Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Infeksi Menular Seksual (IMS)
Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang
disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu
kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang
berlainan jenis ataupun sesama jenis. (Handayani, 2010)
Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan parasit) yang
dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan
adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid, herpes
genital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV) dan hepatitis B. HIV dan
syphilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan dan
kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh. (Handayani, 2010)
Peningkatan insiden IMS dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat
diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan
program penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling
tidak insidennya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara, insiden
IMS relatif masih tinggi dan setiap tahun beberapa juta kasus baru beserta
komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan,
gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian memerlukan
penanggulangan, sehingga hal ini akan meningkatkan biaya kesehatan. Selain itu
pola infeksi juga mengalami perubahan, misalnya infeksi klamidia, herpes genital,
dan kondiloma akuminata di beberapa negara cenderung meningkat dibanding
uretritis gonore dan sifilis. Beberapa penyakit infeksi sudah resisten terhadap
antibiotik, misalnya munculnya galur multiresisten Neisseria gonorrhoeae,
Haemophylus ducreyi dan Trichomonas vaginalis yang resisten terhadap
metronidazole. Perubahan pola infeksi maupun resistensi tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya. (Handayani, 2010)
Perubahan pola distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu : (Handayani,
2010)
1. Faktor dasar
a. Adanya penularan penyakit.
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
2. Faktor medis
a. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis.
b. Pengobatan modern.
c. Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga risiko resistensi
tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko penyebaran
infeksi.
3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilan saja, sedangkan kondom dapat digunakan sebagai alat
pencegahan terhadap penularan IMS.
4. Faktor sosial
a. Mobilitas penduduk.
b. Prostitusi.
c. Kebebasan individu.
d. Ketidaktahuan.
Peningkatan insidens tidak terlepas dari kaitannya dengan perilaku risiko
tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita sifilis melakukan hubungan seks
rata-rata sebanyak 5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal-usulnya,
sedangkan penderita gonore melakukan hubungan seksual dengan rata-rata 4
pasangan seksual. (Linda, 2011)
Yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah:
1. Usia
a. 20-34 tahun pada laki-laki.
b. 16-24 tahun pada wanita.
c. 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin.
2. Pelancong
3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila
4. Pecandu narkotik
5. Homoseksual
II.2. Etiologi Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual dapat diklasifikasikan berdasarkan agen
penyebabnya, yakni : (Handayani, 2010)
1. Golongan bakteri, yakni Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum,
Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis,
Gardnerella vaginalis, Salmonella sp, Shigella sp, Campylobacter sp,
Streptococcus group B, Mobiluncus sp.
2. Golongan protozoa, yakni Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, dan
Giardia lamblia.
3. Golongan virus, yakni Human Immunodeficiency Virus (tipe 1 dan 2), Herpes
Simplex Virus (tipe 1 dan 2), Human Papiloma Virus, Cytomegalovirus,
Epstein-barr virus, Molluscum Contagiosum Virus.
4. Golongan ektoparasit, yakni Phthirus pubis, dan Sarcoptes scabei.
Selain disebabkan oleh agen-agen diatas, infeksi menular seksual juga dapat
disebabkan oleh jamur, yakni jamur Candida albicans
II.3. Jenis - Jenis Infeksi Menular Seksual
Secara garis besar Infeksi Menular Seksual dapat dibedakan menjadi :
(Handayani, 2010)
a) IMS yang menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya cairan yang keluar dari
alat kelamin, yaitu penyakit Gonore dan Uretritis Non Spesifik (UNS).
b) IMS yang menunjukkan adanya luka pada alat kelamin misalnya penyakit
Chanroid (ulkus mole), Sifilis, LGV, dan Herpes simpleks.
c) IMS yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada penyakit
Kondiloma akuminata.
1. Gonore (kencing nanah)
Penyakit ini ditularkan melalui hubungan seksual. Sebutan lain penyakit ini
adalah kencing nanah. Penyakit ini menyerang organ reproduksi dan menyerang
selaput lendir, mucus, mata, anus dan beberapa organ tubuh lainnya. Bakteri yang
membawa penyakit ini adalah Neisseria Gonorrhoeae.Gejala akibat penyakit ini
pada wanitaantara lain :
a. Keputihan kental berwarna kekuningan
b. Rasa nyeri di rongga panggul
c. Dapat juga tanpa gejala
Sedangkan gejala pada laki laki antara lain:
a. Rasa nyeri pada saat kencing
b. Keluarnya nanah kental kuningkehijauan
c. Ujung penis agak merah dan bengkak
2. Sifilis
Penyakit ini disebut raja singa dan ditularkan melalui hubungan seksual atau
penggunan barang-barang dari seseorang yang tertular (misalnya : baju, handuk
dan jarum suntik). Penyebab timbulnya penyakit ini adanya kuman Treponema
pallidum, kuman ini menyerang organ penting tubuh lainya seperti selaput lender ,
anus, bibir, lidah dan mulut.
Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada beberapa contoh lain
seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak
dalam uterus). Dengan gejala klinis : Luka atau koreng, jumlah biasanya satu,
bulat atau lonjong, dasar bersih, dengan perabaan kenyal sampai keras, tidak ada
rasa nyeri pada penekanan.



3. Chlamydia Trachomatis
Chlamydia trachomatis adalah salah satu dari tiga spesies bakteri dalam
genus Chlamydia, famili chlamydiaceae, kelas Chlamydiae, filum Chlamydiae,
domain Bacteria.
Chlamydia trachomatis adalah agen chlmydial pertama yang ditemukan
dalam tubuh manusia. Bakteri ini pertama kali diidentifikasi tahun 1907. Infeksi
chlamydia trachomatis sering tidak menimbulkan gejala dan sangat beresiko bila
terjadi pada ibu-ibu karena dapat menyebabkan kehamilan ektopik, infertilitas dan
abortus. Dengan gejala klinis :
- Pada pria duh (sekret/cairan) tubuh uretra dapat disertai eritema meatus
- Pada wanita duh tubuh serviks seropurulen, serviks mudah berdarah.
4. Herpes Genitali
Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks.
Kedua herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh
virus Varicella zoster, sedangkan herpes simpleks disebabkan oleh herpes simplex
virus (HSV). Gejala klinis yang disebabkan oleh : Virus Herpes Simplex sebagai
berikut :
a. Herpes genital pertama : diawali dengan bintil lentingan dan luka/erosi
berkelompok, di atas dasar kemerahan, sangat nyeri, pembesaran kelenjar lipat
paha dan disertai gejala sisitemik
b. Herpes genital kambuhan : timbul bila ada faktor pencetus yaitu : daya tahan
tubuh menurun, stres pikiran, senggama berlebihan, kelelahan.

5. Kondiloma akuminata(Kutil Genitalis)
Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata) merupakan kutil di dalam atau di
sekeliling vagina, penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Kutil genitalis sering ditemukan dan menyebabkan kecemasan karena tidak enak
dilihat, bisa terinfeksi bakteri, bisa merupakan petunjuk adanya gangguan sistem
kekebalan. Pada wanita, virus papiloma tipe 16 dan 18, yang menyerang leher
rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat kelamin luar dan bisa
menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan virus papiloma lainnya bisa
menyebabkan tumor intra-epitel pada leher rahim (ditunjukkan dengan hasil pap
smear yang abnormal) atau kanker pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut,
tenggorokan atau kerongkongan.
6. HIV-AIDS
HIV singkatan dari Human Immuno Deficiency Virus, yaitu sejenis virus
yang menyebabkan AIDS. HIV ini menyerang sel darah putih dalam tubuh
sehingga jumlah sel darah putih semakin berkurang dan menyebabkan sistem
kekebalan tubuh menjadi lemas. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan
virus HIV dalam tubuh makhluk hidup. Sindrom AIDS timbul akibat melemah
atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh karena sel CD4 pada sel darah putih
yang banyak dirusak oleh Virus HIV.



7. Ulkus mole
Disebabkan oleh : Haemophillus Ducreyi, dengan gejala klinis seperti
koreng jumlahnya banyak, bentuk tidak teratur, dasar kotor, tepi bergaung, sekitar
koreng merah dan edema, sangat nyeri.
8. Limfogranuloma venerum
Disebabkan oleh : Chlamydia trachomatis, gejala klinis terdapat beberapa
stadium. Pada stadium afek primer jarang menunjukan gejala. Pada stadium
sindrom inguinal terdapat pembesaran kelenjar getah bening inguinal medial
dengan tanda radang akut.

Gambar 1. Jenis IMS (Depkes RI, 2008)
9. Vaginiosis Bakterial
Merupakan sindrom klinis akibat perubahan flora normal vagina, yaitu
Lactobacillus Sp yang membentuk hidrogen peroksida (H
2
O) digantikan oleh
bakteri anaerob, seperti G. Vaginallis dan Mycoplasma hominis.

10. Candidiasis
Kandidiasis vulvovaginal umumnya tidak ditularkan melalui hubungan
seksual. Gejala kliniknya adalah keluhan utama ialah gatal didaerah vulva. Pada
yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispereunia.Pada
pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia dilabia minora, introitis vagina, dan
vagina terutama 1/3 bawah. Sering pula tdpt kelainan bercak2 putih kekuningan
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora dan ulkus2 yang
dangkal pada labia minor dan sekitar introitus vaginal. Flour albus pada
kandidiosis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai
gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan. Gumpalan
tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vagina atau vulva terdiri
atas bahan nekrotik, sel-sel epitel, dan jamur.

II.4. Cara Penularan IMS
Sesuai dengan sebutannya cara penularan Infeksi Menular Seksual ini
terutama melalui hubungan seksual yang tidak terlindungi, baik pervaginal, anal,
maupun oral. Cara penularan lainnya secara perinatal, yaitu dari ibu ke bayinya,
baik selama kehamilan, saat kelahiran ataupun setelah lahir. Bisa melalui transfusi
darah atau kontak langsung dengan cairan darah atau produk darah. Dan juga bisa
melalui penggunaan pakaian dalam atau handuk yang telah dipakai penderita
Infeksi Menular Seksual (IMS). (Handayani, 2010)
Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan IMS : (Handayani, 2010)
1. Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2. Gonta-ganti pasangan seks.
3. Prostitusi.
5. Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan menimbulkan luka
atau radang karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka
disbanding epitel dinding vagina.
6. Penggunaan pakaian dalam atau handuk yang telah dipakai penderita IMS.
II.5. Gejala Klinis IMS
Pada perempuan gejalanya berupa : (Handayani, 2010)
1. Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan warnanya
kekuningan-kuningan, berbau tidak sedap.
2. Menstruasi atau haid tidak teratur.
3. Rasa sakit di perut bagian bawah.
4. Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin.
Pada laki-laki gejalanya berupa :
1. Rasa sakit atau panas saat kencing.
2. Keluarnya darah saat kencing.
3. Keluarnya nanah dari penis.
4. Adanya luka pada alat kelamin.
5. Rasa gatal pada penis atau dubur.


Tabel 1. Gejala Umum IMS bila terkena IMS
Gejala Perempuan Laki-laki
Luka Luka dengan atau tanpa rasa sakit, disekitar alat kelamin anus,
mulut atau bagian tubuh yang lain. Tonjolan kecil-kecil, diikuti
luka yang sangat sakit di sekitar alat kelamin.
Cairan tidak normal Cairan dari vagina bisa gatal,
kekuningan, kehijauan, berbau
atau berlendir. Duh tubuh bisa
juga keluar dari anus
Cairan bening atau berwarna
berasal dari pembukaan
kepala penis atau penis
Sakit pada saat buang
air kecil
PMS pada wanita biasanya
tidak menyebabkan sakit atau
burning urination
Rasa terbakar atau rasa sakit
selama atau setelah urination
terkadang diikuti dengan duh
tubuh dari penis
Perubahan warna kulit Terutama di bagian telapak tangan atau kaki
Perubahan bisa menyebar ke seluruh bagian tubuh
Tonjolan seperti
jengger ayam
Tumbuh tonjolan seperti jengger ayam di sekitar alat kelamin
Sakit pada bagian
bawah perut
Rasa sakit yang muncul dan hilang, yang tidak berkaitan
dengan menstruasi bisa menjadi tanda infeksi saluran
reproduksi (infeksi yang telah berpindah ke bagian dalam
sistem reproduksi, termasuk serviks, tuba falopi, dan ovarium)
Kemerahan Kemerahan pada sekitar alat
kelamin atau di antara kaki
Kemerahan pada sekitar alat
kelamin, kemerahan dan sakit
di kantong zakar
Gejala HIV/AIDS Demam
Keringat malam
Sakit kepala
Kemerahan di ketiak, paha atau leher
Mencret yang terus menerus
Penurunan berat badan secara tepat
Batuk, dengan atau tanpa darah
Bintik ungu kebiruan pada kulit

Sumber : Linda, 2011.

II.6. Penanganan IMS
Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri
dari dua cara, bisa dengan penanganan berdasarkan kasus (case management)
ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan
berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba
untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan
perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan
berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan
gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang
menimbulkan sindrom. (Handayani, 2010)
Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan
berdasarkan mikrooganisme penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita
infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris.
Antibiotika untuk pengobatan IMS : (Handayani, 2010)
1. Pengobatan gonore : penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson,
spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin.
2. Pengobatan sifilis : penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin,
eritromisin, dan kloramfenikol.
3. Pengobatan herpes genital : asiklovir, famsiklovir, valasiklovir.
4. Pengobatan klamidia : azithromisin, doksisiklin, eritromisin.
5. Pengobatan trikomoniasis : metronidazole.
Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh
dari mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Resisten antibiotika
menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah
sakit, dan biaya lebih mahal.
II.6. Pencegahan IMS
Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua
bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer
terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman dan penggunaan kondom.
Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan
perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh infeksi menular seksual.
Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan
untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta
pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV.
(Handayani, 2010)
Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi
menular seksual adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut :
1. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).
2. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual.
3. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.
Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat
dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa
kebersihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati -
hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar,
mencegah pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang
tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir
penularan. (Handayani, 2010)
II.7. Upaya Pengendalian IMS
IMS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk
dikendalikan secara cepat dan tepat, karena mempunyai dampak selain pada aspek
kesehatan juga politik dan sosial ekonomi. Kegagalan diagnosa dan terapi pada
tahap dini mengakibatkan terjadinya komplikasi serius seperti infertilitas,
kehamilan ektopik, disfungsi seksual, kematian janin, infeksi neonatus, bayi
BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), kecacatan bahkan kematian. (Handayani,
2010)
Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai
penularan infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya.
Tujuan tersebut dapat dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana
untuk kegiatan pengendalian IMS, termasuk HIV/ AIDS.
Upaya tersebut meliputi : (Handayani, 2010)
1. Upaya Promotif
a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang
seksualitas dan IMS.
b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak
berhubungan seks selain pasangannya.
c. Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk
meningkatkan ketahanan keluarga.
2. Upaya Preventif
a. Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan
pekerja seks komersial (WPS).
b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.
c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom.
d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko
tinggi.
e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS.
3. Upaya Kuratif
a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat.
b. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik
simtomatik maupun asimtomatik.
4. Upaya Rehabilitatif
Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita IMS, tidak
mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk mendukung
kesembuhannya.

BAB III
PROFIL DAN KEGIATAN SKRINING IMS DI KLINIK GRIYA ASA

III.1. Profil Klinik Griya ASA
Tanggal 10 Januari 2002, program pencegahan HIV/AIDS untuk pekerja
seks yang dulu tergabung dengan Aksi Stop AIDS (ASA) PKBI Jawa Tengah,
akhirnya dibagi menjadi Griya ASA yang berlokasi di lokalisasi Sunan Kuning
Semarang dan ASA TDH di Jalan Cempolo Rejo Raya 33. Griya ASA mendapat
kepercayaan untuk melakukan program ASA di lokalisasi Sunan Kuning.
Griya ASA PKBI kota Semarang merupakan suatu program dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) PKBI kota Semarang yang bergerak di bidang
keluarga berencana (KB), pencegahan infeksi menular seksual (IMS) dan
HIV/AIDS di kota Semarang. Program ini bertujuan memberikan informasi
tentang IMS, HIV/AIDS kepada pekerja seks komerisal (PSK) dan pelanggannya,
serta cara pencegahan melalui pendekatan pendampingan (outreach). Selain itu,
dibangun juga sistem rujukan baik rujukan khusus maupun rujukan laboratorium.
Griya ASA PKBI kota semarang memiliki visi yaitu mewujudkan suatu
kondisi masyarakat yang bebas HIV/AIDS. Sedangkan misi Griya ASA PKBI :
a. Mewujudkan masyarakat yang bebas HIV/AIDS dengan mengurangi risiko
penularan IMS dan HIV/AIDS dengan meningkatkan pengetahuan wanita
penjaja seks dan keterampilan negosiasi kondom
b. Menurunkan kasus IMS, HIV/AIDS melalui pelayanan klinik.

III.2. Program - Program yang Terdapat Di Griya ASA
Ada beberapa program yang terdapat di Griya ASA, antara lain:
1. Outreach (Kelompok Pendampingan).
2. Skrining IMS.
3. VCT (Voluntary Conselling Test).
4. PMTCT (Prevention Mother to Child transmission).
Majalah Kabar Griya, merupakan majalah yang terbit perdana pada tanggal
31 September 2004 sampai sekarang. Isi majalah ini antara lain tentang kesehatan
reproduksi, gender, info terkini IMS, HIV/AIDS dan kegiatan-kegiatan program
di lingkungan PKBI Semarang.
III.3. Kegiatan Skrining di Klinik Griya ASA
Skrining adalah upaya mendeteksi/mencari penderita dengan penyakit
tertentu dalam masyarakat dengan melaksanakan pemisahan berdasarkan gejala
yang ada atau pemeriksaan laboratorium untuk memisahkan yang sehat dan yang
kemungkinan sakit, selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.
Adapun tujuan dari kegiatan skrining, antara lain:
1. Mengetahui diagnosis sedini mungkin agar cepat terapinya.
2. Mencegah meluasnya penyakit.
3. Mendidik masyarakat melakukan general check up.
4. Memberi gambaran kepada tenaga kesehatan tentang suatu penyakit.
5. Memperoleh data epidemiologis untuk peneliti dan klinisi.


III.3.1. Standar Minimum di Klinik IMS Griya ASA
Standar minimum yang dilakukan di klinik Griya ASA, terdiri dari:
1. Standar Klinik
Struktur di dalam klinik harus mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Ruang tunggu dan registrasi.
b. Ruang pemeriksaan.
c. Laboratorium, sebaiknya berdampingan dengan ruang pemeriksaan tetapi
dipisahkan dengan korden atau sekat.
d. Ruang pengobatan dan konseling.









Gambar 1. Tata ruang klinik Griya ASA
Dari gambar diatas, tata ruang klinik Griya ASA sudah sesuai dengan
standar. Namun masih terdapat kelemahan, yaitu penempatan arsip rekam
medis yang tidak mempunyai tempat sendiri. Hal tersebut merupakan suatu
Laboratorium
Registrasi dan
administrasi
Ruang
dokter
Ruang
Pemeriksaan
Ruang tunggu
hal yang salah karena dapat menyebabkan bocornya rahasia pasien. Selain
itu, penyimpanan arsip rekam medis yang kurang rapi juga merupakan
kekurangan dalam tata ruang klinik.
2. I nformed Consent
Tujuan informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang
cukup mengenai tujuan, prosedur, dan akibat dari tindakan yang akan
dilakukan petugas medis yang kemudian dilanjutkan dengan permintaan
persetujuan, baik lisan maupun tertulis. Prosedur yang dilakukan di klinik
Griya ASA dilakukan secara lisan dan tertulis mengenai tindakan yang akan
dilakukan.
3. Dekontaminasi Tingkat Tinggi (DTT)
Prosedur ini dilakukan terhadap alat-alat medis yang telah digunakan
untuk menghindari penularan infeksi dari pasien ke pasien dan dari pasien
ke petugas kesehatan. Dekontaminasi awal dilakukan dengan menggunakan
larutan klorin 0,5% yang kemudian merebus dengan air medidih selama 20
menit. Di klinik Griya ASA, kegiatan DTT sudah dilakukan sesuai SOP
yang ada.
4. Universal Precaution (UP)
Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menmghindari penularan infeksi
dari pasien ke pasien dan dari pasien ke petugas kesehatan. Prosedur ini
dilakukan oleh dokter, paramedis, laboran, janitor, dan administrasi.
Prosedur ini dilakukan dengan cara mencuci tangan, menggunakan sarung
tangan, melakukan DTT, membuang alat-alat yang sudah digunakan ke
tempatnya, dan melakukan dekontaminasi bedyn dan meja setiap pagi.
5. Profilaksis Pasca Pajanan
Profilaksis pasca pajanan terdiri dari beberapa hal, yaitu mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir, lapor ke dokter penanggung jawab di
klinik, tes HIV, obat ARV harus diberikan dalam waktu kuurang dari 4 jam,
termasuk didalamnya pajanan terhadapa darah, cairan serebrospinal, cairan
semen, cairan vagina, dan lainnya.
6. Pemberian Pengobatan Berkala (PPB)
Di klinik Griya ASA rutin dilakukan pemberian pengobatan berkala
setiap tiga bulan sekali kepada seluruh WPS yang ada. Kegiatan ini
bertujuan untuk pencegahan terhadap IMS.
7. Pengengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah yang dilakukan di klinik Griya ASA dengan cara
mengelompokkan limbah berdasarkan jenisnya, yaitu limbah rumah tangga,
limbah klinis, dan limbah laboratorium. Kemudian limbah ditampung di
tempat penampungan sementara lalu dimusnahkan dengan melakukan
pembakaran.
III.3.2. Alur Pemeriksaan di Klinik IMS Griya ASA
Setiap pasien yang datang ke klinik Griya ASA untuk dilakukan
pemeriksaan, sebelumnya harus melakukan register terlebih dahulu di
tempat pendaftaran yang meliputi pendataan identitas pasien. Setelah itu,
dilakukan anamnesa kepada pasien mengenai alasan berkunjung, jenis
kontak, hubungan seks terakhir dan cara melakukannya, pemakaian
kondom, konsumsi antibiotik satu hari yang lalu, jumlah pasangan seks satu
minggu terakhir, dan khusus untuk pekerja seks ditanyakan sudah berapa
lama menjadi pekerja seks serta melakukan cuci vagina satu minggu
terakhir, keluhan IMS dan keluhan lainnya yang dirasakan oleh pasien.
Selanjutnya dilakukan informed consent meliputi tujuan dan cara
pemeriksaan yang dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya kepada
pasien di ruang pemeriksaan. Jika pasien wanita sebaiknya pemeriksa
didampingi oleh paramedis wanita, begitu juga sebaliknya. Apabila
ditemukan adanya tanda-tanda kemungkinan IMS, maka dilakukan
pengambilan sekret pada saat pemeriksaan genitalia, yang selanjutnya sekret
tersebut dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Kemudian pasien
diberitahukan hasil yang ditemukan dari laboratorium. Kemudian pasien
diberikan terapi dan dilakukan Voluntary Conselling and Testing (VCT).








Gambar 2. Alur pemeriksaan IMS/VCT
REGISTER
PENGAMBILA
N SEKRET
LABORATORIUM HASIL
TERAPI/KONSELING
NEGATI
F
VCT
POSITIF
PERNAH
IMS/TIDA
K
III.3.3 Standar Operasional Prosedur di Klinik IMS Griya ASA
1. SOP Administrasi Klinik IMS
Tujuan : memberikan panduan bagi petugas administrasi di dalam
melakukan tugasnya
Tanggung jawab : Petugas administrasi
Alat dan Bahan :
- Buku registrasi.
- Formulir identitas.
- Catatan medis.
- Kartu pasien.
- Slide.
- Baki untuk menaruh slide.
- Stiker untuk menulis identitas.
Prosedur :
Pasien datang ke klinik IMS, sebelum ke ruang pemeriksaan akan diterima
dahulu oleh petugas administrasi.
a. Mengenalkan diri pada pasien dan menjelaskan tanggung jawabnya di klinik
IMS.
b. Mengisi formulir identitas pasien.
c. Mencatat pasien di buku register.
d. Melakukan anamnesis identitas pasien dari pemberian kode hingga baris ke
20.(pertanyaan kebiasaan cuci vagina).
e. Mencatat hasil anamnesis ke dalam catatan medis.
f. Memberikan kartu pasien pada pasien baru.
g. Menuliskan kode identitas pasien pada stiker dan menempelkan pada slide di
bagian tepinya.
h. Pasien perempuan 2 slide; pasien MSM dan waria tergantung cara
berhubungan seks reseptive dan insertive 2 slide.


i. Pada pasien baru menjelaskan mengenai pemeriksaan darah dan meminta
kesediaan pasien untuk diambil darahnya.
j. Mengantarkan slide dan CM ke ruang pemeriksaan.
k. Mengumpulkan & menyimpan kembali CM setelah selesai dari ruang
pengobatan dan konseling.
2. SOP Pemeriksaan Klinik IMS
Tujuan :memberikan panduan pemeriksaan bagi dokter atau paramedis
yang bertugas di ruangpemeriksaan.
Tanggung jawab :Dokter dan paramedis.
Alat dan Bahan :
- Kursi.
- Meja tempat alat dan bahan.
- Bedgyn.
- Selimut/kain penutup.
- Examination lamp.
- Speculum.
Kode Pasien
Tanggal Pemeriksa
- Anuskopi.
- Tromol atau bak steril / DTT.
- Tripod dan bashin.
- Sarung tangan bersih.
- Sabun cuci tangan dan air mengalir untuk cuci tangan.
- Lubricant.
- Senter.
- Spatel tongue.
- Thermometer.
- 2 Ember (untuk tempat alat bekas pakai yang telah diisi dengan larutan
hipochloride 0,5%, serta larutan air dan sabun cair).
- Tempat sampah limbah medis.
- Tempat sampah.
Prosedur :
Setelah dari ruang administrasi, pasien dipersilakan untuk ke ruang
pemeriksaan, petugas administrasi membawa baki berisi slide dan CM pasien
dan menyerahkan kepada petugaspemeriksaan.
a. Perkenalkan diri pemeriksa dan informed consent sebelum melakukan
tindakan, jika pasien setuju dan bersedia, pasien diminta menandatangani surat
informed consent.
b. Pemeriksa ditemani paramedis menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan
c. Pemeriksa mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
d. Minta pasien untuk membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan
pemeriksaan genital.
e. Setelah membuka pakaian dalam, pasien diminta untuk naik ke meja
pemeriksaan.
f. Pada pasien wanita, diminta berbaring pada meja ginekologik dalam posisi
litotomi, sedangkan pada pasien pria dapat dilakukan sambil duduk atau
berdiri.
g. Saat dilakukan pemeriksaan, pasien diminta untuk tenang dan rileks.
h. Pada saat melakukan pemeriksaan fisik dengan cara inspeksi dan palpasi di
daerah genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu menggunakan sarung
tangan.
i. Jika saat pemeriksaan genitalia terdapat tanda-tanda infeksi diberikan
pengobatan terlebih dahulu.
j. Pada saat pemeriksaan, dilakukan juga pengambilan spesimen/bahan
pemeriksaan.
k. Setelah selesai, pasien diminta untuk memakai pakaiannya kembali.
l. Pasien diminta untuk menunggu hasil laboratorium.
m. Setelah hasil laboratorium keluar, pasien diminta menuju ke ruang dokter
untuk mendapatkan terapi/pengobatan.
3. SOP Pengambilan Sample dan Pembuatan Preparat
Tujuan : memberikan panduan bagi dokter dan paramedis untuk melakukan
pengambilan sampel
Penganggung jawab : dokter dan paramedis
Alat dan bahan :
- Lidi kapas.
- Slide.
- KOH 10%.
- pH paper.
Prosedur :
PENGAMBILAN SAMPEL DAN PEMBUATAN PREPARAT DARI VAGINA
a. Ambil lidi kapas steril yang pertama.
b. Bersihkan sekitar mulut serviks/rahim dengan lidi kapas steril kemudian ke
fornix posterior dan dinding vagina.
c. Slide diletakkan di meja jika tidak ada asisten, jika ada asisten pembuatan
preparat dapat dilakukan oleh asisten.
d. Dari lidi kapas pertama ini buatlah apusan berupa dua lingkaran kecil pada sisi
kanan dan kiri slide untuk pemeriksaan sediaan basah, olesan jangan terlalu
tebal atau tipis.
e. Lakukan pemeriksaan keasaman vagina dengan menempelkan lidi kapas yang
telah digunakan untuk mengambil sediaan dari forniks dan dinding vagina pada
kertas pH.
f. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah infeksius.
g. Ambil lidi kapas steril kedua.
h. Masukkan lidi kapas steril ke dalam saluran endoserviks sedalam 1 - 1.5 cm,
putar lidi kapas searah jarum jam 2-3 kali (10-30 detik) untuk dapatkan sampel
yang cukup.
i. Tarik lidi kapas pelan-pelan tanpa menyentuh dinding vagina.
j. Buatlah hapusan pada kaca objek kedua dengan cara menggulirkan lidi kapas
dengan berhati-hati untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue.
k. Pembuatan apusan usahakan satu kali jadi. Jika tidak, mulai dari arah yang
sama dan tidak boleh bolak-balik arah.
l. Apusan jangan terlalu tebal atau terlalu tipis
m. Lidi kapas yang sudah terpakai dibuang ke tempat sampah infeksius.
n. Keluarkan spekulum dan teteskah KOH ke cairan yang ada di bagian ujung
spekulum.
o. Segera identifikasi apakah ada bau amis yang keluar
p. Masukan speculum bekas ke dalam ember yang berisi larutan chlorin 0,5%




PENGAMBILAN SAMPEL DAN PEMBUATAN SEDIAAN DARI ANUS
a. Ambil lidi kapas steril.
b. Masukkan lidi kapas steril ke dalam anus, putar lidi kapas searah jarum jam 2-3
kali (10-30 detik) untuk dapatkan sampel yang cukup.
c. Tarik lidi kapas pelan-pelan.
d. Buatlah hapusan pada kaca objek kedua dengan cara menggulirkan lidi kapas
untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue.
Sediaan dari forniks
posterior dan dinding
Sediaan dari endoserviks
e. Pembuatan apusan usahakan satu kali jadi. Jika tidak, mulai dari arah yang
sama dan tidak boleh bolak-balik arah.
f. Apusan jangan terlalu tebal atau terlalu tipis.
g. Lidi kapas yang sudah terpakai dibuang ke tempat sampah infeksius.
h. Keluarkan anuskopi sambil melihat dinding anus. Adakah darah/nanah.
i. Anuskopi dimasukkan dalam ember yang sudah berisi clorin dan sabun
dalamnya.



PENGAMBILAN SAMPEL DAN PEMBUATAN SEDIAAN DARI URETRA
a. Jika ada duh tubuh uretra sampel dapat langsung diambil dari duh tersebut. Jika
tidak ada duh, demonstrasikan cara melakukan milking dengan dildo, minta
pasien untuk mempraktikkannya. Ambil lidi kapas steril.
b. Masukkan lidi kapas steril ke dalam uretra, putar lidi kapas searah jarum jam 2-
3 kali (10-30 detik) untuk dapatkan sampel yang cukup.
c. Tarik lidi kapas pelan-pelan.
d. Buatlah hapusan pada kaca objek untuk dilakukan pengecatan Methylen Blue.
e. Buang lidi kapas yang sudah digunakan ke dalam tempat sampah infeksius
f. Sampel dikirim ke laboratorium, pasien diminta memakai kembali pakaian
dalamnya.


Sediaan dari anus
Sediaan dari uretra

4. SOP Pemeriksaan Laboratorium
Setelah pengambilan sampel di ruang pemeriksaan, sampel dikirim ke
laboratorium untuk dibuat sediaan. Ada dua macam sediaan yang dibuat, yaitu
sediaan basah dan sediaan kering.
a. Sediaan Basah
Sediaan basah digunakan untuk pemeriksaan candida dan Bacterila
vaginosis. Sediaan basah dibuat meneteskan KOH dan NaCl. Adapun cara
membuat sediaan basah adalah sebagai berikut:
1) Siapkan kaca objek dan kaca tutup.
2) Teteskan 1-2 tetes larutan NaCl fisiologis (0,9%) ke kaca obyek.
3) Bahan duh tubuh dari swab steril yang berasal dari forniks posterior
dicampurkan pada tetesan larutan pada tetesan NaCl tersebut di atas dan srgera
ditutup dengan kaca tutup.
4) Segera dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Lihat adanya
parasit Trichomonas vaginalis dengan gerakan flagelnya yang khas, clue cells
dan pseudohifa dan blastopora.
b. Sediaan apus, langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Siapkan kaca obyek.
2) Hapuskan duh tubuh uretra/serviks/ vagina masing-masing secara terpisah ke
atas kaca obyek.
3) Fiksasi di atas api spirtus.
4) Lakukan pengecatan gram, lihat lampiran.
5) Dibaca di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x.
6) Lihat adanya Diplococus gram negative intrasel/ekstrasel, clue cells,
pseudohifa dan blastopora, leukosit.
c. Interprestasi pemeriksaan
Interprestasi hasil identifikasi T.Vaginalis, Clue cell, Bau Amine dan
Candida.
1) Sediaan Basah NaCl 0,9%
a) Trichomonas vaginalis Positif, bila: Ditemukan 1 T. vaginalis (bentuk
seperti laying-layang bergerak).
b) Clue cell Positif, bila: 25% dari epitel yang ditemukan permukaannya
ditutupi oleh bakteri pada sediaan NaaCl 0,9%.
2) Sediaan Basah KOH 10%
a) Candida Positif, bila: Ditemukan 1 pseudohypae dan atau blastospora
pada sediaan KOH 10%.
b) Sniff Test Positif bila tercium bau amis fishy odor setelah ditetesi KOH.
3) Interprestasi hasil identifikasi Diplococcus intraseluler dan PMN
a) Leukosit PMN Positif, bila:
- Ditemukan 30 PMN/LPB (Serviks/Wanita).
- Ditemukan 5 PMN/LPB (Uretra/Pria).
- Ditemukan 5 PMN/LPB (Anus).
b) Diplococcus Positif, bila:
Ditemukan 1 Diplococcus intrasel/100LPB. Hal yang perlu diingat jika
ditemukan Diplococcus intrasel dari sediaan serviks, maka tidak bias langsung
didiagnosa sebagai Gonorhoe, sebab untuk mendiagnosa Gonorhoe pada
wanita diperlukan pemeriksaan lain yakni kultur dan gene probe.
RPR


(+) (-)

RPR Titer Ulangi Tes RPR & DETERMINE (2 minggu kemudian)

1:8 <1:8 Jika hasil positif terapi Benzatine Penicilin G
Gambar 3. Alur Pemeriksaan Tes Serologi Sifilis
III.3.6. Pemeriksaan HIV
Untuk pemeriksaan HIV, sampel yang digunakan adalah serum. Setelah
mendapatkan sampel, kemudian diperiksa di Lab dengan menggunakan tiga
reagen yang berbeda sebagaimana yang direkomendasikan WHO. Adapun reagen
yang digunakan di Griya Asa adalah:
- SD, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 100%.
- Determine HIV, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 100%.
- Oncoprobe, dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 99%.
1. Interprestasi Pemerikaan HIV
- Dinyatakan HIV (+) jika hasil tes dari tiga reagen berbeda menunjukkan
hasil yang positif.
- Dinyatakan HIV (-), jika hasil tes reagen pertama sudah menunjukkan hasil
negatif.
(+)
DETERMINE
(-)
Anggap Negatif
III.4. SOP Profilaksis
a. Alur Profilaksis Pasca Pajanan
Pertolongan Pertama

Penilaian Risiko Pajanan

Konseling Profilaksis Pasca Pajanan

Konseling Pra-Tes

Tes Dasar HIV dan Serologi lain yang dibutuhkan

Dokumentasi Formal

b. SOP Profilaksis Pasca Pajanan Akibat Pekerjaan : Penanganan
Tempat Paparan
Tujuan : menjelaskan proses tenaga kesehatan dalam menangani kontak
dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius.
Prosedur :
Yang harus segera dilakukan ketika terkena pajanan :
1) Cuci area yang terpajan dengan cairan yang berpotensi infeksius
dengan sabun dan air.
2) Bilaslah mukosa membran yang terpajan dengan air. Jika tersedia
larutan saline, bilaslah mata dengan saline.
3) Jangan menambahkan bahan yang dapat mengiritasi, termasuk
antiseptik dan desinfektan ke area yang terpajan.
Penilaian
Sumber
Pajanan

c. SOP Profilaksis Pasca Pajanan Akibat Pekerjaan : Melengkapi
Laporan Pajanan
Beritahu Petugas Medik perihal pajanan sesegera mungkin.
Lengkapi Formulir Laporan Kejadian Pajanan Akibat Pekerjaan Fasilitas
Kesehatan
1) Tanggal dan waktu pajanan.
2) Lokasi pajanan.
3) Dimana dan bagaimana pajanan terjadi.
4) Jika menyangkut objek tajam, jenis, dan merk alat tersebut.
5) Jenis dan jumlah cairan.
6) Tingkat keparahan pajanan (misal, kedalaman luka tusuk).
7) Sumber pajanan :
- Status infeksi.
- Jika terinfeksi HIV, derjaat kesakitan, viral load jika ada, riwayat
terapi anti retroviral.
8) Konseling dan penanganan pasca pajanan.
9) Perincian tentang tenaga kesehatan yang terpajan.
- Status medis yang ada.
- Status vaksinasi Hepatitis B.
Laporkan Kejadian Ke Dokter Penanggung Jawab
Dokter penanggung jawab akan melaporkan ke Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten dan orang yang terkena pajanan di rujuk ke RS yang
memiliki ARV.
d. SOP Profilaksis Pasca Pajanan Akibat Pekerjaan : Evaluasi Paparan
Petugas Medis akan mengevaluasi pajanan yang berpotensi menularkan
virus HIV berdasarkan pada :
(Petugas yang menilai dapat seroang dokter klinik IMS yang telah dilatih
HIV/AIDS dan jika klinik tersebut memiliki ARV, atau jika klinik tidak
memiliki ARV sendiri atau dokter belum dilatih, bisa dengan sistem
rujukan ke rumah sakit rujukan yang memiliki ARV)
1) Jenis dan jumlah cairan tubuh/jaringan
- Darah.
- Cairan yang mengandung darah.
- Cairan semen.
- Cairan vagina.
- Cairan otak.
- Cairan sendi.
- Cairan pleura.
- Cairan peritoneal.
- Cairan perikardial.
- Cairan amnion.
2) Jenis pajanan
- Luka perkutaneus.
- Pajanan membran mukosa.
- Pajanan pada kulit yang tidak utuh.
- Gigitan yang mengakibatkan pajanan melalui darah.
3) Status sumber infeksi
- Adanya antibodi HIV.
- Adanya HbsAg.
- Adanya antibodi HCV.
Jika status HIV orang sumber tidak diketahui
Orang yang menjadi sumber akan diinformasikan tentang adanya
kejadian dan diminta persetujuannya untuk dilakukan tes diagnostik HIV.
- Tes untuk menegakkan diagnostik HIV harus dilakukan sesegera
mungkin, dianjurkan melakukan test antibodi HIV cepat.
- Kerahasiaan orang yang merupakan sumber akan dijaga selalu.
- Jika orang yang merupakan sumber HIV negatif, test awal atau
penalaksanaan lebih lanjut terhadap tenaga kerja kesehatan yang
terpajan tidaklah diperlukan.
Jika orang yang merupakan sumber menolak test HIV
Petugas Medis yang bertugas akan datang dan menghubungi dokter
penanggung jawab klinik yang akan meminta sumber persuasif untuk
mau diperiksa darahnya dengan tetap memperhatikan prinsip
konfidensial.


Jika orang yang merupakan sumber tidak diketahui.
Pajanan akan dievaluasi sebagai kasus yang berisiko tinggi untuk
infeksi dimana dan dalam keadaan apa pajanan itu terjadi.






















DAFTAR PUSTAKA
Chiuman, Linda. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA Wiyata
Dharma Medan Terhadap Infeksi Menular Seksual. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21505/4/Chapter%20II.pdf
tanggal akses 15 Juli 2012.
Dini, Handayani. Pengetahuan dan Sikap Pekerja Seks Komersial (PSK) Tentang
Infeksi Menular Seksual (IMS) di Desa Naga Kesiangan Kecamatan Tebing
Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26200/4/Chapter%20II.pdf.
Tanggal akses 15 Juli 2012.
Data Screening IMS Klinik Griya Asa di Sunan Kuning

Anda mungkin juga menyukai