Anda di halaman 1dari 5

5

BAB II
KERANGKA TEORI


A. KERANGKA TEORI
1. Definisi dan Bentuk Fogging
Fogging merupakan salah satu kegiatan penanggulangan DBD
(Demam Berdarah Dengue) yang dilaksanakan pada saat terjadi
penularan DBD melalui penyemprotan insektisida daerah sekitar kasus
DBD yang bertujuan memutus rantai penularan penyakit. Sasaran
fogging adalah rumah serta bangunan dipinggir jalan yang dapat dilalui
mobil di desa endemis tinggi.
Cara ini dapat dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa
maupun larva. Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan
menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying) karena
nyamuk Aedes aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada
benda-benda yang tergantung seperti kelambu pada kain tergantung.
Fogging dilaksanakan dalam bentuk yaitu :
a) Fogging Fokus
Adalah pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan
terfokus pada daerah tempat ditemukannya tersangka / penderita
DBD.
b) Fogging Massal
Adalah kegiatan pengasapan secara serentak dan menyeluruh pada
saat terjadi KLB DBD.

2. Tata Laksana Fogging
a) Fogging dilaksanakan sebanyak 2 putaran dengan interval minggu
oleh petugas dalam radius 200 meter untuk penanggulangan fokus
dan untuk penanggulangan fokus untuk KLB meliputi wilayah
yang dinyatakan sebahai tempat KLB DBD.
6

b) Fogging dilaksanakan oleh petugas kesehatan atai pihak swasta


yang telah menjadi anggota IPPHAMI (Ikatan Perusahaan
Pengendalian Hama Indonesia) dan harus mendapat rekomendasi
dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Selain itu khusus untuk
fogging fokus dapat dilakukan oleh masyarakat dengan tenaga
terlatih dibawah pengawasan Puskesmas yang telah memperoleh
izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

3. Peralatan dan Bahan Fogging


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan fogging, yaitu :
a) Alat yang dipakai swing fog SN 1 untuk bangunan dan mesin ULV
(Ultra Low Volume) untuk perumahan.
b) Malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml malathion
96% technical grade/ha). Malathion adalah bahan teknis pestisida
yang dapat diemulsikan untuk mengendalikan nyamuk Aedes
Aegypti, culex, dan anopheles di dalam dan diluar ruangan.
Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatometik, yang
berkaitan irreversibel dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf
serangga. Akibatnya otot tubuh serangga mengalami kejang,
kemudian lumpuh dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan
cara pengasapan (Kasumbogo, 2004).
c) Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan kedalam kamar atau ruangan
misalnya, golongan Organofosfat adalah insektisida yang paling
toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan
keracunan pada orang. Termakan hanya dalamjumlah sedikit saja
dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram
untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma
dan sel darah merah dan pada sinapsisnya (Darmono, 2003).
Insektisida dari kelompok piretroid merupakan insektisida sintetik
yang merupakan tiruan (analog) dari piretrium. Insektisida piretroid
7

merupakan racun yang mempengaruhi syaraf serangga (racun syaraf)


dengan berbagai macam cara kerja pada susunan syaraf sentral
(Djojosumarto, 2008). Piretroid adalah racun syaraf yang bekerja
dengan cepat dan menimbulan paralis yang bersifat sementara. Efek
piretroid sama dengan DDT tetapi piretroid memiliki efek tidak
persisten.

4. Persyaratan Penggunaan Fogging
Adapun syarat-syarat untuk melakukan fogging, yaitu :
a) Adanya pasien yang meninggal disuatu daerah akibat DBD.
b) Tercatat dua orang yang positif yang terkena DBD di daerah
tersebut.
c) Lebih dari tiga orang di daerah yang sama mengalami demam
dan adanya jentik-jentik nyamuk Aedes Aegypti.
Apabila ada laporan DBD di rumah sakit atau Puskesmas di
suatu daerah, maka pihak rumah sakit harus segera melaporkan
dalam waktu 24 jam, setelah itu akan diadakan penyelidikan
epidemiologi kemudian baru fogging fokus.

5. Hal Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Melakukan Fogging
a) Konsentrasi bahan fogging
Konsentasi bahan yang digunakan harus mengacu pada label,
karena bila dosis yang digunakan tidak tepat akan menimbulkan
kerugian, tidak hanya dari segi biaya dan efikasi pengendalian
tetapi juga berpengaruh terhadap keamanan manusia itu sendiri
serta lingkungannya (magallona, 1980).
b) Arah dan kecepatan angin
Dalam melakukan fogging, arah angin harus diperhatikan.
Kecepatan akan berpengaruh terhadap pengasapan di luar
ruangan. Untuk diluar ruangan space spray berkisar 1-4 m/detik
atau sekitar 3,6-15 km/jam. Angin diperlukan untuk membawa
asap masuk kedalam celah-celah bangunan, namun jika terlalu
8

kencang maka asap akan cepat hilang terbawa angin. Pengasapan


harus berjalan mundur melawan arah angin sehingga asap tidak
menganai petugas fogging.
c) Suhu
Suhu adalah keadaan udara yang akan mempengaruhi
pengasapan. Pengasapan diluar ruangan pada waktu tengah hari
atau pada suhu tinggi akan sia-sia karena asap akan menyebar
keatas, bukan kesamping sehingga pengasapan tidak maksimal.
Oleh sebab itu fogging sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau
sore hari.
d) Waktu
Waktu fogging harus disesuaikan dengan puncak aktivitas
nyamuk Aedes aegypti yang aktif mencari mangsa pada pagi hari
sekitar pukul 07.00-10.00, dan sore hari sekitar pukul 14.00-
17.00.

6. Dampak Pelaksanaan Fogging
Bahan yang digunakan dalam fogging merupakan jenis
insektisida untuk membunuh serangga dalam hal ini adalah nyamuk.
Insektisida tersebut merupakan racun yang dapat mematikan jasad
hidup, maka dalam penggunaannya harus lebih bersikap hati-hati.
Fogging tidak hanya memberikan dampak positif dalam
pengandalian nyamuk Aedes aegypti namun disisi lain juga
menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan
masyarakat, misalnya pencemaran air, tanah, udara, terbunuhnya
organisme non target, dan resiko bagi orang, hewan dan tumbuhan
(Djojosumarto, 2008).
Dampak kesehatan
a) Iritasi pada kulit
Tidak menimbulkan iritasi pada kulit tikus setelah 3 kali aplikasi
500 mg/kg yang dibalut rapat dan yang dilakukan secara
bergantian.
9

b) Sensitisasi
Metil Pirimiphos tidak menimbulkan sensitiser kulit dan
dibuktikan dengan uji Stevens pada marmut.
c) Inhalasi
Tikus dapat terpengaruh terhadap uap Metil Pirimiphos selama 6
jam sehari, 5 hari seminggu selama 3 minggu.
Dampak terhadap tanah
Metil Pirimiphos tidak terikat pada tanah. Dalam berbagai jenis
tanah, akan terurai dalam waktu kurang dari sebulan. Metil
Pirimiphos memiliki mobilitas terbatas dalam tanah.
Dampak terhadap air
Metil Pirimiphos cepat terdegradasi dalam air, terutama oleh
hydrolisis dengan hilangnya rantai samping gugus phosphorothioate
ester. Proses ini akan lebih cepat 50% dibawah cahaya matahari
selama sehari.

Anda mungkin juga menyukai