Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah 91 PENYUSUNAN SISTEM INFORMASI PULAU KECIL DAN KEPULAUAN
Adri Gabriel Sooai S2 Bidang Keahlian Penginderaan J auh dan SIG ITS, Surabaya
Abstrak
Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya pesisir, meliputi pulau-pulau besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, berikut sumberdaya hayati dan non-hayati yang terkandung di dalamnya. Kebijakan pengaturan terhadap pemanfaatan potensi yang terdapat di daerah pulau- pulau kecil masih sebatas pada daerah yang dapat dijangkau dilain sisi potensi pulau-pulai kecil lainnya yang dapat dipetakan secara khusus. Adanya keterbatasan informasi dan pengumpulan informasi mengenai pulau-pulau kecil di indonesia menjadi suatu sistem merupakan faktor penghambat utama penetapan kebijakan dalam eksploitasinya. Dengan metode pembuatan software sistem informasi mengenai pulau-pulau kecil yang ada di indonesia menggunakan pendekatan atribut-atribut pulau-pulau kecil yang dibuat secara khusus untuk dapat diisi guna melengkapi inventarisasi informasi suatu pulau. Ekosistem diatas perlu diinventarisasi dalam suatu bentuk Integrasi data berupa sebuah Sistem Informasi Pulau Kecil dan Kepulauan. Diharapkan dengan terintegrasinya berbagai informasi diatas dapat menunjang kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk pembangunan.
Kata kunci : sistem informasi, kepulauan, SIG
Latar belakang Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan berbagai instansi untuk meregulasi pemanfaatannya. Kekayaan sumberdaya pesisir, meliputi pulau-pulau besar dan kecil sekitar 17.500 pulau, yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, berikut sumberdaya hayati dan non-hayati yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi kekayaan sumberdaya pesisir tersebut mulai mengalami kerusakan. Sejak awal tahun 1990-an phenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir semakin berkembang dan meluas. Laju kerusakan
Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004
Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah 92 sumberdaya pesisir telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove terumbu karang dan estuari (muara sungai).
Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan destruktif, penambangan karang, pembuangan jangkar perahu, dan sedimentasi. Nasib yang sama juga terjadi pada ekosistem mangrove. Sejak awal tahun 1980 telah terjadi penurunan luas hutan mangrove dari sekitar 4 juta Ha menjadi sekitar 2,5 juta Ha. Hal ini disebabkan konversi hutan mangrove menjadi peruntukan lain seperti tambak, kawasan industri dan pemukiman serta pemanfaatan kayu untuk bahan bakar dan bangunan. Selain itu, berbagai estuari yang dekat dengan kota besar mengalami tingkat pencemaran yang memprihatinkan terutama sedimen, unsur hara, pestisida, organisme patogen, dan sampah serta bahan tidak melapuk. Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang dan estuari berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener dan produktivitas tangkap udang. Semua kerusakan biofisik lingkungan tersebut adalah gejala yang terlihat dengan kasat mata dari hasil interaksi antara manusia dengan sumberdaya pesisir yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan daya dukung lingkungannya. Sehingga persoalan yang mendasar adalah mekanisme pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil tidak effektif untuk memberi kesempatan kepada sumberdaya hayati pesisir yang dimanfaatkan pulih kembali atau pemanfaatan sumberdaya non- hayati disubstitusi dengan sumberdaya alam lain dan mengeliminir faktor-faktor yang menyebabkan kerusakannya. Secara normatif, kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa mewujudkan kesejahteraan masyarakat, memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Ironisnya, sebagian besar tingkat kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir justru menempati strata ekonomi yang paling rendah bila dibandingkan dengan masyarakat darat lainnya. Paradoksi mekanisme pengelolaan wilayah pesisir yang tidak effektif dan kemiskinan masyarakat tersebut harus segera diakhiri. Langkah ke arah itu dimulai dengan mengembangkan sistem pengelolaan wilayah pesisir wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu. Melalui sistem pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu, diharapkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dapat dilakukan secara optimal, efisien dan berkelanjutan serta memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir yang mengelolanya. Untuk mewujudkan sistem pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil terpadu tersebut, maka dipandang perlu landasan hukum tersendiri berupa Undang-Undang (UU). Karena sampai saat ini 20 Undang- Undang (UU) dan berbagai konvensi
Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004
Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah 93 internasional terkait belum ada yang mengatur keterpaduan pemanfaatan sumberdaya darat dan laut, dan belum memberikan kepastian hukum bagi para pengguna sumberdaya yang melestarikannya. Selama ini, kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir hanya dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral yang didukung UU tertentu dan dunia usaha terkait. Untuk mengintegrasikan berbagai perencanaan sektoral, mengatasi tumpang tindih pengelolaan, konflik pemanfaatan dan kewenangan, serta memberikan kepastian hukum, maka perlu disusun suatu Sistim Informasi Pulau Kecil & Kepulauan.
Batasan masalah Kebijakan pengaturan terhadap pemanfaatan potensi yang terdapat di daerah pulau-pulau kecil masih sebatas pada daerah yang dapat dijangkau dilain sisi potensi pulau-pulai kecil lainnya yang dapat dipetakan secara khusus. Adanya keterbatasan informasi dan pengumpulan informasi mengenai pulau- pulau kecil di indonesia menjadi suatu sistem merupakan faktor penghambat utama penetapan kebijakan dalam eksploitasinya. Dengan metode pembuatan software sistem informasi mengenai pulau-pulau kecil yang ada di indonesia menggunakan pendekatan atribut-atribut pulau-pulau kecil yang dibuat secara khusus untuk dapat diisi guna melengkapi inventarisasi informasi suatu pulau Atribut Pulau kecil yang disiapkan untuk pembuatan Sistem Informasi Pulau Kecil ini adalah sebagai berikut : Nama Pulau, Propinis, Kabupaten, Lokasi (Lintang Bujur pada Titik Kiri Atas dan kanan bawah dari Pulau atau Kepulauan yang bersangkutan), Inforamsi Pantai, serta Foto Citra Satelit dari Pulau dimaksud.
Metoda Metoda yang digunakan untuk merancang Sistem Inforamsi Pulau Kecil dan Kepulauan ini adalah : Penentuan Atribut Pulau, penentuan atribut pulau dimaksud untuk menyiapkan field / lokasi data dimana informasi spesifik mengenai Pulau akan dimasukkan, tidak disebutkan pengumplan data karena Sistem Informasi yang dirancang ini masih berupa database kosong. Pengisian data hendaknya dilakukan oleh survey / studi yang berkesinambungan guna pengisian data. Penggunaan DBMS / database Management System sebagai basis dari Sistem Inforamsi yang akan dibangun. Penggunaan Teknologi Informasi dalam hal ini Bahasa Pemrograman yang memungkinkan transfer data ke dalam format lainnya sehingga pertukaran informasi dapat dilakukan dengan mudah.
Teori Penunjang Basis Data, kumpulan data yang terdiri dari kombinasi baris dan kolom serta dapat dilengkapi dengan objek lainnya seperti data spatial berupa citra ataupun objek lainnya memanfaatkan teknologi OLE / Object Link Embeding (Objek yang ditambahkan) Sistem Informasi, integrasi antara basis data dan suatu sistem procedure yang dapat membantu menghasilkan
Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004
Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah 94 informasi penunjang pengambilan keputusan. Lazimnya menggunakan abntuan komputer dan bahasa pemrograman serta teknologi informasi lainnya. Relasi Entitas, model hubungan / keterkaitan antara berbagai format dalam suatu basis data, terbagi dalam beberapa jenis yaitu model relasi satu ke satu / one to one model relasi satu ke banyak / one to many model relasi banyak ke satu / many to one model relasi banyak ke banyak / many to many
masing masing model relasi diatas dapat di lambangkan dengan :
model relasi satu ke satu : 1 1 model relasi satu ke banyak : 1 - N model relasi banyak ke satu : N - 1 model relasi banyak ke banyak : N - N Bahasa Pemrograman, suatu teknik pengkodean untuk memberikan perintah spesifik kepada komputer sehingga memungkinkan pengguna mendapatkan hasil perhitungan / olahan secara prosedural dan cepat.
Penyusunan Struktur Data, dibuthkan untuk menyusun basis data yang akan digunakan dalam Sistem Informasi Pulau kecil ini, struktur data ini membantu pengelompokan informasi sehingga memudahkan operasi penambahan, peng-koreksian, serta pelaporan data yang ada di dalam basis data. Berikut diberikan tabulasi struktur data yang digunakan untuk menyusun atribut pulau sbb :
Tabel Pulau
Field Type Nomor (Primary Key) Text Nama (Primary Key) Text Propinsi Text Kabupaten Text Luas Number Tinggi Number Garis_pantai Number Kepulauan Text Foto Object Link Embeding Situs Text
Tabel Posisi : Field Type Nama (Foreign Key) Text Lintang_Kiri_Atas Text
Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004
Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah 95 Bujur_Kiri_Atas Text Lintang_Kanan_Bawah Text Bujur_Kanan_Bawah Text
Tabel Eksploitasi : Field Type Nama (Foreign Key) Text Eksploitasi Text
Tabel Potensi : Field Type Nama (Foreign Key) Text Potensi Text Nilai Text
Relasi Entitas
Pertemuan Ilmiah Tahunan I Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004
Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah 96
Perancangan Tampilan
Perancangan Report
Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan
Hasil Ekosistem diatas perlu diinventarisasi dalam suatu bentuk Integrasi data berupa sebuah Sistem Informasi Pulau Kecil dan Kepulauan. Diharapkan dengan terintegrasinya berbagai informasi diatas dapat menunjang kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk pembangunan.
Saran Software ini hendaknya dibawa oleh peneliti/Angkatan Laut yang mempunyai kemampuan menjelajah seluruh Indonesia untuk inventarisasi pulau.
Kritik dan saran serta usul pengembangan software dapat dialamatkan ke : adri@gabrielsooai.com Perundangan Otonomi Daerah 97