Anda di halaman 1dari 36

Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Farmakoterapi dan Terminologi Medik







Disusun Oleh :
Balgeis 1061311011
Candida C P 1061311012
Endah N 10613110
Hesti K 1061311039
Lathifah F M 1061311052
Milam C 1061311067
Okty Dian P S 10613110
Tulus P 10613110

PROGRAM STUDI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2014

Human Immunodeficiency Virus (HIV)

PENDAHULUAN
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh
HumanImmunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh
terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. Virus tersebut
merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau
hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. HIV
merupakan retrovirus dan tergolong ke dalam famili lentivirus.Infeksi dari famili
lentivirus ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang
lama, replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat
(SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu dikelilingi oleh membran
lipid, mempunyai kemampuan variasi genetikyang tinggi, mempunyai cara yang
unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis vertebrata.Proses
replikasi virus dengan menggunakan DNA (Deoxyribonucleic acid) dari CD4
(Cluster of differentiation four) dan limfosit dalam prosesnya virus tersebut
menghancurkan CD4 dan limfosit. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel darah putih sebagai reseptor pada limfosit T4 yang
menjadi target sel utama HIV.
Infeksi HIV didefinisikan sebagai individu dengan infeksi HIV sesuai
dengan fase klinik (termasuk fase klinik 4 yang dikenal dengan AIDS). Kecepatan
perkembangan penyakit bervariasi antar individu, berkisar antara 6 bulan hingga
lebih 20 tahun.Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi AIDS adalah
sekitar 10 tahun bila tanpa terapi antiretroviral.Dalam 5 tahun sekitar 30% ODHA
dewasa berkembang menjadi AIDS kecuali bila diobati dengan ARV.Sampai
sekarang belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AIDS, namun dengan
tersedianya obat antiretroviral bermanfaat untuk mengurangi penderitaan,
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang lama hidup dari ODHA.

PATOFISIOLOGI
Etiologi
Cara Penularan yaitu:
1. Hubungan seksual, dengan resiko penularan 0,1-1% tiap hubungan
seksual.
2. Melalui darah, yaitu:
a. Tranfusi darah yang mengandung HIV, resiko penularan 90-98%.
b. Tertusuk jarum yang mengandung HIV, resiko penularan 0,03%.
c. Terpapar mukosa yang mengandung HIV, resiko penularan
0,0051%.
3. Tranmisi dari ibu ke anak
a. Selama kehamilan.
b. Saat persalinan, resiko penularan 50%.
c. Melalui ASI 14%.
Infeksi HIV terjadi lewat 3 cara utama, yaitu seksual, parenteral dan
perintal. Hubungan seks, baik anal maupun vaginal, adalah modus yang paling
umum. Kemungkinan penularan hubungan seks lewat anal 0,1-3% /kontak dan
0,1-0,2% /kontak seks vaginal. Pada umumnya resiko meningkat dengan tingkat
keparahan partner seks. Individu yang beresiko tinggi pada hubungan
heteroseksual adalah seorang dengan penyakit menular seks, banyak partner seks,
partner seks pengguna obat parenteral.
Pengguna jarum atau peralatan suntikan lainnya yang terkontaminasi
adalah penyebab utama tranmisi parenteral dan akhir-akhir ini jumlahnya
seperempat dari kasus AIDS yang dilaporkan di Amerika.
Petugas kesehatan mempunyai resiko yang kecil tertular HIV akibat
pekerjaannya, sebagian besar penularan karena luka akibat jarum suntik.
Infeksi perinatal, penyebab utama pada infeksi HIV pada anak. Resiko
penularan ibu-anak sekitar 25% terjadi pada kasus tidak menyusui.
Pemberian ASI juga dapat menularkan HIV.
Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel
hostnya. Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke
organ tubuh yang lain melalui 7 tahapan, yaitu:
1) Sel - sel target mengenali dan mengikat HIV
- HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target
- gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi
- RNA virus masuk kedalam sitoplasma
- Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-
reseptor
2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan
enzimreverse transcriptase
3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target
4)Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim
integrase
5) Ekspresi gen-gen virus
6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan
bantuanenzim protease
7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion
Perjalanan infeksi HIV ditandai dalam tiga tahap: penyakit primer akut, penyakit
kronis asimtomatis dan penyakit kronis simtomatis.
1. Infeksi Primer (sindrom retroviral akut)
Setelah terjadi infeksi HIV mula-mula bereplikasi dalam kelenjar limfe regional.
Haltersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di
dalamplasma, biasanya lebih dari 1 juta copy/l. Tahap ini disertai dengan
penyebaran HIVke organ limfoid, saluran cerna dan saluran genital. Setelah
mencapai puncak viremia,jumlah virus atau viral load menurun bersamaan
dengan berkembangnya responimunitas seluler. Puncak viral load dan
perkembangan respon imunitas selulerberhubungan dengan kondisi penyakit yang
simptomatik pada 60 hingga 90% pasien.Penyakit ini muncul dalam kurun waktu
3 bulan setelah infeksi. Penyakit inimenyerupai glandular fever like illness
dengan ruam, demam, nyeri kepala, malaisedan limfadenopati luas. Sementara itu
tingginya puncak viral load selama infeksiprimer tidak menggambarkan
perkembangan penyakit tapi terkait dengan beratnyakeluhan yang menandakan
prognosis yang jelek. Fase ini mereda secara spontandalam 14 hari.
2. Infeksi HIV Asimptomatis/ dini
Dengan menurunnya penyakit primer, pada kebanyakan pasien diikuti dengan
masaasimtomatis yang lama, namun selama masa tersebut replikasi HIV terus
berlanjut,dan terjadi kerusakan sistem imun. Beberapa pasien mengalami
limfadenopatigeneralisata persisten sejak terjadinya serokonversi (perubahan tes
antibodi HIV yangsemula negatif menjadi positif) perubahan akut (dikenal dengan
limfadenopati pada dua lokasi non-contiguous dengan sering melibatkan
rangkaian kelenjar ketiak, servikal, dan inguinal). Komplikasi kelainan kulit dapat
terjadi seperti dermatitisseboroik terutama pada garis rambut atau lipatan
nasolabial, dan munculnya ataumemburuknya psoriasis. Kondisi yang
berhubungan dengan aktivasi imunitas, seperti purpura trombositopeni idiopatik,
polimiositis, sindrom Guillain-Barre dan Bells palsy dapat juga muncul pada
stadium ini.
3. Infeksi Simptomatik/ antara
Komplikasi kelainan kulit, selaput lendir mulut dan gejala konstitusional lebih
seringterjadi pada tahap ini. Meskipun dalam perjalanannya jarang berat atau
serius,komplikasi ini dapat menyulitkan pasien.Penyakit kulit seperti herpes
zoster, folikulitis bakterial, folikulitis eosinofilik, moluskumkontagiosum,
dermatitis seboroik, psoriasis dan ruam yang tidak diketahui sebabnya,sering dan
mungkin resisten terhadap pengobatan standar. Kutil sering muncul baikpada kulit
maupun pada daerah anogenital dan mungkin resisten terhadap terapi.Sariawan
sering juga muncul pada stadium ini. Seperti juga halnya kandidiasis oral,oral
hairy leukoplakia, dan eritema ginggivalis (gusi) linier. Gingivitis ulesartif
nekrotikakut, merupakan komplikasi oral yang sulit diobati.Gejala konstitusional
yang mungkin berkembang seperti demam, berkurangnya beratbadan, kelelahan,
nyeri otot, nyeri sendi dan nyeri kepala. Diare berulang dapat terjadidan dapat
menjadi masalah. Sinusitis bakterial merupakan manifestasi yang seringterjadi.
Nefropati (kelainan ginjal) HIV dapat juga terjadi pada stadium ini.
4. Stadium Lanjut
Penyakit stadium lanjut ditandai oleh suatu penyakit yang berhubungan dengan
penurunan imunitas yang serius. Keadaan tersebut disebut sebagai infeksi
oportunistik.
Jika dilihat dari gejala yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS
adalah sebagai berikut (WHO):
Klasifikasi berkaitan manifestasi klinik Fase klinik
Tanpa gejala 1
Ringan 2
Lanjut 3
Parah 4
Fase Klinik HIV:
1. Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/ pembuluh limfe) menetap
dan menyeluruh.
2. Fase klinik 2
Penurunan berat badan (<10%) tanpa sebab.Infeksi saluran pernapasan
atas (sinusitis, tonsillitis.pharyngithis)berulang.
3. Fase klinik 3
Penurunan berat badan (>10%) tanpa sebab.Diare kronik tanpa sebab
sampai >1 bulan.Demam dan kandidiasis menetap.
4. Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumonia bakteri
berulang, dan lain-lain.
Fase klinik berguna untuk menilai kondisi awal (diagnosa pertama infeksi
HIV)atau tahap lanjut, untuk memonitoring terapi, untuk menetapkan dimulainya
terapi anti retroviral (ARV) dan intervensi lain pada terapi HIV.

Patogenesis
Setelah HIV masuk tubuh virus menuju ke kelenjar limfe dan berada
dalam sel dendritik selama beberapa hari.Kemudian terjadi sindrom retroviralakut
semacam flu (serupa infeksi mononukleosis) disertai viremia hebat dengan
keterlibatan berbagai kelenjar limfe.Padatubuh timbul respon imun
humoralmaupun selular. Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu.
Kadar virus yang tinggi dalalm darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh.
Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara
pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respon imun. Titik
keseimbangan disebut set point dan amat penting karena menentukan perjalanan
penyakit selanjutnya. Bila nilai set pointtinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS
akan berlangsung cepat.
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan
setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien
akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap
jumlah CD4 (jumlah normal 800-1000) yang terjadi setelah replikasi persisten
HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit
T4 yang menjadi target sel utama HIV. Mula-mula penurunan jumlah CD4 sekitar
30-60/tahun, tapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi cepat 50-
100/tahun.Oleh karena itu, tanpa adanya pengobatan, rata-rata masa dari infeksi
HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD akan mencapai di
bawah 200.
Kriteria menurut Centersfor Disease Control (CDC) Amerika Serikat
tahun 1993 untuk keadaan yang berhubungan dengan HIV:
Kandidosis bronkus, trakea, paru
Kandidosis esophagus
Kanker serviks invasif
Infeksi sitomegalovirus (kecuali di hati, limpa atau kelenjar getah
bening)
Ensefalopati
Limfoma primer pada otak
Limfoma imunoblastik
Herpes simplek, ulkus kronik (>1 bulan) atau bronchitis, pneumonia
atau esophagitis

Definisi Kasus AIDS untuk Surveilans
Seorang dewasa dianggap menderita AIDS bila menunjukan tes HIV
positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dan sekurang-kurangnya
didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dengan 1 gejala minor dan gejala-gejala
ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan
infeksi HIV, atau ditemukan sarcoma Kaposi atau pneumonia yang mengancam
jiwa yang berulang.

Gejala Mayor
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi.
Demensia/ ensefalopati HIV.

Gejala Minor
Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
Dermatitis generalisata yang gatal.
Herpes zoster berulang.
Kandidosis orofaring.
Herpes simpleks kronis progesif.
Limfadenopati generalisata.
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Diagnosa
Diagnosis infeksi HIV biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu
dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik.Pemeriksaan adanya antibodi
spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked Sorbent Assay
(ELISA) dan Western Blot.
Langkah-langkah Diagnosa
1. Lakukan anamnesis gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku beresiko yang memungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit dan
funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen. Bila hasil pemeriksaan antibodi
positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD4, protein purified
derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,
serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.Sedangkan pada pemeriksaan
follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang
tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6
bulan, dan bila <200 diberikan profilaksis pneumonia Pneumocystis
carinii. Pemberian profilaksis INH tidak tergantung pada jumlah CD4.
Terdapat dua cara pengujian yang tersedia dalam memonitor perkembangan
HIV/AIDS:
1. Jumlah CD4
Kecepatan penurunan CD4 (baik jumlah absolut maupun persentase CD4)
telahterbukti dapat dipakai sebagai petunjuk perkembangan penyakit AIDS.
Jumlah CD4menurun secara bertahap selama perjalanan penyakit. Kecepatan
penurunannya dariwaktu ke waktu rata-rata 100 sel/tahun. Jumlah CD4 lebih
menggambarkanprogresifitas AIDS dibandingkan dengan tingkat viral load,
meskipun nilai prediktif dariviral load akan meningkat seiring dengan lama
infeksi.
2. Viral Load Plasma
Kecepatan peningkatan Viral load (bukan jumlah absolut virus) dapat dipakai
untukmemperkirakan perkembangan infeksi HIV. Viral load meningkat secara
bertahap dariwaktu ke waktu. Pada 3 tahun pertama setelah terjadi
serokonversi, viral load berubahseolah hanya pada pasien yang berkembang ke
arah AIDS pada masa tersebut.Setelah masa tersebut, perubahan viral load
dapat dideteksi, baik akselerasinyamaupun jumlah absolutnya, baru keduanya
dapat dipakai sebagai petanda progresivitas penyakit .

Bagan Alur Pemeriksaan Laboratorium Infeksi HIV Dewasa


Gejala dan Tanda Klinis yang Patut Diduga Infeksi HIV

Siklus Replikasi HIV
Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan
sel hostnya. Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar
ke organ tubuh yang lain melalui 7 tahapan, yaitu :
1. Sel-sel target mengenali dan mengikat HIV.
HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target
gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi
RNA virus masuk ke dalam sitoplasma
Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-
reseptor
2. RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan
enzim reserve transcriptase.
3. Penetrasi HIV DNA ke dalam membrane inti sel target.
4. Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim
integrase.
5. Ekspresi gen-gen virus.
6. Pembentukan partikel-partikel virus pada membrane plasma dengan
bantuanenzim protease.
7. Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion.

TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI
Tujuan Terapi HIV
Terapi ARV yang ada pada saat ini belum mampu menghilangkan HIV
karena lamanya waktu paro dari sel CD4 yang terinfeksi. Berdasarkan ARV yang
ada pada saat ini, tujuan dari terapi ARV adalah
1. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat.
2. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi imunologis
(stabilisasi/peningkatan selCD4).
3. Menurunkan komplikasi akibat HIV.
4. Memperbaiki kualitas hidup ODHA.
5. Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus.
6. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan
HIV.

Sasaran Terapi HIV
1. Sasaran terapi adalah mencapai efek penekenan maksimum replikasi
HIV.Mekanismenya adalah dengan cara menurunkan jumlah viral load
dalam darah. Respon terapi yang lama dapat disebabkan peningkatan
jumlah viral load dalam darah.
2. Sasaran sekunder adalah peningkatan limfosit CD4 dan perbaikan kualitas
hidup.
3. Sasaran akhir adalah penurunan mortalitas dan morbiditas.

Strategi Terapi HIV
1. Pengukuran peridik, teratur tingkat RNA HIV di plasma dan dihitung CD4
untuk menentukan kemajuan terapi dan untuk mengawali atau
memodifikasi regimen terapi.
2. Penentuan terapi harus secara individual berdasarkan CD4 dan beban
virus.
3. Penggunaan kombinasi ARV poten untuk menekan replikasi HIV sampai
dibawah tingkat sensitivitas penetapan virus HIV membatasi kemampuan
memilih varian HIV yang resisten terhadap ARV, yaitu faktor utama yang
membatasi kemampuan ARV menghambat replikasi virus dan
menghambat perbaikan.
4. Setiap ARV digunakan dalam kombinasi harus selalu digunakan sesuai
dengan regimen dosis.
5. Setiap orang yang terinfeksi HIV, bahkan dengan beban virus dibawah
batas yang dapat terdeteksi, harus dipertimbangkan dapat menularkan dan
harus diberi konsultasi untuk menghindari perilaku seks dan penggunaan
obat yang berkaitan dengan penularan HIV dan infeksi patogen lain.

PENATALAKSANAAN TERAPI HIV
Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS meliputi penatalaksanaan fisik,
psikologis, dan sosial.Penatalaksanaan medikterdiriatas :
1. Pengobatan suportif
Nutrisi dan vitamin yang cukup.
Bekerja.
Pandangan hidup yang positif.
Hobi.
Dukungan psikologi.
Dukungan sosial.
2. Pencegahan serta pengobatan infeksi oportunistik dan kanker
3. Pengobatan antiretroviral
Ada empat metode utama dalam melawan HIV, yaitu menghambat
replikasi virus, virusida untuk mencegah infeksi HIV, vaksinasi untuk
merangsang kekebalan tubuh, dan pemulihan sistem kekebalan tubuh dengan
imunomodulator(Dipiro,Joseph T. 2008: 2071).
Penggolongan obat antiretroviral (Greene,R. J. and Harris,N. D. 2008:
558):
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
Aktivitas NRTI melalui penghambatan kompetitif dari HIV-1
reverse transkriptase dan dapatmenyebabkan terminasi pertumbuhan rantai
DNA virus. Obat golongan ini membutuhkan aktivasi intrasitoplasma
sebagai akibat dari fosforilasi enzim seluler ke bentuk
trifosfat.Kebanyakan memiliki aktivitas terhadap HIV-2 serta HIV-1.
Penggunaan NRTI menyebabkan asidemia laktat dan hepatomegali
disertai dengan steatosis, baik digunakan sendiri atau kombinasi dengan
obat antiretroviral lain.
Contoh obat NRTI:
a. Abacavir (ABC)
Abacavir merupakan analog guanosin. Abacavir diabsorbsi secara
baik pada pemberian oral (83%) dan tidak dipengaruhi
makanan.Dosis abacavir dinaikkan secara perlahan karena
mempunyai resisitensi yang tinggi(Katzung, B. G. 1137).
b. Didanosine (ddI)
Didanosine merupakan analog deoksidenosine.Pada pH asam
terjadi hidrolisis pada ikatan glikosida pada didanosine yang
menyebabkan inaktivasi kerja didanosine. Waktu paruh 0,6-1,5 jam
dan dieliminasi melalui ginjal. Didanosine sebaiknya diberikan saat
perut kosong(Katzung, B. G.1135).
c. Lamivudine (3TC)
Lamivudine adalah analog sitosin dengan aktivitas in vitro yang
sinergis dengan berbagai analog NRTI, termasuk zidovudine dan
stavudine. Availabilitas oral mencapai 80% dan tidak dipengaruhi
oleh makanan. Kadar serum maksimum setelah pemberian dosis
standar mencapai 1,5 0,5 g/mL dan diikat protein tidak kurang
dari 36%. Waktu paruh eliminasi sekitar 2,5 jam dan sebagian
besar diekskresikan lewat urine. Lamivudine baik digunakan dalam
terapi kombinasi karena memperkuat kerja antivirusnya dan
mencegah resistensi. Efek samping yang timbul berupa sakit
kepala, insomnia, kelelahan, dan gangguan gastrointestinal. AUC
lamivudine memeningkat saat diberikan bersama trimetoprim-
sulfametoksazol(Katzung, B. G. 1136).Dosis biasa lamivudine
untuk pengobatan infeksi HIV pada orang dewasa berusia 16 tahun
atau lebih adalah 150 mg dua kali sehari atau 300 mg sekali sehari.
Beberapa dokter menyarankan bahwa remaja 16 tahun dan lebih
tua berat 50 kg atau lebih menerima dosis lazim dewasa, tetapi
orang dengan berat kurang dari 50 kg harus menerima dosis 4 mg /
kg (sampai 150 mg) dua kali sehari(AHFS Drug Information
2008).
d. Stavudine (d4T)
Stavudine memiliki bioavailabilitas 86% dan tidak tergantung oleh
makanan. Waktu paruh 1,22 jam dan diekskresi melalui ginjal.
Pembatasan dosis stavudine terkait dengan menculnya neuropati
perifer.Zidovudine tidak diberikan bersama dengan stavudin karena
mengurangi fosforilasi stavudine(Katzung, B. G.1137).
e. Tenofovir disoproxil
Tenofovir disoproxilfumarate adalah prodrug yang dalam tubuh
diubah menjadi tenofovir.Tenofovir merupakan analog adenosin
yang menghambat HIV reverse transcriptase. Konsentrasi puncak
dalam plasma dicapai setelah 1 jam pemberian. Tenofovir
digunakan sebagai kombinasi dengan ARV lain. Efek samping
yang sering dikeluhkan berupa gangguan gastrointestinal seperti
mual, muntah, diare, dan kembung(Katzung, B. G.1138).
f. Zalcitabine (ddC)
Zalcitabine merupakan analog sitosin dengan aktivitas in vitro
yang sinergis dengan berbagai analog NRTI, termasuk zidovudine.
Zalcitabine memiliki waktu paruh yang cukup panjang, mencapai
10 jam. Zalcitabine memiliki bioavailabilitas yang tinggi yaitu
>80%. Kadar plasma berkurang 25-39% ketika diberikan bersama
makanan atau antasida. Ikatan plasma proteinnya rendah (<4%).
Interaksi dengan probenesid dan simetidin karena meningkatnya
AUC zalcitabine. Lamivudine dapat mempengaruhi efikasi dari
zalcitabine(Katzung, B. G.1136).
g. Zidovudine (AZT)
Zidovudine merupakan analog deoksitimidin yang diabsorbsi
dengan baik. Aktu paruh sekitar 1 jam dan diekskresi melalui
ginjal(Katzung, B. G. 1134).Monoterapi dengan agen antiretroviral
tunggal tidak lagi dianggap sebagai pilihan yang dapat diterima
untuk pengobatan infeksi HIV.Namun, AZT dapat digunakan
sendiri dalam rejimen yang mencakup antepartum dan intrapartum
terapi pada ibu dan postpartum terapi pada neonatus untuk
pencegahan penularan HIV ibu-janin pada perempuan yang ingin
membatasi terpapar terhadap obat antiretroviral selama kehamilan
tetapi mengurangi risiko penularan HIV-1 untuk
infants.Zidovudine biasanya digunakan dengan beberapa obat
rejimen NRTI lain yang mencakup dan baik reverse transcriptase
inhibitor nonnucleoside (NNRTI) atau HIV protease inhibitor
(PI)(AHFS Drug Information 2008).
h. Emtricitabine
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI)
NNRTI berikatan langsung ke tempatHIV-1 reverse
transcriptasesehingga memblok RNA dan DNA yang bergantung pada
aktivitas polimerase DNA.Tempat ikatanNNRTI tersebut dekat
dengantempat ikatan NRTI.NNRTI tidak bersaing dengan
nukleosidatrifosfat atau memerlukan fosforilasi untuk menjadi
aktif.Resistensi terhadap NNRTI biasanya cepat pada monoterapi.Tidak
ada resistensi silang antara NNRTI dan NRTI atauprotease
inhibitor.Sindrom hipersensitivitas obat pada pasien yang menerima
NNRTI berupa ruam yang serius, termasuk sindrom StevensJohnson.
Contoh:
a. Efavirenz (EFV)
Dapat diberikan sekali sehari karena waktu paruhnya yang panjang
(40-55 jam). Cukup baik diberikan secara oral dan kadar puncak
plasma dicapai setelah 3-5 jam setelah pemberian.
b. Delavirdine
Delavirdine memiliki bioavailabilitas yang baik hingga mencapai
85%, tetapi dikurangi oleh antasida.
c. Nevirapine (NVP)
Bioavilabilitas oral nevirapine sangat baik mencapai (>90%) dan
tidak terpengaruh oleh makanan. Nevirapine sering
dikombinasikan dengan ARV lain, tetapi nevirapine dosis tunggal
(200mg) efektif mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Pada
pemnggunaan nevirapine harus diperhatikan bahaya sindrom
Steven Johnson(Katzung, B. G. 1139).
3. Protease Inhibitors
Pada tahap akhir siklus pertumbuhan HIV,protease
bertanggungjawab dalam pembelahan prekursor molekul-molekul untuk
menghasilkan protein struktural akhir dari inti virion dewasa.Protease
inhibitor menyebabkanvirus tidakmatang dan tidak menular.Namun,
perubahan genotip tertentu memberikanresistensi fenotipik terhadap agen
ini, sehingga dikontraindikasikan untuk monoterapi saja.
Semua protease inhibitormerupakan substrat dari isoenzim
CYP3A4.Dengan demikian, adapotensi terjadinya interaksi obat.Selain itu,
protease inhibitor merupakan inhibitor CYP3A4 (seperti amprenavir,
indinavir, lopinavir, nelfinavir, ritonavir, dansaquinavir) sehingga
memiliki potensi untuk menyebabkan penurunan dan peningkatan
konsentrasi plasma dari substrat obat lainnya.Oleh karena itu, inhibitor
CYP3A4 tidak bolehdiberikan bersamaan dengan agen yang sangat
dimetabolisme oleh CYP3A.Ritonavir juga berfungsi sebagai induser
CYP3A4, yang memungkinkan potensi interaksi obat bermanfaatsecara
klinis.
Contoh:
a. Amprenavir
Amprenavir cepat diabsorbsidi saluran gastrointestinal dan dapat
diberikan bersama atau tanpa makanan.Daging berlemak dapat
mengurangi absorbsi sehingga harus dihindari. Waktu paruh cukup
panjang 7-10,6 jam. Efek samping umum yang terjadi pada
penggunaan obat ini berupa mual, muntah, diare, dan
depresi(Katzung, B. G. 1144).
b. Atazanavir
c. Fosemprenavir
d. Indinavir (IDV)
e. Lopinavir dan ritonavir
f. Nelfinavir (NFV)
Nelfinavir diabsorbsi dengan baik dan memiliki waktu paruh 3,5-5
jam. Efek samping yang timbul berupa diare dan kembung.
g. Ritonavir (RTV)
h. Saquinavir (SQV)
i. Tipranavir

4. Fusion Inhibitor
Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit GP41 selubung
glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat. contoh:
Enfuvirtide (T-20)



Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dewasa seharusnya segera mulai ART
(Antiretroviral Therapy) manakala infeksi HIV telahditegakkan secara laboratoris
disertai salah satu kondisi berikut (Anonim. 2006: 34):
1. Secara klinis sebagai penyakit tahap lanjut dari infeksi HIV.
2. Infeksi HIV stadium IV, tanpa memandang jumlah CD4.
3. Infeksi HIV stadium III dengan jumlah CD4 <350/mm
3
.
4. Infeksi stadium I atau II dengan jumlah CD4 <200 mm
3
.
Rejimen ARV bagi ODHA Dewasa (Anonim. 2006: 47-48)
Anjuran Pemilihan Obat ARV Lini Pertama
Panduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah:
2NRTI + 1 NNRTI
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari panduan di bawah ini:
AZT + 3TC +NVP (Zidovudine + Lamivudin + Nevirapine) ATAU
AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + Lamivudin + Efavirenz) ATAU
TDF + 3TC (atau
FTC) + NVP
(Tenofovir + Lamivudin (atau
Emtricitabine) +Nevirapine)
ATAU
TDF + 3TC (atau
FTC) + EFV
(Tenofovir + Lamivudin (atau
Emtricitabine) + Efavirenz)

Sumber : Pedoman Nasional Pengobatan Antiretroviral (ART), 2011.
Panduan Terapi Antiretroviral Lini Kedua
Rekomendasi lini kedua adalah :
2 NRTI +boosted PI


ARV untuk Kelompok Tertentu
Obat ARV tidak untuk menyembuhkan HIV, tetapidapat menurunkan
kesakitan dan kematian secara dramatis, serta memperbaikikualitas hidup pada
orang dewasa maupun anak (Anonim.2006: 47-48).
1. Bayi dan Anak
Walaupun perjalanan penyakit infeksi HIV dan penggunaan ART
pada anak adalah serupa dengan orang dewasa, tetapi ada beberapa
pertimbangan khusus yangdibutuhkan untuk bayi, balita dan anak yang
terinfeksi HIV.Sistem kekebalan bayi mulai dibentuk dan berkembang
selama beberapa tahunpertama.Bila bayi tertular HIV dalam masa
kehamilan dan persalinan maka gejala klinis,jumlah CD4 dan viral load
berbeda dengan orang dewasa. Efek obat juga berbedaselama transisi dari
bayi ke anak.Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusustentang dosis
dan toksisitas pada bayi dan anak.Kepatuhan berobat pada anakmenjadi
tantangan tersendiri.
Anak terinfeksi HIV umumnya merupakan bagian dari keluarga
dengandewasa terinfeksi HIV, maka seharusnya terdapat jaminan akses
terhadappengobatan dan obat ARV bagi anggota keluarga yang lain, dan
jika mungkinmenggunakan rejimen obat yang sama. Dengan memilih obat
ARV kombinasidengan dosistetap yang semakin tersedia pada saat ini,
akan mendukungkepatuhan pengobatan dan mengurangi biaya pengobatan.
2. Ibu Hamil
Pada ibu hamil yang telah menggunakan ARV sebelum
kehamilannya makapenggunaan ARV harus diteruskan (ARV lini
pertama).Jika ibu hamil ternyata positif HIV dan belum pernah
mendapatkan ARV, maka :
jika kondisi sang ibu lemah/buruk :
dapat segera diberikan ARV lini pertama.
jika kondisi sang ibu baik/normal :
tidak disarankan untuk memulai ARV pada triwulan pertama
karena mual ataumuntah yang sering terjadi pada awal kehamilan
dapat mempengaruhi kepatuhanpengobatan.








Kasus HIV
Ny. Ng, MRS 7 November 2010 dan KRS 12 November 2011.Masuk RS
dengan keluhan panas 4 hari, batuk, pusing, lemes, tidak mau makan, mual, tapi
tidak diare dan muntah.Didiagnosa TB paru aktif, HIV, cardiomegali dan
thypoid.
Konsul dokter SpKK (9 November 2010) dugaan dermatitis. Advis
Cefotaksim + kotrimoksasol dihentikan, diganti dengan ciprofloksasin infuse dan
metronidasol infuse.

Pengobatan November 2011
7 8 9 10 11
Ringer laktat 20 tpm V V V V V
Drip sancorbin V V V
Nufamox 2.1 V
Cefotaksim 2.1 V
Ranitidin 3.1 V
Ranitidin 2.1 V V V V
Ciprofloksasin infus
2.1
V V V
Metronidazol infuse
2.1
V V V
Cortidex 3.1 V
OBH syr 3.1 15cc V
Duviral 2.1
(AZT+3TC)
V V V V
Neviral 2.1 V V
Efiren 1.1 V V
Neurobion 1.1 V V V V
Kotrimoksasol 2.1 tab V
PCT 3.1 K/P V V V V V
Ciprex 2.1 po V
Imunos 2.1 po V
Salep gatal V V V
Bedak gatal V V V
TD 110/80 110/80 110/70 100/70 110/70
Subyektif : Pusing,
berengen
Batuk ngekel,
sariawan, pusing,
nyeri perut, kulit
kemerahan
semua/dermatitis
Dermatitis
berkurang,
diare-,
gatal -,
sariawan+
Sariawan
+

Salep gatal:
R/ fuson 10 g
Acyclovir 10g
Nerilon 10 g

Obat yang dibawa pulang:
Duviral 2.1
Efiren 1.1
Itakonasol 2.1
Ranitidin 2.1
Metronidasol 2.1
Candistatin 3.1 cc

Pemeriksaan laboratorium 7 November 2010
Pemeriksaan Hasil Harga normal
Lekosit 9.800 7.000-11.000/mm
3

Eritrosit 3,18 4,4-5,6.10
6

Hb 9 13-18 g/dl
Ht 11 40-50%
Trombosit 257.000 150.000-350.000/mm
3

Widal O - -
Widal H 1/80 -
CD4 16 Sel/mm
3


PENYELESAIAN KASUS

Subyektif
Demam 4 hari, batuk, pusing, lemes, tidak mau makan, dan mual, tetapi tidak
diare dan muntah.

Obyektif
Pemeriksaan Hasil Harga normal Keterangan
Lekosit 9.800 7.000-11.000/mm
3
Normal
Eritrosit 3,18 4,4-5,6.10
6
Rendah
Hb 9 13-18 g/dl Rendah
Ht 11 40-50% Rendah
Trombosit 257.000 150.000-350.000/mm
3
Normal
Widal O - - -
Widal H 1/80 - -
CD4 16 Sel/mm
3


Assesment
Diagnosa TB paru aktif, HIV, Cardiomegali, Thypoid, Dermatitis.
Pasien masuk stadium klinis 2 HIV (sel CD4 < 200/mm
3
).
Analisa Laboratorium
1. Eritrosit mengalami penurunan menunjukkan pasien mengalami
anemia.
2. Hematokrit mengalami penurunan dari nilai normal. Hal ini
menunjukkan pasien mengalami anemia.
3. Hemoglobin mengalami penurunan dari nilai normal. kadar
hemoglobin yang rendah berkaitan dengan masalah klinis (anemia,
pendarahan hebat, dan penyakit ginjal).

Plan
Infus RL 20 tpm untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dan
mngembalikan keseimbangan elektrolit.
Duviral dan evirenz digunakan untuk mengobati HIV. Terapi ini sudah
tepat karena sesuai dengan terapi lini pertama yang ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan RI yang diadopsi dari guideline WHO.Toksisitas
utama yang dapat terjadi pada pemberian rejimen ARV linipertama ini
adalah intoleransi gastrointestinal dari zidovudin, anemia, netropenia,
hepatotoksisitas dari nevirapin, dan ruam kulit berat.Penggantian nevirapin
dengan evavirenz untuk mengurangi keparahan dermatitis.
Ciprofoloxacin digunakan untuk mengobati typhoid. Ciprofloxacin
memiliki efektifitas tinggi terhadap S. typhi dan S. paratyphi. (Khan, A.
M., et al, 2002).
Penggunaan ciprofloxacin lebih efektif daripada kotrimoksazol (WHO
2003-Thypoid Management).
Cyprofloxacin jika dikombinasikan dengan cefotaksim bersifat sinergis
efektif menekan jumlah bakteri thypoid (PubMed, 2010).
Ciprofloxacin dapat mencegah infeksi oportunistik berkelanjutan pada
HIV (CDC).
Rantidin digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah akibat
penggunaan obat antiretroviral, metronidazol dan ciprofloxacin.
Candistatin pada obat yang dibawa pulang dosis dijadikan 4 x 1 cc.
(AHFS, 2008)
Metronidazol digunakan untuk mengobati dermatitis dan mencegah infeks.
Itraconazol diganti dengan fluconazol karena berinteraksi dengan ranitidin.
Neurobion mengandung vitamin B1, B6, dan B12. Dimana kandungan
vitamin B kompleks tersebut digunakan untuk mengurangi efek samping
dari penggunaan ARV lini pertama yaitu anemia dan gangguan darah lain.
Anemia juga timbul saat awal masuk rumah sakit yang dibuktikan dari
data laboratorium dimana nilai eritrosit dan Hb di bawah nilai normal.
Penggunaan neurobion dan parasetamol diperpanjang selama pengobatan
ARV berlangsung.
Parasetamol digunakan untuk meredakan demam yang timbul selama
menjalani pengobatan HIV. Parasetamol diminum saat demam saja.
Pada terapi tanggal 10 & 11 pasien mengalami sariawan sehingga
diperlukan penambahan obat nistatin dengan dosis 400.000 unit dalam 4 x
sehari dosis terbagi.
Pada tes laboratorium tanggal 7 menunjukan Ht pasien sebesar 11
sehingga jika memang diperlukan penambahan obat epoiten alfa dengan
dosis 100-300 unit/kg dalam 3x seminggu.
Diagnosis TB aktif sehingga ditambahkan regimen anti tuberkulosis, yaitu
Rifampisin 450 mg, isoniazid 300 mg, pirazinamid 1500 mg, etambutol
750 mg selama 2 bulan dan diminum tiap hari, selanjutnya isoniazid 600
mg, dan rifampisin 450 mg diberikan tiga kali seminggu selama 4 bulan
(Standar Depkes RI).
Neurobion diberikan sebagai obat yang dibawa pulang.
Nuerobion mengandung vitamin B6 berfungsi untuk mengurangi efek
samping isoniazid.
Ditambahkan imumomodulator untuk meningkatkan daya tahan tubuh
pasien.
Untuk menegakkan diagnosa disarankan melakukan Fotothoraks.


KIE
1. Aturan pakai obat:
Duviral diminum 2 kali sehari
Evirenz diminum 1 kali sehari
Fluconazol diminum 2 kali sehari
Ranitidin diminum 2 kali sehari 30 menit sebelum makan
Metronidazol diminum 2 kali sehari
Candistatin dipakai 3 kali sehari dengan diteteskan pada sariawan
antituberkulosis diminum 1 kali sehari, pada waktu yang sama.
Neurobion diminum 1 kali sehari.
2. Antituberkulosis harus diminum sampai habis dan tidak boleh terlewat
meminum obat.
3. Memberikan konseling dan pendampingan, edukasi yang benar tentang
HIV baik pada penderita dan keluarga, sehingga penderita dan keluarga
dapat memberikan dukungan pada penderita. Adanya dukungan dari
berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stressor dan dapat
membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat
terhindar dari stress, depresi, kecemasan, serta perasaan dikucilkan.
4. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar agar tidak mudah
terserang infeksi oportunistik lain.
5. Makan makanan bergizi dan terjaga higienitasnya sehingga dapat
mencegah penularan tuberkulosis ke orang lain.
6. Kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi sangat diutamakan, pasien
harus minum obat secara teratur dan sebelum obat habis pasien harus
konsultasi ke dokter kembali.

Tinjauan Tentang Obat
1. Ringer laktat
Kandungan : tiap 500ml infus: natrium klorida 3 g, kalium klorida 0,15
g,kalsium klorida 2H
2
O 0,01 g, natrium laktat 1,55 g, air untuk
injeksi sampai 500 ml.
Indikasi : pengobatan kekurangan cairan dimana rehidrasi oral tidak
mungkin dilakukan.
Kontraindikasi : hipernatremia.
Dosis : tergantung usia, berat badan, dan keadaan klinis penderita.
(ISO Indonesia, vol 42, hal 175)

2. Ranitidin
Kandungan : Ranitidin 150 mg.
Indikasi : Benign gastric and duodenal ulceration, chronic episodic
dyspepsia, gastro-oesophageal reflux disease, prophylaxis of
stress ulceration.
Perhatian : Perhatian pada gangguan ginjal, kehamilan, dan ibu menyusui.
Efek samping : Diare, sakit kepala, pusing, ruam, rasa lelah. Efek samping
lainnya berupa pankreatitis alut, depresi, dan halusinasi terutama
pada orang tua, gangguan darah (agranulositosis,
leukopenia, pansitopenia, trombositopenia), dan reaksi kulit
(eritema multiformis dan toxic epidermal necrolysis)
Dosis : Dewasa: dua kali sehari 150 mg atau 300 mg pada malam hari
selama 4-8 minggu pada benign gastric and duodenal ulceration,
6 minggu pada penderita chronic episodic dyspepsia.
(Anonim. 2009)

3. Ciprofloxacin
Kandungan : Tablet Ciprofloxacin 100 mg, infus iv Ciprofloxacin (sebagai
laktat) 2 mg/mL dalamNaCl 0,9%.
Indikasi : infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, prostatitis
akut, profilaksis pembedahan.
Perhatian : Pasien dengan riwayat epilepsi, myasthenia gravis, kehamilan,
ibu menyusui, dan anak.
Efek samping : Kembung, mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, rash
Dosis : infeksi saluran pernapasan dua kali sehari 250-750 mg, infeksi
saluran kemih dua kali sehari 250-500 mg, prostatitis akut dua
kali sehari 500 mg selama 28 hari, profilaksis pembedahan 750
mg 60-90 menit sebelum operasi. Infus iv 200-400 mg dua kali
sehari.
(Anonim. 2009)

4. Metronidazole
Kandungan : Tablet Metronidazol 200 mg, infus iv Metronidazol 5 mg/mL.
Indikasi : Infeksi anaerob, infeksi protozoa, eradikasi H. pylori.
Perhatian : Disuliram, gangguan gepatik, kehamilan, ibu menyusui.
Efek samping : mual, muntah, mukoisitis oral, anoreksansia.
Dosis : Infeksi anaerob 800 mg dilanjutkan dengan 400 mg atau 500
mgtiap 8 jam selama 7 hari, infus iv: 500 mg tiap 8 jam.
(Anonim. 2009)

5. Duviral
Kandungan : Zidovudine 300mg, Lamivudine 150mg.
Indikasi : Antiretroviral (NRTI).
Perhatian : Ibu menyusui, defisiensi vitamin B (Zidovudine).
Efek samping :Gangguan saluran GI (mual, muntah, kembung, diare,
anorexia), sakit kepala, gangguan darah (anemia, neutropenia,
trombositopenia).
Dosis : dua kali sehari 1 tablet.
(Anonim. 2009)

6. Neviral
Kandungan : Nevirapine 200 mg.
Indikasi : Antiretroviral (NNRTI).
Perhatian : Pemberian 200 mg dosis tunggal untuk 2 minggu pertama
mengurangi kemungkinan alergi, periksa fungsi hati tiap 2
minggu untuk 2 bulan pertama,selanjutnya tiap bulan untuk 3
bulan berikutnya.
Efek samping : ruam yang berat, demam, gangguan saluran cerna, peningkatan
transaminase
Dosis : 200 mg peroral sekali sehari 14 hari, lalu 200 mg dengan/tanpa
makanan
(Anonim.2006)

7. Evirenz
Kandungan : Evafirenz 600 mg
(http://www.mims.com/India/drug/info/EVIRENZ/).
Indikasi : Antiretroviral (NNRTI).
Efek samping : Susunan saraf pusat (SSP): mimpi buruk , susah konsentrasi,
pusing, insomnia, ruam. Gejala SSP biasanya terjadi,tapi akan
membaik dalam 7-14 hari.
Dosis : 600 mg peroral sekali sehari dengan/tanpa makanan.
(Anonim.2006)

8. Kotrimoksazol
Kandungan : Sulfametoksazol 400 mg, Trimetoprim 80 mg.
Indikasi : Infeksi saluran kemih, saluran pencernaan, dan infeksi lain
seperti toksoplasmosis.
Perhatian : Hindari pada pasien dengan gangguan darah, lanjut usia,
gangguan hepatik dan ginjal.
Efek samping : Mual, diare, sakit kepala, hiperlaemia, rash.
Dosis : 960 mg tiap 12 jam.
(Anonim. 2009)


9. Paracetamol
Kandungan : Acetaminophen 500 mg.
Indikasi : Analgetik, antipiretik.
Perhatian : gangguan hati dan ginjal, alkohol.
Efek samping : gangguan darah (thrombocytopenia, leucopenia,neutropenia),
hipotensi, kerusakan hati.
Dosis : 0,5-1 gram tiap 4-6 jam, maksimal 4 gram per hari.
(Anonim. 2009)
10. Cefotaksim
Kandungan : Cefotakzim 500 mg, 1 g (vial).
Indikasi : Infeksi bakteri gram positif dan negatif.
Perhatian : hipersensitif antibiotik beta-laktam, gangguan ginjal, wanita
hamil dan menyusui.
Efek Samping : Diare, mual, muntah, sakit kepala, rash, urtikaria.
Dosis : 1 gram tiap 12 jam sampai 8 gram per hari dalam 4 dosis
terbagi.
(Anonim. 2009)

11. Nufamox
Kandungan : Amoksisilin trihidrat setara Amoksisilin anhidrat 500 mg.
Indikasi : Infeksi saluran pernapasan atas, faringitis, laringitis, tonsilitis
sinusitis, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih dan
pencernaan.
Efek samping : Reaksi alergi.
Dosis : 250-500 mg tiap 8 jam.
(ISO Indonesia, 42, hal 424)

12. Kandistatin (generik)
Kandungan : Tiap ml kandistatin suspensi oral mengandung nistatin 100.000
unit. (www.farmasiku.com)
Indikasi : Profilaksis dan pengobatan candisiasis dari kulit dan membrane
mukosa.
Dosis : Dewasa : 4x sehari 1-2 ml.
Untuk pengobatan intestinal atau oesophagael candidiasis, oral
500.000 1.000.000 unit. Lesi mulut 100.000 unit 4x/hr. infeksi
vaginal 100.000 200.000 unit/hr sampai 14 hr. (Martindale,
2009:543)
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap nistatin
Efek samping : mual, muntah, dan kadang-kadang diare setelah pemberian oral
nistatin, iritasi oral atau sensitisasi dapat terjadi ruam termasuk
urtikaria telah terjadi dan sindrom steven jonhson telah jarang
ditemukan. Iritasi jarang terjadi setelah penggunaan nistatin
topikal.
(Marindale,2009:543;www.farmasiku.com)

13. OBH Syrup
Kandungan : Tiap 15 ml: Succus 500 mg, Amonium klorida 300 mg, Oleum
Anisi 12 mg, Etanol 98% 0,28 mg.
Indikasi : Ekspektoran pada batuk berdahak disertai dahak berlebihan.
Dosis : 1-4 kali sehari 1 sendok makan.
(ISO Indonesia, 42, hal 424)

14. Cortidex
Kandungan : Deksametason 0,5 mg.
Indikasi : Mengobati radang, alergi, dan gangguan pada darah seperti
leukimia akut.
Kontraindikasi : Ulkus peptikum, osteoporosis, psikosis.
Dosis : 0,5-0,9 mg dalam dosis terbagi.
(ISO Indonesia, 42, hal 424)


15. Imunos
Kandungan : Echinaceae, Zn-pikolinat, selenium, na-askorbat.
Indikasi : meningkatkan daya tahan tubuh, terapi penunjang infeksi akut
dan kronik.
(ISO Indonesia, 42, hal 424)

16. Ciprex
Kandungan : Siprofloksasin hidroklorida yang setara dengan siprofloksasin
500 mg
Indikasi :antibiotik golongan Fiuorokuinolon, bekerja dengan cara
menghambat enzim DNA girase bakteri. Siprofloksasin
merupakan antibiotik untuk bakteri Gram-positif dan Gram-
negatif yang sensitif.
Perhatian : diberikan dengan hati-hati pada anak-anak. Pada kasus epilepsi
dan pasien yang pernah mengalami gangguan SSP
Efek Samping : Mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, dispepsia, nyeri
abdomen, flatulensi, anoreksia.
Dosis : 500 mg tiap dua kali sehari.
(http://www.farmasiku.com/index.php)

17. Fuson Salep
Kandungan : Natrium fusidat 20 mg
Indikasi :Untuk pengobatan infeksi kulit primer dan sekunder yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus spp,
Corynebacterium minutissimum, seperti pada abses, bisul.
Perhatian :Bila digunakan untuk pengobatan pada kulit muka harus hati-
hati, jangan terkena mata. Hati-hati pemakaian pada wanita
hamil dan menyusui.
Efek Samping :Reaksi hipersensitif seperti ruam kulit, sedikit perih
Cara Pemakaian : dioleskan pada daerah yang sakit 3 - 4 kali sehari, lama
pengobatan sekitar 7 hari.
(http://www.obatinfo.com/2010/01/fuson.html)

18. Nerilon Salep
Kandungan :Diflukortolon valerat / Diflucortolone valerate
Indikasi :Dermatosis yang responsif terhadap steroid
Perhatian :Penggunaan jangka panjang & luas, wanita hamil, bayi, & anak
berusia kurang dari 4 tahun. Hindari kontak dengan mata.
Efek Samping :Gatal-gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi akneformis,
hipopigmentasi, dermatitis perioral & dermatitis kontak
alergika, pengelupasan kulit, infeksi sekunder, stria, dan biang
keringat
Dosis : Gunakan 2-3 kali sehari
(http://medicastore.com/obat/4039/NERILON_CREAM_.html)

19. Itrakonazole
Indikasi : untuk mengobati infeksi fungi termasuk blastomycosis
(pulmonary dan extrapulmonary), histoplasmosis dan aspergillosis
pada penderita HIV
Dosis : 200 - 400 mg sehari selama 3-4 bulan
Dosis inisial 200 mg 2x sehari selama 2hari kemudian dilanjutkan
200 mg 1x sehari selama 12 hari
Efek samping : demam, myalgia, nyeri, infeksi herpes zoster, rhinitis,
sinusitis,faringitis
Kontraindikasi : gangguan jantung kongestif
Interaksi obat :
Antiaritmia
Contoh: Quinidin menghambat enzim CYP3A4 sehingga menurunkan
konsentrasi dalam plasma.
Golongan statin
Contoh: atorvastatin, cerivastatin, lovastatin, simvastatin.
Menurunkan konsentrasi dalam plasma, menurunkan efek dari
itraconazole.
(AHFS, 2008)
20. Metronidazole
Indikasi : untuk mengobati infeksi termasuk amubiasis, trikomoniasis,
infeksi anaerob, pseudomembran colitis, bakteri vaginosis.
Kontraindikasi : kehamilan trimester 1 dengan trikomoniasis, hipersensitif
terhadap obat lain seperti derivat nitroimidazole atau paraben.
Dosis :
Trichomoniasis
Dewasa : 2 g p.o dosis tunggal atau dalam 2x 1g diberikan dalam hari
yang sama. Alternatif 500mg 2x sehari selam 7 hari
Amubiasis
Dewasa : 750 mg p.o 8 jam selama 5 - 10 hari
Efek samping :
CNS : sakit kepala, vertigo, insomnia, ataxia
EENT : rhinitis, sinusitis, faringitis
GI : haus, muntah, diare, nyeri abdominal, mulut kering, anorexia
GU : dysuria, urin berwarna kuning pekat
Hematologik : leukopenia
Kulit : rash, urticaria, iritasi pada kulit, kulit kering
Lain-lain : superinfeksi, flebitis
(Medical Dictionary Copyright. 2007)

21. Sankorbin
Indikasi : terapi defisiensi Vit C
Dosis : dewasa 100-250 mg 1-2 kali sehari selama beberapa hari.dalam
beberapa kasus 1000-1000 mg perhari. Anak-anak : 100-300mg
perhari dalam dosis terbagi.
Efek samping :Pemberian IV secara mendadak dapat menyebabkan pusing
sementara atau tidak sadar, sakit kepala, insomnia, mual, muntah,
diare pada usus besar.
Kontraindikasi :Hyperoxaluria
Interaksi obat :Acetosal, nicotine, alcohol, Fe, phenytoin, anticonvulsants,
estrogen from OC, tetracycline, oral anticoagulant.


Daftar pustaka
Departemen kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Orang
dengan HIV/AIDS. Jakarta: Depkes RI.
Departemen kesehatan RI. 2011. Pharmaceutical Care untuk HIV. Jakarta:
Depkes RI.
Departemen kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tata Laksana Klinis Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral. Jakarta: Depkes RI.
POKJA. 2010. Pedoman Pelaksanaan Infeksi HIV/AIDS pada Orang Dewasa dan
Anak Rumah Sakit Tembaga Pura. Papua : Alas Emas Abadi
WHO. 2013. Consolidated Guidelines on The Use Antiretroviral Drugs For
Treating and Preventing HIV Infection. London.

Anda mungkin juga menyukai