap ( Iixed cost ) dan biaya variabel untuk masing- masing alternatiI kapal. Tabel 8. Biaya investasi kapal Class of fleet fixed cost Fuel Cost Insu ranc e Por t Co st C/H Cost 1otal JC $/year $/day ($/d ay $/d ay $/da y $/day Dwiput ra 40.835. 470 29.61 5 4.93 6 8.2 26 9.87 2 52.648 Golar Mazo 42.792. 965 31.03 5 5.17 2 8.6 21 10.3 45 55.172 Energy Erontier 49.353. 110 35.79 2 5.96 5 9.9 42 11.9 31 63.630 IJ.4 Simulasi dan Model Penugasan Kapal Biaya Investasi Minimum Logika Simulasi Simulasi yang dilakukan adalah simulasi kejadian pada dikondisi dimana desain model adalah model transportasi penugasan kapal LNG dengan rute yang telah diperoleh pada pembahasan sebelumnya melalui pertimbangan biaya investasi minimum. Pada pembahasan sebelumnya setelah dilakukan pemodelan dengan variasi ukuran kapal LNG, ukuran ESRU yang digunakan dan rute yang tersedia maka diperoleh biaya investasi distribusi LNG pada masing-masing wilayah usaha PLN. Pada lampiran D tabel D.17 terdapat pola distribusi LNG dan rute penugasan kapal LNG dengan analisa biaya investasi minimum sesuai dengan nilai atau harga komponen biaya investasi yang telah ditetapkan. Melalui simulasi pola distribusi LNG dan penugasan kapal LNG dengan beberapa kondisi yaitu kondisi 100 dan 25 suplai kapasitas produksi LNG bagi kebutuhan domestik serta kondisi saat ini, diharapkan dapat diketahui wilayah usaha PLN mana yang dapat disuplai oleh kilang dengan kondisi seperti demikian. Selain itu diharapkan pula diketahui penugasan kapal LNG dengan biaya investasi minimum yang sesuai dengan masing-masing kondisi tersebut. Berikut adalah pembahasan mengenai ketiga kondisi simulasi distribusi LNG. Tabel 9. Tabel distribusi LNG di Indonesia dengan biaya investasi minimum No. Nama Wilayah LNG suplai LNG dari Biaya Investasi BO N DG S TG H $/ tahun 1 Nangroe Aceh Darussal am 0,16 0,1 6 $ 42.221.004 2 Sumater a Utara 1,84 1,8 4 $ 90.359.925 3 Wilayah Riau 0,25 0,2 5 $ 42.433.512 4 Sumater a Barat 0,10 0,1 0 $ 43.568.718 5 SumSel Jambi Bengkul u 0,94 0,9 4 $ 46.611.801 6 Lampun g 0,08 0,0 8 $ 43.229.064 7 Sulut, Sulteng & Gorontal o 0,47 0,4 7 $ 41.726.117 8 Sulsel, Sultra & Sulbar 0,83 0,8 3 $ 42.897.152 9 Maluku 0,13 0,1 3 $ 43.152.459 10 Papua 0,32 0,3 2 $ 41.407.714 11 NTB 0,25 0,2 5 $ 41.790.575 12 NTT 0,21 0,2 1 $ 41.568.263 13 DKI Jakarta 3,92 3,9 2 $ 107.923.420 14 Jabar & Banten 1,96 1,9 6 $ 56.336.603 15 Jateng & Yogyaka rta 2,41 2,4 1 $ 48.948.552 16 Bali 0,62 0,6 2 $ 43.05.,445 Total Kebutuhan LNG (MTPY) 14,49 No. Kilang LNG kapa sitas 1 Bontang 22,5 2 Donggi 2 3 Tangguh 7 31,5 Pada kondisi ini semua permintaan LNG dari setiap wilayah usaha PLN dapat terpenuhi oleh masing- masing kilang LNG Bontang, Donggi Senoro dan Tangguh. Sehingga didapatkan total biaya investasi keseluruhan adalah $. 817.232.322 dimana keseluruhan wilayah dilayani oleh Kapal ukuran 125.000 m3 sebanyak 13 unit, Kapal ukuran 135.000 m3 sebanyak 3unit kapal LNG dan Kapal ukuran 147.500 m3 sebanyak 1 unit kapal LNG dan total persentase kebutuhan LNG adalah sebesar 46 dari total suplai LNG yang tersedia. Gambar 7. Gambaran Distribusi LNG Dari Kilang Bontang Dengan Skenario 100 LNG Bagi Pemenuhan Kebutuhan Domestik Gambar 8. Gambaran Distribusi LNG Dari Kilang Donggi Dengan Skenario 100 LNG Bagi Pemenuhan Kebutuhan Domestik Gambar 9. Gambaran Distribusi LNG Dari Kilang Tangguh Dengan Skenario 100 LNG Bagi Pemenuhan Kebutuhan Domestik J. Kesimpulan Berdasarkan pemodelan yang telah dilakukan dengan menggunakan ESRU dan kapal LNG untuk distribusi LNG maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Berdasarkan asumsi bahwa semua pembangkit listrik PLN berbahan bakar HSD, MEO dan Gas Alam menggunakan gas alam sebagai bahan bakarnya, didapatkan bahwa lokasi ESRU yang sesuai untuk ditempatkan sebagai receiving terminal adalah sebagai berikut. bersambung Tabel 10. Lokasi penempatan ESRU No. Nama Wilayah Destination/Origin 1 Nangroe Aceh Darussalam Lhokseumawe 2 Sumatera Utara Belawan 3 Wilayah Riau Dumai 4 Sumatera Barat Teluk Bayur 5 SumSel Jambi Bengkulu Palembang 6 Lampung Panjang 7 Sulut, Sulteng & Gorontalo Bitung 8 Sulsel, Sultra & Sulbar Makassar 9 Maluku Ambon 10 Papua Sorong 11 NTB Bima 12 NTT Ende 13 DKI Jakarta Tanjung Priok 14 Jabar & Banten Bojonegara 15 Jateng & Yogyakarta Tanjung Mas 16 Bali Celukan Bawang 2. Dari pemodelan yang dilakukan sesuai dengan simulasi kondisi kejadian, analisa biaya investasi maka model distribusi LNG dan jenis kapal LNG yang sesuai untuk melakukan kegiatan pendistribusian adalah sebagai berikut. Pada kondisi 100 kilang Bontang mensuplai wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Wilayah Riau, Sumatera Barat, SumSel Jambi Bengkulu, Lampung, Sulsel-Sultra & Sulbar, DKI Jakarta, Jabar & Banten, Jateng & Yogyakarta serta wilayah Bali dengan total kapasitas LNG sebesar 13,11 MTPY dengan menggunakan kapal ukuran 147.500 m3 untuk memenuhi kebutuhan wilayah Sumatera Utara, 2 kapal ukuran 135.000 m3 untuk memenuhi masing-masing wilayah Sumatera Barat dan Lampung. Selanjutnya kapal 1 unit kapal ukuran 125.000 m3 untuk memenuhi kebutuhan wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Wilayah Riau, SumSel Jambi Bengkulu, Sulsel-Sultra & Sulbar, Jabar & Banten, Jateng & Yogyakarta, Bali, serta 2 kapal ukuran 125.000 m3 untuk memenuhi kebutuhan wilayah DKI Jakarta. Pada kondisi 100 kilang Donggi mensuplai wilayah Sulut, Sulteng & Gorontalo, NTB dan NTT sebesar 0,93 MTPY dengan menggunakan kapal ukuran 125.000 m3 berjumlah satu unit untuk mensuplai masing-masing wilayah tersebut. Pada kondisi 100 kilang Tangguh mensuplai wilayah Maluku dan Papua dengan kapasitas sebesar 0,45 MTPY dengan menggunakan kapal LNG ukuran 135.000 m3 dan 125.000 m3 berjumlah satu unit dimana masing-masing mensuplai wilayah Maluku dan Papua. Pada kondisi 100 total biaya investasi yang dibutuhkan adalah sebesar $.817.232.322 DAF1AR PUS1AKA Soegiono dan K. Buda, Artana. (2006). Transportasi LNG Indonesia. Airlangga University Press,Surabaya. Soegiono. (2006). Pipa Laut. Airlangga University Press, Surabaya. Zainury. 2008. 'Optimasi pengadaaan kapal-kapal pengangkut LNG untuk distribusi LNG dari Pulau Kalimantan ke Pulau Jawa menggunakan Euzzy Logic. Jurnal Tugas Akhir Lake, Larry W. Petroleum Engineering Handbook volume VII. 2007. BPMIGAS, 2004. Indonesian LiqueIied Natural Gas, Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas, Jakarta. PT PLN PERSERO. 2010. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2010 - 2019, Jakarta. PT PGN PESERO. 2010. Perusahaan Gas Negara Presentasi Investor, Jakarta. Muchlis, M., Permana, A.D., 2003. Proyeksi Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d. 2020. Pengembangan Sistem Kelistrikan dalam Menunjang Pembangunan Nasional Jangka Panjang, Jakarta PERTAMINA, 2001, 'Indonesian LiqueIied Natural Gas. Eakultas Teknologi Kelautan ITS, 2005. 'Studi Pemasaran dan Distribusi Gas Alam Cair ( LNG ) dan LPG Untuk Pasar Domestik Indonesia, Kerja sama ETK-ITS-BP Migas. PT Badak Natural Gas LiqueIaction, 2003. Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Indonesia Energy Outlook and Statistic 2004, Universitas Indonesia, Depok, 2004 Setiawan, Sandi. 1991. Simulasi. ANDI OEESET. Yogyakarta. OIIicial website BP Migas :http//www.BPmigas.com OIIicial website PGN :http//www.pgn.co.id