Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kemampuan Lahan

a) Analisis SKL Morfologi


Analisis SKL Morfologi ini dilakukan untuk menentukan kemampuan lahan yang dilihat
dari morfologi wilayah. Hasil dari analisis SKL Morfologi ini akan menunjukkan kelas
kemampuan lahan rendah, kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kelas kemampuan lahan tersebut
menunjukkan tingkatan dimana kemampuan lahan rendah menunjukkan bahwa kawasan tersebut
sulit dikembangkan atau tidak layak dikembangkan berdasarkan morfologi kawasannya. Lahan
seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai kawasan lindung atau budidaya yang tak
berkaitan dengan manusia. Sedangkan kemampuan lahan tinggi menunjukkan bahwa kawasan
tersebut morfologinya dataran yang mudah dikembangkan sebagai kawasan budidaya. Berikut
merupakan kriteria penentuan SKL Morfologi.

Tabel 12
Kriteria Penentuan SKL Morfologi
Peta Kemiringan
Peta Morfologi SKL Morfologi Nilai
Lereng
Pegunungan/perbukitan Kemampuan lahan dari
> 40 % 1
sangat terjal morfologi rendah
Kemampuan lahan dari
Perbukitan terjal 15 – 40 % 2
morfologi kurang
Kemampuan lahan dari
Perbukitan Sedang 5 – 15 % 3
morfologi sedang
Kemampuan lahan dari
Landai 2–5% 4
morfologi cukup
Kemampuan lahan dari
Datar 0–2% 5
morfologi tinggi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

b) Analisis SKL Kemudahan Dikerjakan


Analisis SKL Kemudahan dikerjakan ini dilakukan untuk menentukan mengetahui tingkat
kemudahan lahan, wilayah atau kawasan untuk dimatangkan dalam proses pembangunan dan
pengembangan kawasan. Hasil dari analisis SKL Kemudahan dikerjakan ini akan menunjukkan
kelas kemampuan lahan rendah, kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kelas kemampuan lahan
tersebut menunjukkan tingkatan dimana kemampuan lahan rendah menunjukkan bahwa kawasan
tersebut sulit dikembangkan atau tidak layak dikembangkan. Sedangkan kemampuan lahan tinggi
menunjukkan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan yang mudah dikembangkan. Berikut
merupakan kriteria penentuan SKL Kemudahan Dikerjakan.

Tabel 13
Kriteria Penentuan SKL Kemudahan Dikerjakan
Peta Peta SKL
Peta Peta Jenis Penggunaan
Kemiringan Ketinggian Kemudahan Nilai
Morfologi Tanah Lahan
Lereng (mdpl) Dikerjakan
Pegunungan Kemudahan
/perbukitan > 40 % >3.000 Regosol Hutan dikerjakan 1
sangat terjal rendah
Pertanian,
Perkebunan, Kemudahan
Perbukitan Podsol,
15 – 40 % 2.000-3.000 Pertanian dikerjakan 2
terjal Andosol
tanah kering kurang
semusim
Mediteran, Kemudahan
Perbukitan
5 – 15 % 1.000-2.000 Brown Semak belukar dikerjakan 3
Sedang
Forest sedang
Peta Peta SKL
Peta Peta Jenis Penggunaan
Kemiringan Ketinggian Kemudahan Nilai
Morfologi Tanah Lahan
Lereng (mdpl) Dikerjakan
Kemudahan
Tegalan,
Landai 2–5% 500-1.000 Latosol dikerjakan 4
Tanah kosong
cukup
Kemudahan
Datar 0–2% 0-500 Alluvial Permukiman dikerjakan 5
tinggi
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

c) Analisis SKL Kestabilan Lereng


Analisis SKL kestabilan lereng ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng
di wilayah pengembangan dalam menerima beban akibat dari adanya sebuah pembangunan. Hasil
dari analisis SKL kestabilan lereng ini akan menunjukan kelas kestabilan lereng rendah, kurang,
sedang, dan tinggi. Kelas kemampuan lahan tersebut menunjukan tingkatan dimana kestabilan
lereng rendah menunjukan bahwa kawasan tersebut tidak mampu menerima beban pembangunan.
Sedangkan kestabilan lereng tinggi menunjukan bahwa kawasan tersebut mampu menerima
beban dari sebuah pembangunan yang dilakukan. Berikut merupakan kriteria penentuan SKL
Kestabilan Lereng.
Tabel 14
Kriteria Penentuan SKL Kestabilan Lereng
Peta Kerentanan
Peta Penggunaan SKL
Ketinggian Peta Morfologi Gerakan Nilai
Kemiringan Lahan Lereng
(mdpl) Tanah

Pegunungan
Semak belukar,
>3.000 > 40 % Rendah 1
/Perbukitan ladang, hutan
Sangat Terjal
Zona 1
(Rendah)
Pegunungan/
Kebun, hutan,
2.000-3.000 15 – 40 % Kurang 2
Perbukitan hutan belukar
Terjal

Perbukitan Zona 2
1.000- 2.000 5 – 15 % Semua Sedang 3
Sedang (Menengah)

500-1.000 2–5% Landai Semua 4


Zona 3
Tinggi
(Tinggi)
<500 0–2% Dataran Semua 5

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

d) Analisis SKL Kestabilan Pondasi


Analisis SKL kestabilan pondasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan serta jenis-jenis fondasi yang
sesuai untuk masing-masing tingkatan. Hasil dari analisis SKL kestabilan pondasi ini akan
menunjukkan kelas kestabilan fondasi lahan rendah, kurang, sedang, cukup dan tinggi. Kelas
kestabilan pondasi tersebut menunjukkan tingkatan dimana kestabilan pondasi rendah berarti
kawasan tersebut tidak stabil untuk bangunan. Sedangkan kestabilan pondasi tinggi berarti
kawasan tersebut akan stabil untuk pondasi bangunan apapun atau untuk segala jenis pondasi.
Berikut merupakan kriteria penentuan SKL Kestabilan Pondasi.
Tabel 15
Kriteria Penentuan SKL Kestabilan Pondasi
SKL Kestabilan Lereng
SKL
Peta Kerentanan Jenis Tanah Kestabilan Nilai
Peta Peta
Ketinggian Gerakan Pondasi
Kemiringan Morfologi
(mdpl) Tanah

Pegunungan
>3.000 > 40 % Regosol Rendah 1
/Perbukitan
Sangat Terjal
Zona 3
(Tinggi)
Pegunungan/
Podsol Merah
2.000-3.000 15 – 40 % Kurang 2
Perbukitan Kuning,Andosol
Terjal

Sedang 3
1.000 – Zona 2 Meditera,
5 – 15 % Perbukitan
2.000 (Menengah) Brown Forest
Cukup 4

500-1.000 2–5% Landai Latosol


Zona 1
Tinggi 5
(Rendah)
<500 0–2% Dataran Alluvial

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

e) Analisis SKL Kestabilan Ketersediaan Air


Analisis SKL Ketersediaan Air ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketersediaan air
dan kemampuan penyediaan air pada masing-masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
Hasil dari analisis SKL ketersediaan air ini akan menunjukkan kelas ketersediaan air sangat
rendah, rendah, sedang, dan tinggi. Kelas ketersediaan air tersebut menunjukkan tingkatan
dimana ketersediaan air rendah berarti kawasan tersebut memiliki ketersediaan air tanah dalam
dan dangkalnya tidak banyak. Sedangkan ketersediaan air tinggi berarti kawasan tersebut
memiliki ketersediaan air tanah dalam dan dangkalnya banyak. Berikut merupakan kriteria
penentuan SKL Ketersediaan Air.

Tabel 16
Kriteria Penentuan SKL Ketersediaan Air
Peta Peta Curah
Peta Penggunaan SKL
Kemiringan Hujan Hidrogeologi Jenis Tanah Nilai
Morfologi Lahan Ketersediaan Air
Lereng (mm/th)

Pegunungan/
Semak belukar,
Perbukitan > 40 % 2.500-3.000 Alluvial Sangat Rendah 1
ladang, hutan
Sangat Terjal Rendah
(Setempat
Pegunungan/P terbatas)
Kebun, hutan,
erbukitan 15 – 40 % 3.000-3.500 Latosol Rendah 2
hutan belukar
Terjal

Sedang (Baik Meditertkea,


Perbukitan 5 – 15 % 3.500-4.000 Semua Sedang 3
tidak merata) Brown Forest
Podsol Merah
Landai 2–5% 4.000-4.500 Kuning, Semua 4
Tinggi (Baik
Andosol Tinggi
merata)
Dataran 0–2% >4.500 Regosol Semua 5

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

f) Analisis SKL Drainase


Analisis SKL Drainase ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam
mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun
meluas dapat dihindari. Hasil dari analisis SKL drainase ini akan menunjukkan kelas drainase
kurang, cukup dan tinggi. Kelas kemampuan drainase tersebut menunjukkan tingkatan dimana
kemampuan drainase rendah berarti kawasan tersebut tidak dapat mengalirkan air dengan baik
dan mudah tergenang. Sedangkan kemampuan drainase tinggi berarti kawasan tersebut dapat
mengalirkan air dengan baik dan genangan air yang ada hanya sedikit. Berikut merupakan kriteria
penentuan SKL Drainase.

Tabel 17
Kriteria Penentuan SKL Drainase
Peta Peta Curah
Peta Peta Jenis Penggunaan SKL
Ketinggian Hujan Nilai
Morfologi Lereng Tanah Lahan Drainase
(mdpl) (mm/tahun)

<500 Dataran 0-2 % 2.500-3.000 Alluvial Semua


Rendah 1

500-1.000 Landai 2-5 % 3.000-3.500 Latosol Semua


Kurang 2

Meditera,
1.000-2.000 Perbukitan 5-15 % 3.500-4.000 Brown Semua Sedang 3
Forest

Podsol
Pegunungan Semak
15-40 Merah
2.000-3.000 /Perbukitan 4.000-4.500 belukar, Cukup 4
% Kuning,
Terjal ladang, hutan
Andosol

Pegunungan
/ Perbukitan Kebun, hutan,
>3.000 >40 % >4.500 Regosol Tinggi 5
Sangat hutan belukar
Terjal

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

g) Analisis SKL Erosi


Analisis SKL Erosi ini dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah yang mengalami
keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta
antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Hasil dari analisis SKL erosi ini akan
menunjukkan kelas kemampuan sangat rendah, rendah, sedang, cukup dan tinggi. Kelas
kemampuan erosi tersebut menunjukkan tingkatan dimana kemampuan sangat rendah berarti
kawasan tersebut memiliki kemungkinan pengelupasan atau pengikisan tanah yang besar.
Sedangkan kemampuan tinggi berarti kawasan tersebut memiliki kemungkinan pengelupasan
atau pengikisan tanah yang kecil bahkan tidak ada. Berikut merupakan kriteria penentuan SKL
Erosi.

Tabel 18
Kriteria Penentuan SKL Erosi
Curah Hujan Kemiringan Penggunaan SKL
Morfologi Jenis Tanah Nilai
(mm/tahun) Lereng Lahan Erosi

Pegungan/ Semak
>4.500 > 40 % Perbukitan Regosol Belukar, Tinggi 1
Sangat Terjal Ladang

Podsol
Pegunungan/
Merah Kebun, Hutan Cukup
4.000-4.500 15 – 40 % Perbukitan 2
Kuning, Belukar Tinggi
Terjal
Andosol

Meditera,
3.500-4.000 5 – 15 % Perbukitan Brown Semua Sedang 3
Forest

Sangat
3.000-3.500 2–5% Landai Latosol Semua 4
rendah

Tidak
2.500-3.000 0–2% Dataran Alluvial Semua 5
ada eros

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

h) Analisis SKL Bencana Alam


Analisis SKL terhadap bencana alam ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam menerima bencana alam untuk menghindari atau mengurangi kerugian dari korban
akibat bencana tersebut. Dalam menganalisis SKL ini, data bencana alam sebagai bahan masukan
menyesuiakan dengan kondisi kebencanaan yang ada di wilayah studi.

Hasil dari analisis SKL terhadap bencana alam ini akan menunjukkan kelas potensi
kawasan dengan risiko kerentanan bencana alam rendah, menengah, dan tinggi. Kelas potensi
rawan bencana tersebut menunjukkan tingkatan dimana potensi rendah berarti kawasan tersebut
aman untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan permukiman. Berikut merupakan
kriteria penentuan SKL Bencana Alam.

Tabel 19
Kriteria Penentuan SKL Bencana Alam
Kerentanan Kerentanan SKL
Kemiringan Penggunaan
Morfologi Topografi Gerakan Gunung Bencana Nilai
Lereng Lahan
Tanah Berapi Alam

Pegungan/
Semak
Perbukitan
> 40 % >3.000 Belukar, 1
Sangat Potensi
Ladang
Terjal Zona 3 Zona 3 Bencana
(Tinggi) (Tinggi) Alam
Pegunungan/ Kebun, Tinggi
2.000-
25 – 40 % Perbukitan Hutan 2
3.000
Terjal Belukar

Potensi
1.000- Zona 2 Zona 2
15 – 25 % Perbukitan Semua Bencana 3
2.000 (Menengah) (Menengah)
Menengah

2 – 15 % Landai 500-1.000 Semua Potensi 4


Zona 1 Zona 1
Bencana
(Rendah) (Rendah)
0–2% Dataran <500 Semua Rendah 5

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

i) Kelas Kemampuan Pengembangan


Analisis Kemampuan Pengembangan perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan yang dapat dikembangkan. Pembuatan peta nilai kemampuan pengembangan
lahan ini menggunakan metode overlay pada semua peta SKL yang telah dibuat dan melakukan
penjumlahan nilai setiap SKL yang kemudian dikalikan dengan bobot setiap SKL. Bobot setiap
SKL tersebut menunjukan tingkat pengaruh bagi kemampuan pengembangan lahan. Setelah
penjumlahan tersebut dilakukan, akan didapat nilai yang digunakan untuk penentuan kelas
kemampuan pengembangan sebagai berikut.

Tabel 20
Pembobotan Total SKL
SKL Bobot Hasil nilai x bobot

Morfologi 5 5 10 15 20 25

Kemudahan dikerjakan 1 1 2 3 4 5

Kestabilan Lereng 5 5 10 15 20 25

Kestabilan Pondasi 3 3 6 9 12 15

Ketersediaan Air 5 5 10 15 20 25

Drainase 5 5 10 15 20 25

Terhadap Erosi 3 3 6 9 12 15

Pembuangan Limbah 0 0 0 0 0 0
SKL Bobot Hasil nilai x bobot

Bencana Alam 5 5 10 15 20 25

Kemampuan Lahan Jumlah 32 160

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

Dari total nilai pembobotan diatas, dapat ditentukan beberapa kelas kemampuan lahan
yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum dari total nilai. Dari angka di atas, nilai
minimum yang mungkin didapat adalah 32 sedangkan nilai maksimum yang mungkin didapat
adalah 160. Kelas dan klasifikasi pengembangan berdasarkan total nilai pembobotan dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel 21
Klasifikasi Pengembangan
Total Nilai Kelas Klasifikasi Pengembangan

32 – 58 Kelas A Kemampuan Pengembangan Sangat Rendah

59 – 83 Kelas B Kemampuan Pengembangan Rendah

84 – 109 Kelas C Kemampuan Pengembangan Sedang

110 – 134 Kelas D Kemampuan Pengembangan Cukup Tinggi

135 – 160 Kelas E Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi

Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/Prt/M/2007

Analisis Daya Dukung dan Daya Tampung Ruang


Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung
ruang yang ada. Analisis daya dukung dan daya tampung ruang bertujuan mengetahui dan
memperkirakaan sejauh mana kemampuan lahan dalam mendukung kegiatan manusia dan
menampung populasi penduduk yang terus berkembang.
a) Analisis Daya Dukung
Daya dukung adalah kemampuan suatu wilayah untuk mendukung perikehidupan dan
kegiatan mahluk hidup khususnya manusia. Analisis daya dukung ini berguna untuk melihat dan
mengetahui sebarapa mampu suatu wilayah dalam menyediakan lahan permukiman guna
menampung jumlah penduduk tertentu untuk bertempat tinggal secara layak. Dalam melakukan
analisis daya dukung diperlukan beberapa data yaitu besaran luas lahan yang layak untuk
permukiman, jumlah penduduk serta dibutuhkan data mengenai standar atau kriteria kebutuhan
lahan tiap penduduk.

Data mengenai luas lahan yang sesuai untuk permukiman dapat diketahui dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan tata ruang dan pendekatan kemampuan lahan.
Pada analisis yang dilakukan ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan tata ruang, maka
dari itu luas lahan yang layak untuk permukiman adalah area yang ada di suatu wilayah diluar
kawasan lindung dan terbebas dari bahaya lingkungan seperti banjir, tanah longsor, instrusi air
tanah dan abrasi serta berbagai macam ancaman bahaya geologi lainnya.
Pendekatan tata ruang tersebut berguna untuk mengidentifikasi daya dukung lahan yang
terdiri dari kawasan limitasi, kawasan kendala dan kawasan potensial. Pengertian dan kriteria dari
ketiga wilayah tersebut adalah sebagai berikut :
 Kawasan limitasi, adalah wilayah dengan fisik dasarnya memiliki tingkat kesesuaian
lahan yang tidak layak dikembangkan untuk permukiman berdasarkan batasan-batasan
fisik wilayah.
 Kawasan kendala, atau bersayarat adalah wilayah yang memerlukan masukan teknologi
bagi pembangunan dan pengembangan permukiman, dengan konsekuensi perlu biaya
tambahan untuk menanggulangi kendala tersebut seperti untuk perbaikan kontur yang
membutuhkan cut and fill.
 Kawasan potensial, sering dikatakan sebagai kawasan manfaat atau kawasan
kemungkinan, yaitu kawasan yang lingkungan fisik dasarnya memiliki tingkat kesesuaian
lahan yang akurat untuk dibangun dan dikembangkan bagi kawasan permukiman.

Berdasarkan pengertian dari ketiga wilayah daya dukung lahan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa wilayah yang dapat dikembangkan untuk permukiman sekaligus untuk menampung
penduduk yaitu wilayah potensial. Namun meskipun demikian wilayah potensial tidak dapat
dikembangkan untuk permukiman secara keseluruhan, melainkan harus disediakan ruang untuk
penggunaan lainnya yaitu untuk jaringan utilitas dan prasarana umum. Oleh karena itu untuk
pembangunan dan pengembangan permukiman harus mempertimbangkan rasio tutupan lahan
sebesar 60% dari luas wilayah potensial yang ada sesuai dengan kriteria dari permen PU Nomor
20 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Analisis Fisik dan Lingkungan. Dalam mendapatkan
luas lahan yang dapat dikembangan untuk permukiman dari wilayah potensial tersebut dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

𝑳𝑷𝒎 𝑳𝑾𝑷 𝒙 𝟔𝟎%


Keterangan :
LPm = Luas Lahan yang dapat dikembangkan untuk
permukiman (ha)
LWP = Luas Wilayah Potensial
60% = Rasio Tutupan Lahan
Sumber : Lutfi Muta’ali, 2012

Setelah luas lahan yang dapat dikembangkan untuk permukiman tersebut diketahui dengan
menggunakan rumus diatas, maka tahapan selanjutnya dalam menganalisis daya dukung wilayah
untuk permukiman yaitu menghitung nilai indeks dari luas wilayah potensial yang ada dengan
memperhatikan standar kebutuhan ruang perkapita berdasarkan lokasi geografis (Perdesaan dan
Perkotaan) serta jumlah penduduk tahun terakhir. Tujuan menghitung nilai indeks tersebut adalah
untuk mengetahui kemampuan dari wilayah potensial dalam menampung penduduk optimal.
Berikut merupakan standar kebutuhan ruang perkapita yang dapat digunakan. serta rumus
perhitungan nilai indeks daya dukung permukiman.

Tabel 18
Kebutuhan Ruang per Kapita menurut Lokasi Geografis (Zona Kawasan)
No Lokasi Geografis (Perdesaan-Perkotaan) Kebutuhan Ruang (ha/kapita)
1 Zona Perdesaan 0,0133
2 Zona Pinggiran Kota 0,0080
3 Zona Perkotaan 0,0026
4 Zona Pusat Kota 0,0016
5 Zona Pusat Kota Metropolitan 0,0006
Sumber : Permen PU Nomor 11/PERMEN/M/2008 dalam Lutfi Muta’ali, 2012
𝑳𝑷𝒎/𝑱𝑷
𝑫𝑫𝑷𝒎
𝒂
Keterangan :
DDPm = Daya Dukung Permukiman
LPm = Luas Lahan yang dapat dikembangkan untuk
permukiman (ha)
JP = Jumlah Penduduk (jiwa)
a = Koefisien luas kebutuhan ruang (ha/kapita)
Sumber : Lutfi Muta’ali, 2012

Setelah daya dukung permukiman dihitung dengan rumus tersebut maka akan diperoleh
kisaran nilai indeks daya dukung permukiman sebagai berikut :
 Nilai DDPm >1, artinya bahwa daya dukung permukiman tinggi, masih mampu
menampung penduduk untuk bermukim (membangun rumah) dalam wilayah
potensial tersebut.
 Nilai DDPm =1, artinya bahwa daya dukung permukiman optimal, terjadi
keseimbangan antara antara penduduk yang bermukim (membangun rumah) dengan
luas wilayah potensial yang ada.
 Nilai DDPm <1, artinya bahwa daya dukung permukiman rendah, tidak mampu lagi
menampung penduduk untuk bermukim (membangun rumah) dalam wilayah
potensial tersebut.
t) Analisis Daya Dukung
Daya tampung adalah kemampuan dari suatu wilayah untuk menerima dan menampung
jumlah penduduk optimal. Analisis daya tampung ini diperlukan sebagai bentuk responsif
terhadap dinamika pertumbuhan penduduk yang saat ini tidak terhindarkan. Konsekuensi
pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang menempati lahan, menyebabkan kepadatan
hunian menjadi bertambah.

Dalam melakukan analisis daya tampung diperlukan beberapa data, yaitu hasil analisis
daya dukung permukiman (DDPm) dan data mengenai jumlah penduduk tahun terakhir. Sehingga
daya tampung penduduk optimal dapat diketahui dengan menggunakan rumus perhitungan
sebagai berikut :
𝑫𝑻 𝑫𝑫𝑷𝒎 𝒙 𝑱𝑷
Keterangan :
DT = Daya Tampung (jiwa)
DDPm = Daya Dukung Permukiman
JP = Jumlah Penduduk

  Sumber : Lutfi Muta’ali, 2012

Anda mungkin juga menyukai