Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali,
tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum(duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah- muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) [2] seperti pada penderitaAlzheimer.
Sindroma down merupakan kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Angka kejadian kelainan ini mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat, setiap tahun lahir 3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari 300 ribu jiwa. Sindroma down pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan oleh John Langdon Down pada 1866. Penderita kelainan kromosom ini pada umumnya memiliki karakteristik fisik yang khas. Ciri fisik ini penting digunakan dokter untuk membuat diagnosis klinis. Beberapa ciri fisik penyandang kelainan ini di antaranya, bagian belakang kepala rata (Flattening of the back of the head), mata sipit, alis mata miring (slanting of the eyelids), telinga lebih kecil, mulut yang mungil, otot lunak, persendian longgar (loose ligament), dan tangan kaki yang mungil. Secara umum ciri-ciri tersebut di atas tidak menyebabkan anak cacat. Mekanisme terjadinya sindrom down ditandai dengan berlebihnya jumlah kromoson nomor 21 yang seharusnya dua buah menjadi tiga sehingga jumlah seluruh kromosom mencapai 47 buah. Pada manusia normal jumlah kromosom sel mengandung 23 pasangan kromosom. Akibat proses tersebut, terjadi goncangan sistem metabolisme di dalam sel sehingga muncul kelainan ini. Anak yang menyandang sindroma down ini akan mengalami keterbatasan kemampuan mental dan intelektual. Selain itu, penderita seringkali mengalami perkembangan tubuh yang abnormal, pertahanan tubuh yang relatif lemah, penyakit jantung bawaan, Alzheimer, Leukemia, dan berbagai masalah kesehatan lain. Banyak pakar berteori tentang penyebab Sindroma ini, tapi penyebab sesungguhnya tidak diketahui dengan pasti. Beberapa pakar meyakini adanya abnormalitas hormonal, pengaruh sinar X, infeksi virus, masalah kekebalan tubuh, atau predisposisi genetis yang menyebabkan pembagian sel tidak sempurna. Pendapat yang menyatakan semakin tinggi usia ibu semakin besar kemungkinan ia memiliki anak Sindroma Down. Penelitian terakhir di Amerika Serikat membuktikan lebih dari 85% anak Sindroma Down dilahirkan dari ibu yang usianya tidak lebih dari 35 tahun. Peneliti lain menyatakan usia ayah juga berpengaruh. Memang kelebihan kromosom trisomi 21 bisa disebabkan baik dari ibu ataupun ayah, meski kebanyakan kromosom yang berlebih didapat dari ibu. Anak yang menyandang sindroma down bertubuh lebih mungil dengan pertumbuhan fisik dan mental yang lebih lambat dibanding anak-anak seusianya. Sebagian besar anak sindroma down berada pada taraf intelegensia retardasi mental ringan sampai moderat. Beberapa anak tidak mengalami retardasi mental sama sekali. Mereka berada pada taraf intelegensia borderline sampai di bawah rata-rata. Namun demikian ada juga anak yang sangat terlambat. Kemajuan perkembangan kemampuan mental anak Sindroma Down bervariasi. Perkembangan motorik mereka cenderung lebih lambat dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Umumnya anak yang normal belajar berjalan pada usia 12--14 bulan. Sementara, anak Sindroma Down biasanya baru mulai berjalan antara 15--36 bulan. Anak sindroma down membutuhkan perawatan medis yang sama seperti anak-anak lain, misalnya imunisasi. Namun ada beberapa situasi yang membutuhkan perhatian khusus seperti: sebagain besar anak Sindroma Down mengalami gangguan pendengaran, 40--45% mengalami sakit jantung bawaan, kelainan pencernaan, kelainan mata berupa katarak, juling (strabismus), mata minus dan mata plus. Meskipun kemungkinan kecil dapat disembuhkan, dengan penelitian bidang biologi molekuler dapat dideteks dini dan terapi medis dapat dilakukan. Hal yang lebih menggembirakan kini tersedia program intervensi dini berupa tempat pengasuhan anak/ kelompok bermain dan berbagai strategi pendidikan khusus terintegrasi yang memungkinkan anak lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar. Dengan demikian membawa pengaruh positif dalam kehidupan mereka sehari-hari. Penelitian membuktikan bahwa intervensi dini, pengayaan lingkungan dan bantuan serta dukungan dari keluarga membawa kemajuan yang berarti dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti program tersebut. Anak sindroma down seperti anak yang lainnya bisa merasakan manfaat stimulasi sensoris, latihan khusus yang melibatkan aktivitas motorik halus dan kasar, dan perkembangan kognitif. Selanjutnya, sekolah dapat memberi anak dasar kehidupan lewat perkembangan ketrampilan akademis dan fisik serta kemampuan sosial. Pengalaman yang didapat dari sekolah membantuanak untuk mengembangkan rasa hormat pada diri sendiri dan kegembiraan. Sekolah sebaiknya memberi kesempatan pada anak untuk berbagi rasa dan menjalin hubungan dengan orang lain sehingga mampu menjadi warga negara yang produktif. Saat remaja, sebaiknya diberikan pelatihan vokasional agar mereka mempelajari kebiasaan kerja yang baik dan bisa membangun hubungan dengan rekan kerja. Konseling vokasional dan pelatihan kerja yang tepat akan memberikan sumbangan yang berarti dan memberi perasaan bermakna pada diri sendiri karena bisa menyumbang sesuatu untuk masyarakat.
Mekanisme Utama Penurunan Penglihatan Pada Glaukoma Adalah Apoptosis Sel Ganglion Retina Yang Menyebabkan Penipisan Lapisan Serat Saraf Dan Lapisan Inti Dalam Retina Serta Berkurangnya Akson Di Nervus Optikus