Anda di halaman 1dari 48

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.Oligohidramnion
dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di
masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya
melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami
oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir setengah dari
jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.
3
Penyebab oligohidramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang
telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban
yang mengelilingi janin dalam rahim.Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami
oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih
karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga
telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE,
dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani
tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor
(mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion parah dan
kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis
seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan
kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan
pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.
2

Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk
prognosisnya. Jika terjadi pada trimester II, 80-90% akan mengakibatkan mortalitas.
4










2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cairan Ketuban (Amnion)
Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim.Cairan ini
ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin.
Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan
bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12
minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air
seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang
5
.Cairan amnion
merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan perkembangan janin selama
kehamilan.Telah diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di
sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan
tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk
tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan
menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan,
janin akan mengalami berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak,
cacat dinding perut, dan sindroma Potter , suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa
kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga
yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang.
Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi
perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia
kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan
kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini
mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang
memiliki potensi patogen. .Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus
bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi servik. Selain itu
cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu.Kematangan
dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan
ke dalam cairan amnion.
Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya
kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan
3

kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses
kehamilan dan persalinan.
Cairan amnion memegang beberapa peran selama kehamilan.Amnion memberi
kesempatan tulang fetus untuk berkembang normal, memicu perkembangan normal paru
fetus, dan membantu mencegah terjadinya kompresi tali pusat.Kelainan yang mungkin
terjadi adalah terlalu sedikit atau terlalu banyaknya jumlah cairan amnion
1
.
Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion dipermukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-
rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,08. Setelah 20
minggu prosuksi cairan amnion berasal dari urin janin.Sebelumnya cairan amnion berasal
dari rembesan kulit, selaput amnion, dan plasenta.Janin juga meminum cairan amnion
(diperkirakan 500ml/hari).Selain itu cairan amnion ada yang masuk ke paru sehingga
penting untuk perkembangannya
2
.

B. Anatomi dan Fisiologi Cairan Ketuban
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7 atau ke-8
perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion, berkembang
menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah. Karena semakin
membesar, amnion secara bertahap menekan mudigah yang sedang tumbuh, yang
mengalami prolaps ke dalam rongga amnion
1,5,7
.


Gambar . Kantung amnion pada hari ke-10 ditampakkan pada gambar sebelah kiri
dan di sebelah kanan merupakan kantung amnion pada hari ke-12 yang selanjutnya
akan tumbuh menekan mudigah dikutip dari Cunningham
1


Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya
campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel,
4

dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml,
atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata
volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada
kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin
sendiri.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit
janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai
kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi
cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin
janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan
amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal,
akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin,
seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
7
.
Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang
didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel.Jaringan-jaringan penyangga
terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non kolagen, seperti fibronectin,
integrin, febrilin, laminin dan proteoglican. Dibawah ini digambarkan struktur selaput
ketuban yang membentuk kantong kehamilan, yaitu :
1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung dengan
jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput. Terdiri 4 lapisan :
a. Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua
maternal, terdiri dari 210 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan
sesuai dengan usia kehamilan.
b. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang
berada antara trophoblas dengan lapisan reticular.
c. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama
dari membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer
yang bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai makrofag.
5

d. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion,
berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.
2. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling
elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan:
a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion.
Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus.
Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan
stress absorber yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion
lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis.
b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal
dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering
terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban.
c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung
kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama
dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.
d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast
kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan
jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya
serabut kolagen tipe III dan IV.
6

e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri
dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini
ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom.
Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe
III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang
membentuk membran basal
6
.

C. Embriologi Cairan Ketuban
Hari ke 67 setelah fertilisasi, embrio akan nidasi kedalam endometrium. Sel-sel
stroma endometrium mengalami perubahan yang disebut Decidual reaction, yang ditandai
dengan pembengkakan sel akibat akumulasi glikogen dan lipid kedalam
sitoplasmanya.Tujuan perubahan ini guna menyiapkan tempat untuk nidasi dari embrio.Sel
yang mengalami perubahan ini disebut Sel desidua.Setelah proses nidasi, bagian sel
desidua yang menutupi lapisan atas dari kantong khorionik disebut Lapisansel desidua
kapsularis, sedangkan lapisan yang membatasi antara kantong khorionik dengan dinding
endometrium uterus disebutLapisansel desidua basalis.Jaringan endometrium yang
mengalami desidualisasi selain ditempat nidasi blastokist disebut Lapisan sel desidua
parietalis. Dinding khorion yang berbatas dengan Lapisan desidua basalis disebut
Khorion frondusum.Sedangkan dinding khorion yang berbatasan dengan Lapisan desidua
kapsularis yang nantinya mengalami regresi disebut Khorion laeve.Akibat perkembangan
yang progresif pada trimester pertama, kantong khorion akan memenuhi seluruh rongga
kavum uteri dan menyebabkan Lapisan sel desidua kapsularis terdorong menjauhi
pasokan darah dari dinding endometrium sehingga Lapisan desidua kapsularis mengalami
degenarasi menjadi lebih tipis. Berikutnya, Khorion laeve akan kontak langsung dengan
Desidua parietalis dan berfusi menjadi satu pada pertengahan trimester kedua membentuk
Membran khorion amnion(selaput ketuban).Selaput Ketuban merupakan membran yang
avaskuler tetapi secara aktif terlibat dalam pengaturan jumlah cairan ketuban serta
memproduksi zat-zat bioaktif berupa peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitokin
1
.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan,
produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada
kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin
mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion
3,7
.
7

Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk -
fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125),
dan 199 (CA-199)
1,2,3
.
-fetoprotein (AFP)
Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal kehamilan
Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu dan
kemudian akan berkurang.
Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil
kolin esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect
atau defek janin lainnya. Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan
peningkatan kadar asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain
atau adanya kontaminasi dari darah janin
3
.
Lesitin Sfingomielin
Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting
dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar
dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan
sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34
konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat.
Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar
sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin
sangat rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua
resiko terjadinya gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin
juga ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua substansi tersebut
dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan sejumlah agen bioaktif bertumpuk di
cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan suatu tempat penyimpanan
yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam kehamilan dan persalinan.
Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama
kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang
unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE
2
, PGF
2
, PAF
dan endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion
setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam
proses dilatasi servik.
3,5,8,9

Sitokin
8

Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum
proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal
melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya
inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan
amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh
inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin.
3,5,8

Interleukin -1
Interleukin -1 merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat
sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1 akan
merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya.
Interleukin -1 secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan,
Interleukin -1 baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm
atau sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1 diproduksi pada
desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan
didistribusikan pada cairan amnion dan vagina.
Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin -6 atau
Interleukin 8.
3,5,8

Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGE
2
juga PGF
2
di dapatkan pada cairan amnion pada
semua tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan
amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit , paru-paru
dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar prostaglandin dalam cairan
amnion meningkat secara bertahap.
Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat
dihubungkan atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya jumlah
total kadar prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan
sebelum persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1g) , karena waktu paruh
prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6 12 jam jumlah dari
prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil.
Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion dan
inisiasi dari persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir.
3,5,8

9

D. Volume normal cairan amnion
Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya
campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel,
dan material sebasea.Dalam keadaan normal, cairan amnion mencapai 1 L pada usia 36
minggu dan menurun sampai kurang dari 200mL pada usia kehamilan 42 minggu
1
.
Penurunan jumlah cairan amnion disebut oligohidramnion.Volume cairan amnion bisa
mencapai 2 L, keadaan ini disebut hidramnion atau polihidramnion.Kadang-kadang uterus
berisi cairan dengan volume yang tidak normal, pernah dilaporkan sampai sebanyak 15
liter.Pada hidramnion akut, uterus tampak membesar dengan cepat dalam beberapa hari
1
.
Jadi volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara
umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke 8 usia kehamilan dan
meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian
akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33
minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12
minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 1500 ml pada saat aterm.


Tabel. Gambaran volume cairan amnion

Volume air ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi
persalinan, karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding rahim
meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat janin serta
persalinan diakhiri dengan bedah cesar.

E. Kandungan Cairan Ketuban
Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada awal
trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit janin
10

sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu, kornifikasi
kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari urin janin.
Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat dibandingkan
plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami deskuamasi, verniks,
lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring
bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi
kontribusi kecil terhadap volume amnion secara keseluruhan dan cairan yang tersaring
melalui plasenta berperan membentuk sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya
adalah elektrolit, protein, peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon
2,7,8
.
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-, terdapat di cairan
amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan
pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan menelan
cairan amnion.

F. Fungsi Cairan Ketuban
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion merupakan
perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara janin dan
cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal janin mulai
memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem
pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan permukaan plasenta menjadi sumber dari
cairan amnion. Telah diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung
di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan
tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid
antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion
adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada
beberapa penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki fungsi
sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa
tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai
faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan usia
kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam pengembangan medikasi
stem cell
2,3,4
.
11



Ada beragam fungsi cairan ketuban, antara lain sebagai bantalan atau peredam atau
pelindung yang menjaga janin terhadap benturan dari luar.
Cairan ketuban juga memungkinkan janin leluasa bergerak sekaligus tumbuh bebas
ke segala arah.Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar tubuh ibu dan menjaga
kestabilan suhu tubuh janin. Cairan ketuban juga merupakan alat bantu diagnosis dokter
pada pemeriksaan amniosentesis.
Perlu diketahui, air ketuban tidak membuka apalagi mendorong janin keluar. Yang
bertugas untuk itu adalah kontraksi rahim (his). Jadi walaupun ketuban sudah pecah atau
kadar airnya sedikit , pembukaan mulut rahim dan dorongan bayi untuk lahir tetap akan
terjadi selama ada kontraksi.
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk
tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan
menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan,
janin akan mengalami berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak,
cacat dinding perut, dan sindroma Potter , suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa
kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga
yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang.
Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi
perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia
12

kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan
kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini
mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang
memiliki potensi patogen.
.
Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus
bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi servik. Selain itu
cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan
dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan
ke dalam cairan amnion.
Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya
kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan
kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses
kehamilan dan persalinan.
11

G. Distribusi Cairan Ketuban
Urin Janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin janin
secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi urin janin
adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang akan meningkat
sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm.
Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama dengan
yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2 sampai 5
menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari. Pada tabel
menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang didapatkan dari beberapa
penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200 ml/ hari pada
kehamilan aterm.
3,5,7,8


Cairan Paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan
amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-paru
janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari produksi
13

tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut. Meskipun
pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun data ini
memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal, janin
bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan keluar
melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga berperan
dalam pembentukan cairan amnion.
3,5,7,8

Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin domba,
proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan.
Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan secara bertahap
dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari.
Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume cairan
amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia, pengukuran
yang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses menelan pada janin
dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen amniotik, dan menemukan
rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262 ml/kg/hari.
Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan
menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan pada masa sekarang
ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas bahwa kemampuan janin
menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan amnion dari produksi urin dan
paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme serupa dalam mengurangi volume
cairan amnion.
7,8,9






Gambar . Distribusi cairan amnion pada kehamilan. Dikutip dari Gilbert
5


Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah
ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan
14

konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan konsumsi
cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu saja ini akan
menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa penelitian, akhirnya
terjawab, bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi melalui intramembran.
Gambar menunjukkan distribusi cairan amnion pada fetus. Dengan ditemukan adanya
absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa terdapat keseimbangan yang nyata
antara produksi dan konsumsi cairan amnion pada kehamilan normal.
9

H. Pengukuran cairan amnion
Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion,
dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara
subjektif pemeriksa.
Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan amniosintesis
sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengukuran cairan
ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi yang lemah dengan
volume amnion sebenarnya (R
2
dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan dua dari tiga penelitian ini
menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang lebih baik.
Dalam dua decade terakhir, sejumlah metode ultrasonografi telah digunakan untuk
mengukur jumlah cairan amnion.Penggunaan kantung cairan amnion tunggal untuk
mengukur jumlah cairan secara akurat jelas memiliki keterbatasan.Karena itu, phelan dkk
(1987) menguraikan manfaat klinis dari pengukuran dengan menggunakan indek cairan
amnion.Indek ini dihitung dengan menjumlahkan kedalaman-kedalaman vertical kantung
terbesar di keempat kuadran uterus.Menurut perhitungan mereka, hidramnion signifikan
jika didapatkan nilai indeks lebih dari 24 cm
1
.
Kelompok dari universitas missisipi telah melakukan beberapa penelitian untuk
menghubungkan keakuratan pengukuran ultrasonografi dalam memperkirakan kelainan
volume cairan amnion dengan pengukuran sebenarnya yang menggunakan metode
pengenceran zat warna. Mereka mendapatkan bahwa indeks cairan amnion cukup andal
untuk menentukan cairan amnion yang normal atau meningkat namun kurang akurat
untuk mendiagnosis oligohidramnion
1
.
Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus secara
langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar, kekurangan
cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan tungkai janin,
dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang
5,7
15


Gambar . Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran. dikutip dari
Gilbert
5

Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan
parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi
begitu seorang ibu terlambat haid dan dengan USG sudah terlihat kantung janinkarena itu
berarti sudah terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah
cairan ketuban sekitar 1000 cc.
Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal ini
diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu harus curiga
jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus menerus melalui
vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan tidak kental. Sangat mungkin itu
adalah cairan yang keluar atau merembes karena ketuban mengalami perobekan. Tanda
lainnya adalah gerak janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri
12
.


I. Kelainan Cairan Ketuban
Hidramnion (polihidramnion)
Air ketuban berlebihan, diatas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya
kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan
sirkulasi, atau hiperaktifitas sistem urinarius janin.
Oligohidramnion
16

Air ketuban sedikit, dibawah 500 cc, umumnya kental, keruh, berwarna kuning
kehijauan
6
.

17

Oligohidramnion
A. Pendahuluan
Pada kasus-kasus yang jarang volume air ketuban dapat turun di bawah normal dan
kadang-kadang menyusut hingga hanya beberapa ml cairan kental.Penyebab keadaan ini
belum diketahui sepenuhnya.Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada awal
kehamilan jarang dijumpai dan sering menimbulkan prognosis buruk.Marks dan divon
(1992) menemukan oligohidramnion yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion
sebesar 5cm atau kurang pada 12% dari 511 kehamilan berusia 41 minggu atau lebih. Pada
121 wanita yang diteliti secara longitudinal terjadi penurunan rata-rata indeks cairan
amnion sebesar 25% per minggu setelah usia kehamilan 41 minggu. Akibat berkurangnya
cairan, resiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua
persalinan, tetapi terutama pada kehamilan postterm (Grubb dan Paul, 1992; Leveno dkk.
1984)
1
.
B. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal,
yaitu kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena VAK
tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang kurang
dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan)
13
.
C. Oligohidramnion pada awal kehamilan
Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion.
Oligohidramnion hamper selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau
agenesis ginjal. Oleh karena itu anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-kasus
seperti itu.Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume
cairan amnion secara bermakna, tetapi sering kali terjadi persalinan.Pajanan terhadap
ACEI (Angiotensin convertizing enzim inhibitor) dilaporkan berkaitan dengan kejadian
oligohidramnion.Sebanyak 15-25 % kasus berkaitan dengan anomali janin
1
.Pryde dan
kawan-kawan (2000) mampu memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya
separuh dari wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap oligohidramnion
mid trimester.Mereka melakukan amnioinfusi dan kemudian mampu melihat 77 % dari
struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin.Identifikasi anomali terkait meningkat dari 12
menjadi 31 %
1
.

Tabel . Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion
18

Faktor Janin Faktor Ibu
- Agenesis ginjal
- Uropati obstruksi
- Pecah selaput ketuban
- Kehamilan lewat waktu
- Penyakit hipertensi
- Insufisiensi utero-plasenta
-Sindrom antifosfolipid
- Dehidrasi-hipovolemi
dikutip dari Gilbert
5


Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk.Shenker dkk.(1999)
melaporkan 80 kehamilan semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang
selamat. Mercer dan Brown (1985) melaporkan 34kehamilan midtrimester yang
mengalami penyulit oligrohidramnion dan didiagnosis secara ultrasonografis berdasarkan
tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya lebih dari 1 cm di semua bidan
vertikal. Semnilan(26%) dari janin-janin ini mengalami anomaly, dan 10 dari 25 yang
secara fenotipe normal mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu
yang parah, hambatan pertumbuhan janin, atau solusio plasenta, dari 14 bayi lahir hidup , 8
lahir preterm dan tujuh meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal.Garmel
dkk.(1997) mengamati bahwa oligohidramnion sebelum minggu ke-37 pada janin yang
tumbuh sesuai masa kehamilannnya memperlihatkan peningkatan angka kelahiran preterm
sebesar tiga kali lipat, tetapi tidak untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin.
Newbould dkk.(1994) melaporkan temuan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi
oligohidramnion. Hanya 3% yang memiliki saluran ginjal normal; 34% menderita agenesis
ginjal bilateral; 34% dysplasia kistik bilateral; 9% agenesis unilateral dengan dysplasia;
dan 10% kelainan saluran kemih minor. Bayi yang tadinya normal dapat mengalami akibat
dari oligohidramnion awitan dini yang parah.Perlekatan antara amnion dan bagian-bagian
janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasu.Selain itu, akibat tekanan
dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan otot rangka, misalnya kaki
gada (clubfoot) seiring terjadi.
Insidensi hypoplasia paru saat lahir tidak banyak berubah dan berkisar dari 1,1
sampai 1,4 per 1000 bayi (moessinger dkk, 1989). Apabila cairan amnion sedikit, sering
terjadi hypoplasia paru.Winn dkk (2000) melakukan studi kohort prospektif pada 163
kasus oligohidramnion yang terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi 15
sampai 28 minggu.Hampir 13% janin mengalami hypoplasia paru. Penyulit ini lebih sering
terjadi seiring berkurangnya usia gestasi.
19

Menurut fox dan badalian (1994) terdapat tiga kemungkinan yang menjadi
penyebab hypoplasia paru, pertama tertekannya thorak mungkin menghambat pergerakan
dinding dada dan ekspansi paru. Kedua, kurangnya gerakan nafas janin mengurangi aliran
masuk ke paru.Ketiga adalah kegagalan mempertahankan cairan amnion atau
meningkatnya aliran keluar pada paru yang tumbuh-kembangnya terhambat.
D. Oligohidramnion pada kehamilan tahap lanjut
Volume air ketuban secara normal berkurang setelah usia kehamilan 35 minggu.
Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5cm, Casey dkk. (2000)
mendapatkan insidensi oligohidramnion pada 2,3% dari 6400 kehamilan lebih yang
menjalani sonografi setelah minggu ke 34 di parkland hospital. Chauhan dkk (1999)
melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang meliputi lebih dari 10.500 kehamilan
yang indeks cairan amnionnya kurang dari 5cm. dibandingkan dengan control yang
indeksnya lebih dari 5 cm, wanita dengan oligohidramnion memperlihatkan resiko
bermakna untuk seksio sesarea atas indikasi gawat janin dan memiliki apgar sokr 5 menit
kurang dari 7
1
.
Kompresi tali pusat selama persalinan sering terjadi pada oligohidramnion. Sarno
dkk (1989-1990) melaporkan bahwa indeks 5cm atau kurang menyebabkan peningkatan
angka seksio sesarea sebanyak lima kali lipat. Divon dkk (1995) meneliti 638 kehamilan
postterm in partu dan mengamati bahwa hanya wanita yang indeks cairan amnionnya 5cm
atau kurang yang mengalami deselerasi frekuensi denyut jantung janin dan meconium.
E. Patofisiologi Oligohidramnion
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan
adanya sindroma potter dan fenotip potter, dimana, Sindroma Potter dan Fenotip Potter
adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan
berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada.Oligohidramnion menyebabkan
bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.Tekanan dari dinding rahim
menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).Selain itu, karena ruang di dalam
rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur
dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-
paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik
20

karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit
lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih) dan
tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa
Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal
hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).
Tidak terbentuk air kemih
Gawat pernafasan
14
.
F. Epidemiologi Oligohidramnion
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.Olygohydramnion
dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di
masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya
melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami
olygohydrasmnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampirsetengah dari
jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu
3
G. Etiologi Oligohidramnion
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohydramnion yang
telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan
ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim.Sekitar 7% bayi dari wanita yang
mengalami oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan
saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan
lain yang juga telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi,
diabetes, SLE, dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk
menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting
enxyme inhibitor (mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan
oligohydramnion parah dan kematian janin.Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah
tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan
sebelum merencanakan kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap
terawasi baik dan pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.
Fetal
Kromosom
21

Kongenital
Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
Kehamilan postterm
Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
Maternal
Dehidrasi
Insufisiensi uteroplasental
Preeklamsia
Diabetes
Hypoxia kronis
Induksi Obat
Indomethacin and ACE inhibitors
Idiopatik
4

H. Faktor Resiko Oligohidramnion
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi :
Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).
Retardasi pertumbuhan intra uterin.
Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).
Sindrom pasca maturitas
15





I. Manifestasi Klinis Oligohidramnion
Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
Sering berakhir dengan partus prematurus.
Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih
jelas.
Persalinan lebih lama dari biasanya.
Sewaktu his akan sakit sekali.
Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar
16
.
J. Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion
22

Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu sedikit
atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan dalam 4
kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan nama Amniotic
Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang
dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah cairan
tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami poluhydramnion
17

K. Penatalaksanaan Oligohidramnion
Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan janin
masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah berhari-
hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air seni biasa,
baunya sangat khas.Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan apakah
yang keluar itu air ketuban atau air seni.
Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya menganjurkan
ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi
berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah
dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah kaprah. Tidak benar
bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga mesti
dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan
terakhir pada kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya,
tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara induksi yang baik dan benar.
Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan normal
tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya kemungkinan
tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat.
Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter mungkin
akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih
sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang. Jika indikasi
berkurangnya cairan ketuban tersebut terus berlangsung, dokter mungkin akan
merekomendasikan persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus oligohydramnion
berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama sekali. Selain pemeriksaan USG,
dokter mungkin akan merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam
kontraksi untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam denyut
jantung janin. Tes ini dapat memberi informasi penting untuk dokter jika janin dalam
rahim mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk
23

merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya masalah lebih serius.
Janin yang tidak berkembang sempurna dalam rahim ibu yang mengalami
oligohydramnion beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi selama persalinan, seperti
asphyxia (kekurangan oksigen), baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi
janin seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit.
Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter
mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher rahim
kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan dan kelahiran
juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan bahwa pendekatan ini
sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut jantung janin yang menunjukan
adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan para wanita dengan oligohydramnion
dapatmembantu meningkatkan jumlah cairan ketubannya dengan minum banyak air. Juga
banyak dokter menganjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik bahkan melakukan bedrest
18
L. Komplikasi Oligohidramnion
Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan
dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam kamar
sempit yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus extrem dimana
suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi
kecacatan karena anggota tubuh janin terjepit atau terpotong oleh amniotic band
tersebut.
Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih,
pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan.Sesaat setelah
dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan
teratur.
Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes sebelum
tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi oleh kuman
yang berasal daribawah.Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban juga sering
terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban
berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa
kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius
dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan
ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan
kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
24

Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga meningkatka
resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan. Jika
ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin
berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn,
oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran,
termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin dan
menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih cenderung
harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya
19
.

25

INDUKSI PERSALINAN
A. Pendahuluan
Persalinan adalah suatu proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke lingkungan
ekstra uterin. Ini merupakan diagnosis klinik yang didefinisikan sebagai permulaan dan
menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang
berkesinambungan. Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas proses ini saat ini belum
sepenuhnya dipahami.
1
Induksi persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara
medis maupun bedah sebelum terjadinya partus spontan. Berdasarkan studi-studi terkini,
rasionya bervariasi dari 9,5 - 33,7% dari semua kehamilan setiap tahun. Pada keadaan serviks
yang tidak matang, jarang terjadi keberhasilan partus pervaginam.Dengan demikian,
pematangan serviks atau persiapan induksi harus dinilai sebelum pemilihan terapi.
Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa indikasi induksi
persalinan, antara lain kehamilan posterm, penyakit ibu (diabetes, hipertensi), pecah ketuban
sebelum waktunya (PROM), kematian janin. Induksi persalinan ini merupakan suatu intervensi
aktif dengan potensi risiko baik pada ibu maupun janin.Risikonya meliputi peningkatan risiko
persalinan seksio sesaria, denyut jantung janin yang abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur
uteri, prolaps tali pusat, intoksikasi ibu, dan medikolegal (oksitosin sering dipertimbangkan
oleh pengadilan sebagai kofaktor yang berhubungan dengan kondisi janin maupun neonatus
yang abnormal).Oleh karena itu, terdapat kontraindikasi induksi dan pematangan serviks.
Kontraindikasi absolut meliputi insisi uterus sebelumnya secara klasik,inverted T, atau tidak
diketahui. Riwayat histerotomi atau miomektomi pada korpus uteri yang melibatkan tindakan
membuka kavum uteri atau perluasan diseksi miometrium, riwayat ruptur uteri, plasenta
previa, letak lintang atau kontraindikasi persalinan lain, dan herpes genital yang aktif.
Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi grande multipara (>5), malpresentasi, overdistensi
uterus (misalnya polihidramnion atau kehamilan kembar), karsinoma serviks invasif, dan
apabila adanya makrosomia janin (taksiran berat janin >4000g) pada bekas SC.
20

Selama beberapa tahun yang lalu, ada peningkatan kekhawatiran bahwa jika serviks belum
siap, tidak akan terjadi persalinan yang sukses. Berbagai sistem skoring untuk penilaian
serviks telah diperkenalkan. Pada tahun 1964, Bishop secara sistematis mengevaluasi
sekelompok wanita multi para untuk induksi elektif dan mengembangkan sistem skoring
servikal standar. Skor Bishop membantu mendeskripsikan pasien-pasien yang memiliki
kecenderungan untuk mencapai keberhasilan induksi. Lama persalinan berhubungan terbalik
dengan skor bishop; nilai 8 berarti kemungkinan besar persalinan terjadi secara pervaginam.
Skor bishop <6 biasanya membutuhkan metode pematangan serviks sebelum penggunaan
metode lain.
21-23

Tabel . Skor Bishop untuk menilai kematangan serviks untuk induksi persalinan
5

26


ANATOMI DAN FISIOLOGI SERVIKS UTERI
Serviks uteri merupakan organ yang kompleks dan heterogen yang dapat mengalami
perubahan yang sangat bermakna selama kehamilan dan persalinan.Serviks layaknya sebagai suatu
katup yang unik yang bertanggung jawab untuk menjaga janin tetap dalam uterus sampai akhir
kehamilan dan berfungsi pula sebagai jalan lahir yang aman menuju dunia luar selama
persalinan.Serviks didominasi oleh jaringan ikat fibrosa, tersusun atas matriks ekstraseluler yang
didominasi oleh kolagen dengan elastin dan proteoglikan, dan bagian seluler terdiri atas otot polos
dan fibroblas, terutama kolagen glikosaminoglikan dan glikoperotein, epitel, dan pembuluh
darah.Rasio relatif jaringan ikat dengan otot polos distribusinya tidak sama di sepanjang serviks.
Bagian distal memiliki rasio jaringan ikat dengan otot polos yang lebih besar daripada serviks
bagian atas yang lebih dekat dengan miometrium. Perubahan serviks terjadi sejak awal kehamilan
sampai periode postpartum.
22


Pada serviks yang tidak hamil, kumparan kolagen padat dan tersusun ireguler.Selama hamil,
kolagen secara aktif disintesis dan secara kontinyu mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh
kolagenase, yang disekresikan dari sel-sel serviks dan neutrofil.Kolagen dipecah oleh kolagenase
secara intraseluler, untuk melepaskan prokolagen yang rusak untuk mencegah pembentukan
struktur kolagen yang lemah, dan secara ekstraseluler, untuk melemahkan matriks kolagen secara
Faktor

Skor

0 1 2
3
Pembukaan (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran (%) 0-30 40-50 60-70
80
Station -3 -2 -1 atau 0
+1 atau +2
Konsistensi kenyal medium lunak -
Posisi posterior medial anterior -

27

perlahan (disebut juga perlunakan atau pematangan) untuk mengawali persalinan.Sel-sel otot polos
dan fibroblas juga mempengaruhi peningkatan enzim pemecah kolagen, yang selanjutnya
distimulasi oleh asam hialuronat. Pada awal persalinan, terjadi perubahan kadar asam hialuronat,
sitokin (interleukin ip dan interleukin 8) dan kolagenase yang selanjutnya memecah kolagen
serviks. Interaksi yang kompleks ini menyebabkan serviksmengalami perlunakan dan mulai
dilatasi. Proses yang menyebabkan terjadinya pembukaan serviks masih belum sepenuhnya
dipahami.
Proses pasti yang terjadi saat pematangan serviks dapat menyebabkan pendataran dan
pembukaan masih belum jelas. Ada berbagai elemen penting yang terlibat termasuk dekorin, asam
hialuronat, hormon, sitokin, dan protease.Faktor-faktor ini tampaknya mengalami interaksi yang
kompleks. Waktu dan mekanisme yang pasti mengenai permulaan dan pencetus proses perubahan
serviks ini masih belum dapat diungkap. Secara keseluruhan, faktor-faktor ini bertanggung jawab
dalam peningkatan kadar air serviks, menurunkan konsentrasi kolagen, dan restrukturisasi
kolagen.
22

Konsep lama bahwa pematangan serviks disebabkan karena kontraksi uterus tidak tepat.Saat
ini jelas bahwa mekanisme pematangan serviks melibatkan rangkaian peristiwa biokimia yang
berbeda dengan peristiwa yang bertanggung jawab terhadap aktivasi miometrium dan serupa
dengan yang terjadi pada inflamasi jaringan. Pada fase akhir kehamilan kandungan air dalam
serviks meningkat dan serviks diinvasi oleh neutrofil, makrofag, sel mast, dan zat lain yang
berpotensi melepaskan sitokin inflamasi, seperti interleukin 1P dan interleukin 8. Sitokin ini
menstimulasi produksi metalloproteinase yang menyebabkan disosiasi dan pecahnya kumparan
kolagen degradasi kolagen dan penurunan kandungan kolagen. Ada juga perubahan aktivitas
fibroblas yang meningkatkan produksi glikosaminoglikan khususnya asam hialuronat dan
menurunkan sekresi kolagen.
24

Dekorin merupakan proteoglikan dermatan sulfat kecil yang berikatan dengan permukaan
fibril kolagen.Dekorin menyebabkan susunan fibril kolagen menjadi lebih erat dan rasio dekorin
dengan kolagen berhubungan terbalik dengan perlunakan serviks.Saat sel-sel serviks mengalami
kematian sel secara fisiologis, rasio dekorin dan kolagen meningkat, dan peningkatannya
menyebabkan gangguan pembentukan kolagen.Diyakini bahwa pemberian induksi persalinan
dengan prostaglandin juga meningkatkan rasio dekorin terhadap kolagen.

Mekanisme berikutnya melibatkan degradasi enzimatis dari matriks ekstraseluler.Kolagenase,
matriks metalloproteinase, dan elastase merupakan enzim yang terlibat dalam restrukturisasi
28

serviks tahap akhir.Metalloproteinase dihambat oleh tissue inhibitor dari metalloproteinase dan
a2-makroglobulin yang ditemukan pada serviks selama kehamilan.Saat aterm dan selama
persalinan, rasio metalloproteinase terhadap inhibitornya meningkat sehingga terjadi
keseimbangan untuk membantu degradasi kolagen.
Sitokin, seperti interleukin-ip dan interleukin 8 meningkatkan aktivitas kolagenase. Hal ini
tampak seperti proses inflamasi dimana interleukin-ip dapat menginduksi ekspresi MMP,
mengatur ekspresi inhibitor MMP, dan menghambat sintesis matriks. Pada serviks, kadar
interleukin-ip dan interleukin 8 meningkat selama aterm sampai pembukaan serviks 6 cm.
Tampaknya sel-sel otot polos serviks juga distimulasi oleh sitokin inflamasi untuk melepaskan
protease. Metabolit bakteri merupakan sumber stimulasi eksogen dari interleukin-ip pada serviks,
diduga ini merupakan penyebab hubungan antara infeksi intraamnion dengan persalinan preterm.
Asam hialuronat berperan penting dalam meningkatkan kandungan air pada serviks saat
aterm, yang mengarah kepada pelonggaran dan pemecahan serabut fibroblas.Zat ini juga
menstimulasi sintesis enzim proteolitik melalui fibroblas serviks. Selama hamil, kadar asam
hialuronat pada serviks rendah dan secara berangsur-angsur meningkat seiring dengan pematangan
serviks dan onset persalinan. Segera setelah persalinan, kadarnya menurun sampai ke kadar
normal. Asam hialuronat dihasilkan oleh fibroblas dan distimulasi oleh beberapa agen, termasuk
interleukin-i dan prostaglandin.
22

Manipulasi hormonal, meskipun mekanismenya masih belum jelas, juga berperan dalam
pematangan serviks uteri.Jaringan ikat serviks mengandung reseptor estrogen dan
progesteron.Estrogen dan prekursornya dapat menstimulasi degradasi kolagen in vitro pada
serviks wanita hamil. Efek ini diblok oleh progesteron dan wanita dengan defisiensi plasental
sulfatase yang memiliki kadar estrogen dalam sirkulasi yang
rendah tidak mengalami pematangan serviks saat aterm.
6
Progesteron dapat memelihara kadar
enzim perusak asam hialuronat agar tetap tinggi sehingga dapat menjaga kadar asam hialuronat
rendah sampai aterm ketika kadar progesteron dan reseptor progesteron mulai menurun.
Progesteron juga menghambat jaringan serviks menghasilkan interleukin-8. Sehingga, sebagai
efek terbatasnya progesteron pada akhir kehamilan, kadar interleukin-8 meningkat bersama
dengan asam hialuronat. Selanjutnya, serviks yang diterapi dengan antiprogestin menunjukkan
peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks.
22,24





29

B. Definisi
Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau
sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his.
C. Tujuan Induksi
Tujuan melakukan induksi antara lain:
a) Mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan
b) Untuk menimbulkan aktifitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan
penurunan janin tanpa meyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin
c) Agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu
D. Indikasi
Indikasi melakukan induksi persalinan antara lain:
a) Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah
memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat).
b) Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu menderita
tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau mengidap diabetes.
c) Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko atau membahayakan hidup janin.
d) Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
e) Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.
Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan, antara lain:
a. Indikasi darurat
1) Hipertensi gestasional yang berat
2) Diduga komplikasi janin yang akut
3) PJT (IUGR) yang berat
4) Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan
5) APH yang bermakna dan Korioamnionitis
b. Indikasi segera (Urgent)
1) KPD saat aterm atau dekat aterm
2) PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut
3) DM yang tidak terkontrol
4) Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm
c. Indikasi tidak segera ( Non urgent )
1) Kehamilan post-term
30

2) DM terkontrol baik
3) Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya
4) Kematian janin
5) Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit)
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi dibawah ini,
yaitu:
1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks
mengarah ke depan.
2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD).
3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan.
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak
memberikan hasil yang diharapkan.1 Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor
bishop. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.
E. Kontra indikasi
Kontra indikasi induksi antara lain:
a. Disproporsi sefalopelvik
b. Insufisiensi plasenta
c. Malposisi dan malpresentasi
d. Plasenta previa
e. Gemelli
f. Distensi rahim yang berlebihan
g. Grande multipara
h. Cacat Rahim
E. Risiko Melakukan Induksi
Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah:
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus
dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika
ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses
induksi dihentikan dan dilakukan operasi caesar.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami
gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi
31

berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu
beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi harus dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang
sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus
diwaspadai.
5. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah
dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut
nyawa ibu seketika.
F. Induksi persalinan dengan Metode Bedah
1. Stripping of the membranes
Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase A2 dan
prostaglandin F2 (PGF2 ) dan menyebabkan dilatasi serviks secara mekanis yang
melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput ketuban dilakukan dengan memasukkan
jari melalui ostium uteri internum dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk
melepaskan kutub inferior selaput ketuban dari segmen bawah rahim.Risiko dari teknik ini
meliputi infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan
pasien.Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane saja tidak
menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila digunakan sebagai pelengkap,
tampaknya berhubungan dengan kebutuhan dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah dan
peningkatan rasio persalinan normal pervaginam.
2. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan pelepasan
prostaglandin secara lokal.Risiko yang berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali
pusat menumbung atau kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi
denyut jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan
kemungkinan luka pada janin.

Teknik amniotomi adalah sebagai berikut :
a. Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi
bagian terbawah janin.
b. Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur
tindakan dilakukan
c. Bagian terbawah harus sudah masuk panggul
32

d. Membran yang menutupi kepala janin dilepaskan dengan jari pemeriksa
e. Alat setengah kocher (cervical hook) dimasukkan melalui muara serviks
dengan cara meluncur melalui tangan dan jari (sisi pengait mengarah ke
tangan pemeriksa
f. Selaput ketuban digores atau dikait untuk memecahkan ketuban
g. Keadaan cairan amnion diperiksa (jernih, berdarah, tebal atau tipis,
mekonium)
Menurut telaah Cochrane, hanya ada dua uji terkontrol yang baik yang mempelajari
penggunaan amniotomi saja, dan buktinya tidak mendukung penggunaannya untuk induksi
persalinan.
G. Induksi persalinan secara farmakologis
Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan serviks melalui
sejumlah mekanisme yang berbeda.Ia menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks,
dan PGE2 meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan
kadar elastase, glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks.
Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya, prostaglandin
menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga menyebabkan kontraksi
otot miometrium. Risiko yang berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi
hiperstimulasi uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan demam.
Saat ini, kedua analog prostaglandin tersedia untuk tujuan pematangan serviks, yaitu gel
dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone inserts (Cervidil). Prepidil mengandung 0,5 mg
gel dinoproston, sementara Cervidil mengandung 10 mg dinoprostone dalam bentuk
pessarium
Misoprostol
Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada pematangan serviks atau
induksi persalinan pada wanita yang pernah mengalami persalinan dengan seksio sesaria
atau operasi uterus mayor karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri.Wanita yang
diterapi dengan misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus
dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit sampai penelitian
lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan keamanan terapi pada pasien. Uji
klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval dosis 25 mcg intravagina
setiap empat sampai enam jam. Dosis yang lebih tinggi atau interval dosis yang lebih
pendek dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya
33

sindroma hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih dari 90
detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua periode .10 menit
berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal selama minimal dua menit.
Ruptur uteri pada wanita dengan riwayat seksio sesaria sebelumnya juga mungkin
merupakan komplikasi, yang membatasi penggunaannya pada wanita yang tidak memiliki
skar uterus
Mifepristone
Mifepristone (Mifeprex) adalah agen antiprogesteron.Progesteron menghambat
kontraksi uterus, sementara mifepristone melawan aksi ini. Agen ini menyebabkan
peningkatan asam hialuronat dan kadar dekorin pada serviks.4 Dilaporkan Cochrane, ada 7
percobaan yang melibatkan 594 wanita yang menggunakan mifepristone untuk
pematangan serviks. Hasilnya menunjukkan bahwa wanita yang diterapi dengan
mifepristone cenderung memiliki serviks yang matang dalam 48 sampai 96 jam jika
dibandingkan dengan plasebo. Sebagai tambahan, para wanita ini cenderung melahirkan
dalam waktu 48-96 jam dan tidak dilakukan seksio sesaria.Namun demikian, hanya sedikit
informasi yang tersedia mengenai luaran janin dan efek samping pada ibu; sehingga tidak
cukup mendukung bukti keamanan mifepristone dalam pematangan serviks.
Relaksin
Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks. Berdasarkan
evaluasi telaah Cochrane mengenai hasil dari 4 penelitian yang melibatkan 267 wanita
disimpulkan bahwa kurangnya dukungan dalam penggunaan relaksin saat ini, sehingga
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai agen-agen induksi persalinan.
Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk menginduksi
persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi oksitosin dalam plasma serupa selama
kehamilan dan selama fase laten dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan
yang bermakna dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan.
Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah tali pusat, yang
menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang bermakna oleh janin selama
persalinan.Oksitosin endogen diesekresikan dalam bentuk pulsasi selama persalinan
spontan, hal ini tampak dalam pengukuran konsentrasi oksitosin plasma ibu menit per
menit.
34

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Usia : 29tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Lingsar, Lombok Barat
RM : 091681
MRS : 21 Oktober 2013

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pasien ingin memeriksakan kehamilannya.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien pindahan dari poli hamil merupakan rujukan dari puskesmas lingsar pada 21
oktober 2013 dengan G3P2A0H2 uk 40-41 minggu T/H/IU, kesejahteraan ibu dan
janin baik dengan rencana ingin memeriksakan kandungan dan melakukan USG.
Pasien tidak mengeluhkan keluar air dari jalan lahir, keluar lendir campur darah
maupun perut terasa nyeri &kencang (-). Gerakan janin (+).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma,
maupun penyakit berat lainnya disangkal.
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
I. Laki-laki, cukup bulan, lahir spontan di rumah, ditolong dukun, berat lahir
3500 gram, umur sekarang 11 tahun.
35

II. Laki-laki, cukup bulan, lahir dengan vakum di rumah sakit, ditolong
dokter, berat lahir 3400 gram, umur sekarang 7 tahun.
III. ini

HPHT : 9-01-2013
Taksiran Persalinan : 16-10-2013
Riwayat ANC : >4 kali di Puskesmas, terakhir tanggal 18-10-2013
Riwayat USG : 1 kali di RSUP tanggal 21 Oktober 2013.
Hasil : Janin tunggal/hidup/intra uterin/letak kepala, TBJ:
3412gram, plasenta di fundus grade III, Air ketuban kurang.
Riwayat KB : Suntikan 3 bulan
Rencana KB : suntikan 3 bulan
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6

Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 80 x/menit, reguler, kuat
- Frekuensi napas : 20 x/menit,
- Suhu : 36,6
o
C

Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata : anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung : S
1
S
2
tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
- Abdomen : luka operasi(-), striae gravidarum (+),
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +




36

IV. STATUS OBSTETRI
L1 : Bokong
L2 : Punggung di kanan
L3 : Kepala
L4 : 4/5
TFU : 37 cm ; TBJ : 4030 gram
DJJ : 11-11-11 (132 x/m)
HIS : -
VT : : 1 cm, effacement 10%, ketuban (+), teraba kepala, denominator belum
jelas, HI, tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat.
Pelvic Score : 5
Dilatasi servic : 1
Penipisan (effacement) :0
Station : 1
Konsistensi servik : 1
Posisi servik : 2

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (03 Oktober 2013/15.37 WITA)
HB : 10,1 g/dl
WBC : 9.2 K/dl
PLT : 261 K/dl
HbsAg : (-)

VI. DIAGNOSIS
G3P2A0H2 40-41Minggu/T/H/IU letkep dengan oligohidramnion + suspect bayi
besar

VII. TINDAKAN
Planning Diagnostik
-CTG
Planning Terapi: Rencana terminasi dengan induksi oksitosin drip jika CTG
reaktif
Planning Monitoring
37

- Observasi kesejahteraan ibu dan janin

Planning Edukasi
- Menganjurkan ibu untuk banyak minum dan makan.
- KIE keluarga pasien mengenai hasil pemeriksaan, penyakit yang
dialami pasien dan tindakan yang akan dilakukan
- KIE keluarga pasien mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan
dan resiko dari tindakan

38

TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING
21-10-2013
14.00
Keluhan Utama : Pasien ingin
memeriksakan kehamilannya.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien pindahan dari poli hamil
merupakan rujukan dari puskesmas
lingsar pada 21 oktober 2013 dengan
G3P2A0H2 uk 40-41 minggu T/H/IU,
kesejahteraan ibu dan janin baik dengan
rencana ingin memeriksakan kandungan
dan melakukan USG. Pasien tidak
mengeluhkan keluar air dari jalan lahir,
keluar lendir campur darah maupun
perut terasa nyeri & kencang (-).
Gerakan janin (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung, ginjal,
hipertensi, diabetes mellitus, ataupun
asma disangkal.
Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat keluarga memiliki riwayat
hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
Status Generalis
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tanda Vital
- Tekanan darah: 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi: 80 x/menit,
reguler, kuat
- Frekuensi napas: 20 x/menit,
- Suhu: 36,6
o
C

Pemeriksaan Fisik Umum
- Mata: anemis -/-, ikterus -/-
- Jantung: S
1
S
2
tunggal reguler,
murmur (-), gallop (-)
- Paru: vesikuler +/+, ronki -/-,
wheezing -/-
- Abdomen: luka operasi (-),striae
gravidarum (+).
- Ekstremitas: edema (-), akral
teraba hangat.
Status Obstetri:
G3P2A0H2 40-
41Minggu/T/H/IU
letkep dengan
oligohidramnion +
suspect bayi besar
Observasi
kesejahteraan ibu
dan janin
CTG
Konsul hasil CTG
ke dokter jaga pro
terminasi dengan
oksitosin drip,
Dokter jaga
konsul ke SPV
advice ; drip
oksitosin
Pasang infus
KIE pasien dan
keluarga

39

asma, maupun penyakit berat lainnya
disangkal.
Riwayat Obstetri :
I. Laki-laki, cukup bulan, lahir
spontan di rumah, ditolong dukun, berat
lahir 3500 gram, umur sekarang 11
tahun.
II. Laki-laki, cukup bulan, lahir
dengan vakum di rumah sakit, ditolong
dokter, berat lahir 3400 gram, umur
sekarang 7 tahun.
III. ini

HPHT : 9-01-2013
Taksiran Persalinan : 16-10-2013
Riwayat ANC : >4 kali di Puskesmas
ANC terakhir : 18-10-2013
Riwayat USG : 1x di RSUP NTB
USG terkhir : 21 Oktober 2013
Riwayat KB : Suntikan 3 bulan
Rencana KB : Suntikan 3 bulan
L1 : bokong
L2 : punggung di kanan
L3 : kepala
L4 : 4/5
TFU : 37 cm ; TBJ : 4030g
DJJ : 11-11-11 (132x/menit)
HIS : -
VT : 1 cm,
effacement 10%,
ketuban (+), teraba
kepala, denominator
belum jelas, HI, tidak
teraba bagian kecil
janin atau tali pusat.
Pelvic score: 5
Dilatasi servik : 1
Effacement : 0
Station : 1
Konsistensi :1
Posisi servik: 2

Pemeriksaan Laboratorium
HB: 10,1 g/dl
40

WBC: 9,2 K/dl
PLT: 261 K/dl
HbsAg : (-)

17.00 - His: -
DJJ: 11-11-12

G3P2A0H2 40-
41Minggu/T/H/IU
letkep dengan
oligohidramnion +
suspect bayi besar
-Drip oksitosin 5 IU flash
I dimulai dari 8 tpm
-observasi kesejahteraan
ibu dan janin
-observasi tanda-tanda in
partu
17.30 His: -
DJJ: 12-12-11

Drip oksitosin 12 tpm
18.00


His : -
DJJ : 12-11-11


- Drip oksitosin 16 tpm
-observasi kesejahteraan
ibu dan janin
-observasi tanda-tanda in
partu
18.30

Nyeri perut (+) His : 1x10~15
DJJ : 12-11-11

-Drip oksitosin 20 tpm-
- observasi tanda-tanda in
partu
19.00


Nyeri perut (+)

His: 1x10~15
DJJ: 12-12-11

-Drip oksitosin 24 tpm-
- observasi tanda-tanda in
partu
19.30 Nyeri perut (+)

His: 1x10~20
DJJ: 12-12-12
-Drip oksitosin 28 tpm-
- observasi tanda-tanda in
41

partu
20.00 Nyeri perut (+)

His: 1x10~20
DJJ: 12-12-11
-Drip oksitosin 32 tpm-
- observasi tanda-tanda in
partu
20.30 Nyeri perut (+) His: 1x10~20
Djj: 12-11-11
Drip oksitosin 36 tpm-
- observasi tanda-tanda in
partu
21.00 Nyeri perut (+)

His: 1x10~25
Djj: 12-11-12
Drip oksitosin 40 tpm
21.30 Nyeri perut (+)

His: 1x10~25
Djj: 12-12-11
Drip oksitosin 40 tpm
22.00 Nyeri perut (+)

His: 1x10~30
Djj:12-12-11
Drip oksitosin 40 tpm
22.30 Nyeri perut (+)

His: 1x10~30
Djj:12-12-13
Drip oksitosin 40 tpm
23.00 Nyeri perut (+)

His: 1x10~35
Djj:12-11-12
Drip oksitosin 40 tpm
23.30 Nyeri perut (+)
Drip Oxy Flash I habis

His: 2x10~35
Djj: 12-11-12
VT : 2 cm, effacement 25%,
ketuban (+), teraba kepala,
denominator belum jelas, HI, tidak
teraba bagian kecil janin atau tali
pusat.
G3P2A0H2 40-
41Minggu/T/H/IU
letkep dengan
oligohidramnion +
suspect bayi besar
Lanjut drip oxy Flash
II,
Drip oksitosin 40 tpm
-observasi kemajuan
persalinan
24.00 Nyeri perut (+) His: 2x10~35
Djj: 12-11-12
-Drip oksitosin 40 tpm


(22-10-
2013)
00.30
Nyeri perut (+) His: 2x10~35
Djj: 12-11-12
-Drip oksitosin 40 tpm

42

01.00 Nyeri perut (+) His: 2x10~35
Djj: 11-11-12
-Drip oksitosin 40 tpm
01.30 Nyeri perut (+) His: 2x10~35
Djj: 11-11-12
-Drip oksitosin 40 tpm
02.00 Nyeri perut semakin meningkat His: 2x10~40
Djj: 11-11-12
-Drip oksitosin 40 tpm
02.30 Nyeri perut (+) semakin meningkat His: 2x10~40
Djj: 11-11-11
-Drip oksitosin 40 tpm
03.00 Nyeri perut (+) semakin meningkat His: 2x10~40
Djj: 12-12-11
-Drip oksitosin 40 tpm
03.30 Nyeri perut (+) semakin meningkat
Drip oxy Flash II habis
His: 3x10~40
Djj: 12-13-13
VT : 5 cm, effacement 50%,
ketuban (+), teraba kepala, sutura
sagitalis melintang, HI, tidak teraba
bagian kecil janin atau tali pusat.
Fase aktif -observasi kesra ibu dan
janin
-Observasi kemajuan
persalinan dengan
partograf,
-Anjurkan makan &
minum.
-CTG
04.00 Nyeri perut (+)

- Tekanan darah: 120/80 mmHg
- Frekuensi nadi: 88 x/menit,
reguler, kuat
- Frekuensi napas: 22 x/menit,
- Suhu: 36,8
o
C
-His: 2x10~40
-Djj: 13-14-14 (164x/m)

Fase aktif dg gawat
janin
-hasil CTG flat
-DM Konsul hasil CTG
ke dokter jaga, advice :
resusitasi dan CTG
ulang.
-Resusitasi RL : D5% :
2:1
-Pasang O2 5lpm
-CTG ulang
07.30 Nyeri perut (+)

KU: Baik
TD: 120/60 mmHg
RR: 22 x/m
N : 84 x/m
Fase aktif macet et
causa suspect bayi
besar
-CTG
-DM konsul hasil CTG &
pro SC ke dokter Jaga,
dokter jaga konsul ke
43

His: 3x10~30
Djj: 12-12-11
VT : 5 cm, effacement 50%,
ketuban (+) merembes, teraba
kepala, sutura sagitalis melintang,
HI, tidak teraba bagian kecil janin
atau tali pusat.
SPV advice SC

08.30 SC dimulai
08.39 Bayi lahir, perempuan,
BB; 3900gr, A-S: 7-9,
sisa air ketuban sedikit,
jernih
08.42 Plasenta lahir
manual,lengkap, 450
gr,
10.40



Nyeri luka bekas operasi GC : baik
BP : 110/70 mmHg
RR : 22 bpm
PR : 82 bpm
T : 36,9oC
UC : (+) baik
TFU: 2 jr dbwh pusat
2 jam post SC Obs kesra ibu
-Obs vital sign
Obs perdarahan
anjurkan makan dan
minum

(23-10-
2013)
07.00

Nyeri luka bekas operasi GC : baik
BP : 120/80 mmHg
RR : 20 bpm
PR : 84 bpm
T : 36,7
o
C
UC : (+) baik
TFU: 2 jr dbwh pusat
Lokea rubra (+)
Urine out: 100cc/jm
1 hr post SC -Obs kesra ibu
- Obs vital sign
-Anjurkan mobilisasi
anjurkan makan dan
minum

44

BAB IV
PEMBAHASAN

Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim.Cairan ini
ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung
janin.Selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang didominasi dengan
jaringan penyangga dan jaringan epitel yang terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan khorion dan
lapisan amnion.
Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400
ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu
ultrafiltrat plasma ibu.Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel
yang berdifusi melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin.Namun
setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion
terutama terdiri dari urin janin.
Jumlah cairan ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan
parameter AFI (Amniotic Fluid Index). Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air
ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc. Definisi lainnya menyebutkan
sebagai AFI yang kurang dari 5 cm.
Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada
umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir.Pada kasus ini, pasien
merupakan ibu hamil dengan usia kehamilan telah mencapai 40-41 minggu. Berdasarkan
teori, oligohidramnion sering terjadi pada masa kehamilan trimester terakhir.
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu sedikit
atau terlalu banyak. Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika
ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm, ibu tersebut
didiagnosa mengalami oligohydramnion.Dari hasil USG pasien didapatkan Amniotic Fluid
Index (AFI) yaitu kurang dari 5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pasien menderita
oligohidramnion. Pada pasien ini sudah melakukan ANC lebih dari 4 kali di posyandu,
pelaksanaan ANC pada pasien sudah teratur, tetapi masih ada yang perlu diperbaiki,
karena selama pasien menjalani ANC tidak pernah dianjurkan untuk USG pada trimester
awal kehamilan. Pasien ini baru disarankan USG pada saat mendekati hari tafsiran
persalinannya dan baru diketahui bahwa air ketubannya kurang.
Disaat-saat akhir kehamialn, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko
komplikasi persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran
45

oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin.Wanita yang mengalami
oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya.
Pada pasien ini dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin
alasannya adalah, pada pemeriksaan pelvic (pelvic score) didapatkan nilai 5 sehingga
pasien ini memiliki tingkat keberhasilan tinggi jika dilakukan induksi persalinan, selain itu
pasien ini memiliki riwayat obstetric sudah pernah melahirkan dua anak sebelumnya
dengan usia kehamilan cukup bulan dan dengan berat lahir masing-masing 3400gram dan
3500 gram, namun pasien ini mengalami kemacetan pembukaan servik pada saat fase aktif
persalinan, selain itu juga terjadi gawat janin pada saat dilakukan induksi persalinan,
akhirnya pada pasien ini dilakukan persalinan dengan operasi seksio caesaria. Penyebab
gawat janin pada kasus ini adalah akibat dari induksi persalinan, secara teori induksi
persalinan resikonya meliputi denyut jantung janin yang abnormal sehingga terjadi gawat
janin, dan meningkatan risiko persalinan seksio sesaria.

46

BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yaitu G3P2A0H2 40-41Minggu/T/H/IU letkep dengan oligohidramnion +
suspect bayi besar.
2. Pelaksanaan ANC sudah bagus dan teratur namun, namun seharusnya pada pasien
perlu dianjurkan untuk melakukan USG selama kehamilan minimal 3 kali yaitu pada
trimester pertama, kedua dan ketiga.
3. Penatalaksanaan pasien ini pada saat di poli sudah benar, setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosisnya G3P2A0H2
40-41Minggu/T/H/IU letkep dengan oligohidramnion + suspect bayi besar sehingga
pasien dianjurkan untuk masuk rumah sakit dan segera dilakukan tindakan untuk
mengakhiri kehamilan
4. Penatalaksanaan pasien ini pada saat di VK RSUP NTB sudah benar, dengan
diagnosisnya G3P2A0H2 40-41Minggu/T/H/IU letkep dengan oligohidramnion +
suspect bayi besar, dengan nilai bishop score 5, dan riwayat obstetri sebelumnya, maka
dilakukan induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin drip.
5. Setelah dilakukan induksi persalinan ternyata proses persalinannya mengalami
kemacetan pada fase aktif dan terjadi gawat janin, sehingga keputusan terakhir yang
diambil sudah benar yaitu melakukan persalinan seksio sesaria.

47



DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD.
Williams obstetric. 22
nd
ed. New York. McGraw-Hill Companies, Inc; 2005.
2. Wiknjosastro Haanifa, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta, 2005.
3. Rustam, mochtar.1998. Sinopsis Obstetri; obstetri fisiologi, obstetri patologi edisi
ke 2. Jakarta: EGC.
4. Wikojosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Ke2 Cetakan Ke4. Jakarta:
YBB- SP.
5. Fox H. The placenta , membranes and umbilical cord. In: Chamberlain G, Steer P,
editors. Turnbulls obstetrics. 3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002.
6. Wiknjosastro Hanifa, buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, YBP-SP, Jakarta, 2006.
7. Laughlin D, Knuppel RA. Maternal-placental-fetal unit;fetal& early neonatal
physiology. In: DeCherney AH, Nathan L. Current obstetric & gynecologic
diagnosis & treatment. 9
th
ed. New York: The McGraw-Hill Companies;2003.
8. Chamberlain G, editor. Obstetrics by ten teacher. 16
th
ed. New York: Oxford
University Press;1995.
9. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics. NeoReviews 2006;7;e292-e299.
10. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard I, editors. Danforths obstetrics and
gynecology. 10
th
ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
11. Owen P. Fetal assessment in the third trimester: fetal growth and biophysical
methods. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3
rd
ed. London:
Churchill Livingstone; 2002;147-9;41-43.
12. Tong XL, Wang L, Gao TB, Qin YG, Xu YP. Potential function of amniotic fluid
in fetal development-Novel insight by comparing the composition of human
amniotic fluid with umbilical cord and maternal serum at mid and late gestation. J
Chin Med Assoc. 2009 Jul; 72(7) 368-73.
13. Neilson JP. Fetal medicine in clinical practice. In: Ketih D, Edmons, editors.
Dewhursts textbook of obstetrics and gynaecology for postgraduates. 6
th
ed.
London: Blackwell Publishing; 1999.
48

14. Barbati A, Renzo GCD. Main clinical analyses on amniotic fluid. Acta Bio Medica
Ateneo Parmenese. 2004; 75 Suppl 1: 14-17.
15. Pernoll ML. Benson and Pernolls handbook of obstetrics and gynecology. 10
th
ed.
New York: The McGraw-Hill Companies; 2001.
16. Rodeck CH, Cockell AP. Alloimmunisation in pregnancy: rhesus and other red cell
antigens. In: Chamberlain G, Steer P, editors. Turnbulls obstetrics. 3
rd
ed. London:
Churchill Livingstone; 2002;256-7.
17. Cudleigh T, Thilaganathan B. Obstetric ultrasound: how , why, and when. 3
rd
ed.
London. Elsevier Science Limited; 2004.
18. Al-Salami KS, Sada KA. Maternal hydration for increasing amniotic fluid volume
in hydramnions. Bas J Surg. 2007 Sept; 59-62.
19. Hacker NF, Moore JG, Gambone JC. Essentials of obstetric and gynecology.
Edinburgh. Churchill Livingstone; 2004.
20. British Columbia Reproductive Care Program. Obstetric Guideline i. Cervical
Ripening & Induction of Labour. Vancouver. March 2005.
21. Bricker L, Luckas M. Amniotomy alone for induction of labour. Cochrane
Database Syst Rev 2002;2:CD002862.Abstract.
22. McFarlin BL, Gibson MH, ORear J, Harman P. A national survey of herbal
preparation use by nurse-midwives for labor stimulation. J Nurse Midwifery
i999;44:205-i6.
23. Belew C. Herbs and the childbearing woman. Guidelines for midwives. J Nurse
Midwifery i999; 44:23i-52.
24. Adair CD. Nonpharmacologic approaches to cervical priming and labor induction.
Clin Obstet Gynecol 2000;43:447-54.

Anda mungkin juga menyukai