Anda di halaman 1dari 11

Senin, 30 Januari 2012

DIALEKTOLOGI

1. Pendahuluan
Bangsa indonesia terdiri atas ratusan etnik yang berbeda-beda. Masing-masing etnik memiliki karakter yang
berbeda pula. Perbedaan etnik tersebut berimplikasi pada kebervariasian/keberagaman bahasa yang digunakan oleh
masing-masing etnik. Seperti yang dinyatakan Chambers (1980:74), in many communities, different ethinic groups
speak different langguage. Kebervariasian bahasa tersebut tidak hanya terjadi pada penggunaan bahasa daerah
(bahasa ibu) tetapi juga terjadi pada pemakaian Bahasa Indonesia. Penutur bahasa Indonesia khususnya, cenderung
bervariasi antar etnik misalnya Etnik Jawa agak berbeda dengan etnik-etnik lain yang ada di Indonesia. Selain itu,
pemakaian bahasa Indonesia masing-masing etnik juga memiliki variasi berdasarkan peristiwa tutur dan situasi
tutur. Pemakaian bahasa Indonesia seperti di pasar agak berbeda situasi tutur di Kantor, di sekolah dan di tokoh atau
di rumah. Begitu pula pemakaian bahasa bagi anak-anak agak berbeda dengan teman sebaya, orang dewasa, dan
orang tua serta kakek-nenek. Kemudian, pemakaian bahasa kepada leluhur agak berbeda dengan pemakaian bahasa
kepada Tuhan. Dengan kata lain, pemakaian bahasa cenderung berbeda tergantung pada aras tutur dan laras
tuturnya.
Variasi pemakaian bahasa tersebut akan berpengaruh pada internal bahasa (unit-unit lingusitik) itu sendiri
yaitu adanya variasi fonologis, fonetis, dan struktur sintaksis. Secara fonetis misalnya, mengenal vokal panjang,
vokal tegang dan kendur, peluncuran semivokal, diftongisasi, dan suprasegmental yang bervariasi. Kemudian, secara
fonologi misalnya adanya variasi fonem seperti ada sebagian komunitas tidak mengenal bunyi vokal tengah []
seperti etnik Timor kecuali [e], dan etnik Bali tidak mengenal bunyi konsonan [p] [f] kecuali [v]. Demikian pula
secara sintaksis misalnya etnik Timor: Lu pi mana?; etnik Flores: Kamu pigi ke mana?; etnik Bajo: Ke mana mi
pergi?. Kebervariasian pemakaian bahasa tersebut mencerminkan identitas etniknya (ethnic identity), dan
etnisitaslah yang menjadi key point terjadinya variasi bahasa tersebut.

2. Konsep Dasar dan Kerangka Teori
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Variasi bahasa
Variasi pemakaian bahasa tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu pertama, etnisitas.
Menurut Fought (2006), ada sejumlah sumber daya linguistik (linguistics resourches) yang dimiliki oleh multiethnic
communities. Misalnya: bahasa standar (standardization language), variasi regional (regional varieties), alih kode
(code-switching).
Kedua, faktor sosial. Faktor sosial tersebut di antaranya: status sosial, umur, gender, style, pendidikan, dan
ekonomi. Dari sudut pandang variasi bahasa, etnisitas agak sulit dipisahkan dari faktor sosial seperti agama, kelas
sosial. Laferriere (1979:603) dalam Wolfram (1991:103) membenarkan bahwa dalam suatu komunitas adat memain
peran yang begitu penting dalam sebuah etnik. Dengan demikian, etnisitas menjadi suatu faktor penting yang
mempengaruhi variasi bahasa.

2.1.2 Etnisitas
Etnisitas adalah bertalian dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti
atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa. (Ethnicity is a social construction that indicates
identification with a particular group which is often descended from common ancestors. Members of the group
share common cultural traits (such as language, religion, and dress) and are an identifiable minority within the
larger nation-state).
Karakteristik suatu varietas etnik mencakupi (1) variasi leksikon (lexicon variation), (2) variasi fonologi
(phonology variation) yang meliputi (vokal, konsonan dan intonation), (3) fitur gramatikal (Isolated grammatical
fitures) dan (4) Conversational style.

2.1.3 Kelompok etnik
Wolfram (1991:103) memberikan batasan sebagai parameter mengenai kelompok etnik yaitu
a. origins that precede or are external to the state
b. group membership that is involuntary (tanpa sengaja)
c. ancestral tradition (tradisi nenek moyang/keturunan) rooted in a shared sense of peoplehood
d. distinctive value orientations and behavioral patterns.
e. influence of the group on the lives of its members
f. group membership influenced by how members difine themselves and how they are defined by others.
2.1.4 Style
Dalam kaitannya dengan style, Couplan (2007), menyatakan bahwa speaker harus mengetahui bagaimana cara
berbicara yang sesuai dengan konteks sosial tertentu misalnya bagaimana bahasa yang digunakan pada saat
berbicara dalam situasi formal. Siapa yang boleh berbicara, dan siapa yang mendengarkan (Lippi-Green 1997:64).
Penggunaan bahasa seseorang tergantung kedua situasi. Situasi tutur dalam hal ini dipilah menjadi dua, yaitu
situasi formal, dan situasi informal. Situasi formal yang dimaksudkan adalah sebuah situasi yang resmi, misalnya
situasi tutur antara guru dan siswa, dosen dan mahasiswa, atasan dan bawahan, sedangkan situasi informal adalah
situasi yang tidak terikat dengan aturan, lembaga, atau hubungan relasional yang terikat, misalnya situasi tutur
antara pedagang, antara orang tua dan anak, antara sesama pekerja, serta komunikasi intra komunitas etnik.

2.2 Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam artikel ini adalah teori variasi bahasa. Menurut Kgler (2009), variasi bahasa
merupakan perubahan yang melekat atau yang menjadi sifat bahasa, dan perubahan tersebut dapat dijelaskan dengan
menggunakan pendekatan fonologi terutama untuk menjelaskan mekanisme variasi struktur internal suatu bahasa
dan beberapa variasi grammer dan kasus grammer. Ihwal itu, Honeybone (2008) menyatakan bahwa pendekatan
fonologi digunakan untuk menjelaskan (1) Labovian variationism misalnya (r)= [r] atau , (2) stable variation dan
(3) variation across dialects. Kemudian, diperlukan (1) membuat kaidah secara umum mengenai alternasi dan
distribusi fonem misalnya dalam bahasa Inggris /p/ [pp
h
], (2) mengenali sistem bunyi, (3) inovasi perubahan.
Pembuatan kaidah umum variasi fonologis diperlukan agar dengan mudah mengetahui bentuk variasi bahasa setiap
etnik dalam suatu komunitas. Secara khusus Honeybone (2008) mejelaskan ada lima teori dasar fonologi yang
mencakupi (i) contrast and predictability di antaranya, a) segmental phonology: the distribution of [l] and [l] in
most varieties of English is predictable (in other languages these segments may contrast with each other), b)
underlying and surface levels: /pIl/ [pHIl]; the phonemic principle and allophonic processes, c)
suprasegmental phonology: the distribution of stress is fully predictable in some languages and partly predictable in
English. (ii) segments have subsegmental structure: features di antaranya, a) features help shape inventories and
can determine the nature of phonological processes. (iii) syllabic phonology di antaranya segments are grouped into
syllables, which have structure and can be the basis for phonotactics. (iv) feet and phonology at higher prosodic
levels di antaranya, stress is typically assigned to syllables, sometimes depending on their position within feet. (v)
the interaction between phonology and morphology and syntax and the lexicon di antaranya typically such
interactions can involve more than one generalization. Variasi suprasegmental berfokus pada unsur fonetik, yaitu
akustik, artikulatoris sebagai fitur fonologi. (lihat Mielke, Kochetov, Hamman). Dalam kaitannya dengan itu, Kgler
(2009) membedakan dua kontribusi variasi tonal pada suprasegmental (1) ton mana yang dipetakan pada fungsi
grammer (Bergmann), (2) fungsi grammer mana yang dipetakan pada ton. Variasi pada satuan segmental lebih
menekankan pada aspek produksi dan persepsi variasi bunyi segmental secara kontekstual. Kgler (2009)
menambahkan, variasi bahasa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di luar bahasa misalnya etnisitas, dan age
group (lihat imkov, Cristfaro-Silva dan Guimares, serta karena perbedaan antara bahasa zaman dahulu
dengan bahasa-bahasa yang berkembang saat ini (Jacewicz et al).
Selain secara fonologis, variasi bahasa juga terjadi secara sintaksis, misalnya pada kata dalam kalimat bahasa
Inggris: Whats up? [wtsp], dalam komunitas Hip-Hop menyebutnya [wdp], kemudian dalam komunitas
tertentu menyebutnya [sp] sebagai bentuk variannya.
Dalam kaitannya dengan bahasa dan etnisitas, ada beberapa hal yang sangat penting dalam membentuk
ethnicity identity, di antaranya sebagai berikut:
a) A heritage language.
Fokus pembicaranya mengenai identitas etnik. Identitas etnik berperan penting dalam membedakan kelompok etnik
dan kebanggaan atau rasa harga diri etnik itu sendiri. Kebervariasan fonologis terjadi karena faktor heritage yang
terjadi secara turun-temurun yang menunjukkan identitas suatu komunitas etnik. Dengan kata lain, secara fonologis
ada bunyi tertentu yang sudah memfosil dan sulit dihilangkan bahkan sudah menjadi fonem yang memfosil.
Misalnya komunitas etnik Bali tidak dapat menyebutkan bunyi [f] dan [v] kecuali [p]. Fonem ini sudah diwariskan
sejak lahir.
b) Specific linguistic features.
Linguistic features termasuk keberagaman merupakan elemen kunci dalam memreproduksi identitas etnik (ethnic
identity) dan aspek identitas lainya seperti gender, dan social class. Aspek yang menarik dalam ethnicity dan
language adalah adanya perbedaan jenis variabel yang dilihat misalnya: fonetik, sintaksis atau leksikal.
c) Suprasegmental features.
Suprasegmental featureas merupakan bagian dari etnic identity. Menurut Fought dan Fought (2002) syllable timing
merupakan faktor penting dalam bahasa Inggris yang digunakan oleh penutur Mexican-American di Los Angeles.
Green (2002:124) menambahkan, sebagian penutur Mexican-American menggunakan dialek standar bahkan pola
intonasi yang menampakkan ethnisitas mereka.
d) Using a borrowed variety.
Using a borrowed variety banyak dialami oleh bahasa-bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia. Sebuah code
yang semula dari luar ethnic group, tetapi pantas bagi individu atau komunitas untuk menggunakan code tersebut.
Using a borrowed variety ini terjadi melalui beberapa proses di antaranya proses difusi, proses inovasi leksikal, dan
adanya proses konvergensi (kontak bahasa). Faktor-faktor tersebut juga turut berpengaruh pada kebervariasian
leksikon, atau sintaksis dalam suatu komunitas etnik.
e) Code switching
Code switching terjadi karena pengaruh transfer bahasa pertama (bahasa ibu) dan proses pembelajaran bahasa kedua.
Misalnya: Bahasa Inggris Standar: Do you want me to set Birchwood on old Otis? (bahasa Inggris non standar: You
want me to set Birchwood on old man Otis? Bahasa Inggris standar: That dog would kill the man before he could
open his mouth to scream! (bahasa Inggris non standar: That dog be done killed the man before he could open his
mouth to yell!
3. Pembahasan

Perhatikan beberapa contoh leksikon bahasa Indonesia pada tabel berikut ini yang digunakan oleh beberapa
etnik di Indonesia. Dari data tersebut terlihat jelas adanya suatu keberagaman atau variasi leksikon terutama pada
aspek fonologi dan fonetik.
Data Variasi Fonetis Bahasa Indonesia pada 5 etnis di Indonesia

Style
Etnik
Timor Flores Bali Bima Makasar
Formal pta pta pta pta pta
Informal peta pta peta peta peta
Formal kmarin kmarin kmarin kmarin kmarin
Informal kemaren kmarin kmarin kemaren kemaren
Formal rabu rabu rabu rabu rabu
Informal rabu rabu b rabu rabu
Formal kamis kamis kamis kamis kamis
Informal kamis kamis kmis kamis kamis
Formal mncet mncet mncet mncet mncet
Informal mencet mncet mencet mencet mencet
Formal sudah sudah sudah sudah sudah
Informal su suda suda sua sua
Formal pak pak pak pak pak
Timor Flores Bali Bima Makasar
Informal pa pa pak pa pa
Formal kita kita kita kita kita
Informal ktoN kita kita kita kita
Formal prgi prgi prgi prgi prgi
Informal pi pigi prgi prgi prgi
Formal bi bi bi bi bi
Informal beri bi bi beri beri
Formal kampuN kampuN kampuN kampuN kampuN
Informal kampoN kampuN kampuN kampuN kampuN
Formal dahulu dahulu dahulu dahulu dahulu
Informal do/dulu dulu dulu ulu ulu
Formal lagi lagi lagi lagi lagi
Informal lae/ lai lagi lagi lagi lagi
Formal sampai sampai sampai sampai sampai
Informal sampe sampe sampai sampe sampe
Formal saja saja saja saja saja
Informal sa saja saja saa saa
Formal pinjam pinjam pinjam pinjam pinjam
Informal pinjam pinjam pinjm pinam pinam

1. A Heritage language
A heritage language berfokus pada pembicaraan mengenai identitas etnik. Identitas etnik berperan penting
dalam membedakan kelompok etnik dan kebanggaan atau rasa harga diri etnik itu sendiri. Kecendenrungan setiap
etnis memiliki a heritage language, yang sudah memfosil. Ihwal ini mencirikan identitas etnis tersebut. Misalnya
Etnis Timor tidak mengenal bunyi vokal tengah [] kecuali vokal depan [e], dan cenderung terjadi pelesapan suku
kedua, serta pelesapan fonem akhir. Kemudian Etnis Flores kaya akan bunyi prenasal, dan bunyi vokal tengah [],
dan sebagian subetnisnya terjadi bervariasi fonem. Penutur Bahasa Indonesia Dialek Manggarai misalnya sangat
produktif dengan bunyi implosif [] dan [], Bahasa Indonesia Dialek Ngadha sangat produktif akan bunyi vokal
tegang, glotal [?]. Etnis Bali tidak mengenal bunyi friktaif [f], dan bunyi frikatif [v], kecuali bunyi plosif [p]. Etnis
Bima juga tidak mengenal bunyi plosif [d] kecuali bunyi retofleks [], dan cendrung lesap bunyi konsonan akhir.
Kemudian, Etnis Makasar hampir tidak mengenal bunyi vokal tengah [] kecuali vokal depan [e], dan tidak
mengenal bunyi retofleks []. Variasi bahasa tersebut dapat dengan mudah dibuat pemetaan fonetik berdasarkan
etnis tersebut.
2. Specific linguistic features
Penutur Bahasa Indonesia etnis Timor (BI-ET), Bahasa Indonesia Etnis Flores (BI-EFl), bahasa Indonesia Etnis Bali
(BI-EB), Bahasa Indonesia Etnis Bima (BI-EBi), Bahasa Indonesia Etnis Makasar (BI-EM) memiliki fitur linguistik
khusus yang membedakan penutur etnis lain. Fitur-fitur tersebut di antaranya dalam bentuk:

1.1 BI-ET
1.1.1 Fonetik
Secara fonetik sebagian besar fonem vokal tengah [e] berubah menjadi fonem vokal depan [] pada lingkungan di
antara konsonan.
Kaidahnya:
[e] [] / KK
Misalnya:
Peta
kemaen
mencet
beri
pi

1.1.2 Penghilangan sebagian suku kata
Bentuk khas penutur BI-ET terjadi penghilangan sebagian suku kata baik pada pronominal persona, kata sapaan,
kata tugas, partikel-partikel maupun pada verba.
Misalnya:
su (sudah)
pi (pergi)
do (dahulu)
sa (saja)
be (beta)

1.1.3 Penghilangan fonem
Bentuk khas penutur BI-ET terjadi penghilangan sebagian suku kata baik pada pronominal persona, kata sapaan,
kata tugas, partikel-partikel maupun pada verba.
Misalnya:
lai (lagi)
pigi (pergi)
dolo (dahulu)

1.2 BI-EFl
1.2.1 Fonetik
Secara fonetik, etnis Flores sebagian besar bunyi vokal depan [e] berubah menjadi bunyi vokal tengah [] pada
lingkungan di antara konsonan.
Kaidahnya:
[e][] / KK
Misalnya:
mncet
pta

1.2.2 Penghilangan/pelesapan fonem
BI-EFl terjadi penghilangan sebagian fonem di antaranya:
mncet
bi
pigi
dulu
suda
pa

1.3 BI-EB
1.3.1 Fonetik
Secara fonetik, BI-EB tidak mengenal bunyi frikatif [f] dan [v] kecuali plosif [p] dan vokal [a] cenderung berubah
menjadi vokal [] pada lingkungan setalah silabik akhir.
Kaidahnya: [f][p] / VV dan [v][p] / VV dan [a][] /K#
1.3.2 Penghilngan/pelesapan [e]
mencet
bi

1.4 BI-EBi
1.4.1 Fonetik
Secara fonetik, vokal [] berubah menjadi [e] pada lingkungan bunyi konsonan, Konsonan trill [r] berubah menjadi
bunyi approximant [] pada lingkungan setelah bunyi palatal [c], dan bunyi konsonan alveolar [d] berubah menjadi
retofleks [] pada lingkungan di antara vokal, serta bunyi konsonan approximant [j] berubah menjadi bunyi palata []
pada lingkungan di antara vokal.
Kaidahnya sebagai berikut:
[][e] / KK
peta
kemaren

[r][] /K
mencet
pergi

[d][] /VV
sua
ulu

[j][] /VV
saa
pinam

fonem
sua
ulu
mencet

1.5 BI-EM
1.5.1 Fonetik
Secara fonetik, vokal [] berubah menjadi [e] pada lingkungan bunyi konsonan, Konsonan trill [r] berubah menjadi
bunyi approximant [] pada lingkungan setelah bunyi palatal [c], dan bunyi konsonan alveolar [d] berubah menjadi
retofleks [] pada lingkungan di antara vokal, serta bunyi konsonan approximant [j] berubah menjadi bunyi palata []
pada lingkungan di antara vokal.
Kaidahnya sebagai berikut:

[][e] / KK
peta
kemaren

[r][] /K
mencet
pergi

[d][] /VV
sua
ulu

[j][] /VV
saa
pinam


1.5.2 Pelesapan fonem
mencet
sua
ulu
pa


2. Suprasegmental features
Fitur suprasegmental penutur bahasa Indonesia komunitas Timor juga memiliki fitur tersendiri yang
membedakan penutur bahasa Indonesia komunitas yang lain terutama pada syllabic timing. Bunyi vokal [o] dan [e]
dalam BI-ET berubah menjadi durasi panjang seperti [o] dan [e] pada lingkungan tertentu. Misalnya dalam
kalimat: Sini do (ke sini duhalu) dan kita pi sana e (kita pigi sana). Biasanya bunyi [e] dan [o] sebagai
pemarkah akhir kalimat. Fitur suprasegmental BI-EFl di antaranya pemarkah syllabic timing to . Vokal [o]
berubah menjadi durasi panjang [o] pada akhir suatu kalimat seperti Ia to . Fitur suprasegmental BI-EB di
antaranya pemarkah syllabic timing kah. Misalnya: Ia kah. Lalu fitur suprasegmental BI-EBi dan BI-EM di
antaranya syllabic timing: ih. Misalnya dalam kalimat: Ia ih.

4. Penutup

Etnis merupakan key point terjadinya variasi bahasa pada suatu peristiwa tutur. Variasi bahasa antar etnik yaitu BI-
ET, BI-EFl, BI-EB, BI-EBi dan BI-EM ditemukan variasi secara fonetik dan fonologi, serta secara sintaksis. Namun
aspek penekanan pada kajian ini hanya pada variasi fonetik yaitu A heritage language, specific linguistic features,
dan suprasegmental features, dan Code switching, serta pembuatan kaidah umum fonologi dengan tujuan untuk
membedakan anteretnik.

Anda mungkin juga menyukai