Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam mencapai prestasi yang setinggi mungkin, setiap siswa harus memiliki
keinginan yang kuat demi mencapai tujuannya dan hal tersebut sangat bergantung pada
usaha,kemampuan, dan kemauan dari siswa itu sendiri.
Pada saat ini sering kali telah ada banyak siswa yang membolos pelajaran tertentu,
dan hal ini adalah wujud kurangnya sebuah motivasi belajar siswa. Maka dari itu sebuah
kebosanan di dalam belajar adalah salah satu indikasi perwujudan rendahnya motivasi
pada diri siswa. Dan hal Ini cukup jelas sekali akan dapat merugikan siswa. Hal yang
paling utama dan terpenting untuk seorang pelajar ialah adanya sebuah motivasi.
Motivasi itu sendiri ialah sebuah dorongan untuk dapat melakukan sebuah kegiatan
belajar siswa dengan sepenuh hati. Dengan demikian, Dengan adanya sebuah motivasi
belajar maka para siswa di harapkan untuk dapat menggerakkan keinginan mereka belajar
secara maksimal.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi motivasi?
2. Bagaimanakah karakteristik utama dari beberapa teori motivasi?
3. Bagaimana cara peningkatan motivasi berprestasi?
4. Bagaimana guru dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar?
5. Bagaimana guru dapat memberikan ganjaran atas kinerja, upaya, dan perbaikan?

C. Tujuan
1. Untuk mendefinisikan motivasi
2. Untuk mengidentifikasikan karakteristik-karakteristik utama dari beberapa teori
motivasi.
3. Untuk mendefinisikan motivasi berprestasi, menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi untuk belajar, dan mengajukan cara-cara yang dapat
digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar.
4. Untuk membedakan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, dan menganalisis cara-cara
yang dapat digunakan guru untuk mendorong motivasi intrinsik dan memberikan
insentif untuk motivasi ekstrinsik
5. Untuk memberikan lima cara spesifik yang dapat digunakan guru untuk
meningkatkan motivasi belajar dengan memeberikan penghargaan kepada kinerja,
upaya, atau perbaikan.


















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah suatu komponen paling penting dari pembelajaran dan satu
komponen yang paling sukar untuk diukur. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi
sebagai proses internal (dari dalam diri seseorang) yang mengaktifkan, membimbing, dan
mempertahankan perilaku dalam rentang waktu tertentu (Baron, 1992;Schunk, 1990).
Dalam bahasa sederhana, motivasi adalah apa yang membuat anda berbuat, membuat
anda tetap berbuat, dan menentukan kea rah mana yang hendak anda perbuat.
Motivasi dapat berbeda dalam intensitas (kekuatan) dan arah. Gage dan Berliner
(1984) menganalogikan motivasi dengan sebuah mobil, dimana mesin analog dengan
intensitas dan kemudi analog dengan arah. Meskipun demikian sebenarnya, intensitas dan
arah motivasi seringkalisulit untuk dipisahkan. Intensitas dari suatu motivasi untuk
terlibat dalam satu kegiatan sebagaian besar dapat bergantung kepada intensitas dan arah
motivasi untuk terlibat dalam kegiatan alternative (pilihan lain). Motivasi tidak hanya
penting dalam menentukan seberapa banyak siswa akan belajar dari suatu kegiatan
pembelajaran atau seberapa banyak menyerap informasi yang disajikan kepada mereka.
Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang
lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan
mengendapkan materi itu dengan lebih baik (Garner, Alexander, Gillingham,
Kulikowich, & Brown, 1991; Graham & Golan, 1991). Tugas penting bagi guru adalah
merencanakan bagaimana guru akan mendukung motivasi siswa.
Motivasi untuk melakukan sesuatu dapat muncul dalam berbagai bentuk. Motivasi
dapat merupakan suatu sifat pribadi atau kepribadian seseorang; individu tertentu dapat
memiliki minat yang stabil dan tahan lama dalam berperan serta pada berbagai kategori
kegiatan yang begitu luas seperti akademik, olahraga, atau kegiatan sosial. Motivasi dapat
timbul dari karakteristik-karakteristik intrinsik (ciri-ciri yang ada di dalam) suatu tugas.
Motivasi juga dapat timbul dari sumber-sumber motivasi di luar tugas tersebut, sebagai
misal pada saat guru itu memberi nilai atas tugas makalah biologi yang dibuat siswa.
B. Beberapa teori motivasi
1. Motivasi dan teori pembelajaran perilaku
Konsep motivasi berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
memperoleh penguatan (reinforce-ment) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan
diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau
perilaku yang terkena hukuman. Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep
motivasi, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah
belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang
diinginkan (Bandura, 1986; Wielkiewich, 1995).
a. Penghargaan dan penguatan
Satu alasan mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan
yang tidak memadai untuk motivasi karena motivasi manusia sangat kompleks
dan tidak bebas dari konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang
yang sangat lapar kita dapat meramalkan bahwa makanan akan merupakan
penguat yang efektif. Terhadap manusia, meskipun ia lapar, kita tidak dapat
sepenuhnya yakin apa yang akan merupakan penguat dan apa yang bukan
penguat karena nilai penguatan dari penguat yang paling potensial sebagaian
besar ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situasional.
b. Penentuan nilai dari suatu insentif
Nilai motivasi dari suatu insentif tidak dapat diasumsikan, karena nilai itu dapat
bergantung kepada banyak faktor (Chance, 1992). Pada saat guru mengatakan,
saya ingin kamu semua mengumpulkan laporan buku pada waktunya karena
laporan itu akan diperhitungkan dalam menentukan nilaimu, guru itu mungkin
mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa pada
umumnya. Tetapi bagaimanapun juga, sejumlah siswa dapat tidak
menghiraukannya atau mereka memiliki catatan kegagalan disekolah dan telah
mengambil sikap bahwa nilai itu tidak penting. Apabila guru mengatakan kepada
seorang siswa, pekerjaan bagus! Saya tahu kamu dapat mengerjakan tugas itu
apabila kamu mencobanya! ucapan ini dapat memotivasi seorang siswa yang
baru saja menyelesaikan suatu tugas yang ia anggap sulit namun dapat berarti
hukuman bagi siswa yang berfikir bahwa tugas itu mudah (karena pujian guru itu
memiliki implikasi bahwa ia khusus telah belajar keras untuk menyelesaikan
tugas itu). Seringkali sukar menentukan motivasi siswa dari perilaku mereka
karena banyak motivasi yang berbeda dapat mempengaruhi perilaku. Kadang-
kadang, satu jenis motivasi jelas-jelas menentukan perilaku; pada saat yang lain,
ada beberapa motivasi yang berpengaruh.

2. Motivasi dan kebutuhan manusia
Sementara para ahli teori pemebelajaran perilaku (misalnya , Bandura, 1986;
Skinner, 1953) berbicara perihal motivasi untuk mendapatkan penguatan dan
menghindari hukuman, para ahli teori motivasi yang lain (misalnya, Moslow. 1954)
lebih menyukai konsep motivasi untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi oleh kita semua adalah makanan, rasa aman, cinta, dan
pemeliharaan harga diri positif. Manusia berbeda dalam tingkat pentingnya mereka
menaruh perhatian pada tiap-tiap kebutuhan itu. Sebagaian orang terus-menerus
membutuhkan kepastian bahwa dirinya diicintai atau dihargai, sementara itu yang lain
memiliki kebutuhan lebih besar untuk kenyamanan fisik dan rasa aman. Disamping
itu orang yang sama memiliki kebutuhan berbeda pada waktu yang berbeda.
a. Hirarki kebutuhan maslow
Untuk meramalkan kebutuhan yang akan dipenuhi manusia, Maslow (1954)
mengemukakan hirarki atau tingkatan kebutuhan yang ditunjukkan pada gambar
1. Menurut teori Maslow, kebutuhan yang beraada pada hirarki lebih bawah
paling tidak harus dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba untuk
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai misal orang yang
lapar atau seseorang yang secara fisik dalam bahaya akan tidak begitu
menghiraukan untuk mempertahankan konsep diri positif (gambaran terhadap diri
sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk mendapatkan makanan atau
keamanan; namun begitu orang itu tidak lagi lapar atau dicekam rasa takut,
kebutuhan akan harga diri menjadi penting. Satu konsep penting yang
diperkenalkan oleh Maslow adalah perbedaan antar kebutuhan dasar dan
kebutuhan tumbuh. Kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, cinta, dan
penghargaan) adalah kebutuhan yang penting untuk kesehatan fisik dan
psikologis; kebutuhan ini harus dipenuhi, dan sekali kebutuhan ini dipenuhi
motivasi seseorang untuk memenuhi kebutuhan ini surut. Contoh : Seseorang
yang makan, jika sudah kenyang, maka ia akan berhenti makan. Sebaliknya,
kebutuhan tumbuh, sebagai misal kebutuhan untuk mengetahui dan memahami
sesuatu, menghargai keindahan, atau menumbuhkan dan mengembangkan
apresiasi (penghargaan) dari orang lain, tidak pernah dapat dipenuhi sepenuhnya.
Contoh : Siswa yang membaca buku biologi, dia akan mencari buku biologi lain
untuk dibaca, karena dengan membaca buku biologi siswa dapat mengetahui dan
memahami dunia di sekeliling mereka, dan motivasi mereka untuk belajar lebih
banyak dapat menjadi semakin besar


















Kebutuhan tumbuh
Kebtutuhan dasar
Gambar 1. Hirarki kebutuhan Maslow. Maslow mengidentifikasi dua jenis
kebutuhan: kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Orang termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan yang terletak pada dasar hirarki sebelum berupaya untuk
memenuhi kebutuhan yang terletak pada pumcak hirarki.
b. Aktualisasi diri
Teori Maslow termasuk konsep aktualisasi diri, yang ia definisikan sebagai
keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apa
pun yang seseorang mampu untuk mencapainya (Maslow, 1954, h.92).
Aktualisasi diri ditandai dengan penerimaan diri dan orang lain, spontanitas,
keterbukaan, hubungan dengan orang lain yang relative dekat dan demokratis,
kreativitas, humor, dan mandiri-pada-dasarnya memiliki kesehatan mental yang
bagus atau sehat secara psikologis. Maslow menempatkan perjuangan untuk
aktualisasi diri pada hirarki puncak kebutuhannya, hal ini berarti bahwa
pencapaian dari kebutuhan paling penting ini bergantung pada pemenuhan seluruh
kebutuhan lainnya. Kesukaran untuk memenuhi kebutuhan ini diakui oleh Maslow
(1968) , yang memperkirakan bahwa lebih sedikit dari 1 persen orang dewasa
mencapai aktualisasi diri.
c. Implikasi teori Maslow dalam pendidikan
Pentingnya teori maslow dalam pendidikan terletak dalam hubungan antara
kebutuhan dasar dan kebutuhan tumbuh. Sekolah dan lembaga pemerintahan
meyadari bahwa apabila kebutuhan dasar siswa tidak dipenuhi, belajar akan
terganggu. Disekolah kebutuhan dasar paling penting kemungkinan adalah
kebutuhan akan kasih sayang dan harga diri. Siswa yang tidak memiliki perasaan
bahwa mereka dicintai dan mereka mampu, kecil kemungkinannya memiliki
motivasi kuat untuk mencapai tujuan perkembangan yang tingkatnya lebih tinggi.
Guru yang berhasil membuat siswa merasa senang dan membuat mereka merasa
diterima dan dihormati sebagai individu, lebih besar peluangnya untuk membantu
mereka menjadi bersemangat untuk belajar demi pembelajaraan dan kesediaan
berkorban untuk menjadi kreatif dan terbuka terhadap ide-ide baru. Apabila siswa
dikehendaki menjadi pelajar yang mandiri, mereka harus yakin bahwa guru akan
merespon secara adil dan konsisten kepada mereka dan bahwa mereka tidak akan
ditertawakan atau dihukum karena murni berbuat kesalahan.

3. Motivasi dan teori disonan kognitif
Kebutuhan untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu motivator
yang kuat (Covington, 1984). Banyak dari perilaku kita yang diarahkan menuju
pemenuhan standar pribadi kita sendiri. Contoh : Dalam ulangan harian siswa tidak
mencotek, karena mereka yakin bahwa mereka adalah orang yang baik dan jujur.










Suatu teori psikologi yang menjelaskan tentang perilaku, penjelasan, dan alasan yang
digunakan untuk mempertahankan gambaran diri positif disebut teori disonan kognitif
atau cognitive dissonance theory (Festinger, 1957). Teori ini mengatakan bahwa
orang akan mengalami ketegangan atau ketidaknyamanan apabila nilai atau
keyakinan yang dipegang secara kuat tidak cocok dengan atau tertantang oleh
keyakinan atau perilaku yang tidak konsisten secara psikologis. Untuk mengatasi
ketidaknyamanan ini, mereka dapat mengubah perilaku atau keyakinan mereka, atau
mereka dapat mengembangkan pembenaran atau alasan yang mengatasi
ketidakkonsistenan ini.
a. Implikasi Teori disonan kognitif dalam pendidikan
Di dalam tatanan pendidikan, teori disonan kognitif sering berlaku pada saat siswa
menerima umpan-balik yang tidak menyenangkan atas kinerja akademik mereka.
Contoh : Andi biasanya mendapatkan nilai bagus pada mata pelajaran biologi,
tetapi kali ini dia mendapatkan nilai D dan harus remidi. Nilai ini tidak konsisten
dengan gambaran dirinya sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Untuk
mengatasi ketidaknyamanan ini, Andi dapat memutuskan untuk belajar lebih
giatuntuk meyakinkan bahwa lainkali ia tidak akan mendapatkan nilai yang begitu
Gambar 2. Siswa mngerjakan ulangan
rendah. Di pihak lain, ia dapat mencoba membenarkan nilai rendah itu dengan
berbagai alasan, misalnya saya tidak merasa sehat. Guru tidak emmberi tahu
bahwa aka nada ulangan. Pertanyaan-pertanyaannya mengandung jebakan.
Alasan-alasan ini akan membantu Andi mempertanggungjawabkan satu D, namun
misalkan ia mendapatkan sederet nilai jelek. Sekarang ia mungkin ia berkilah
bahwa ia tidak pernah mengerjakan ulangan harian mata pelajaran ini sejelek ini
atau guru itu pilih kasih pada anak perempuan di kelas atau ia guru yang pelit
dalam memberikan nilai. Semua perubahan dalam pendapat dan alasan ini
diarahkan untuk menghindari suatu pasangan situasi tidak konsisten dan tidak
enak, yaitu: saya adalah siswa yang baik dan Saya berbuat jelek di kelas ini,
dan ini merupakan kesalahan saya sendiri.

4. Motivasi dan teori kepribadian
Kata motivasi diguanakan untuk memberikan suatu dorongan, kebutuhan,
atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Seseorang menggunakan konsep motivasi
untuk mendeskripsikan suatu kecenderungan umum yang mendorong kea rah
pencapaian jenis tujuan tertentu. Dalam pengertian ini, motivasi sering dipandang
swbagai karakteristik kepribadian yang relative stabil. Sejumlah orang termotivasi
untuk berprestasi, sebagian yang lain termotivasi bergaul dengan orang lain dan
mereka menyatakan motivasi ini dalam berbagai cara yang berbeda.
Motivasi sebagai suatu karakteristik yang stabil merupakan konsep yang agak
berbeda dari motivasi untuk melakukan sesuatu yang spesifik dalam situasi tertentu.
Contoh : Seorang siswa dapat dimotivasi untuk belajar apabila akan ada ulangan
(motivasi situasional), namun sejumlah siswa umumnya lebih tertarik belajar atau
membaca buku dari pada bermain ( motivasi sebagai suatu karakteristik pribadi). Hal
ini tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa motivasi situasional dan pribadi tidak
berhubungan; motivasi sebagai suatu karakteristik pribadi sebagian besar merupakan
hasil dari sejarah seseorang.
Sebagai misal, apabila anak-anak dipuji oleh orang tua dan guru mereka
karena menunjukkan minat terhadap lingkungan di sekitar mereka, berhasil di
sekolah, membaca cukup baik dan menikmati membaca, dan menemukan isi buku
yang menarik dan berguna, mereka akan mengembangkan suatu cinta belajar sebagai
suatu ciri kepribadian umum dan akan membaca serta belajar meskipun tidak ada
seorangpun mendorong mereka untuk melakukan hal itu. Bagaimanapun juga, cirri
kepribadian ini merupakan hasil sejarah panjang dari motivasi situasional untuk
belajar (McCombs, 1991). Hal ini mengandung arti bahwa apabila. Karena terjadi
suatu sejarah yang sangat berbeda dari sejarah yang baru saja diberikan itu, ada
seorang anak gagal untuk mengembangkan suatu perasaan cinta belajar sebagai suatu
karakteristik pribadi, maka cinta belajar itu masih dapat ditanamkan pada diri anak itu
dan kemudian menjadi bagian dari kepribadian anak itu.

5. Motivasi dan teori atribusi
Weiner menyatakan bahwa sebagaian besar penjelasan untuk untuk berhasil
dan gagal memiliki tiga karakteristik. Pertama adalah apakah penyebab itu dipandang
sebagai internal (berada didalam diri orang itu sendiri)atau eksternal. Kedua adalah
apakah penyebab itu dipandang sebagai stabil atau tidak stabil. Ketiga adalah apakah
penyebab itu dipersepsi sebagai dapat dikontrol atau tidak. Seperti pada teori disonan
kognitif, asumsi utama dari teori atribusi adalah bahwa orang akan berupaya
mempertahankan gambaran diri positif (Covington, 1984). Oleh karena itu pada saat
mereka berhasil dalam suatu kegiatan, mereka cenderung menghubungkan
keberhasilan itu dengan upaya atau kemampuan mereka; tetapi pada saat mereka
gagal, mereka akan percaya bahwa kegagalan mereka itu dikarenakan factor-faktor
yang tidak dapat mereka control (Vispoel & Austin, 1995).
Telah terbukti bahwa apabila sekelompok orang diberi tugas dan kemudian
diberitahukan bahwa mereka gagal atau berhasil, orang-orang yang diberitahu bahwa
mereka gagal akan mengatakan bahwa kegagalan mereka dikarenakan nasib jelek,
sedangkan orang-orang yang diberi tahu bahwa mereka berhasil akan
menghubungkan keberhasilan mereka dengan keterampilan atau kepintaran mereka
(Forsyth, 1986).
a. Atribusi untuk berhasil atau gagal
Teori atribusi terutama berkenaan dengan empat penjelasan untuk
berhasil dan gagal dalam situasi pencapaian prestasi; kemampuan upaya,
kesukaran tugas, dan keberuntungan. Kemampuan dan upaya diatribusikan
sebagai bagian internal individu, sedangkan tingkat kesulitan tugas dan nasib
diatribusikan sebagai bagian eksternal individu. Kemampuan dipandang relative
stabil , keadaan yang tidak dapat diubah; upaya dapat diubah. Sama halnya,
tingkat kesulitan tugas pada dasarnya adalah karakteristik stabil, sedangkan
nasib tidak stabil dan tidak dapat diramal. Empat atribusi ini dan contoh
ungkapan untuk berhasil dan gagal ditunjukkan pada Table 1.












Tabel 1 menunjukkan bagaimana siswa dapat berbeda dengan berupaya
untuk menjelaskan berhasil dan gagal. Apabila mereka berhasil, mereka akan
dengan senang bpercaya bahwa keberhasilan itu karena mereka pandai (atribusi
internal dan stabil), bukan karena mereka beruntung atau karena tugasnya mudah
atau bahkan berkat kerja keras mereka (karena mencoba dengan keras
mengandung makna kemungkinna kecil mereka berhasil di masa yang akan
datang). Sebaliknya, siswa yang gagal akan cenderung yakin bahwa mereka
sedang bernasib jelek (atribusi eksternal, tidak stabil), yang membuka peluang
untuk berhasil di lain waktu (Marsh, 1986; Weiner, 1994). Sudah barang tentu,
atribusi ini sulit dipertahankan untuk selama-lamanya.
Teori atribusi mendeskripsikan dan mengembangkan implikasi penjelasan
seseorang atas keberhasilan dan kegagalannya.
Atribusi Kestabilan
Stabil Tidak stabil
Internal Kemampuan diri Upaya diri
Berhasil saya pandai saya mencoba dengan sungguh-sungguh
Gagal saya bodoh saya tidak sungguh-sungguh mencobanya

Eksternal Tingkat kesulitan Nasib
Berhasil Tugas itu mudah saya sedang beruntung
Gagal Tugas itu terlalu sukar saya sedang sial
Tabel 1.
Atribusi Berhasil dan Gagagl
b. Lokus kendali dan keyakinan kendali diri
Satu konsep penting dalam teori atribusi adalah lokus kendali atau locus
of control (Rotter, 1954). Kata locus berarti lokasi. Seseorang dengan kendali
diri internal adalah orang yang percaya bahwa berhasil atau gagal dikarenakan
upaya atau kemampuan sendiri. Seseorang dengan kendali diri eksternal
cenderung lebih yakin bahwa faktor lain, seperti mujur, kesulitan tugas, atau
tindakan orang lain, yang menyebabkan berhasil atau gagal. Lokus kendali
internal sering disebut keyakinan kendali diri atau self efficacy, keyakinan
bahwa perilaku sendiri itulah yang menyebabkan gagal atau berhasil. Lokus
kendali atau kendali diri dapat menjadi sangat penting dalam menjelaskan
kinerja sekolah siswa. Sebagai missal, beberapa peneliti telah menemukan
bahwa siswa yang tinggi dalam lokus kendali internal memiliki nilai dan skor tes
yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang sama intelegensinya namun
memiliki lokus kendali internal rendah (Lefcourt, 1976;Schunk, 1991;Shell,
Colvin, & Brunning, 1995; Wilhite, 1990). Sejumlah penelitin telah menemukan
bahwa lokus kendali merupakan predictor (variabel bebas) paling penting kedua
dari prestasi akademik siswa (variabel tak bebas) (setelah kemampuan akademik.
Penting untuk dicatat bahwa lokus kendali dapat sedikit berubah bergantung
pada kegiatan atau situasi tertentu. Satu kesulitan dalam mempelajari pengaruh
lokus kendali pada hasil belajar adalah bahwa hasil belajar memiliki pengaruh
kuat pada lokus kendali itu (Weiner, 1992). Sebagai missal, siswa yang sama
dapat memiliki lokus kendali internal dalam bidang akademik (karena
kemampuan akademik yang tinggi) namun dalam bidang olahraga memiliki
lokus kendali eksternal (karena kamempuan atletik yang rendah). Apabila siswa
ini tak disangka-sangka menemukan keterampilan dalam suatu cabang olahraga
baru, ia mungkin dapat mengembangkan lokus kendali internal dalam cabang
olahraga tersebut (namun kemungkinan masih belum dalam cabang olahraga
yang lain).

Gambar 2. Butir-butir dari I ntelectual Achievement Responsibility
Questionaire
1. Apabila seorang guru menaikkan kamu ke kelas yang lebih tinggi, akankah
hal ini boleh jadi
a. Karena ia menyukai kamu, atau
b. Karena pekerjaan yang kamu lakukan
2. Apabila kamu mengerjakan dengan baik pada suatu tes sekolah di sekolah,
apakah hal ini lebih cenderung
a. Karena kamu belajar untuk tes ini, atau (internal)
b. Karena tes itu mudah
3. Pada saat kamu memiliki kesulitan memahami sesuatu di sekolah, hal ini
umumnya
a. Dikarenakan guru tidak menjelaskan sesuatu itu secara jelas, atau
b. Karena kamu tidak mendengarkan dengan seksama? (internal)
4. Misalkan orangtuamu mengatakan bahwa kamu berprestasi baik disekolah.
Apakah hal ini cenderung terjadi.
a. Karena pekerjaan sekolahmu baik, atau (internal)
b. Karena mereka sedang dalam suasana hati yang baik?
5. Misalkan kamu tidak berprestasi sebaik sepertinya biasanya dalam suatu
mata pelajaran di sekolah. Akankah hal ini kemungkinan terjadi?
a. Karena kamu tidak secermat seperti biasanya, atau (internal)
b. Karena seseorang mengganggu kamu saat bekerja.

c. Implikasi dari atribusi dan keyakinan kendali diri pada pendidikan
Di kelas siswa terus-menerus menerima informasi perilhal tingkat kinerja
mereka pada tugas-tugas akademik, baik relatif terhadap yang lain atau relatif
terhadap sejumlah norma yang digunakan untuk menentukan apakah kinerja
mereka dapat diterima. Umpan balik ini akhirnya mempengaruhi persepsi diri
siswa (Pintrich & Blumentafeld, 1985). Teori atribusi penting dalam memahami
bagaimana siswa menginterpretasikan dan menggunakan umpan balik pada
kinerja akademik mereka dan dalam memberikan saran kepada guru bagaimana
mereka dapat memberikan umpan balik yang memiliki nilai motivasi terbesar
(Ames, 1992; Blumenfeld, 1992).
Guru yang mementingkan banyaknya upaya sebagai penyebab
keberhasilan di samping juga penyebab kegagalan dan yang lebih menghargai
upaya daripada kemampuan, lebih cenderung untuk memotivasi seluruh siswa
mereka untuk melakukan yang terbaik daripada guru yang semata-mata
menekankan kemampuan (Hunter & Barjer, 1989; Raffini, 1986). Sejumlah alat
formal dalam rangka lebih menghargai upaya siswa daripada kemampuan
mereka adalah prnggunaan pengajaran individual, di mana dasar dari penentuan
keberhasilan siswa adalah tingkat kemajuan yang dicapai siswa itu sendiri;
memasukkan unsure upaya sebagai suatu komponen pemberian nilai atau
sebagai nilai tersendiri; atau penggunaan ganjaran untuk setiap perbaikan yang
dicapai siswa.

6. Motivasi dan teori harapan
Edwards (1954) dan kemudian Atkinson (1964) mengembangkan teori
motivasi berdasarkan pada rumus berikut ini :

Motivasi (M) = Peluang untuk berhasil yang dipersepsi (Ps) x Nilai insentif
keberhasilan (Is)

Rumus itu disebut model harapan, atau model valensi harapan atau
expectancy valence model, karena model ini sebagaian besar bergantung pada
harapan seseorang terhadap ganjaran (Feather, 1982; Locke & Lathan, 1990). Teori
ini memeiliki implikasi bahwa motivasi orang untuk mencapai sesuatu bergantung
kepada hasil kali estimasi peluang berhasil mereka (peluang untuk berhasil yang
dipersepsi, Ps) dan nilai penghargaan yang akan mereka terima atas keberhasilan
(nilai insentif keberhasilan, Is). Contoh : Apabila ani mengatakan, saya yakin saya
dapat menjadi juara 1 tingkat nasional dalam olimpaide Sains, dan sangat penting
bagi saya untuk menjadi juara 1 tingkat nasional. Maka ia boleh jadi akan bekerja
keras untuk menjadi juara 1 tingkat nasional dalam olimpiade Sains. Sementara itu,
satu aspek sangat penting dari rumus M = Ps x Is adalah bentuk perkalian dua factor,
artinya bahwa apabila orang yakin bahwa peluang mereka untuk berhasil adalah nol
atau apabila mereka memandang keberhasilan itu tidak memiliki nilai bagi mereka,
maka motivasi mereka akan sama dengan nol. Apabila Ani sangat berminat untuk
emnjadi juara 1 tingkat Nasional dalam olimpiade Sains namun yakin bahwa ia tidak
memiliki harapan untuk menjadi juara 1, ia tidak akan termotivasi. Apabila
peluangnya sesungguhnya bagus namun ia tidak peduli menjadi juara 1 atau tidak
dalam olimpiade Sains, ia juga tidak akan termotivasi. Wighfield (1995) menemukan
bhwa sumbangan bersama dua factor, yaitu keyakinan siswa bahwa mereka mampu
dan nilai yang mereka berikan terhadap sukses akademik, lebih besar daripada
kemampuan mereka sebenarnya dalam meramalkan hasil belajar mereka.
Atkinson (1964) menambahkan satu aspek penting pada teori harapan atau
expectancy theory dengan menyatakan bahwa di bawah kondisi tertentu suatu
peluang berhasil yang terlampau tinggi dapat merusak motivasi. Atkinson (1958)
menjelaskan hal ini dengan mengemukakan bahwa ada suatu hubungan antara
peluang untuki berhasil dan nilai insentif keberhasilan sedemikian rupa sehingga
berhasil dalam suatu tugas mudah tidak setinggi nilai berhasil bila berhasil dalam
suatu tugas yang sulit. Oleh karena itu motivasi seharusnya maksimum pada tingkat
peluang untuk berhasil moderat atau sedang. Contoh :
Teori Atkinson itu memperoleh konfirmasi (penegasan), penelitian lebih kini
telah menemukan bahwa motivasi sesorang meningkat pada saat kesulitan tugas
meningkat sampai pada suatu titik di aman orang itu memutuskan bahwa sangat kecil
kemungkinannya untuk berhasil atau bahwa hasil itu tidak seimbang dengan upaya
yang dilakukan (Bremh & Self, 1989). Penelitian ini dan penelitian lain
menunjukkan bahwa tingkat kesulitan tugas yang moderat sampai yang sulit (tetapi
bukan tidak mungkin) lebih baik daripada tugas yang mudah untuk motivasi dan
belajar (Clifford, 1990).
a. Implikasi teori harapan pada pendidikan
Implikasi paling penting dari teori hadalah logika akal sehat bahwa tugas-tugas
untuk siswa seharusnya jangan terlalu sulit atau terlampau mudah. Apabila
sejumlah siswa yakin bahwa kemungkinannya besar untuk mendapatkan A tidak
memandang apa yang mereka kerjakan, maka motivasi mereka tidak akan
maksimum. Demikian juga halnya, apabila sejumlah siswa merasa yakin akan
gagal seperti apapun yang mereka kerjakan, motivasi mereka akan minimum.
Oleh karena itu system penilaian harus harus sedemikian rupa sehingga
memperoleh A adalah sulit (tetapi mungkin) bagi sebanyak siswa yang layak
mendapatkannya dan mendapatkan nilai rendah adalah mungkin bagi siswa yang
melakukan upaya kecil. Berhasil harus berada dalam jangkauan, namun tudak
mudah dicapai, untuk seluruh siswa.

C. Cara peningkatan motivasi berprestasi
Salah satu jenis motivasi paling penting dalam psikologi pendidikan adalah
motivasi berprestasi atau achievement motivation (McClelleand & Atkinson, 1948),
kecenderungan berupaya sampai berhasil dan memilih kegiatan yang mengarah pada
tujuan dan mengarah pada keberhasilan/kegagalan. Sebagai missal, French (1956)
menemukan bahwa diberikan suatu pilihan mitra kerja untuk suatu tugas yang kompleks,
siswa yang memiliki motivasi berpretasi cenderung memilih mitra yang memeiliki
kemampuan baik dalam tugas itu, dan siswa yang memiliki motivasi afiliasi (yang
memiliki motivasi untuk dicintai dan diterima) cenderung memiliki mitra yang ramah.
Bahkan setelah mengalami kegagalan, siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan
bertahan lebih lama pada suatu tugas dibandingkan dengan siswa yang motivasi
berprestasinya kurang dan akan cenderung menghubungkan kegagalan mereka dengan
kurangnya upaya (factor internal namun kondisinya dapat diubah), tidak menghubungkan
pada factor-faktor eksternal seperti kesulitan tugas atau kemujuran. Singkatnya, siswa
yang memilki motivasi berpretasi ingin dan mengharapkan berhasil, apabila mereka gagal
mereka akan melipatgandakan upaya mereka sampai mereka benar-benar berhasil
(Weiner, 1992).
Tidak mengherankan bila siswa yang memilki motivasi berprestasi tinggi
cenderung berhasil dalam tugas-tugas sekolah (Stipek, 1993). Meskipun demikian masih
belum jelas apa menyebabkan apa, Apakah motivasi berprestasi tinggi menyebabkan
keberhasilan disekolah (karena kemampuan atau factor lain) menyebabkan motivasi
berprestasi tinggi? Sesungguhnya, masing-masing saling menyumbang satu terhadap
yang lain; berhasil menumbuhkan keinginan untuk lebih berhasil, yang pada gilirannya
membuahkan keberhasilan (Gottfried, 1985). Sebaliknya, siswa yang tidak mengalami
pengalaman berhasil dalam tatanan kegiatan belajar mengajar cenderung untuk
kehilangan motivasi untuk berhasil dalam tatanan seperti itu dan akan mengalihkan
minatnya ke sesuatu yang lain (mungkin ke aktivitas sosial, olahraga, atau bahkan
kegiatan-kegiatan kenalakan remaja dimana mereka dapat berhasil). Motivasi berprestasi
cenderung surut disepanjang tahun-tahun sekolah, namun masih belum jelas apakah
kecenderungan ini dikarenakan hakikat siswa atau hakikat SLTP atau SLTA (Eccles et al,
1993; Maehr & Anderman, 1993).
1. Motivasi dan orientasi tujuan
Sejumlah siswa motivasinya terorientasi pada tujuan-tujuan pembelajaran
(learning-goals) atau penuntasan tujuan (mastery goals); sisea yang lain berorientasi
pada tujuan-tujuan penampilan (performance goals) (Ames, 1992; Dweck, 1986;
Pintrich, Mark, & Boyle, 1993). Siswa dengan orientasi tujuan pembelajaran
memandang tujuan sekolah sebagai mencapai kompetensi atau kecakapan dalam
keterampilan-keterampilan yang diajarkan, sedangkan siswa dengan orientasi tujuan
penampilan terutama mengupayakan memperoleh penialian positif terhadap
kompetensi mereka (dan menghindari penilaian negatif). Siswa yang bekerja keras
untuk tujuan-tujuan pembelajaran cenderung mengambil mata pelajaran sukar dan
mencari tantangan; siswa dengan orientasi pada tujuan penampilan memfokuskan
pada upaya mendapatkan nilai-nilai bagus, mengambil mata pelajaran mudah, dan
menghindari situasi yang menantang.
a. Tujuan pembelajaran lawan tujuan penampilan
Siswa dengan tujuan pembelajaran dan siswa dengan tujuan penampilan
tidak berbeda dalam intelegensi secara keseluruhan, namun kinerja kelas mereka
dapat berbeda jauh. Apabila mereka dihadapkan pada rintangan, siswa orientasi
penampilan cenderung turun semangatnya, dan penampilan mereka memperoleh
rintangan yang serius. Sebaliknya pada saat siswa yang terorientasi pada belajar
menjumpai rintangan, mereka cenderung untuk tetap mencoba, dan motivasi
serta kinerja mereka benar-benar dapat meningkat (Dweck, 1986). Siswa
berorientasi belajar cenderung menggunakan strategi metakognitif atau belajar
mandiri (Printrich, Mark, & Boyle, 1993). Siswa berorientasi penampilan yang
mempersepsi kemampuan mereka rendah cenderung jatuh ke dalam suatu pola
ketakberdayaan, karena mereka yakin bahwa mereka memiliki peluang kecil
untuk memperoleh nilai bagus. Siswa berorientasi belajar yang mempersepsi
kemampuan mereka rendah tidak berperasaan seperti ini, karena mereka
menaruh perhatian pada berapa banyak mereka dapat belajar bagi diri mereka
sendiri, tanpa memandang kinerja temannya (Nicholls, 1984). Sayangnya
terdapat bukti bahwa sepanjang studi mereka disekolah, siswa cenderung
bergeser dari tujuan belajar atau ketuntasan ke tujuan penampilan (Meece,
Miller, & Ferron, 1995) mengemukakan orientasi tujuan ketiga, tujuan sosial.
Artinya, sejumlah siswa belajar untuk menyenangkan guru, orang tua mereka,
dan teman sebaya mereka.
Implikasi atau secara tidak langsung maksud paling penting dari
penelitian tentang tujuan-tujuan belajar lawan tujuan-tujuan penampilan adalah
bahwa guru hendaknya berusaha untuk meyakinkan siswa bahwa maksud dari
kerja akademik adalah lebih terletak pada belajar bukan pada penampilan atau
nilai. Hal ini dapat dilakukan dengan menekankan nilai minat dan kepentingan
praktis dari materi yang sedang dipelajari dan tidak menekankan nilai atau
penghargaan lainnya. Apabila siswa memiliki persepsi bahwa hanya ada satu
standar keberhasilan di kelas dan hanya sedikit orang yang dapat mencapai
standar itu, siswa-siswa yang memiliki persepsi kemampuan mereka rendah akan
cenderung menyerah sejak awal (Ames, 1992). Tabel 2 (dikutip dari Ames &
Archer, 1988) mengikhtisarkan tujuan-tujuan persepsi dari siswa-siswa dengan
orientasi tujuan ketuntasan (belajar) dan tujuan-tujuan prestasi dari siswa-siswa
dengan orientasi tujuan-tujuan penampilan. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa jenis-jenis tugas yang digunakan di kelas memilki pengaruh yang kuat
terhadap pengadopsian atau pemungutan tujuan-tujuan belajar siswa.
Penggunaan tugas-tugas yang menantang, bermakna dan berkaitan dengan
kehidupan nyata mengantarkan pada tujuan-tujuan belajar dibandingkan dengan
tugas-tugas lain (Ames, 1992; Blumenfeld, 1992; Meece, 1991). Tabel 3 (dikutip
dari Maehr & Anderma. 1993) mengikhtisarkan strategi-strategi yang dapat
digunakan untuk mengembangkan tujuan-tujuan belajar atau tugas diantara para
siswa.
Tabel 2
ANALISIS TUJUAN PRESTASI DARI IKLIM KELAS

DIMENSI IKLIM TUJUAN
KETUNTASAN
TUJUAN
PENAMPILAN
Berhasil didefinisikan
sebagai.

Penghargaan terletak
pada..
Alasan untuk kepuasan.


Orientasi guru pada.


Pandangan terhadap
kekeliruan/kesalahan.

Pusat perhatian.


Alasan untuk berusaha.



Kriteria evaluasi

Perbaikan kemajuan


Upaya/belajar

Kerja keras, tantangan


Bagaimana siswa belajar


Bagian dari belajar


Proses belajar


Belajar sesuatu yang baru



Mutlak, kemajuan
Nilai tinggi, kinerja
normative tinggi

Kemampuan tinggi secara
normative
Mengerjakan lebih baik
daripada yang lain

Bagaimana kinerja siswa


Mengerjakan lebih baik
daripada yang lain

Kinerja diri sendiri relatif
terhadap yang lain

Nilai tinggi, berkinerja
lebih tinggi daripada yang
lain

Normatif

Tabel 3
KEBIJAKSANAAN SEKOLAH DAN GURU YANG CENDERUNG
MENUMBUHKAN BELAJAR ATAU ATAU TUJUAN-TUJUAN TUGAS
Daerah Tujuan-tujuan Contoh-contoh Strategi yang
mungkin
Tugas











Memperkuat ketertarikan
instrinsik atas tugas-tugas belajar










Mendorong pengajaran yang
berkaitan dengan latar
belakang dan latar belakang
siswa

Menghindari pemberian
imbalan (bentuk materi atau
yang lain) untuk kehadiran

Mengupayakan penetapan
tujuan dan pengaturan diri
sendiri
Daerah Tujuan-tujuan Contoh-contoh Strategi yang
mungkin






Otonomi/tanggung jawab















Pengakuan











Sumber daya





Pengelompokkan














Menyediakan kebebasan optimal
bagi siswa untuk membuat
pilihan dan mengambil tanggung
jawab.












Memberikan kesempatan bagi
selurh siswa untuk mendapatkan
pengakuan atas belajar mereka

Pengakuan kemajuan dalam
pencapaian tujuan

Pengakuan terhadap usaha
mencari tantangan dan inovasi



Mendorong pengembangan dan
pemeliharaan strategi dan
pemeliharaan strategi yang
memperkaya penekanan pada
tujuan-tujuan tugas.

Membangun lingkungan yang
menerima dan menghargai
seluruh siswa.

Memperluas rentang interaksi
sosial, khususnya siswa beresiko.




Menggunakan program kelas-
ekstra yang membuat
pengalaman-pengalaman
belajar relevan.

Memberikan alternatif dalam
membuat tugas

Meminta komentar siswa
tentang kehidupan sekolah dan
memperhatikan komentar itu
dengan sungguh-sungguh.

Mendorong program-program
pengajaran yang mendorong
siswa mengambil inisiatif dan
menegevaluasi belajar sendiri.

Memberikan kesempatan
memimpin seluruh siswa.

Mengupayakan penghargaan-
penghargaan terbaik


Mengurangi penekanan pada
daftar nominasi atau unggulan

Pengakuan dari
pempublikasian beragam
kegiatan siswa yang berkaitan
dengan kegiatan siswa.

Menjamin tindakan yang
dilakukan sifat yang sejalan
dengan penekanan tujuan
tugas.


Menyediakan waktu dan
kesempatan untuk interaksi
taman sebaya

Sediakan waktu dan
kesempatan untuk interaksi
teman sebaya.

Memupuk perkembangan sub
Daerah Tujuan-tujuan Contoh-contoh Strategi yang
mungkin















Evaluasi






Waktu















Proses penilaian dan pelaporan.
Praktek evaluasi yang berkaitan
dengan penggunaan tes buku.




Pendefinisian tujuan dan standart










Memungkinkan tugas belajar dan
kebutuhan siswa untuk dasar
menetapkan jadwal.
kelompok (tim, sekolah, di
dalam sekolah, dan
sebagainya) di dalam mana
interaksi yang berarti terjadi

Mendorong keanggotaan
dalam berbagai kelompok
untuk meningkatkan
jangkauan interaksi teman
sebaya

Menghilangkan kelas-kelas
yang dikelompokkan menurut
kemampuan

Mengurangi penekanan pada
pembandingan hasil belajar
dengan meminimalkan acuan
umum yang mengarah kepada
standar evaluasi normative,
(misalnya nilai, skor, tes)

Menetapkan
penilaian/pelaporan nyang
memotret kemajuan siswa
dalam belajar

Mendorong siswa berperan
serta dalam proses belajar

Mendorong siswa berperan
serta dalam proses evaluasi

Apabila mungkin
memperbolehkan siswa maju
sesuai kecepatan kecepatan
mereka sendiri

Mendorong fleksibilitas dalam
penjadwalan pengalaman
belajar

Memungkinkan guru
memegang kendali lebih besar
dalam penggunaan waktu,
sebagai missal, penjadwalan
system blok.

b. Berusaha untuk berhasil lawan menghindari kegagalan
Atkinson (1964), memeperluas kerja McCleland dalam motivasi
berprestasi, mencatat bahwa individu dapat dimotivasi untuk berprestasi dengan
salah satu dari dua cara : berusaha untuk berhasil atau menghindari kegagalan. Ia
menemukan bahwa sebagian orang lebih termotivasi untuk menghindari
kegagalan daripada berusaha untuk berhasil (penghindar kegagalan), sedang
sebagian lebih termotivasi untuk berusaha untuk berhasil dari pada menghindari
kegagalan (pencari keberhasilan). Motivasi pencari keberhasilan bertambah
setelah mengalami suatu kegagalan, sehingga mereka mengintensifkan atau
mempergiat upaya mereka untuk berhasil. Penghindar kegagalan menurunkan
upaya mereka setelah mengalami suatu kegagalan (Weiner, 1986).


2. Ketidakberdayaan yang Dipelajari

Bentuk ekstrim dari motivasi untuk menghindari kegagalan disebut
ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness), yang merupakan
persepsi bahwa, tidak peduli apa pun yang dilakukan seseorang, dia sudah
ditakdirkan untuk gagal atau tidak efektif. Tidak satu pun yang saya kerjakan
penting Dalam lingkungan akademis, ketidakberdayaan yang dipelajari dapat
dikaitkan dengan penjelasan stabil kegagalan; Saya gagal karena bodoh, dan itu
berarti saya akan selalu gagal (Diener & Dweck, 1978). Guru dapat mencegah atau
mengurangi ketidakberdayaan yang dipelajari dengan memberikan kepada siswa:
a. Kesempatan untuk memeroleh keberhasilan dalam langkah-langkah kecil
b. Umpan balik langsung
Contoh : Salah satu siswa kelas 9 SMP mempunyai nilai yang rendah dalam
pelajaran IPA. Setelah diselidiki, ternyata siswa tersebut tidaklah bodoh,
melainkan jika dia mendapatkan nilai 7 dalam pelajaran IPA, dia dimarahi orang
tua dan dicap sebagai anak yang bodoh. Karena sering diperlakukan seperti itu,
siswa sering menganggap dirinya bodoh. Dia menganggap dia selalu gagal dalam
ujian dan berpikir bahwa apapun yang dia lakukan tidaklah penting. Maka untuk
mengatasi siswa yang seperti ini, apabila dia mau menjawab pertanyaan dari guru
mengenai pelajaran IPA guru akan memberi umpan balik secara langsung, yakni
dengan memberinya pujian dan diberi poin untuk nantinya jika sudah terkumpul
banyak dapat ditukar dengan hadiah tertentu.
c. Harpan dan tindak lanjut yang konsisten (lihat Alderman, 1990).
d. Lebih menfokuskan pada tujuan-tujuan penampilan

3. Harapan Guru dan Pencapaian

Riset tentang harapan guru atas siswa mereka pada umumnya menemukan
bahwa siswa berprilaku sesuai dengan (atau di bawah) harapan yang dimiliki guru
mereka bagi mereka (Jussim & Eccles, 1995; Rubie & Davies, 2007), khususnya
pada kelas yang lebih muda dan ketika guru mengetahui relatif sedikit tentang tingkat
pencapaian siswa mereka yang sesungguhnya. Harapan siswa bagi diri sendiri
setidaknya sama penting dengan harapan guru mereka. Salah satu studi menemukan
bahwa siswa yang persepsi dirinya melebihi kinerja mereka saat ini di kemudian hari
cenderung mengalami peningkatan nilai sekolah, sedangkan siswa yang persepsi
dirinya lebih rendah daripada kinerja mereka cenderung mengalami penurunan nilai
sekolah (Anderman, Anderman & Griesinger, 1999).
Mengkomunikasikan Harapan Positif
Penting bagi guru mengkomunikasikan kepada siswa mereka harapan agar mereka
dapat belajar. Ada beberapa cara implisit cara guru mengkomunikasikan harapan
positif (atau menghindari harapan negatif) tentang siswa mereka.
a. Tunggu siswa menjawab.
Rowe (1974) dan peneliti telah mencatat bahwa guru lebih lama menunggu
jawaban dari siswa yang baginya mereka mempunyai harapan yang tinggi
daripada siswa yang lain. Waktu tunggu yang lebih lama dapat
mengkomunikasikan harapan yang tinggi dan meningkatkan pencapaian siswa
(Tobi, 1987).
b. Hindari pembedaan pencapaian yang tidak perlu antar siswa
Hasil penilaian dan angka hendaknya menjadi hal yang bersifat pribadi antar
siswa dan guru mereka, bukan informasi untuk umum. Jika di kelas dilakukan
pembentukan kelompok, seharusnya guru memperlakukan secara sama semua
kelompok. Pembentukan kelompok seharusnya dilakukan secara heterogen, agar
siswa yang mampu menjadi tutor sebaya bagi temannya yang mempunyai
kemampuan rendah.
Contoh : Dalam pelajaran IPA materi pencemaran lingkungan, guru melakukan
pembelajaran secaar kooperatif tipe STAD. Dalam pembentukan kelompok, guru
melakukannya secara heterogen. Siswa yang mempunyai kemampuan lebih
disebar di semua kelompok dengan harapan mampu menjadi tutor sebaya bagi
temannya. Guru memperlakukan setiap kelompok dengan sikap yang sama.
Begitu juga dalam penentuan nilai dan penghargaan, guru bersifat objektif yakni
berdasarkan hasil kuis dan skor peningkatan dari siswa.
c. Perlakukan semua siswa dengan setara.
Panggillah nama siswa pada semua tingkat pencapaian dengan sama-sama sering,
dan habiskanlah waktu dengan jumlah yang sama bersama mereka.

4. Kecemasan dan Prestasi Belajar

Kecemasan akan senantiasa menyertai pendidikan. Setiap siswa merasakan
kecemasan pada suatu saat ketika di sekolah; tetapi bagi siswa tertentu kecemasan
sangat menghambat pembelajaran atau kinerja, khususnya dalam ujian (Cassady &
Johnson, 2002; Everson, Smodlaka & Tobias, 1994).
Sumber utama kecemasan di sekolah adalah katakutan gagal disamping
ketakutan akan kehilangan harga diri (Pinterich & Schunk, 2002). Siswa yang
berpencapaian rendah khususnya sangat mungkin merasa cemas di sekolah, tetapi
mereka sama sekali bukanlah satu-satunya. Kita semua tahu bahwa siswa yang
sangat mampu dan berpencapaian tinggi yang juga sangat cemas bahkan takut kurang
sempurna dalam setiap tugas sekolah. Guru dapat menerapkan banyak strategi untuk
mengurangi dampak negatif kecemasan pada pembelajaran dan kinerja, diantaranya:
a. Penciptaan iklim ruang kelas yang menerima, nyaman, dan tidak bersaing.
b. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk membentulkan kesalahan atau
memperbaiki pekerjaan mereka sebelum menyerahkannya.
Contoh : Saat materi bioteknologi, guru memberikan tugas kepada siswa untuk
membuat yogurt. Siswa diberi waktu selama 2 minggu untuk membuatnya. Saat
pengumpulan yogurt, guru menemukan beberapa kelompok yang tidak berhasil.
Guru tidak langsung member nilai jelek karena mereka tidak berhasil, melainkan
bertanya apa penyebab kegagalan mereka dan memberikan kesempatan untuk
mengulangi pembuatan yogurt.
c. Pemberian pengajaran yang jelas dan tidak ambigu (Wigfield & Eccles, 1989).

D. Cara Guru Meningkatkan Motivasi Siswa Untuk Belajar

Bab ini membahas cara-cara yang digunakan untuk memotivasi siswa. Pertama ada
motivasi intrinsik atau motivasi ynag berasal dari diri sendiri, dan yang kedua ada
motivasi ekstrinsik misalnya dapat berupa penggunaan pujian, umpan balik, dan insentif
untuk memotivasi siswa melakukan yang terbaik.

1. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Kadang-kadang suatu mata pelajaran tertentu dirasakan begitu menarik dan
bermanfaat bagi siswa sehingga mereka bersedia menyelesaikan pekerjaan yang
diperlukan untuk memelajari bahan tersebut tanpa insentif, melainkan karena
ketertarikan siswa akan pelajaran itu sendiri. Misalnya, banyak siswa dengan senang
hati mengambil kursus mesin mobil atau fotografi dan bekerja keras di dalamnya,
sekalipun kursus tersebut tidak menawarkan kredit atau nilai. Bagi siswa, pelajaran
favorit itu sendiri mempunyai nilai insentif intrinsik (intrinsic incentive) yang
mencukupi untuk memotivasi mereka belajar. Siswa lain senang belajar tentang topik
tertentu seperti serangga, dinosaurus, atau orang terkenal dalam sejarah dan
membutuhkan sedikit dorongan atau imbalan untuk melakukannya (Convington,
1999; Gottfried & Fleming, 2001; Schraw, Flowerday & Lehman, 2001).
Contoh : Seorang siswa yang sangat menyukai kegiatan praktikum yang
berhubungan dengan anatomi hewan, maka dia akan senang hati melakukan
praktikum tanpa diberikan imbalan apapun dari guru.

Insentif ekstrinsik (extrinsic incentive), yaitu imbalan yang berada di luar kegiatan
pembelajaran atau tidak terkait dengan pembelajaran. Imbalan ekstrinsik dapat berupa
dari pujian, nlai, penghargaan, hingga hadiah atau imbalan lain.
Contoh : seorang siswa yang tidak terlalu suka dengan pelajaran IPA, maka ketika
guru mengemas pembelajaran dengan menarik, sering memberikan pujian dan hadiah
saat siswa aktif menjawab pertanyaan guru, lama kelamaan dia suka dengan pelajaran
IPA.
2. Eksperimen Lepper tentang Dampak Imbalan Pada Motivasi

Eksperimen ini menyatakan bahwa imbalan ekstrinsik atas kegiatan yang
menarik secara intrinsik dapat merusak daya tarik intrinsik karena mempengaruhi
anak-anak untuk mengharapkan imbalan karena mengerjakan sesuatu yang
sebelumnya mereka kerjakan tanpa memperoleh apa pun.

3. Apakah Imbalan Merusak Motivasi Intrinsik?
Penggunaan imbalan lebih sering meningkatkan motivasi intrinsik, khususnya
jika imbalan lebih ditentukan oleh kualitas kinerja dan bukan hanya partisipasi ke
dalam kegiatan (Camron, Pierce, Banko & Gear, 2005; Lepper, 1983; Ryan & Deci,
2000), apabila imbalan itu dipandang sebagai penghargaan atas kompetensi
(Rosenfield, Folger & Adelman, 1980), apabila tugas yang dukerjakan tidak menarik
(Morgan, 1984), atau jika imbalan bersifat sosial (Misalnya, pujian) dan bukan
material (Cameron, 2001; Cameron & Pierce, 1994; Chance , 1992; Miller & Hom,
1990; Ryan & Deci, 2000).
Cameron (2001) merangkum situasi dimana imbalan intrinsik merusak daya
tarik intrinsik sebagai berikut: Dampak negatif terjadi jika sesuatu tugas
mempunyai daya tarik yang tinggi, jika imbalan bersifat nyata dan ditawarkan
sebelumnya, dan jika imbalan diserahkan tanpa kaitan dengan keberhasilan tugas
atau setiap tingkat kinerja yang sudah ditentukan (hal. 40).
Riset tentang pengaruh imbalan ekstrinsik pada motivasi intrinsik benar-benar
menganjurkan berhati-hati dalam penggunaan imbalan material untuk tugas yang
menarik secara intrinsik (lihat Lepper, 1998; Lepper, keavney & Drake, 1996; Ryan
& Deci, 2001; Sansone & Harackiewicz, 2000). Guru hendaknya berusaha membuat
segala sesuatu yang mereka ajarkan sedapat mungkin menarik secara intrinsik dan
hendaknya menghindari dari membagikan imbalan material jika itu tidak perlu, tetapi
guru hendaknya tidak enggan menggunakan imbalan ekstrinsik jika itu diperlukan
(Ryan & Deci, 2000). Sering imbalan ekstrinsik mungkin perlu agar siswa memulai
kegiatan pembelajaran tetapi mungkin dikurangi secara bertahap ketika siswa mulai
menikmati kegiatan tersebut dan berhasil dengannya (Stipek, 1993).
Contoh : Setelah melakukan pengamatan, maka didapat kesimpulan bahwa ada
beberapa siswa yang menyukai pelajaran IPA dari diri mereka sendiri, dan ada pula
siswa yang tidak terlalu menyukai pelajaran IPA, kemudian sedikit tertarik dengan
pembelajaran ketika mereka diberi beberapa hadiah saat ada kuis. Sikap guru saat di
kelas seharusnya berhati-hati jika ingin memberikan motivasi ekstrinsik bagi siswa
yang memang sudah menyukai pelajaran IPA, karena bisa merusak motivasi intrinsik
pada diri mereka. Malah, lebih baik jika mereka yang sudah senang dan mempunyai
prestasi yang bagus dalam IPA, siswa tersebut dijadikan tutor sebaya bagi teman yang
mempunyai kemampuan rendah saat belajar secara berkelompok.

4. Cara Guru Meningkatkan Motivasi Intrinsik

Pengajaran di ruang kelas hendaknya meningkatkan motivasi intrinsik
sebanyak mungkin.Motivasi intrinsik yang meningkat selalu membantu bagi
pembelajaran, tanpa peduli apakah insentif juga digunakan atau tidak (Covington,
1999; Vansteenkiste, Lens & Deci, 2006).Ini berarti bahwa guru harus mencoba
mengupayakan siswa mereka tertarik dengan bahan yang sedang mereka sajikan dan
kemudian menyajikannya dengan memikat yang memuaskan maupun meningkatkan
keingintahuan siswa tentang bahan itu sendir.Pembahasan tentang beberapa saran
untuk melakukan hal ini adalah sebagai berikut (lihat juga Bropy, 1999; Burden &
Byrd, 2003; Convington, 1999; Stipek, 2000).


a. Membangkitkan Ketertarikan
Penting meyakinkan siswa tentang pentingnya dan kadar daya tarik bahan
yang akan disajikan, untuk memperlihatkan (jika mungkin) betapa pengetahuan
yang akan diperoleh akan bermanfaat bagi siswa (Bergin, 1999; Tomlinson,
2002).
Contoh : Guru akan memberikan pelajaran kepada siswa mengenai cara
menggunakan mikroskop. Sebelum murid diajari cara menggunakan mikroskop
yang benar, terlebih dahulu guru memberikan gambar-gambar atau video hasil
pengamatan organisme-organisme kecil yang dapat dilihat melalui mikroskop.
Kemungkinan murid akan lebih tertarik daripada guru lngsung saja mengajarkan
cara menggunakan mikroskop.







Gambar. Beberapa gambar mikroorganisme yang dapat dilihat melalui
mikroskop
( Spirulina, Amoeba, Euglena, Paramecium caudatum )
Cara lain menigkatkan daya tarik intrinsik siswa adalah memberi mereka
pilihan tetang apa yang akan mereka pelajari atau cara mereka akan
mempelajarinya (Cordova & Lepper, 1996; Stipek, 2002).
b. Mempertahankan Keingintahuan
Guru yang mahir akan menggunakan berbagai saran untuk
membangkitkan lebih jauh atau mempertahankan keingintahuan terhadap


serangkaian pelajaran. Guru ilmu pengetahuan alam, misalnya, sering
menggunakan peragaan yang mengejutkan siswa dan memengaruhi mereka untuk
ingin memahami penyebabnya. Uang logam yang mengambang mengkibatkan
siswa ingin tahu tentang tegangan permukaan cairan. Guthrie dan Cox (2001)
menemukan bahwa pemberian pengalaman langsung ke kegiatan ilmu
pengetahuan alam kepada siswa sangat meningkatkan pembelajaran mereka dari
buku tentang topik terkait dan memberikan lebih banyak motivasi.
Dengan kurang dramatis, mengejutkan, atau menantang siswa yang
menghadapi masalah yang tidak dapat mereka selesaikan dengan pengetahuan
mereka saat ini dapat timbul keingitahuannya dan karena itu juga motivasi
intrinsik (lihat Bottge, 2001).
Contoh : Guru IPA yang akan menjelaskan hokum newton, melakukan sulap
sederhana dengan memotong telur dengan menggunakan secarik kertas, selain itu
dapat pula dengan menancapkan sedotan ke dalam kentang mentah. Beberapa hal
sederhana ini akan membuat siswa bertanya-tanya dan menimbulkan rasa
keinginyahuan mereka, untuk selanjutnya mereka tertarik dengan pembelajaran.

c. Menggunakan Berbagai Cara yang Menarik
Motivasi intrinsik untuk memelajari sesuatu akan meningkat melalui
penggunaan bahan yang menarik, dan juga berbagai jenis cara penyajian.
Misalnya, guru dapat mempertahankan ketertarikan siswa terhadap suatu mata
pelajaran dengan menyelang-nyelingi penggunaan film , pengajar tamu, peragaan,
dan seterusnya, walaupun penggunaan masing-masing sumber daya harus
direncanakan dengan seksama unuk memastikan hal itu terfokus pada tujuan
pelajaran dan melengkapi kegiatan lain. Penggunaan komputer dapat
meningkatkan motivasi intrinsik kebanyakan siswa untuk belajar (Lepper,
1985).Yang membuat bahan menarik adalah unsur seperti penggunaan bahan
yang emosional (misalnya, bahaya, seks, uang, kesedihan, bencana), contoh yang
kongkrit dan bukan abstrak, hubungan sebab-akibat, dan pengorganisasian yang
jelas (Bergin, 1999; Jetton & Alexander, 2001; Schraw et al., 2001; Wade, 2001).
Contoh : Saat pelajaran IPA materi fotosintesis, guru dapat menampilkan video
animasi tentang proses fotosintesis. Hal ini akan membuat siswa tertarik dan
mudah memahami pelajaran.
Salah satu sarana yang sangat baik untuk meningkatkan ketertarikan
terhadap suatu mata pelajaran ialah menggunakan permainan atau simulasi.
Simulasi atau permainan peran ialah latihan dimana siswa menerima peran dan
terkibat ke dalam kegiatan yang sesuai dengan peran tersebut.
Contoh : Guru yang menjelaskan materi pestisida dan dampaknya bagi
lingkungan, melakukan simulasi dengan bermain peran. Beberapa orang siswa
berperan sebagai tanaman dan hama yang menyerang tanaman di sawah, beberapa
orang yang lain sebagai pestisida. Pestisida yang disemprokan ke tanaman
sangatlah banyak, pertama hewan akan lemas, (siswa yang berperan sebagai hama
berakting lemas, tapi ada juga yang selamat) namun karena kadarnya berlebihan,
maka lama kelamaan hama akan kebal terhadap pestisida. Ini ditunjukkan dengan
anak yang berperan sebagai hama memakai kostum yang besasr atau dilengkapi
dengan perisai.
Keunggulan simulasi ialah bahwa hal itu menungkinkan siswa belajar
tentang suatu pokok persoalan dari dalam.Studi menemukan bahwa simulasi
meningkatkan ketertarikan, motivasi, dan pembelajaran afeksi siswa (Dukes &
Seidner, 1978).
Permainan nonsimulasi juga dapat meningkatkan motivasi untuk
memelajari pokok persoalan tertentu.Perlombaan mengeja adalah contoh
permainan nonsimulasi yang paling dikenal.Teams-Games-Tournament atau TGT
(Slavin, 1995) menggunakan permainan yang dapat sisesuaikan dengan setiap
mata pelajaran. Permainan tim biasanya terlihat lebih baik daripada permainan
perorangan; permainan tim memberikan kesempatan bagi teman satu tim saling
membantu dan menghindari salah satu persoalan permainan perorangan yaitu
bahwa siswa yang lebih mampu menang terus-menerus. Jika semua siswa
dimasukkan ke dalam tim dengan kemapuan campuran, semua memiliki
kesempatan yang baik untuk berhasil (lihat Slavin, 1995).

d. Membantu Siswa Menentukan Sasaran Mereka Sendiri
Salah satu prinsip mendasar motivasi ialah bahwa orang bekerja lebih keras demi
sasaran yang mereka tentukan sendiri daripada sasaran yang ditentukan orang lain
bagi mereka (Ryan & Deci, 2000). Misalnya, siswa dapat saja menentukan jumlah
minimal buku yang dia harapkan untuk dibaca di rumah atau nilai yang dia
harapkan akan diperoleh dalam ujian yang akan datang. Dalam rapat penetuan
sasaran berikut, guru akan membahas pencapaian siswa terhadap (atau kegagalan
mencapai) sasaran dan menetukan sasaran baru untuk minggu mendatang. Selama
pertemuan ini, guru dapat membantu siswa belajar menetukan sasaran yang
ambisius tetapi realistis dan akan memuji mereka karena akan menentukan dan
kemudian meraih sasaran mereka. Strategi penentuan sasaran semacam ini telah
terbukti meningkatkan kinerja akademis dan daya hasil pribadi siswa (PageVoth
& Graham, 1999; Shih & Alexander, 2000).

5. Prinsip Memberikan Insentif Ekstrinsik untuk Belajar

Guru harus selalu memcoba meningkatkan motivasi intrinsik siswa untuk
mempelajari bahan akademis, tetapi mereka pada saat yang sama harus memberikan
perhatian pada insentif ekstrinsik untuk belajar (Brophy, 1998; Hidi & Harackiewicz,
2000). Tidak semua mata pelajaran menarik secara intrinsik bagi semua siswa, dan
siswa yang harus termotivasi unutk melakukan kerja keras yang diperlukan untuk
menguasai mata pelajaran yang sulit.Bagian-bagian berikut membahas berbagai
insentif yang dapat membantu memotivasi siswa untuk mempelajari bahan akademis.

a. Mengungkapkan Harapan yang Jelas
Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa permintaan yang perlu mereka lakukan,
bagaimana mereka akan dievaluasi, dan apa saja nanti konsekuensi
keberhasilannya. Sering kegagalan siswa dalam tugas tertentu berasal dari
kebingungan tentang apa yang diminta untuk mereka lakukan (lihat Anderson,
Brubaker, AllemanBrooks & Duffy, 1985; bropy, 1998). Penyampaian harapan
yang jelas berperan penting.

b. Memberikan Umpan Balik yang Jelas
Kata umpan balik (feedback) berarti informasi tentang hasil upaya seseorang.
Umpan balik dapat berperan sebagai insentif. Riset tentang umpan balik
menemukan bahwa pemberian informs tentang hasil tindakan seseorang dapat
menjadi imbalan yang memadai dalam beberapa keadaan (Gibbons, Duffin,
Robertson & Thompson, 1998). Namun, untuk menjadi sarana motivasi yang
efektif, umpan balik harus diberikan dengan jelas dan spesifik dan harus diberikan
dalam waktu yang berdekatan dengan kinerja (Kulik & Kulik, 2007).Ini dianggap
penting bagis semua siswa, tetapi khususnya bagi siswa yang masih muda.

c. Memberikan Umpan Balik Segera
Kesegeraan umpan balik juga sangat berperan penting (Kulik & Kulik,
1988). Jika siswa menyelesaikan proyek pada hari Senin dan tidak menerima
sedikit pun umpan balik tentang hal itu hingga Jumat, nilai informasi dan motivasi
umpan balik tersebut akan berkurang. Pertama, jika mereka melakukan kesalahan,
mereka dapat saja terus sepanjang minggu itu melakukan kesalahan serupa
tentang bahan terkait yang dapat seja telah terhindarkan oleh umpan balik tentang
kinerja tersebut.Kedua, penundaan yang lama antara perilaku dan konsekuensi
membingungkan hubungan antara keduanya.Siswa yang masih muda Khususnya
dapat saja hanya sedikit tahu mengapa mereka menerima nilai tertentu jiak kinerja
yang menjadi landasan nilai tersebut terjadi beberapa hari sebelumnya.
Contoh : Guru secara langsung memberikan pujian kepada siswa yang berhasil
menggunakan mikroskop dengan baik saat melakukan pengamatan terhadap
penampang melintang batang monokotil dan dikotil.

d. Memberikan Umpan Balik dengan Sering
Umpan balik hendaknya sering diberikan kepada siswa unutk
mempertahankan upaya terbaik mereka.Misalnya, tidak realistis mengharapkan
kebanyakan siswa bekerja keras selama 6 atau 9 minggu dengan harapan
meningkatkan nilai mereka kecuali mereka sering menerima umpan balik.Riset
dalam tradisi teori pembelajaran perilaku telah membuktikan bahwa, tidak peduli
seberapa ampuh suatu imbalan, hal itu mungkin saja hanya mempunyai sedikit
dampak pada perilaku jika hal itu tidak sering diberikan; imbalan kecil yang
sering diberikan merupakan insentif yang lebih efektif daripada imbalan besar
yang tidak sering diberikan.Riset tentang frekuensi ujian pada umumnya
menemukan bahwa ujian singkat yang sering diberikan adalah gagasa yang baik
untuk menilai kemajuan siswa dan bukan ujian panjang yangtidak sering
diberikan (Dempster, 1991).Riset juga menunjukan pentingnya mengajukan
banyak pertanyaan di kelas sehingga siswa dapat memeroleh informasi tentang
tingkat pemahaman mereka sendiri dan dapat menerima penguatan (pujian,
penghargaan) karena memberikan perhatian pada pelajaran.
Contoh : Guru selalu melakukan kuis setiap selesai memberikan pelajaran. Kuis
ini bentuknya macam-macam, bisa dengan memberikan pertanyaan pada siswa
atau juga pemberian pertanyaan dilakukan dengan permainan. Setiap selesai kuis,
guru selalu memberikan pujian, terkadang juga tanda bintang yang dapat ditukar
dengan hadiah nantinya. Jadi, pemberian umpan balik dilakukan guru dengan
frekuaensi yang tinggi.

e. Meningkatkan Nilai dan Keterbatasan Sarana Motivasi Ekstrinsik
Teori pengharapan di bidang motivasi yang dibahas sebelumnya,
berpendapat bahwa motivasi adalah produk dari nilai yang dilekatkan seseorang
ke keberhasilan dan perkiraan seseorang tentang kemungkinan keberhasilan (lihat
Wigfield & Eccles, 2000).Salah satu implikasinyan ialah bahwa siswaharus
menghargai insentif yang digunakan untuk memotivasi mereka. Beberapa siswa
sangat tidak tertarik dengan pujian guru atau nilai tetapi mungkin menghargai
catatan yang dikirimkan ke rumah kepada orang rua mereka, sedikit waktu
istirahat tambahan, atau hak istimewa di ruang kelas.
Implikasi lain teori pengharapan ialah bahwa, walaupun semua siswa
harus mempunyai kesempatan diberi imbalan jika mereka melakukan yang
terbaik, tidak seorang pun siswa boleh mempunyai waktu yang mudah untuk
mencapai imbalan maksimum. Prinsip ini dilanggar praktik pemberian nilai
tradisional, karena beberapa siswa merasa mudah memeroleh nilai A dan B,
sedangkan yang lain percaya bahwa mereka mempunyai sedikit kesempatan
memeroleh keberhasilan akademis tanpa peduli apa pun yang mereka lakukan.
Dalam keadaan ini, tidak satu pun orang yang berpencapaian tinggi atau
berpencapaian rendah mungkin memberikan upaya terbaik mereka.Inilah salah
satu alasan mengapa penting memberikan imbalan kepada siswa atas upaya,
karena berkinerja lebih baik daripada yang mereka lakukan pada masa lalu, atau
karena melakukan kemajuan, dan bukan hanya memeroleh nilai yang tinggi.
Contoh : Siswa yang mempunyai kemampuan rendah dalam IPA, berusaha
belajar lagi dengan mencoba melakukan beberapa strategi belajar yang diajarkan
oleh guru, dan nilainya berhasil meningkat, walau peningkatannya tidklah begitu
besar. Guru selalu memantau perkembangan siswa tersebut dan mengetahui
bahwa usaha yang dilakukan siswa ini sangatlah sungguh-sungguh dan patut
dihargai. Jadi, walau peningkatannya sedikit guru tetap memberikan reward
berupa pujian dan hadiah baginya.

6. Menggunakan Pujian dengan Efektif
Pujian mempunyai banyak tujaun dalam pengajaran diruang kelas tetapi
terutama digunakan untuk memperkuat perilaku yang tepat dan memberikan umpan
balik kepada siswa tentang apa yang mereka lakukan dengan benar. Secara
keseluruhan, sering menggunakan pujian adalah gagasan yang baik, khususnya
terhadap anak yang masih muda dan di ruang kelas yangv mempunyai banyak siswa
yang berpencapaian rendah (Brophy, 1998; Evans, 1996). Namun, yang lebih penting
daripada jumlah pujian yang diberikan ialah cara memberikannya. Pujian akan
berperan efektif sebagai sarana motivasi di ruang kelas sejauh hal itu bersyarat,
khusus, dan terpercaya (Sutherland, Wheby & Copeland, 2000).
Pujian bersayarat (contingent praise) bergantung pada kinerja siswa dalam
perilaku yang telah ditetapkan dengan baik.
Contoh : Guru yang memberi pujian kepada siswa yang mempunyai nilai di atas
90 saat ujian semester. Hal ini memang sudah menjadi kebiasaan dan menjadi
perjanjian sebelumnya antara guru dan murid, bahwa siswa yang mendapatkan
nilai semester di atas 90 akan mendapat hadiah serta pujian dari guru.
Kekhususan berarti bahwa guru memuji siswa karena perilaku khusus bukan
karena kebaikan umum.
Contoh : Guru yang memberikan pujian kepada siswa yang bisa mengerjakan
soal yang benar-benar sulit di depan kelas.
Pujian terpercaya, hal itu diberikan dengan tulus karena pekerjaan yang baik.
Brophy (1981) mencatat bahwa, ketika memuji siswa yang pencapaiannya
rendah atau mengganggu karena pekerjaannya yang baik, guru sering
memperlihatk kontradiksi antara kata-kata yang mereka dengan nada, sikap
tubuh, atau isyarat nonverbal lain.
Contoh : siswa yang biasanya gaduh dalam kelas, suatu saat tidak membuat
gaduh di dalam kelas. Guru dapat memanfaatkan momen ini untuk memberikan
pujian trepercaya kepada siswa, yakni Kamu membuat ibu guru terpukau hari
ini, karena sikapmu yang tidak seperti biasanya. Kemungkinan dengan sedikit
kata-kata ini, siswa merasa lebih dihargai dan diharapkan tidak akan mengulangi
perbuatannya.

7. Mengajari Siswa Memuji Diri Sendiri

Terdapat makin banyak bukti bahwa siswa dapat belajar memuji diri sendiri dan
bahwa hal ini meningkatkan keberhasilan akademis mereka.Misalnya, siswa dapat
belajar dalam pikiran dengan meberikan kepada diri sendiri tepukan dipunggung
ketika menyelesaikan suatu tugas atau berhenti pada selang waktu yang teratur untuk
memperhatikan beberapa banyak yang telah mereka kerjakan (Corno & Kanfer, 1993;
Ross, Rolheiser & Hogaboam Gray, 1998).Strategi ini adalah komponen utama
pembelajaran pengaturan diri (lihat Schunk & Zimmerman, 1997).
Contoh : Siswa yang berhasil dan memperoleh nilai yang sempurna dalam pelajaran
IPA, membuat piagam yang ditujukan pada diri sendiri, kemudian meminta tanda
tangan dari guru dan menempelkannya di dalam kamar. Hal ini dapat meningkatkan
motivasi siswa dengan cara mereka sendiri.
BAB III
SIMPULAN

1. Motivasi adalah suatu komponen paling penting dari pembelajaran dan satu komponen
yang paling sukar untuk diukur. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai
proses internal (dari dalam diri seseorang) yang mengaktifkan, membimbing, dan
mempertahankan perilaku dalam rentang waktu tertentu (Baron, 1992;Schunk, 1990).
Dalam bahasa sederhana, motivasi adalah apa yang membuat anda berbuat, membuat
anda tetap berbuat, dan menentukan kea rah mana yang hendak anda perbuat.
2. A. Motivasi dan teori pembelajaran perilaku
Konsep motivasi berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh
penguatan (reinforce-ment) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang
dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang
terkena hukuman.Untuk mendefinisikan motivasi berprestasi, menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi untuk belajar, dan mengajukan cara-cara yang dapat
digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar
B. Motivasi dan kebutuhan manusia
Sementara para ahli teori pemebelajaran perilaku (misalnya , Bandura, 1986; Skinner,
1953) berbicara perihal motivasi untuk mendapatkan penguatan dan menghindari
hukuman, para ahli teori motivasi yang lain (misalnya, Moslow. 1954) lebih menyukai
konsep motivasi untuk memenuhi kebutuhan.
C. Motivasi dan teori disonan kognitif
Kebutuhan untuk mempertahankan gambaran diri positif merupakan suatu motivator
yang kuat (Covington, 1984).
D. Motivasi dan teori kepribadian
Dalam pengertian ini, motivasi sering dipandang swbagai karakteristik kepribadian
yang relative stabil. Motivasi sebagai suatu karakteristik yang stabil merupakan
konsep yang agak berbeda dari motivasi untuk melakukan sesuatu yang spesifik
dalam situasi tertentu.
E. Motivasi dan teori atribusi
Seperti pada teori disonan kognitif, asumsi utama dari teori atribusi adalah bahwa
orang akan berupaya mempertahankan gambaran diri positif (Covington, 1984).
F. Motivasi dan teori harapan
Edwards (1954) dan kemudian Atkinson (1964) mengembangkan teori motivasi
berdasarkan pada rumus berikut ini :

Motivasi (M) = Peluang untuk berhasil yang dipersepsi (Ps) x Nilai insentif
keberhasilan (Is)

3. Motivasi berprestasi atau achievement motivation (McClelleand & Atkinson, 1948),
adalah kecenderungan berupaya sampai berhasil dan memilih kegiatan yang mengarah
pada tujuan dan mengarah pada keberhasilan/kegagalan.
4. Nilai insentif intrinsik (intrinsic incentive) mencukupi untuk memotivasi mereka belajar.
Contoh : Seorang siswa yang sangat menyukai kegiatan praktikum yang berhubungan
dengan anatomi hewan, maka dia akan senang hati melakukan praktikum tanpa diberikan
imbalan apapun dari guru. Insentif ekstrinsik (extrinsic incentive), yaitu imbalan yang
berada di luar kegiatan pembelajaran atau tidak terkait dengan pembelajaran. Imbalan
ekstrinsik dapat berupa dari pujian, nlai, penghargaan, hingga hadiah atau imbalan lain.
5. Mengungkapkan harapan yang jelas, memberikan umpan balik yang jelas, memberikan
umpan balik segera, memberikan umpan balik dengan sering, meningkatkan nilai dan
keterbatasan sarana motivasi ekstrinsik merupakan cara guru untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa.








DAFTAR PUSTAKA

Nur, Muhammad. 2008. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: Pusat Sains dan
Matematika Sekolah.
Slavin, Robert E. 2009. Educational Psychology : Theory and Practice,9
th
ed. New Jersey:
Pearson Education,Inc.
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kesembilan Jilid 1 : Teori
dan Praktik.. Jakarta : PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai