Anda di halaman 1dari 11

6

BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan umum jamur
Jamur atau fungi termasuk ke dalam tanaman yang berbetuk sel atau benang
bercabang. Jamur tidak memiliki akar, batang serta daun. Oleh sebab itu, jamur
tidak dapat menghasilkan makanan bagi dirinya sendiri karena jamur tidak
memiliki klorofil. Jamur mendapatkan makanan dari bahan organik. Maka jamur
dapat digolongkan menjadi tanaman saprofit atau parasit.

Secara umum, jamur dapat tumbuh baik dengan suhu kamar 25-30
o
C,
kelembaban 60%, pH 5,5-6,5 dan dapat pula tumbuh di daerah tropis. Namun
terdapat juga jamur yang dapat tumbuh dengan suhu tinggi antara 45-50
o
C seperti
gurun pasir yang panas. Oleh sebabnya, jamur dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Jamur yang dapat tumbuh dan menyebabkan penyakit atau
bersifat pathogen adalah jamur yang memiliki sifat saprofit pada manusia dan
dapat hidup tanpa melalui daur sebagai parasit.

Jamur dapat berkembang biak secara seksual, aseksual ataupun keduanya,
yaitu dengan menggunakan spora yang dibentuk dari hifa reproduktif. Jamur
merupakan tanaman yang dapat terdiri dari satu sel atau beberapa sel yang
tersusun membentuk anyaman hifa atau benang-benang. Jamur mendapatkan
makanan dengan cara menyerap unsur yang dibutuhkan dari lingkungan tempat
tumbuh melalui sistem hifa vegetatif. Sedangkan hifa yang berfungsi mengambil
oksigen adalah hifa udara.

Jamur erat kaitannya dengan proses fermentasi, pembusukan, beracun dan
dapat menyebabkan beberapa penyakit tertentu. Hal ini disebabkan karena jamur
dapat tumbuh dimana saja dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan.
Beberapa jamur dapat tumbuh di tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan
infeksi kecuali jika sistem kekebalan tubuh kita baik (Susilo, 1998).



7

Paling sering ditemukan jamur menyerang kulit manusia dikenal dengan
istilah tinea. Infeksi tinea dapat pada kepala, badan, lipat paha, kaki, dan kuku
(Budimulya, 2006).

II.2 Tinjauan Tinea pedis
Tinea pedis adalah infeksi jamur yang paling sering terjadi pada kaki
terutama pada sela jari dan telapak kaki. Penyebabnya adalah jamur dari spesies
Trichophyton rubrum (Budimulya, 2006; Price, 2005). Jari yang paling sering
terinfeksi adalah jari ke-4 dan ke-5 yang selanjutnya akan menyebar ke bawah jari
dan sela jari-jari lainnya (Carlo, 2005; Hainer, 2003). Selain Trichophyton rubrum
terdapat berbagai jamur spesies lain yang dapat menyebabkan infeksi
Onychomycosis seperti Candida sp. (Carlo, 2005; PERDOSKI, 2001; Hapcioglu,
2005).

Jamur dapat tumbuh jika ada faktor kelembaban. Sedangkan jari-jari kaki
sangat mudah terkena infeksi jamur dikarenakan kaki lebih mudah berkeringat,
memakai sepatu tertutup dalam keseharian, serta kaus kaki kurang dijaga
kebersihannya. Jadi, infeksi jamur memang berhubungan dengan kebersihan dan
keringat (Budimulya, 2006).

Gejala klinis Tinea pedis sering tanpa keluhan berarti dan dapat terjadi
bertahun-tahun. Penderita baru akan merasa terganggu jika muncul bau tak sedap
dari kulit kaki mereka dan jika sudah mulai gatal serta kemerahan pada kulit jari
kaki. Hal ini merupakan gejala ringan. Namun infeksi jamur juga dapat
menunjukkan gejala berat seperi nyeri dan demam jika sudah terdapat infeksi
sekunder antara bakteri dan jamur (Kurniawan, 2010; Hainer, 2003).

2.2.1 Epidemiologi
Tinea pedis merupakan kelainan dermatophytosis terbanyak di dunia.
Dilaporkan 70% dari populasi menderita Tinea pedis yang paling banyak
menyerang pada laki-laki dibanding dengan perempuan. Serta tidak ditentukan


8

dan dipengaruhi oleh etnik atau ras tertentu. Pada Tinea pedis tidak ditemukan
hubungan sebagai penyebab kematian (Courtney, 2009).

2.2.2 Faktor resiko
Tinea pedis, Atheletes foot atau ring worm of the foot menyukai bagian
kulit yang sering lembab dan basah. Serta beberapa faktor lain yaitu memakai
sepatu tertutup dalam waktu lama yang dapat menyebabkan keringat berlebih
sehingga menambah kelembaban di daerah sekitar kaki. Selain itu, pemakaian
kaus kaki, khususnya kaus kaki yang berasal dari bahan yang tidak mudah
menyerap keringat juga dapat menambah kelembaban (Budimulya, 2006; Price,
2005).

Kondisi ekonomi rendah diikuti status gizi buruk serta daya tahan tubuh
terhadap penyakit merupakan faktor pendukung yang saling berpengaruh pada
infeksi jamur. Selain itu faktor kebersihan pribadi yang kurang dijaga ikut
mendukung timbulnya infeksi jamur karena jamur dapat tumbuh (Hapcioglu,
2005).

2.2.3 Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari jamur penyebab Tinea pedis sampai saat ini tidak
diketahui (Kandun, 2000).

2.2.4 Patogenesis dan patofisiologi
Spesies jamur penyebab Tinea pedis tersering adalah Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum. Penyebaran
jamur-jamur tersebut tergantung dari sumber infeksi yaitu berasal dari manusia
lain (anthropophilic), hewan (zoophilic) dan dari tanah (geophilic) (Sjarifuddin,
1998; Kurniawan, 2010).

Pada manusia T. rubrum memiliki sifat-sifat anthropophilic, ectothrix dan
tes urease negatif. Selain itu, T. rubrum juga menghasilkan keratinase yang dapat
melisiskan lapisan keratin pada stratum korneum kulit sehingga dapat timbul


9

skuama. Kerusakan yang terjadi pada stratum korneum ini, maka jamur dapat
dengan mudah masuk menginvasi pada jaringan yang lebih dalam dan dapat
menyebabkan reaksi peradangan lokal, yang menimbulkan pula beberapa gejala
tambahan lain seperti demam, gatal, kemerahan dan nyeri.

Gejala dapat pula
diperparah dengan infeksi sekunder karena bakteri (Hainer, 2003; Sjarifuddin,
1998).

Gambar 1. Bagan Patofisiologi Infeksi Tinea pedis (Kurniawan, 2010)
2.2.5 Gejala klinis
Di Indonesia, Tinea pedis yang dikenal dengan nama kutu air ini memiliki
beberapa macam tipe penampakan klinis, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bentuk maserasi interdigitalis terdapat skuama dan erosi di sela-sela jari
serta fisura dengan warna kulit putih. Paling sering pada jari ke-4 dan ke-5.
2. Bentuk hiperkeratosis berupa penebalan kulit dengan sisik pada tumit,
telapak kaki, punggung kaki, dan tepi kaki. Umumnya lesi bersifat setempat
namun dapat bergabung sehingga dapat mengenai seluruh telapak kaki
dikenal dengan moccasin foot.


10

3. Bentuk vesicular bullosa subakut merupakan reaksi peradangan yang berupa
vesikel dan pustule yang dapat pecah. Disertai rasa gatal yang hebat.
2.2.6 Diagnosis
Diagnosis tinea dapat ditegakkan dengan menilai gejala-gejala klinis yang
khas dan pemeriksaan sedian langsung dengan larutan kalium hidroksida (KOH)
10-20% dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop (Budimulya, 2006;
Sjarifuddin, 1998).
2.2.7 Diagnosis banding
Berdasar Budimulya (2006) dan PERDOSKI (2001) Tinea pedis harus
dibedakan dari beberapa penyakit lain di kaki sebagai diagnosis banding
diantaranya adalah:
1. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis dengan gejala gatal disertai eritema, vesikel, skuamasi terutama
pada jari-jari, punggung, dan kaki. Diakibatkan oleh kontak dengan zat yang
menyebabkan alergi.
2. Psoriasis pustulosa

Kelainan kulit berupa plak bersisik putih yang terdapat pada daerah lutut,
siku, dan kulit kepala. Selain itu juga terdapat pada jari-jari tangan dan jari-jari
kaki dengan penampakan plak-plak yang licin dan merah dan permukaan yang
mengalami maserasi.

3. Skabies pada kaki

Gejala gatal pada badan, sela jari tangan, lipat paha, dan lipatan siku yang
disebabkan oleh tungau skabies atau kutu.




11



2.2.8 Pengobatan
Diperlukan perhatian yang serius dalam penanganan Tinea pedis ini, dengan
terlebih dahulu menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan mudah infeksi
jamur seperti faktor daya tahan tubuh, status gizi, dan kebersihan diri (Hapcioglu,
2005; Price, 2005).

Tindakan menjaga kebersihan diri yang dapat dilakukan adalah dengan
menghindari pemakaian sepatu tertutup, sepatu plastik, sepatu sempit apalagi jika
digunakan sepanjang hari dalam waktu lama. Hal ini diperlukan agar kaki dapat
selalu terpapar dengan udara sehingga mengurangi tingkat kelembaban
(Kurniawan, 2010).

Penggunaan alas kaki juga berperan penting dalam menghindari kontak
langsung dengan jamur penyebab Tinea pedis. Selain itu, faktor kebersihan diri
seperti mencuci dan mengeringkan kaki setelah aktivitas mengurangi tumbuhnya
jamur (Carlo, 2005; PERDOSKI, 2001; Hainer, 2003; Kurniawan, 2010).

Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal, ada pula yang tersedia
dalam bentuk oral. Jenis obat luar seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu
luas. Salep harus dioleskan pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau
sebelum tidur selama dua minggu, meskipun lesinya telah hilang. Menghentikan
pengobatan dengan salep dapat menimbulkan kekambuhan. Karena jamur belum
terbasmi dengan tuntas. Jika prosesnya cukup luas, selain obat topikal, perlu
ditambahkan obat minum, misalnya griseofulvin, terbinafine, itraconazole,
ketoconazole (Carlo, 2005; Kurniawan, 2010).

2.2.9 Pencegahan

Selain tindakan pengobatan, tindakan pencegahan juga penting terhadap
penanganan masalah Tinea pedis. Hal ini berguna mencegah timbulnya
kekambuhan atau pun penularan penyakit. Prinsip utama tindakan pencegahan
yang terpenting adalah (Hainer, 2003; Kurniawan, 2010; Astuti, 2010):



12

1. Mencuci kaki dan sela jari dengan menggunakan sabun dan air yang
mengalir setiap hari.
2. Setelah mencuci kaki, mengeringkan kaki hingga ke sela jari memakai
handuk yang kering dan bersih sampai benar-benar kering.
3. Menjaga agar kaki selalu kering terutama pada sela-sela jari kaki khususnya
setelah terpapar air.
4. Tidak menggunakan handuk atau peralatan mandi secara berganti-gantian
untuk mencegah penularan.
5. Tidak menggunakan sepatu yang dapat menyebabkan timbulnya keringat
berlebih dalam hal ini khususnya sepatu tertutup dalam waktu yang lama.
Dapat digunakan sepatu dari bahan vinyl yang dapat menyerap keringat.
6. Memakai kaus kaki dari bahan yang dapat menyerap keringat serta
mengganti kaus kaki yang telah dipakai setiap hari.
7. Tidak menggunakan kaus kaki dalam keadaan kaki masih basah.

II.3 Resimen Induk Infanteri Kodam Jaya
Resimen Induk Infanteri Kodam Jaya adalah satuan lembaga pendidikan di
bawah Kodam Jaya yang memiliki tugas pokok membantu menyelenggarakan
latihan dan pendidikan bagi seluruh jajaran Kodam Jaya untuk menghasilkan
prajurit yang profesional, handal, berkualitas dan memiliki militansi yang tangguh
serta dicintai rakyat. Tugas-tugas pokok Resimen Induk Infanteri Kodam Jaya
tidak saja terbatas pada bidang penyelenggaraan pendidikan dan latihan tetapi
juga dalam fungsinya tak ubahnya sebagai seorang ibu yang tidak saja melahirkan
putra-putranya, tetapi juga membina dan mendewasakannya.

II.4 Pendidikan Secata PK TNI AD
Pendidikan Secata PK Gelombang II Tahap I TNI Angkatan Darat adalah
program Pendidikan yang bertujuan untuk membentuk, melatih, dan mendidik
seorang prajurit siswa yang berasal dari pemuda-pemuda terpilih yang direkrut
langsung dari masyarakat sehingga dalam proses pendidikannya akan terjadi


13

perubahan yang radikal mulai dari sikap dan perilaku, jiwa korsa dan
kebersamaan, respon terhadap perintah dan banyak lagi aturan lainnya.

Membentuk prajurit dalam tatanan organisasi TNI/TNI AD sebagai prajurit
pelaksana yang terpercaya dengan keterampilan yang tinggi. Karena itu
pendidikan Tamtama bertujuan membentuk dan mengembangkan pemuda-
pemuda warga negara Indonesia yang memenuhi syarat sesuai ketentuan untuk
menjadi Calon Tamtama umum TNI AD.

Selama mengikuti proses pendidikan siswa dituntut untuk memikul beban
tugas dan tanggung jawab serta aktivitas yang tinggi untuk selalu belajar dan
berlatih semaksimal mungkin yang dapat dilakukan di dalam kelas ataupun di
lapangan.
Pendidikan Secata PK TNI AD ini dilaksanakan dalam selama 5 bulan atau
20 minggu. Kegiatan dalam pendidikan di bagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap
pembentukan selama 8 minggu, tahap pengisian selama 8 miggu, dan tahap
pemantapan selama 8 minggu dengan beban latihan yang diberikan selama
mengikuti pendidikan juga dibagi dalam 3 tahap tingkatan, yaitu selama 2 minggu
pertama diberikan beban sebanyak 4 kilogram, 6 minggu dengan pembebanan
sebanyak 6 kilogram, dan 12 minggu dengan pembebanan sebanyak 8 kilogram
yang termasuk dalam beban latihan yang ringan.
Jenis latihan perhari disesuaikan dengan jadwal yang telah ditetapkan yaitu
pada pagi sampai dengan siang hari berupa pelajaran teori yang diberikan dalam
ruang kelas, atau berupa praktik di lapangan. Sedangkan pada siang hari dilakukan
lari siang dengan panjang lintasan lari yaitu 2400 meter, 2800 meter, dan 3100
meter.
Pemeliharaan siswa Secata dilakukan mengikuti petunjuk yang diberikan
oleh dokter kesehatan Rindam Jaya, yang pada setiap kegiatan Binsik (
Pembinaan Fisik) atau lari siang diberlakukan jam berobat bagi siswa Secata.


14

Siswa dapat memeriksakan kesehatannya meliputi keluhan-keluhan pada fisik,
ataupun kulit. Selain itu, pada siswa tersebut juga mendapat imunisasi hepatitis B
yang diberikan sebanyak 3 kali, serta pemberian vitamin A rutin bagi siswa.
II.5 Kebersihan diri (personal hiegene)
Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri
sendiri yang meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku,
kulit, dan kebersihan dalam berpakaian dalam meningkatkan kesehatan yang
optimal (Effendy, 1998).
Praktik kebersihan diri masing-masing siswa pendidikan dapat menjadi
faktor resiko terjadinya Tinea pedis bila tidak dilakukan dengan baik. Antara lain
adalah dengan menggunakan sepatu tertutup dalam waktu lama, tidak mencuci
kaki, tidak mengganti kaus kaki, membiarkan kaki selalu dalm keadaan basah dan
lembab, serta memakai peralatan mandi secara bergantian (Carlo, 2005).

Praktik kebersihan diri meliputi kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata,
telinga, dan kulit (Effendy, 1998). Pada Tinea pedis yang berkaitan adalah
mengenai kebersihan kulit, khususnya kulit pada telapak dan sela jari kaki (Carlo,
2005).
II.6 Penelitian Terkait
Nindya Aryanti (2005)

Judul : Angka kejadian dan pola jamur penyebab Tinea pedis di Asrama
Brimob Semarang.
Variabel bebas : Pemakaian sepatu boot
Variabel terikat : Tinea pedis
Metode : Cross sectional


15

Hasil : Ditemukan angka kejadian Tinea pedis sebesar 24,35% di Asrama
Brimob Semarang.

II.7 Kerangka berpikir
2.7.1 Kerangka teori
Menggunakan konsep segitiga epidemiologi sebagai konsep dasar timbulnya
Tinea pedis pada siswa pendidikan Secata PK Gelombang II Tahap I TNI AD di
Resimen Induk Infanteri Kodam Jaya Condet.












HOST
Siswa pendidikan Secata TNI AD
AGENT
Trichophyton rubrum,
dan jamur penyebab
Onychomycosis lain.
ENVIRONMENT
Kebersihan diri
Lingkungan :
Cuaca, suhu, kelembaban
Beban latihan :
Frekuensi dan
karakteristik latihan
Peralatan :
Kelengkapan latihan,
beban berat peralatan
yang dibawa, jenis sepatu
dan karekteristik sepatu
Lainnya :
Gizi dan imunitas


16

2.7.2 Kerangka konsep penelitian










II.8 Hipotesis
Berdasarkan Tinjauan Pustaka yang telah dikemukakan, maka hipotesis
pada penelitian ini adalah :.
H1 : Ada hubungan praktik kebersihan diri dengan kejadian Tinea pedis pada
siswa pendidikan Secata PK Gelombang II Tahap I Resimen Induk Infanteri
Kodam Jaya Condet.




Variabel Bebas (Independent
variable)
Praktik kebersihan diri
a. Pemakaian sepatu tertutup
diluar latihan
b. Mencuci kaki ke sela jari
setelah latihan
c. Mengeringkan kaki setelah
dicuci
d. Mengganti kaus kaki setiap
hari
e. Menggunakan peralatn
mandi seprti handuk secara
bergantian
Variabel terikat
(Dependent variable)
Tinea pedis

Anda mungkin juga menyukai