Proses penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Siwalan menempuh berbagai proses yang sudah ditentukan sebelumnya. Kegiatan penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan merupakan salah satu jenis perencanaan komprehensif. Jenis perencanaan ini merupakan salah satu perencanaan jangka panjang. Menurut Kent dalam Djunaedi (2012) bahwa perencanaan komprehensif adalah perencanaan secara menyeluruh yang analisisnya dilakukan dari semua aspek kehidupan perkotaan (kependudukan, perekonomian, sosial, fisik, dan sebagainya). Dalam proses perencanaan ini pula ada beberapa pihak yang terlibat atau ikut andil dalam penyusunan dokumen perencanaan seperti penguasa atau pemerintah, pakar perencana atau ahli perencanaan dan masyarakat atau pihak-pihak pemangku kepentingan. Dominansi peranan yang terlibat lebih besar pada pihak pakar perencana atau ahli perencanaan. Sebelum disusunnya perencanaan oleh para ahli, biasanya dilakukan sebuah pertemuan dengan masyarakat serta pihak pemangku kepentingan lainnya guna mengkonsultasikan perencanaan yang akan dilakukan sehingga implementasi perencanaan nantinya tidak akan menimbulkan dampak yang dapat merugikan semua pihak khususnya masyarakat. Proses perencanaan komprehensif ini dijalankan dengan sistematis, dalam artian terdapat langkah-langkah urut yang harus dilakukan sejak tahap awal hingga tahap akhir. Maka hasil yang didapatkanpun semakin terperinci dan jelas. Hasil atau keluaran dari perencanaan ini tentu saja mengandung konten tentang perencanaan fisik wilayah yang akan dituangkan dalam dokumen perencanaan yang berupa text dan map. Setelah proses penyusunan perencanaan selesai dan menghasilkan sebuah keluaran berupa dokumen, maka selanjutnya dilakukan langkah pengesahan oleh pihak legislatif, lalu dilakukan implementasi rencana (tindakan perencanaan). Perencanaan yang ada tidak hanya berhenti sampai tahap implementasi saja, namun juga terdapat tahapan pemantauan atau pengawasan, evaluasi serta pengendalian implementasi, semuanya terbentuk dalam sebuah siklus perencanaan yang selalu berjalan berulang dan tidak pernah terputus. Berdasarkan proses perencanaan yang dilakukan, pendekatan perencanaan yang diterapkan untuk proses penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan adalah pendekatan perencanaan top-down. Pendekatan perencanaan jenis ini memiliki dominansi peranan yang lebih besar pada pihak pemerintah serta para ahli. Dominansi peranan pihak pemerintah dan para ahli terlihat pada penentuan tujuan, masalah serta penyusunan konsep perencanaan. Menurut Suzetta (1997) pendekatan perencanaan top down adalah proses perencanaan yang dirancang oleh lembaga/ departemen/ daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang dan fungsinya. Dalam hal ini maka pihak pemerintah yang memiliki wewenang adalah pihak pemerintah Kabupaten Pekalongan (BAPPEDA) dan para ahli dalam hal ini adalah konsultan CV. ASCA AMOGHASIDA. Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan Tahun 2014 2034 berpedoman pada Permen PU No.20 Tahun 2011 tentang Pedoman RDTRK. Berikut ini alur penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan yang dibandingkan dengan Permen PU No.20 Tahun 2011 :
Gambar 1 Perbandingan Tahapan Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan Antara Pedoman RDTR dengan Praktik Lapangan (Sumber : Permen PU No.20 Tahun 2011 dan Analisis Penyusun, 2014)
Berdasarkan penjabaran gambar diatas, terdapat beberapa ketidaksesuaian dalam praktik penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan dengan Pedoman RDTR yang digunakan. Terlihat jelas bahwa pada tahapan pengumpulan data dalam praktik lapangan dilakukan hingga berulangkali. Hal ini tidak sesuai dengan Pedoman RDTR yang menetapkan proses pengumpulan data hanya sebanyak satu kali dan di awal. Pengumpulan data terjadi berulang kali, hal ini disebabkan adanya kekurangan beberapa data yang tidak bisa dikumpulkan dalam 1 waktu secara bersamaan, sehingga ahli perencanaan perlu mengumpulkan data hingga berulang kali, hal ini juga disebabkan proses disposisi berbagai instansi terkait yang tidak langsung dan perlu waktu hingga beberapa hari. Namun ada juga beberapa instansi yang memiliki proses disposisi yang cepat dan bisa dimintai data saat itu juga. Sehingga dengan kekurangan data yang ada, maka para ahli perencanaan perlu melakukan beberapa kali pengumpulan data agar kevalidan data serta analisis data juga dapat dilakukan secara baik, benar dan terperinci. Hal ini lah yang memakan waktu lebih lama. Sehingga efisiensi pengerjaan penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan berkurang. Untuk berbagai tahapan lainnya, sudah dianggap sesuai dan sinkron antara pedoman RDTR yang ada dengan praktik di lapangan.
B. Tinjauan Stakeholder Terkait Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan melibatkan banyak pihak baik dari pihak pemerintahan juga pihak ahli dari berbagai bidang yang mana ikut berperan dalam memutuskan berbagai konsepsi perencanaan di berbagai sektor. Terkait dengan jenis perencanaan yang diterapkan yaitu jenis perencanaan komprehensif maka sudah sepatutnya proses penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan melibatkan banyak pihak. Rencana komprehensif di Indonesia disebut sebagai rencana umum tata ruang kota (Djunaedi, 2002). Dalam pedoman RDTR pada Permen PU No.20 Tahun 2011 telah dijelaskan pula pihak- pihak atau stakeholder terkait yang diperlukan dalam proses penyusunan RDTR. Pihak- Pedoman RDTR Persiapan Pengumpulan Data Pengolahan data dan analisis Perumusan Konsepsi RDTR Penyusunan Naskah Akademis dan Raperda RDTR Praktik Persiapan Pengumpulan Data Pengolahan data dan analisis Pengumpulan Data Penyusunan Naskah Akademis dan Raperda RDTR Pengumpulan Data Perumusan Konsepsi RDTR pihak yang terlibat seperti pemerintah, tim ahli dari berbagai sektor atau bidang keahlian, dan masyarakat. Hal ini telah disesuaikan dengan berbagai konten atau substansi yang menjadi objek dari perencanaan yang akan dibuat baik dari segi fisik (terkait ruang wilayah atau kawasan) serta segi non fisik (ekonomi, sosial, dll). Pada pedoman RDTR yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RDTR juga disebutkan porsi, posisi serta pada tahapan mana saja pihak yang dibutuhkan untuk terlibat. Berikut adalah adalah pembagian peran stakeholder sesuai dengan ketentuan :
Tabel 1 Keterkaitan Pihak-Pihak dalam Penyusunan RDTR P i h a k
T e r l i b a t
Persiapan Pengumpulan Data Pengolahan Data dan Analisis Perumusan Konsepsi RDTR Penyusunan Naskah Akademis dan Raperda RDTR Pemerintah kabupaten / kota dan pemangku kepentingan lainnya Tenaga Ahli yang terlibat (minimal): 1. Team leader/ Ahli perencanaa n kota dan ahli ekonomi wilayah 2. Arsitek 3. Perancang kota Pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya Tenaga Ahli yang terlibat (minimal): 1. Team leader/ Ahli perencanaan kota dan ahli ekonomi wilayah 2. Arsitek 3. Perancang kota 4. Ahli ekonomi wilayah 5. Ahli kependudukan 6. Ahli prasarana 7. Ahli kelembagaan 8. Ahli geologi tata lingkungan 9. Ahli sistem informasi geografis 10. Ahli hidrologi 11. Ahli lingkungan 12. Ahli Energi 13. Ahli Telekomunikasi 14. Ahli Pertanian (untuk RDTR Kawasan Perdesaan) Pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya Tenaga Ahli yang terlibat (minimal): 1. Team leader/ Ahli perencanaan kota dan ahli ekonomi wilayah 2. Arsitek 3. Perancang kota 4. Ahli ekonomi wilayah 5. Ahli kependudukan 6. Ahli prasarana 7. Ahli kelembagaan 8. Ahli geologi tata lingkungan 9. Ahli sistem informasi geografis 10. Ahli hidrologi 11. Ahli lingkungan 12. Ahli Energi 13. Ahli Telekomunikasi 14. Ahli Pertanian (untuk RDTR Kawasan Perdesaan)
Pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya Tenaga Ahli yang terlibat (minimal): 1. Team leader/ Ahli perencanaan kota dan ahli ekonomi wilayah 2. Arsitek 3. Perancang kota 4. Ahli ekonomi wilayah 5. Ahli kependudukan 6. Ahli prasarana 7. Ahli kelembagaan 8. Ahli geologi tata lingkungan 9. Ahli sistem informasi geografis 10. Ahli hidrologi 11. Ahli lingkungan 12. Ahli Energi 13. Ahli Telekomunikasi 14. Ahli Pertanian (untuk RDTR Kawasan Perdesaan)
Pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya Tenaga Ahli yang terlibat (minimal): 1. Team leader/ Ahli perencanaan kota dan ahli ekonomi wilayah 2. Arsitek 3. Perancang kota 4. Ahli hukum tata ruang 5. Ahli kelembagaan
Sumber : Peraturan Menteri PU No. 20 Tahun 2011.
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bagaimana terperincinya kebutuhan stakeholder yang terlibat untuk berbagai bidang yang menjadi substansi atau objek perencanaan dalam penyusunan RDTR, khususnya untuk RDTR Kecamatan Siwalan. Namun dalam praktik lapangan yang ada, terdapat perbedaan yang cukup jelas baik dari porsi pekerjaan untuk masing-masing stakeholder serta tim ahli yang terlibat dalam penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan. RDTR Kecamatan Siwalan merupakan sebuah proyek perencanaan yang awalnya diadakan oleh pihak pemerintah dalam hal ini adalah BAPPEDA Kabupaten Pekalongan. Sehingga pihak pemerintah jelas memiliki wewenang paling tinggi dalam penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan. Namun untuk porsi keterlibatan dalam proses penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan justru pihak ahli perencana (konsultan) yang memiliki peranan lebih besar, pihak pemerintah hanya menerima hasil dari pekerjaan konsultan dalam suatu waktu atau pertemuan (ekspose laporan). Pihak pemerintah hanya menerima dan memberikan pendapat serta perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan oleh para konsultan untuk dokumen perencanaan yang sedang disusun. Hal tersebut bertentangan dengan pasal Peraturan Menteri PU No 20 Thn 2011 yang berbunyi Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan RDTR dan peraturan zonasi kabupaten/kota oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan dalam penataan ruang. Kapasitas para ahli perencanaan / konsultan sebenarnya adalah sebagai fasilitator atau pendukung. Ketidaksesuaian lainnya yang terlihat adalah dari keterlibatan para ahli diberbagai bidang di praktik yang tidak sesuai dengan standar pedoman RDTR yang ada. Jika didalam pedoman disebutkan berbagai macam ahli yang dibutuhkan, namun pada kenyataannya, para ahli yang terlibat dalam proses penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan hanya beberapa saja, seperti ahli Perencanaan Wilayah dan Kota, Ahli Arsitek, Ahli Ekonomi Wilayah dan Ahli SIG. Sehingga dalam praktik yang ada, untuk beberapa bidang yang tak ada ahlinya maka perencana yang terlibat juga ikut mengerjakan berbagai sektor diluar keahlian mereka, dan hanya mengandalkan standar umum yang ada untuk menentukan bentuk perencanaan yang seharusnya diterapkan dan dituangkan dalam dokumen perencanaan. Hal inipun juga mempengaruhi kualitas pengerjaan dalam penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan. Dalam keterlibatan masyarakat, pemahaman masyarakat mengenai adanya penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan juga masih sangat kurang. Untuk beberapa pertemuan yang dilakukan oleh pihak konsultan yaitu kegiatan public hearing, masyarakat yang terlibat tidaklah banyak. Akibatnya penjaringan aspirasi masyarakat juga menjadi tidak maksimal. Pengetahuan masyarakat mengenai RDTR umumnya juga kurang sekali, sehingga hal ini mempengaruhi terhadap penyampaian permasalahan yang masyarakat rasakan yang hanya bersifat teknis bukan terkait dengan pemanfaatan ruang sehingga sebelum dilakukannya sesi public hearing sebenarnya perlu dilakukan terlebih dahulu sesi pengenalan mengenai apa itu RDTR dan apa yang perlu dibahas dalam proses public hearing, serta peranan penting masyarakat dalam keterlibatan penyusunan RDTR. Dalam tinjauan kritis ini, perlu juga diamati bagaimana sebenarnya kinerja masing- masing pihak stakeholder, maka dalam tinjauan stakeholder ini, penulis menjabarkan beberapa temuan terkait dengan kinerja masing-masing stakeholder, sebagai berikut : Tabel 2 Kinerja Pihak-Pihak dalam Penyusunan RDTR Pemerintah Tim Ahli Perencanaan / Konsultan a. Pemerintah tidak bekerja sesuai dengan prosedur (Pedoman RDTR) b. Koordinasi yang terbangun baik vertikal dan horizontal buruk, sehingga proses penyusunan RDTR terganggu (perumusan tujuan, masalah, data yang dibutuhkan) c. Pemerintah belum mampu menentukan pihak yang tepat untuk bekerjasama dalam penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan d. Pemerintah harusnya menyamakan visi dan misi serta pandangan dengan pihak lainnya agar perencanaan yang disusun memang merupakan keputusan bersama dan tidak merugikan pihak tertentu a. Kurangnya tenaga ahli diberbagai bidang perencaan yang dilibatkan b. Kurangnya koordinasi dengan pemerintah serta instansi terkait dalam hal metode serta teknik pengumpulan data sehingga proses pengumpulan data berlangsung beberapa kali c. Tim ahli kurang memperhatikan standar minimal tim ahli yang dibutuhkan dalam Pedoman RDTR yang ada d. Manajemen waktu yang masih kurang sehingga mempengaruhi kualitas pekerjaan e. Kerjasama Tim kurang terlihat, dalam praktik yang ada, masing-masing pekerjaan dikerjakan individu dan agenda diskusi tidak Pemerintah Tim Ahli Perencanaan / Konsultan terlalu sering dilakukan f. Diskusi dan koordinasi antara tim ahli dengan stakeholder masih kurang baik, sehingga dalam penentuan permasalahan masih kurang sesuai dengan kondisi eksistingnya. Hal itu terbukti pada paparan laporan pendahuluan yang dihadiri oleh stakeholder terkait. Sumber : Analisis Penyusun, 2014. C. Tinjauan Waktu Pelaksanaan Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan juga memiliki pertimbangan dari segi waktu. Waktu atau timeline dibutuhkan untuk membantu perencana dalam memanajemen kegiatan penyusunan RDTR agar dapat diselesaikan tepat waktu. Dalam proses penyusunan RDTR didalamnya terdapat beberapa tahapan yang masing-masing memiliki perkiraan jangka waktu pengerjaannya masing-masing yang disesuaikan dengan total waktu pengerjaan. Dalam hal penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan waktu yang diberikan atau yang tertera dala KAK (Kerangka Acuan Kerja) adalah selama 180 (seratus delapan puluh) hari kerja atau selama 6 (enam) bulan. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan pedoman RDTR yang ada dalam Permen PU No.20 Tahun 2011. Dalam pedoman, jangka waktu yang dibutuhkan sebenarnya selama 1 (satu) tahun atau 10-13 bulan. Sehingga hal ini mempengaruhi kinerja serta efisiensi pekerjaan konsultan. Kualitas pekerjaan juga ikut terpengaruh. Berikut adalah standar waktu pengerjaan penyusunan RDTR sesuai dengan Pedoman RDTR yang ada :
Tabel 3. Jangka Waktu Penyusunan RDTR Menurut Peraturan Menteri PU Proses Penyusunan RDTR Uraian Kegiatan Persiapan (termasuk rivew RDTR sebelmnya) Pengumpulan data Pengolahan & Analisis Data Perumusan konsep RDTR Naskah Akademik Naskah Raperda Konsep Pengembangan Naskah Teknis Perkiraan waktu yang dibutuhkan 1 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan 2-3 bulan 2 bulan 1 bulan 10-13 bulan catatan : Proses penyusunan peraturan zonasi sebagai bagian dari RDTR dilakukan secara pararel dengan penyusunan RDTR. Oleh karena itu tahap pra persiapan dan persiapan penyusunan peraturan zonasi sama dengan proses serupa dalam penyusunan RDTR. Sumber : Peraturan Menteri PU No. 20 Tahun 2011.
Jika dilihat pedoman diatas, telah terdapat perbedaan dengan KAK yang telah diberikan oleh pemerintah kepada tim konsultan. Waktu penyusunan yang diberikan hanya sekitar 6 (enam) bulan. Namun, jika dilihat tim konsultan masih mampu menyelesaikannya tepat waktu walau waktu pengerjaan di setiap tahapannya ada yang tidak sesuai dengan pedoman yang ada. Hal ini sebenarnya tidak baik bagi produk perencanaan yang akan dihasilkan nantinya, dikhawatirkan ketelitian dan keakuratan dalam penyusunan laporan ikut terpengaruh sehingga disiasati dengan cara dilakukan pengecekan sebanyak beberapa kali untuk mengecek kesinkronan antara laporan pendahuluan, laporan antara serta laporan akhir. Untuk selanjutnya, sebaiknya waktu pengerjaan mengikuti saja standar yang ada, hal ini akan memudahkan perencana dalam menyusun dokumen perencanaan serta kualitas yang dihasilkan dapat maksimal.
D. Hambatan Proses Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan tentu saja tidak lepas dari berbagai hambatan yang menyertai. Hambatan yang muncul bisa berasal dari mana saja, baik dari stakeholder yang terlibat, wilayah perencanaan, dsb. Maka tinjauan kritis ini akan menjabarkan beberapa hambatan-hambatan yang ditemukan oleh penulis selama menjalani masa kerja praktik di CV. ASCA AMOGHASIDA, sebagai berikut :
Tabel 4. Hambatan yang Ditemukan dalam Penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan Kegiatan Hambatan Pemerintah Konsultan Masyarakat Persiapan - - - Pengumpulan Data Koordinasi pemerintah (BAPPEDA) dengan instansi yang lain kurang sehingga menyulitkan dalam pengumpulan data oleh tim konsultan
1. Disposisi Instansi yang lama. 2. Kelengkapan data yang kadang masih ada yang kurang sehingga perlu dilakukan pengambilan data ke instansi lebih dari satu kali. 3. Tahun terbaru data yang kadang masih tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga perlu mengunjungi instansi lain yang mungkin memiliki data dengan tahun terbaru yang dibutuhkan Pada tahap public hearing, tim konsultan juga mengumpulkan data dari masyarakat berupa pernyataan berbagai permasalahan yang ada di Kecamatan Siwalan, tetapi masyarakat kurang memahami pengetahuan tentang perencanaan tata ruang sehingga aspirasi masyarakat kurang terjaring. Padahal penyampaian dari masyarakat dapat dijadikan sebagai pertimbangan oleh perencana dalam menyusun perencaan yang tepat. Pengolahan Data dan Analisis Data Pemerintah sama sekali tidak ikut serta dalam pengolahan data serta analisis data yang dilakukan, semua dilimpahkan kepada tim konsultan sehingga waktu pengerjaan lebih lama 1. Kelengkapan data yang masih kurang, mempengaruhi pengolahan data yang tidak bisa selesai saat itu juga 2. Pengolahan data dan analisis data hanya dikerjakan beberapa orang saja dan invidual sehingga proses pengerjaan memakan waktu lebih lama. 3. Kurangnya ahli di berbagai bidang yang seharusnya ada mempengaruhi lama pengerjaan. - Perumusan Konsepsi RDTR Kadang terjadi perselisihan dalam menentukan keputusan perencanaan yang disebabkan karena bedanya kepentingan antara pihak pemerintah dengan konsultan. Pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dengan tim konsultan, sehingga perlu dilakukan adanya keselarasan pemahaman dan mencari win win solution sehingga keinginan semua pihak dapat tercapai dan tidak merugikan pihak lainnya terutama - Kegiatan Hambatan Pemerintah Konsultan Masyarakat masyarakat. Sumber : Analisis Penyusun, 2014.
Menurut penulis, hambatan yang ditemukan lebih banyak pada teknis dalam proses penyusunan RDTR Kecamatan Siwalan. Sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan dari sistem atau manajemen kerjasama untuk kedepannya. Secara substansi tidak ada hambatan yang berarti. Hambatan yang ditemukan ditentukan berdasarkan tahapan penyusunan dari masing-masing stakeholder. Sehingga hambatan yang ditemukan dapat diselesaikan dengan jelas dan tentu saja memperkecil kesalahan di masa datang dari berbagai bagian.