Anda di halaman 1dari 11

DISTRIBUSI GAS ALAM CAIR ( LNG ) DARI KILANG MENUJU

ELOATING STORAGE REGASIEICATION UNIT ( ESRU ) UNTUK


PEMENUHAN KEBUTUHAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA
MELALUI PENDEKATAN SIMULASI
Yohanes Oscarino NS
(1)
, AAB Dinariyana
(2)
, Ketut Buda Artana
(3)
1,2,3)
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
ABSTRAK
Salah satu penyebab krisis tenaga listrik yang terjadi di Indonesia adalah tingginya nilai harga bahan
bakar minyak, dimana High Speed Diesel Oil merupakan bahan bakar utama bagi pembangkit listrik di
Indonesia. Gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) dapat menjadi solusi alternatiI bahan bakar bagi
pembangkit listrik di Indonesia. Hal ini didukung dengan Peranturan Pemerintah No. 5/2009 mengenai alokasi
gas bagi kebutuhan domestik. Pada pembahasan ini dilakukan dilakukan pemanIaatan gas bagi kebutuhan
pembangkit listrik di Indonesia dengan menentukan pola disitribusi LNG di Indonesia dengan sarana distribusi
yang digunakan adalah Floating Storage Regasification Unit ( ESRU ) sebagai terminal penerima dan kapal
LNG sebagai sarana distribusi LNG dari kilang LNG. Terdapat 3 ukuran ESRU yang digunakan pada
pembahasan ini yaitu ESRU dengan ukuran 129.000 m3, 147.500 m3 dan 180.000 m3. Sarana pendistribusi
LNG adalah kapal LNG dengan ukuran 125.000 m3, 135.000 m3 dan 147.5000 m3. Terdapat 3 kilang LNG
sebagai sumber penyuplai LNG yaitu Kilang Bontang, Kilang Donggi-Senoro dan Kilang Tangguh dimana
permintaan LNG berdasarkan kebutuhan pembangkit listrik di Indonesia. Selanjutnya dilakukan pemodelan
variasi antar ESRU,kapal LNG, penyuplai dan lokasi permintaan sehingga dengan pertimbangan biaya investasi
maka diperoleh pola distribusi LNG dan penugasan kapal LNG. Tahap berikutnya adalah melakukan simulasi
distribusi LNG dengan beberapa kondisi ketersediaan LNG pada kilang LNG. Sehingga diperoleh pola
distribusi LNG dan penugasan kapal sesuai dengan kondisi ketersediaan LNG pada kilang LNG serta sesuai
dengan biaya investasi minimum.
Kata kunci : Penentuan lokasi ESRU, distribusi LNG, penugasan kapal LNG, supply-demand LNG, simulasi
ABSTRACT
One cause of power crisis that occurred in Indonesia is the high price of fuel oil whereas High Speed
Diesel Oil is the main fuel for power plants in Indonesia. Liquefied natural gas or Liquefied Natural Gas (LNG)
could be an alternative fuel solutions for power plants in Indonesia. This is supported bv Goverment Regulation
No. 5 / 2009 on the allocation of gas for domestic needs. In this final profect, the utili:ation of gas for electricitv
generation in Indonesia needs to determine the pattern of distribution of LNG in Indonesia bv means of
distribution used is the Floating Storage Regasification Unit (FSRU) for LNG receiving terminals and vessels as
a means of distribution of LNG from the LNG plant. There are 3 si:es FSRU used in this discussion is FSRU
with a si:e of 129,000 m3 and 147,500 m3 and 180,000 m3. There are 3 si:es FSRU used in this discussion is
FSRU with a si:e of 129,000 m3 and 147,500 m3 and 180,000 m3. LNG vessel used was the si:e of 125,000 m3
and 135,000 m3 and m3 147.5000. There are three LNG plant used, there are Bontang LNG Plant, Donggi-
Senoro LNG Plant and Tangguh LNG Plant. Furthermore, modeling the variation between FSRU, LNG ships,
supplies and location request with consideration of investment costs, the obtained pattern of distribution of LNG
and LNG ship assignment. The next step is to simulate the distribution of LNG with several conditions of supplv
of LNG to the LNG plant. In order to obtain the distribution pattern and assignment of LNG ship in accordance
with the conditions of supplv of LNG to the LNG plant and in accordance with minimum investment cost.
Kevwords . Determination FSRU location, distribution, LNG, LNG ship assignment, supplv-demand of LNG,
simulation
I. Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Krisis tenaga listrik yang terjadi di Indonesia
beberapa waktu ini tentulah sangat merugikan bagi
semua tingkat lapisan masyarakat Indonesia maupun
Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) sebagai distributor
listrik di Indonesia. Salah satu kendala yang
menyebabkan krisis energi listrik di Indonesia adalah
kurangnya suplai bahan bakar pada masing-masing
pembangkit listrik di Indonesia, serta meningkatnya
harga bahan bakar minyak dalam negeri dan
ditambah dengan kebijakan pemerintah untuk
mengurangi ( menghapus ) subsidi yang selama ini
diberikan. Penyebab utama lain adalah kurangnya
pemanIaatan penggunaan sumber energi alternatiI
lain yang tersedia, dimana salah satunya antara lain
adalah ketersediaan gas alam yang melimpah, namun
kurang pemanIaatan yang dilakukan bagi pemenuhan
kebutuhan sumber energi nasional. Seperti diketahui
bahwa pemanIaatan gas alam yang terdapat di
wilayah Indonesia cenderung digunakan sebagai
komoditas ekspor dibandingkan sebagai pasokan
kebutuhan sumber energi domestik. Hal ini dapat
dilihat dari pemanIaatan gas alam yang sangat minim,
berdasarkan data BP MIGAS 2004 terbukti bahwa
pada tahun 2003 produksi ( ekspor ) gas di Indonesia
adalah terbesar di dunia yaitu sebesar 26,45 MTPY.
Untuk mengantisipasi krisis energi listrik yang
berkepanjangan maka diperlukan suatu langkah
pemanIaatan optimal sumber energi alternatiI yang
tersedia seperti gas alam, baik dari segi kebijakan
pemerintah maupun teknologi yang sudah ada.
Kebijakan pemerintah mengenai pemanIaatan sumber
daya energi yang ada sangat penting guna pemenuhan
kebutuhan sumber energi dalam negeri. Beberapa
diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No.
55/2009 dimana pada kebijakan ini dibahas mengenai
alokasi gas bumi sebesar 25 dari hasil produksi,
berikutnya Peraturan Menteri ESDM No. 19/2009
dan No. 3/2010 mengenai inIrastruktur bagi
pemanIaatan sumber energi gas dan alokasi bagi
kebutuhan domestik. Dengan adanya beberapa
kebijakan tersebut maka pemanIaatan gas bumi
sebagai sumber energi pembangkit listrik dapat
dilakukan secara optimal.
Sebagai salah satu bentuk pemanIaatan gas sebagai
sumber energi bagi pembangkit listrik PLN adalah
pemanIaatan berupa LNG ( LiqueIied Natural Gas )
sebagai bahan bakar untuk menggantikan penggunaan
HSD yang selama ini dgunakan sebagai bahan bakar
pembangkit listrik PLN. PemanIaatan gas alam dalam
bentuk LNG merupakan alternatiI pemecahan
masalah untuk mengatasi krisis tenaga listrik.
PemanIaatan tersebut tentunya harus ditunjang
dengan Iasilitas pendukung, dimana Iasilitas
pendukung yang dimaksud adalah tersedianya kapal
pengangkut serta Iasilitas penunjang baik dalam
memproduksi, memproses, dan mendistribusikan.
Sumber gas alam di Indonesia pada saat ini terdapat
di beberapa wilayah seperti Aceh ( kilang Arun ),
Natuna, Sumatera Selatan ( Ladang Grissik ),
Kalimantan Timur ( Kilang Badak ), Sulawesi
Tengah ( Kilang Donggi-senoro ), Papua ( Kilang
Tangguh ) dan proyek Masela. Banyaknya wilayah
sumber gas alam di Indonesia tersebar di beberapa
wilayah dengan kondisi geograIis yang berbeda untuk
itu diperlukan teknologi yang tepat guna pemanIaatan
LNG sebagai bahan bakar pembangkit listrik di
Indonesia.
Salah satu cara untuk memanIaatkan produksi gas
alam berupa LNG secara optimal adalah dengan
menggunakan LNG carrier sebagai sarana
pengangkut LNG dan Eloating Storage RegasiIication
Unit ( ESRU ) sebagai terminal penerima LNG (
LNG receiving terminal ) merupakan pilihan yang
dapat digunakan sebagai pertimbangan distribusi
pasokan gas alam sesuai dengan kondisi geograIis
Indonesia.
Pada simulasi akan digunakan volume penampungan
ESRU yang digunakan adalah 129.000 m3, 147.500
m3, 180.000 m3. Terdapat beberapa Iaktor dalam
pemilihan ukuran, kapasitas dan jumlah ESRU seperti
Iaktor biaya ekonomis operasional, investasi, kondisi
geograIis wilayah perairan serta jumlah dan volume
angkut kapal LNG sebagai sarana pendistribusi LNG.
Selanjutnya volume muat kapal LNG Carrier yang
digunakan memiliki volume muat sebesar 125.000
m3, 135.000 m3 dan 147.500 m3. Hal yang
diperhatikan dalam pemilihan volume muat kapal
LNG adalah Iaktor ESRU, jumlah trip, rute serta
tingkat ketersediaan LNG pada masing-masing ESRU
untuk suatu periode operasi kapal.
Lokasi kilang gas yang digunakan sebagai pemasok
muatan gas alam adalah Kilang Gas Tangguh ( Irian
Jaya ) dengan kapasitas produksi sebesar 7 MTPY,
Donggi-Senoro ( Sulawesi Tengah ) dengan kapasitas
produksi sebesar 2 MTPY dan Bontang ( Kalimantan
Timur ) dengan kapasitas produksi sebesar 22,5
MTPY. Selanjutnya dilakukan pemodelan pola
distribusi LNG dengan menggunakan variasi ukuran
ESRU yang ditempatkan pada tiap wilayah usaha
PLN. Selain variasi ukuran ESRU yang digunakan
dilakukan pula variasi pola penugasan kapal LNG
sebagai sarana distribusi LNG bagi tiap wilayah
usaha PLN. Biaya investasi dan operasional kapal
LNG serta ESRU menjadi Iaktor penentu pemilihan
model yang sesuai dengan masing-masing wilayah
usaha. Dengan pendekatan permodelan yang
dilakukan dengan skenario kejadian yang ada, maka
diharapkan keluaran berupa sebaran distribusi LNG
dan penugasan kapal, kapasitas ESRU serta
penjadwalan distribusi LNG di Indonesia. Jauh
daripada itu diharapkan diperolehnya konsep
perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana LNG
sebagai pemanIaatan gas alam guna mengurangi krisi
listrik di masa mendatang.
I.2 Rumusan Masalah
Permasalahan pokok pada skripsi ini antara
lain :
1. Bagaimana menentukan lokasi ESRU yang
sesuai dengan memperhatikan kebutuhan
permintaan LNG pada tiap daerah sesuai
dengan kapasitas ESRU yang tersedia?
2. Bagaimana menentukan kapal LNG carrier
yang sesuai dengan biaya investasi
minimum dari ladang LNG menuju stasiun
penerima ( ESRU ) sesuai dengan skenario
kejadian?
I.3 Batasan Masalah
Untuk menegaskan dan lebih memIokuskan
permasalahan yang akan dianalisa dalam Skripsi ini,
maka akan dibatasi permasalahan-permasalahan yang
akan dibahas sebagai berikut :
1. Tidak meninjau sistem distribusi gas alam
dari stasiun penerima ( ESRU ) menuju
masing-masing pembangkit listrik yang ada.
2. Kapal ESRU yang digunakan berukuran
129.000 m3, 147.500 m3 dan 180.000 m3,
sedangkan kapasitas kapal LNG yang akan
digunakan adalah sebesar 125.000 m3,
135.000 m3 dan 147.500 m3.
3. Ladang terminal penyuplai gas alam yang
dipergunakan adalah ladang gas dengan
kilang pencair gas alam ( Liquefaction
Plants ), yaitu berada di kilang gas Tangguh
( Irian Jaya ) dengan kapasitas 7 MTPY,
Donggi-Senoro ( Sulawesi tengah ) 2 MTPY
dan kawasan kilang gas Badak ( Bontang,
Kalimantan Timur ) 22,5 MTPY, dengan
kapasitas total sepenuhnya dialihkan guna
kebutuhan domestik.
4. Kecepatan kapal LNG dari terminal
penyuplai gas alam menuju stasiun
penerima ( ESRU ) diasumsikan adalah tetap
selama perjalanan yaitu sebesar 18 knots.
5. Penentuan lokasi penempatan ESRU
didasarkan pada kedalaman perairan dengan
pertimbangan sarat air kapal.
6. Data kebutuhan pembangkit listrik yang
digunakan hanya pada pembangkit dengan
bahan bakar minyak (HSD,MEO) dan gas
alam.
I.4 1ujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari skripsi ini
antara lain :
1. Mengetahui lokasi ESRU yang optimum
dengan memperhatikan kebutuhan
permintaan LNG pada tiap daerah
pembangkit tenaga listrik dengan
memperhatikan kapasitas ESRU yang
tersedia.
2. Mengetahui rute pelayaran kapal LNG
carrier yang optimal dari ladang LNG
menuju stasiun penerima dalam hal ini
adalah ESRU.
I.5 Manfaat Penulisan
Dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanIaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan.
Adapun manIaat yang dapat diperoleh antara lain :
1. Didapatkannya pola distribusi LNG yang
optimum dari segi biaya investasi baik bagi
pihak penyuplai yaitu kilang gas dan
demand khususnya industri pembangkit
tenaga listrik di Indonesia, dengan
penggunaan ESRU sebagai stasiun penerima
LNG.
2. Penelitian dari skripsi yang dilakukan
diharapkan dapat memberikan pola
perencanaan distribusi LNG yang optimum
dimasa mendatang.
II. 1injauan Pustaka
II.1 Liquified Aatural Gas (LAG)
Gas alam cair (Liquefied Natural Gas, LNG)
adalah gas alam yang telah diproses untuk
menghilangkan ketidakmurnian dan hidrokarbon
berat dan kemudian dikondensasi menjadi cairan
pada tekan atmosIer dengan mendinginkannya sekitar
-160 Celcius. LNG ditransportasi menggunakan
kendaraan yang dirancang khusus dan ditaruh dalam
tangki yang juga dirancang khusus. LNG memiliki isi
sekitar 1/640 dari gas alam pada Suhu dan Tekanan
Standar, membuatnya lebih hemat untuk
ditransportasi jarak jauh di mana jalur pipa tidak ada.
II.2 LAG Supply Chain
Distribusi gas alam dari sumber atau kilang
gas dapat dilakukan dengan berbagai cara baik
melalui jaringan pipa, LNG dan sebagainya. Pada
pembahasan ini gas alam didistribusikan dalam
bentuk LNG guna menyesuaikan penggunaan sarana
dan prasarana distribusi dengan kondisi geograIis
perairan Indonesia.
Gambar 1. Pilihan transportasi gas alam
Untuk Pendistribusian LNG biasanya untuk
rute menengah dan jauh, umumnya menggunakan
kapal LNG karena kemungkinan tidak bisa
dibangunnya saluran pipa pada wilayah yang dilewati
Sumber : www.wikipedia.org
atau wilayah tersebut yang berupa perairan dengan
kedalaman air yang terlalu dalam. Selain itu,
penggunaan LNG carrier membutuhkan dukungan
inIrastruktur yang sedemikian besar dalam proses
transportasinya. Berikut adalah gambaran umum
distribusi LNG dari ladang gas menuju stasiun
penerima.
Gambar2. LNG supplv chain
Dalam penggunaan kapal LNG sebagai
sarana pendistribusi LNG dari ladang gas menuju
stasiun penerima tentunya membutuhkan dukungan
inIrastruktur yang besar pada proses transportasinya.
InIrastruktur pendukung tersebut adalah liquefaction
plant, loading terminal with storage tanks, receiving
terminal with storage tanks, serta re-gasification
plant sebelum diterima oleh end user.
II.2.1 LAG Plant
Sumber gas alam di Indonesia terdapat
dibeberapa wilayah kawasan Indonesia, yakni
terdapat pada provinsi Nangroe Aceh Darussalam (
Kilang Arun ), Natuna Timur, Natuna Barat ( Ladang
Belanak ), Sumatera Selatan ( Ladang Grissik,
Pagardewa ), Bagian Utara Jawa Barat, Bagian Utara
Jawa Tengah ( Ladang Kepondang ), Bagian Utara
Jawa Timur ( Pertamina, Kodeco, Emeralda Iless,
Lapindo Brantas, Santos ), Bagian Utara Bali (
Ladang Pagerungan dan Terang Sirasun ),
Kalimantan Timur ( Kilang Badak, Bontang ),
Sulawesi Tengah ( Kilang Donggi dan Senoro,
Medco serta Sengkang ), Papua ( Kilang Tangguh,
Ladang Wiriagar, Berau, Muturi ). Berikut adalah
peta cadangan gas alam di wilayah Indonesia.
Gambar 3. Cadangan gas bumi di Indonesia
Terdapat beberapa kilang pencair gas alam (
LiqueIaction Plants ) di Indonesia. Ada empat
kawasan produksi gas alam di Indonesia dimana
produksi gas dikumpulkan dan disalurkan menuju
kilang pencair gas alam untuk diubah menjadi LNG.
Kawasan tersebut adalah Kilang Badak ( Bontang,
Kalimantan Timur ), Kilang Arun ( Nangroe Aceh
Darussalam ), Kilang Tangguh ( Papua ) dan Kilang
Donggi-Senoro ( Sulawesi ).
Gambar 4. Persebaran LiqueIaction Plants di
Indonesia
Terdapat 3 (tiga) sumber lokasi LiqueIaction
Plant yang digunakan, baik yang sudah tersedia
maupun yang sedang dalam tahap perencanaan.
Ketiga lokasi tersebut adalah Bontang ( Kilang Badak
), Donggi-Senoro dan Kilang Tangguh. Kilang
Badak, Bontang dengan hasil produksi LNG sebesar
22,59 MTPY, Tangguh sebesar 7 MTPY dan Donggi-
Senoro sebesar 2 MTPY. Beberapa diantaranya sudah
terikat kontrak jangka panjang dengan beberapa
pihak, namun kondisi tersebut diabaikan. Pada
penulisan ini, seluruh pembangkit listrik berbahan
bakar HSD dan gas diasumsikan siap untuk menerima
suplai gas alam sebagai bahan bakarnya. Sehingga
dapat diperoleh gambaran pada penulisan skripsi,
apabila produksi gas alam nasional khususnya dari
kilang Bontang, Donggi-Senoro dan Tangguh dapat
mensuplai kebutuhan gas domestik sesuai dengan
kebijakan pemerintah yang telah ada, serta kilang
mana saja yang tepat untuk mencukupi wilayah-
wilayah usaha PLN dengan biaya investasi yang
minimum tentunya.
II.2.2 Kapal LAG
Pengangkutan gas alam dengan
menggunakan pipa memiliki beberapa keterbatasan,
antara lain : keterbatasan gerak, memerlukan
investasi yang besar, penanganan sistem kompressor
yang cukup rumit mengingat semakin jauh jarak
maka semakin besar kompressor yang digunakan,
penanganan terhadap keselamatan lingkungan cukup
besar mengingat tekanan dalam jaringan pipa tersebut
sangat tinggi sehingga sedikit kebocoran dapat
berakibat Iatal terhadap lingkungannya (Soegiono
dan Artana, 2006).
AlternatiI lain yang digunakan untuk
mengangkut gas alam adalah menggunakan jasa
angkutan laut, akan tetapi karena tekanan gas tersebut
sangat tinggi maka tekanan gas tersebut harus
Sumber : presentasi investor PGN bulan Agustus 2010
Sumber : presentasi investor PGN bulan Agustus 2010
Sumber : www.wikipedia.org
diturunkan sampai mencapai 1 Atm. Moda angkut
kapal untuk LNG dapat berupa kapal-kapal
pengangkut LNG (LNG Carrier / LNG Tanker) dan
kapal-kapal kontainer. LNG Carrier / LNG Tanker
merupakan salah satu jenis kapal khusus yang
dirancang untuk mengangkut satu jenis muatan/kargo
saja. Kapal-kapal tersebut memiliki tangki-tangki
khusus yang dirancang untuk menjaga suhu
muatannya (LNG) hingga 163 derajat celcius.
Beberapa kelebihan dari sarana angkut kapal-kapal
pengangkut LNG adalah gas alam yang diangkut bisa
dalam jumlah besar untuk sekali angkut mengingat
gas alam yang diangkut dalam bentuk cairan dan
memiliki volume seperenam ratus (1/600) dari
volume semula (bentuk gas).
II.2.3 Floating Storage Regasification Unit
(FSRU)
Terdapat tiga jenis bentuk LNG receiving
terminal yang digunakan sebagai stasiun penerima
LNG. Ketiga jenis LNG receiving terminal tersebut
adalah land based terminal, oIIshore based terminal
dan ESRU. ESRU seperti layaknya suatu tangki
penampungan dimana dalam penentuan kapasitas
ESRU harus diperhatikan kebutuhan konsumsi gas
dari daerah yang dilayani. ESRU memberi alternatiI
guna memperpendek rantai suplai konvensional
yakni dengan menghilangkan Iasilitas penerima dan
Iasilitas regasiIikasi. Dengan konsep ESRU, kedua
Iasilitas tersebut dapat digantikan Iungsinya oleh
sebuah kapal yang berIungsi untuk menyimpan
LNG, serta dilengkapi dengan Iasilitas regasiIikasi
diatasnya. ESRU ditemukan sekitar tahun 2003
dengan demikian masih merupakan teknologi baru
yang telah teruji pada Iasilitas penerima LNG di
Inggris dan Amerika. Kapal yang digunakan untuk
ESRU dapat berupa kapal yang dibangun baru
ataupun konversi dari tanker LNG.
Gambar 5. Ilustrasi ESRU
EilosoIi desain
Teknologi yang telah terbukti
Keamanannya terjamin
Keandalanya tinggi
Simpel
Mudah perawatannya
Lambung dan tangki LNG didesain untuk 40
tahun
Cocok untuk lokasi lepas pantai atau di
daerah pelabuhan
Kebutuhan pengiriman gas ukuran sedang,
biasanya 600 MMscI /d atau kurang)
Tangki penyimpanan berdasarkan kapal
yang dipilih
Tangki tipe membran atau moss
Side-by-side atau tandem oIIloading
RegasiIikasi dengan pemanasan air laut
Keuntungan
Tidak ada dampak lingkungan didarat
Tingkat keamanan tinggi
Dibangun di galangan
Biayanya lebih murah
Tidak ada biaya untuk membeli/menyewa
lahan
Memungkinkan untuk dipindahkan
Jalur perpipaan dapat diletakkan pada lokasi
terbaik dengan mempertimbangkan
inIrastruktur yang sudah ada.
II.3 Kapasitas Pembangkit Dalam Aegeri
Penggunaan LNG adalah sebagai pemenuhan
sumber energi bagi pembangkit listrik di Indonesia,
dimana telah diatur sepenuhnya oleh pihak PLN (
Perusahaan Listrik Negara ). Terdapat berbagai
macam jenis pembangkit yang tersedia di Indonesia,
diantaranya adalah PLTG, PLTD, PLTA, PLTU dan
PLTGU. Pada tugas akhir ini didata masing-masing
kebutuhan daya dari tiap-tiap pembangkit yang ada
pada masing-masing wilayah usaha PLN. Dimana
kebutuhan daya listrik masing-masing wilayah usaha
PLN kemudian dikonversi kedalam bentuk ton LNG.
Tujuan dari konversi tersebut adalah untuk
mengetahui berapa nilai kebutuhan LNG yang harus
disuplai dari kilang LNG atau LNG Plant menuju tiap
pembangkit di wilayah usaha PLN tersebut.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun
2009 tentang Ketenagalistrikan tidak mengubah
Wilayah Usaha PT PLN (Persero) saat ini karena
secara de-Iacto PLN telah memiliki usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum yang meliputi
distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga
listrik sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat
(4) dan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang tersebut.
Sejalan dengan reorganisasi PLN dimana wilayah
operasi dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu Indonesia
Barat, Indonesia Timur dan Jawa-Bali.
Terdapat tiga pembagian daerah operasional
oleh PLN guna mempermudah kegiatan operasional
maupun distribusi kebutuhan listrik yaitu Sistem
Operasi Indonesia Barat, Sistem Operasi Indonesia
Timur dan Unit Jawa Bali. Dimana pada tiga daerah
operasi terbagi lagi menjadi 20 wilayah usaha yang
menangani kebutuhan pasokan listrik bagi masing-
masing daerahnya. Berikut tabel 20 wilayah
pembagian usaha PLN yang nanti akan digunakan
sebagai lokasi alternatiI penempatan ESRU yang
Sumber : www.golarlng.com
tersedia beserta kebutuhan daya listrik yang
digunakan. Berikut adalah gambar penjelasan
mengenai Wilayah Usaha PLN saat ini yang terbagi
menjadi 20 wilayah usaha dalam 3 wilayah
operasional:
Gambar 6. Wilayah usaha PLN
II.4 Simulasi
Dalam merencanakan membuat suatu model
simulasi didasari dengan alasan sebagai pertimbangan
mengapa diperlukan adanya pembuatan model
simulasi. Alasan-alasan mengapa diperlukan model
simulasi antara lain :
Simulasi adalah satu-satunya cara yang
dapat digunakan untuk mengatasi masalah,
jika sistem nyata terlalu sulit diamati secara
langsung. Dalam menyusun model simulasi
membutuhkan data-data pendukung dari
sistem yang nantinya akan dibuat model.
Contoh : Jalur rantai pasok.
Solusi analitik tidak bisa
dikembangkan,dikarena tingkat kerumitan
yang dimiliki oleh sistem sangat kompleks.
Pengamatan terhadap sistem tidak dapat
dilakukan secara langsung dengan alasan :
Sistem berharga atau sangat mahal
Membutuhkan waktu yang lama
Akan timbul akibat yang bisa
menyebabkan rusaknya sistem
utama yang sedang beroperasi.
Keuntungan dari penggunaan simulasi adalah sebagai
berikut.
1. Menghemat waktu.
2. Dapat melebarkan waktu sesuai dengan data
masukan yang diharapkan selain dari kondisi
sebenarnya.
3. Dapat mengawasi sumber-sumber
bervariasi.
4. Model dari sistem dapat digunakan untuk
menjelaskan, memahami dan memperbaiki
sistem tersebut.
5. Dapat dihentikan dan dijalankan kembali
tanpa berpengaruh terhadap data masukan
yang telah diperoleh.
6. Mudah diperbanyak.
7. Dapat mengetahui perIormansi dan
inIormasi dari suatu sistem.
Sisi lain dari model simulasi memiliki beberapa
kekurangan. Kekurangan yang dimaksud antara lain :
1. Simulasi kurang akurat.
2. Model simulasi yang baik membutuhkan
biaya relatiIe mahal, bahkan sering juga
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk
mengembangkan model yang sesuai.
3. Tidak semua situasi dapat dievaliasi dengan
simulasi.
Simulasi menghasilkan cara untuk
mengevaluasi solusi, bukan menghasilkan cara untuk
memecahkan masalah. Namun untuk kondisi
demikian perlu mengetahui terlebih dahulu solusi
atau pendekatan solusi yang akan diuji. Pada tugas
akhir ini akan dilakukan simulasi berupa pola
distribusi LNG dan penugasan kapal dengan variasi 3
daerah lokasi penyuplai LNG dengan wilayah usaha
PLN yang akan dilayani oleh kapal LNG. Kapal LNG
yang akan digunakan juga akan divariasikan
penggunaannya sehingga terpilih ukuran kapal seperti
apa yang sesuai untuk melayani rute tugas yang ada.
Model pola distribusi supply-demand dan ukuran
ESRU serta kapal yang terpilih pada akhirnya
didasarkan oleh nilai biaya investasi minimum yang
ada.
III. Metodologi
Gambar 6. Metodologi
IJ. Analisa Data dan Pembahasan
Bab IV dalam skripsi ini berisi tentang
analisa yang dilakukan terhadap data-data yang sudah
didapatkan. Adapun untuk tahapan-tahapan dalam
analisa ini antara lain:
Sumber : RUPTL 2010-2011
IJ.1 Data yang digunakan
IJ.1.1 Analisa Data Kebutuhan listrik di
Indonesia
Data kebutuhan daya listrik di Indonesia
berdasarkan masing-masing wilayah operasional atau
usaha dari PLN diperoleh dari RUPTL 2010-2019.
Data kebutuhan daya listrik yang diambil adalah data
kebutuhan daya listrik pada tahun 2010, dimana
keseluruhan daya listrik didapat dari 20 wilayah
usaha PLN yang telah dijelaskan pada penjelasan
sebelumnya. Pada pengumpulan data kebutuhan
listrik di Indonesia, total daya listrik yang diperoleh
adalah total daya listrik yang dihasilkan dari tiap
pembangkit listrik berbahan bakar minyak (HSD-
MEO) dan gas alam. Tabel1. menerangkan total
kebutuhan daya listrik di tiap wilayah usaha PLN.
Tabel 1. Data kebutuhan listrik wilayah usaha PLN
No. Nama Wilayah Kebutuhan Daya Satuan
1 Nangroe Aceh Darussalam 113.37 MW
2 Sumatera Utara 1287.75 MW
3 Wilayah Riau 173.79 MW
4 Sumatera Barat 72.66 MW
5 SumSel Jambi Bengkulu 655.17 MW
6 Lampung 57.70 MW
7 Kalimantan Barat 335.82 MW
8 KalSel & Kalteng 474.64 MW
9 KalTim 305.60 MW
10 Sulut, Sulteng & Gorontalo 330.30 MW
11 Sulsel, Sultra & Sulbar 579.16 MW
12 Maluku 92.32 MW
13 Papua 223.50 MW
14 NTB 174.99 MW
15 NTT 144.40 MW
16 DKI Jakarta 2740.70 MW
17 Jabar & Banten 1040.00 MW
18 Jateng & Yogyakarta 1689.00 MW
19 Jatim 3144.80 MW
20 Bali 432.70 MW
IJ.1.2 Analisa data kapasitas produksi LAG
Tabel 2. Data kebutuhan listrik wilayah usaha PLN
No. Kilang LNG kapasitas Unit
1 Bontang 22.5 MTPY
2 Donggi 2 MTPY
3 Tangguh 7 MTPY
total 31.5 MTPY
Terdapat 3 lokasi kilang LNG yang
digunakan sebagai sumber LNG yang akan dianalisa
yaitu kilang LNG Bontang, Donggi-Senoro dan
Tangguh. Tabel2. menggambarkan potensi kapasitas
suplai gas dari kilang LNG yang digunakan. Dimana
potensi pengguna LNG adalah industri pembangkit
tenaga listrik khususnya sebagai pengganti jenis
bahan bakar HSD maupun MEO dan gas alam.
IJ.1.3 Kapal LAG dan FSRU yang digunakan
Terdapat 3 alternatiI variasi dari ukuran
kapal LNG yang akan digunakan dalam melayani
penugasan suplai LNG dari kilang LNG menuju
lokasi penerima LNG dimana lokasi penerima akan
diwakili oleh ESRU yang terpilih. Tabel3.
menjelaskan data ukuran kapal LNG yang digunakan
dalam pembahasan.
Tabel 3. Data kapal LNG yang digunakan
kapal kapasitas Loa speed Draft
kelas m3 meter knot m
Dwiputra 125000 272 18 10,35
Golar Mazo 135000 290 18 10,8
Energy Irontier 147500 289 18 11,43
Terdapat 3 variasi ukuran ESRU yaitu ESRU
dengan ukuran 129.000 m3, 147.500 m3 dan 180.000
m3. Dimana ketiga ukuran ESRU yang digunakan
setara atau sekelas dengan ESRU GOLAR SPIRIT,
ENERGY ERONTIER dan HOEGH LNG ESRU.
Tabel 4.8 menggambarkan beberapa ukuran atau
dimensi dari ESRU yang digunakan.
Tabel 4. Data ESRU yang digunakan
Parameter
Cargo capacity of FSRU
Unit ( m
3
) 129000 147500 180000
Length
overall Loa
m 289 289 277
Breadth B m 44.6 43 51.5
Hull depth H m 25 26.7 24
Draught T m 11.4 11.85 11
Kelas FSRU Unit ukuran
FSRU Golar
Spirit
m
3
129000
Golar Energy
Frontier
m
3
147500
HOEGH
LNG FSRU
m
3
180000
IJ.2 Penentuan lokasi alternatif FSRU dan
jarak lokasi dengan Kilang LAG
Pada tiap wilayah usaha PLN, alternatiI
lokasi ESRU ditentukan berdasarkan
kedekatannya dengan pembangkit listrik yang
akan disuplai gas alam, selain itu pula
mempertimbangkan kondisi perairan dan kondisi
lingkungan yang cocok untuk penempatan
ESRU. Pertimbangan akan pemilihan kondisi
perairan dan lingkungan disesuaikan pula
dengan ukuran ESRU yang akan digunakan serta
penanganan dari pihak pelabuhan terkait dalam
hal ini lokasi yang terdata adalah lokasi yang
dibawahi oleh pihak Pelabuhan Indonesia (
PELINDO ). Tabel4.13 menerangkan lokasi
alternatiI dan kondisi geograsIis perairan di tiap
wilayah usaha, dimana ESRU akan ditempatkan.
Tabel 5. Wilayah Perairan Peletakan ESRU Dan
Jarak Tempuh Dari Tiap Terminal
IJ.3 Pengembangan Model
Model yang akan dikembangkan untuk
perencanaan pola distribusi LNG domestik adalah
gabungan antara model transportasi dengan model
penugasan. Model transportasi digunakan untuk
menentukan pola distribusi LNG yang optimum dari
lokasi asal ke lokasi penerima, sedangkan model
penugasan digunakan untuk menentukan jenis kapal
yang sesuai dengan kegiatan distribusi LNG.
Pemodelan yang akan dikembangkan melibatkan
beberapa asumsi guna penyederhanaan proses
pengerjaan. Asumsi yang digunakan pada model
adalah sebagai berikut.
Ketersediaan LNG pada kilang produksi
LNG digunakan sepenuhnya bagi kebutuhan
domestik. Pada pembahasan ini ketersediaan
LNG nantinya disesuaikan dengan
presentase kapasitas LNG domestik yang
disediakan oleh pemerintah atau kondisi saat
ini dan kondisi yang diinginkan.
Kecepatan kapal LNG dianggap konstan
yaitu sebesar 18 knot selama dalam
perjalanan mulai dari berangkat dari lokasi
asal menuju lokasi tujuan.
Tidak ada waiting time bagi kapal, dimana
jumlah kargo yang akan dibongkar atau
muat dapat dilakukan secara langsung.
Lamanya roundtrip days dihitung hanya
berdasarkan pada lamanya waktu dilaut (
seatime ) yang dihitung dengan kecepatan
konstan, ditambah dengan lamanya proses
muat dan bongkar LNG ( port time ) dari
asal dan lokasi tujuan.
Waktu untuk cooling-down dianggap tidak
ada, dalam artian bahwasannya suhu LNG
Tanks dan Arms dianggap -160 dan tidak
ada sisa LNG yang terdapat pada kapal LNG
selepas unloading process, diasumsikan
temperatur tangki tetap terjaga
Waktu Roundtrip Days dihitung hanya
berdasarkan pada lamanya waktu di laut
(seatime) yang dihitung dengan kecepatan
konstan, ditambah dengan lamanya proses
muat dan bongkar LNG (port time) dari
lokasi asal dan lokasi tujuan.
Terminal Penerima selama beroperasi
dianggap tidak ada halangan apapun.
Penggunaan Kapal LNG dengan skenario
sewa (Charter Hire).
IJ.3.1 Input Model
Beberapa masukan atau input model yang
diperlukan pada pembuatan model ini adalah sebagai
berikut :
A. Kapasitas produksi LNG ( Supply )
1. Bontang ( Kilang Badak ) dengan kapasitas
22,5 MTPY
2. Donggi-Senoro ( Kilang Donggi ) dengan
kapasitas 2 MTPY
3. Tangguh ( Kilang Tangguh ) dengan
kapasitas produksi 7 MTPY
B. Kapasitas permintaan ( Demand )
Berdasarkan data yang diperoleh seperti
yang telah diuraikan pada penjelasan sebelumnya,
maka kapasitas demand LNG dari masing-masing
No Nama
Wilayah
Lokasi
FSRU
Bon Dgs Tgh Unit
1 Nangroe
Aceh
Darussala
m
Lhokse
umawe
1679 2085 2360 Miles
2 Sumatera
Utara
Belawa
n
1631 2030 2295 Miles
3 Wilayah
Riau
Dumai 1211 1813 2162 Miles
4 Sumatera
Barat
Teluk
Bayur
1344 1934 2283 Miles
5 SumSel
Jambi
Bengkulu
Palemb
ang
983 1443 1765 Miles
6 Lampung Panjan
g
891 1386 1713 Miles
7 Sulut,
Sulteng &
Gorontalo
Bitung 449 218 669 Miles
8 Sulsel,
Sultra &
Sulbar
Makass
ar
340 578 900 Miles
9 Maluku Ambon 928 380 347 Miles
10 Papua Sorong 934 535 218 Miles
11 NTB Bima 689 655 998 Miles
12 NTT Ende 700 602 739 Miles
13 DKI
Jakarta
Tanjun
g Priok
897 1289 1618 Miles
14 Jabar &
Banten
Bojone
gara
1135 1346 1693 Miles
15 Jateng &
Yogyakart
a
Tanjun
g Mas
675 1090 1412 Miles
16 Bali Celuka
n
Bawan
g
567 808 1146 Miles
lokasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya
adalah sebagai berikut :
Tabel 6. Kebutuhan LNG / tahun tiap wilayah
usaha PLN
No
.
Nama Wilayah
Kebutuhan LNG
(MTPY)
1
Nangroe Aceh
Darussalam
0,16
2 Sumatera Utara 1,84
3 Wilayah Riau 0,25
4 Sumatera Barat 0,10
5 SumSel Jambi Bengkulu 0,94
6 Lampung 0,08
7
Sulut, Sulteng &
Gorontalo
0,47
8 Sulsel, Sultra & Sulbar 0,83
9 Maluku 0,13
10 Papua 0,32
11 NTB 0,25
12 NTT 0,21
13 DKI Jakarta 3,92
14 Jabar & Banten 1,96
15 Jateng & Yogyakarta 2,41
16 Bali 0,62
C. Jarak supplv-demand
Beberapa masukan atau input model yang
diperlukan pada pembuatan model ini adalah lokasi
dan jarak asal-tujuan. Jarak asal-tujuan diperoleh
melalui pengukuran berdasarkan peta elektronik dan
tabel jarak perjalanan kapal tanker Pertamina. Selisih
jarak antara jarak pengukuran dan jarak sebenarnya
dapat terjadi. Pengukuran diambil dari lokasi asal
yaitu lokasi kilang LNG menuju lokasi atau wilayah
usaha PLN yang telah diletakan ESRU sebagai
receiving terminal LNG.
D. AlternatiI pilihan kapal LNG yang tersedia
Beberapa masukan atau input model yang
diperlukan pada pembuatan model adalah alternatiI
kapal LNG yang tersedia sebagai sarana distribusi
LNG. AlternatiI kapal LNG yang digunakan pada
pemodelan didasarkan pada data kapal LNG yang
telah beroperasi.
Tabel 7. Kapal LNG yang digunakan
No
.
Class of
fleet
Fleet size LOA Draft
( m3 ) ( ton ) ( meter ) ( meter )
1 Dwiputra 125000 57500 272 10,35
2 Golar
Mazo
135000 62204 290 10,80
3 Energy
Erontier
147500 67896 289 11,43
E. Dara kecepatan bongkar muat kapal LNG
Beberapa masukan atau input model yang
diperlukan pada pembuatan model adalah data
kecepatan bongkar muat kapal LNG yang tersedia
sebagai sarana distribusi LNG. Untuk menentukan
lamanya port time, maka diperlukan data
produktivitas ( kecepatan ) bongkar muat masing-
masing kapal LNG.
Tabel 8. Kapasitas bongkar muat kapal
No.
Class of
fleet
Pumps duration port time
m3/hour ton/jam jam day
1
Dwiputra 13000 5980 9,61538 0,42
2
Golar Mazo 11250 5175 12,0201 0,50
3 Energy
Erontier
11500 5290 12,8347 0,54
IJ.3.2 Pemodelan
Melalui asumsi dan input data pada
pembahasan sebelumnya, maka diperoleh keluaran
model berupa pola distribusi LNG bagi pemenuhan
kebutuhan domestik. Pola distribusi akan ditentukan
oleh jenis kapal yang akan digunakan, hal ini
dikarenakan oleh masing-masing kapal memiliki
konsekwensi biaya yang berbeda-beda. Dengan
asumsi charter rate seperti terlihat pada tabel
sebelumnya, maka dapat dihitung besarnya biaya
tetap ( Iixed cost ) dan biaya variabel untuk masing-
masing alternatiI kapal.
Tabel 8. Biaya investasi kapal
Class
of fleet fixed
cost
Fuel
Cost
Insu
ranc
e
Por
t
Co
st
C/H
Cost
1otal
JC
$/year $/day
($/d
ay
$/d
ay
$/da
y
$/day
Dwiput
ra
40.835.
470
29.61
5
4.93
6
8.2
26
9.87
2
52.648
Golar
Mazo
42.792.
965
31.03
5
5.17
2
8.6
21
10.3
45
55.172
Energy
Erontier
49.353.
110
35.79
2
5.96
5
9.9
42
11.9
31
63.630
IJ.4 Simulasi dan Model Penugasan Kapal
Biaya Investasi Minimum
Logika Simulasi
Simulasi yang dilakukan adalah simulasi
kejadian pada dikondisi dimana desain model adalah
model transportasi penugasan kapal LNG dengan rute
yang telah diperoleh pada pembahasan sebelumnya
melalui pertimbangan biaya investasi minimum. Pada
pembahasan sebelumnya setelah dilakukan
pemodelan dengan variasi ukuran kapal LNG, ukuran
ESRU yang digunakan dan rute yang tersedia maka
diperoleh biaya investasi distribusi LNG pada
masing-masing wilayah usaha PLN. Pada lampiran D
tabel D.17 terdapat pola distribusi LNG dan rute
penugasan kapal LNG dengan analisa biaya investasi
minimum sesuai dengan nilai atau harga komponen
biaya investasi yang telah ditetapkan. Melalui
simulasi pola distribusi LNG dan penugasan kapal
LNG dengan beberapa kondisi yaitu kondisi 100
dan 25 suplai kapasitas produksi LNG bagi
kebutuhan domestik serta kondisi saat ini, diharapkan
dapat diketahui wilayah usaha PLN mana yang dapat
disuplai oleh kilang dengan kondisi seperti demikian.
Selain itu diharapkan pula diketahui penugasan kapal
LNG dengan biaya investasi minimum yang sesuai
dengan masing-masing kondisi tersebut. Berikut
adalah pembahasan mengenai ketiga kondisi simulasi
distribusi LNG.
Tabel 9. Tabel distribusi LNG di Indonesia dengan
biaya investasi minimum
No.
Nama
Wilayah
LNG
suplai LNG dari
Biaya
Investasi
BO
N
DG
S
TG
H
$/ tahun
1
Nangroe
Aceh
Darussal
am
0,16
0,1
6
$
42.221.004
2
Sumater
a Utara
1,84
1,8
4
$
90.359.925
3
Wilayah
Riau
0,25
0,2
5
$
42.433.512
4
Sumater
a Barat
0,10
0,1
0
$
43.568.718
5
SumSel
Jambi
Bengkul
u
0,94
0,9
4
$
46.611.801
6
Lampun
g
0,08
0,0
8
$
43.229.064
7
Sulut,
Sulteng
&
Gorontal
o
0,47
0,4
7
$
41.726.117
8
Sulsel,
Sultra &
Sulbar
0,83
0,8
3
$
42.897.152
9 Maluku 0,13
0,1
3
$
43.152.459
10 Papua 0,32
0,3
2
$
41.407.714
11 NTB 0,25
0,2
5
$
41.790.575
12 NTT 0,21
0,2
1
$
41.568.263
13
DKI
Jakarta
3,92
3,9
2
$
107.923.420
14
Jabar &
Banten
1,96
1,9
6
$
56.336.603
15
Jateng &
Yogyaka
rta
2,41
2,4
1
$
48.948.552
16 Bali 0,62
0,6
2
$
43.05.,445
Total Kebutuhan
LNG (MTPY)
14,49
No.
Kilang
LNG
kapa
sitas
1 Bontang 22,5
2 Donggi 2
3 Tangguh 7
31,5
Pada kondisi ini semua permintaan LNG dari setiap
wilayah usaha PLN dapat terpenuhi oleh masing-
masing kilang LNG Bontang, Donggi Senoro dan
Tangguh. Sehingga didapatkan total biaya investasi
keseluruhan adalah $. 817.232.322 dimana
keseluruhan wilayah dilayani oleh Kapal ukuran
125.000 m3 sebanyak 13 unit, Kapal ukuran 135.000
m3 sebanyak 3unit kapal LNG dan Kapal ukuran
147.500 m3 sebanyak 1 unit kapal LNG dan
total persentase kebutuhan LNG adalah sebesar 46
dari total suplai LNG yang tersedia.
Gambar 7. Gambaran Distribusi LNG Dari Kilang Bontang
Dengan Skenario 100 LNG Bagi Pemenuhan Kebutuhan
Domestik
Gambar 8. Gambaran Distribusi LNG Dari Kilang Donggi
Dengan Skenario 100 LNG Bagi Pemenuhan Kebutuhan
Domestik
Gambar 9. Gambaran Distribusi LNG Dari Kilang
Tangguh Dengan Skenario 100 LNG Bagi Pemenuhan
Kebutuhan Domestik
J. Kesimpulan
Berdasarkan pemodelan yang telah
dilakukan dengan menggunakan ESRU dan kapal
LNG untuk distribusi LNG maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Berdasarkan asumsi bahwa semua
pembangkit listrik PLN berbahan bakar
HSD, MEO dan Gas Alam menggunakan
gas alam sebagai bahan bakarnya,
didapatkan bahwa lokasi ESRU yang sesuai
untuk ditempatkan sebagai receiving
terminal adalah sebagai berikut.
bersambung
Tabel 10. Lokasi penempatan ESRU
No. Nama Wilayah Destination/Origin
1 Nangroe Aceh Darussalam Lhokseumawe
2 Sumatera Utara Belawan
3 Wilayah Riau Dumai
4 Sumatera Barat Teluk Bayur
5 SumSel Jambi Bengkulu Palembang
6 Lampung Panjang
7 Sulut, Sulteng & Gorontalo Bitung
8 Sulsel, Sultra & Sulbar Makassar
9 Maluku Ambon
10 Papua Sorong
11 NTB Bima
12 NTT Ende
13 DKI Jakarta Tanjung Priok
14 Jabar & Banten Bojonegara
15 Jateng & Yogyakarta Tanjung Mas
16 Bali Celukan Bawang
2. Dari pemodelan yang dilakukan sesuai
dengan simulasi kondisi kejadian, analisa biaya
investasi maka model distribusi LNG dan jenis kapal
LNG yang sesuai untuk melakukan kegiatan
pendistribusian adalah sebagai berikut.
Pada kondisi 100 kilang Bontang
mensuplai wilayah Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Utara, Wilayah Riau,
Sumatera Barat, SumSel Jambi Bengkulu,
Lampung, Sulsel-Sultra & Sulbar, DKI
Jakarta, Jabar & Banten, Jateng &
Yogyakarta serta wilayah Bali dengan total
kapasitas LNG sebesar 13,11 MTPY dengan
menggunakan kapal ukuran 147.500 m3
untuk memenuhi kebutuhan wilayah
Sumatera Utara, 2 kapal ukuran 135.000 m3
untuk memenuhi masing-masing wilayah
Sumatera Barat dan Lampung. Selanjutnya
kapal 1 unit kapal ukuran 125.000 m3 untuk
memenuhi kebutuhan wilayah Nangroe
Aceh Darussalam, Wilayah Riau, SumSel
Jambi Bengkulu, Sulsel-Sultra & Sulbar,
Jabar & Banten, Jateng & Yogyakarta, Bali,
serta 2 kapal ukuran 125.000 m3 untuk
memenuhi kebutuhan wilayah DKI Jakarta.
Pada kondisi 100 kilang Donggi
mensuplai wilayah Sulut, Sulteng &
Gorontalo, NTB dan NTT sebesar 0,93
MTPY dengan menggunakan kapal ukuran
125.000 m3 berjumlah satu unit untuk
mensuplai masing-masing wilayah tersebut.
Pada kondisi 100 kilang Tangguh
mensuplai wilayah Maluku dan Papua
dengan kapasitas sebesar 0,45 MTPY
dengan menggunakan kapal LNG ukuran
135.000 m3 dan 125.000 m3 berjumlah satu
unit dimana masing-masing mensuplai
wilayah Maluku dan Papua.
Pada kondisi 100 total biaya investasi
yang dibutuhkan adalah sebesar
$.817.232.322
DAF1AR PUS1AKA
Soegiono dan K. Buda, Artana. (2006). Transportasi
LNG Indonesia. Airlangga University
Press,Surabaya.
Soegiono. (2006). Pipa Laut. Airlangga University
Press, Surabaya.
Zainury. 2008. 'Optimasi pengadaaan kapal-kapal
pengangkut LNG untuk distribusi LNG dari
Pulau Kalimantan ke Pulau Jawa menggunakan
Euzzy Logic. Jurnal Tugas Akhir
Lake, Larry W. Petroleum Engineering Handbook
volume VII. 2007.
BPMIGAS, 2004. Indonesian LiqueIied Natural
Gas, Badan Pengelola Hulu Minyak dan Gas,
Jakarta.
PT PLN PERSERO. 2010. Rencana Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero)
2010 - 2019, Jakarta.
PT PGN PESERO. 2010. Perusahaan Gas Negara
Presentasi Investor, Jakarta.
Muchlis, M., Permana, A.D., 2003. Proyeksi
Kebutuhan Listrik PLN Tahun 2003 s.d.
2020. Pengembangan Sistem Kelistrikan
dalam Menunjang Pembangunan Nasional
Jangka Panjang, Jakarta
PERTAMINA, 2001, 'Indonesian LiqueIied Natural
Gas.
Eakultas Teknologi Kelautan ITS, 2005. 'Studi
Pemasaran dan Distribusi Gas Alam Cair ( LNG
) dan LPG Untuk Pasar Domestik Indonesia,
Kerja sama ETK-ITS-BP Migas.
PT Badak Natural Gas LiqueIaction, 2003.
Pengkajian Energi Universitas Indonesia, Indonesia
Energy Outlook and Statistic 2004, Universitas
Indonesia, Depok, 2004
Setiawan, Sandi. 1991. Simulasi. ANDI OEESET.
Yogyakarta.
OIIicial website BP Migas :http//www.BPmigas.com
OIIicial website PGN :http//www.pgn.co.id

Anda mungkin juga menyukai