Anda di halaman 1dari 27

I.

TUJUAN
Menghilangkan gejala dengan cepat
Mengeradikasi bakteri pathogen
Meminimalisasi rekurensi dan mengurangi morbiditas dan mortalitas

II. DASAR TEORI

Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung kemih yang
umumnya steril. (Elder JS, 2007)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih, terutama
masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme (Fisher JD,2011)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Purnomo BB, 2007)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan pada manifestasi
bakteri pada saluran kemih (Wilson LM, 2006).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah berkembangnya mikroorganisme di dalam saluran kemih
yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri, virus/mikroorganisme lain.(Wong
SN, 2005)
B. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut(Elder JS, 2007) :
1. Kandung kemih (sistitis)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi
dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik irin dari utetra kedalam kandung kemih
(refluks urtovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.
2. Uretra (uretritis)
Uretritis adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang di golongkan sebagai gonoreal atau
non gonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui
kontak seksual. Uretritis non gonoreal adalah uretritis yang tidak berhubungan dengan
niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea plasma
urelytikum
3. Ginjal (pielonefritis)
Pielonefritis infeksi traktus urinarius atas merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus dan
jaringan intertisial dari dalah satu atau kedua ginjal

Infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut dibedakan menjadi(Elder JS, 2007) :
1. ISK Uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic
maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama
mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.

2. ISK Complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas,
kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi
bakterimia, sepsis, dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan- keadaan sebagai berikut :
Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi,
atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
Kelainan faal ginjal :GGA maupun GGK
Gangguan daya tahan tubuh
Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen seperti prosteus spp yang
memproduksi urease.

C. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain.(Fisher JD,2011):
1. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella
2. Escherichia Coli
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran
kemih adalah :
1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat kepada
rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengan pria.
2. Abnormalitas Struktural dan Fungsional
Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang merupakan media untuk kultur
bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan
hidrostatik.
Contoh : strikur,anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis
3. Obstruksi
Contoh : Tumor, Hipertofi prostat
4. Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosis
5. Penyakit kronis
Contoh : Gout, DM, hipertensi
6. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi
D. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang
terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay
jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari
kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.(Fisher JD,2011)
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat
pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di
salah satu tempat misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.(Fisher JD,2011)
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan
menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh
adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal
untuk menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari
perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar
infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan
mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih,
mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.(Wilson LM, 2006)
E. Manifestasi Klinik
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
c. Hematuria
d. Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri panggul dan pinggang
d. Nyeri ketika berkemih
e. Malaise
f. Pusing
g. Mual dan muntah


F. Komplikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Ensefalopati hipertensif
3. Gagal jantung, edema paru, retinopati hipertensif(Wilson LM, 2006)
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air
kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus
ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama
adanya infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal
menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria
gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau
evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.(Wilson LM, 2006)
H. Pencegahan
1. Jaga kebersihan
2. Sering ganti celana dalam
3. Banyak minum air putih
4. Tidak sering menahan kencing
5. Setia pada satu pasangan dalam melakukan hubungan(Wilson LM, 2006)
I. Penatalaksanaan
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain. Pasien dilanjutkan banyak
minum dan jangan membiasakan menahan kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin (pyriduin) 7-10 mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan.
Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan
pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin anatamis
saluran kemih.(Elder JS, 2007)
1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi dan keadaan umum lemah
segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat
pilihan pertama adalah ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin
dan sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida (gentamisin, amikasin, dan lain-
lain), sefatoksin, karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami infeksi berulang
dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu
pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya
setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan ada
fase akut. Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan terapi
profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu nitrofurantorin, kotrimoksazol,
sefaleksi atau asam mandelamin. Umumnya diberikan dosis normal, satu kali sehari pada
malam hari selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan kalainan anatomis, pemberian obat
disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila
perlu sampai 2 tahun.

3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan
koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I
sampai III bisanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV
dan V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih
(ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atsopik kronik, nefrektami kadang-
kadang perlu dilakukan
J. Prognosis
Walaupun tanpa perawatan antibiotik, penyakit cenderung menjadi jinak dan berhenti sendiri.
Fase simptomatik penyakit biasanya berlangsung tidak lebih dari seminggu, walaupun
bakteriuria dapat bertahan lebih lama. Pada kasus yang terkait factor fredisposisi, maka
penyakit ini dapat kambuh atau kronis.(Elder JS, 2007)
III. URAIAN KASUS
Ny.P (27 thn) mengeluh sakit saat buang air kecil dan merasakan ingin terus buang air
kecil sejak menikah lima hari yang lalu.Punggung bawah sebelah kanan nyeri ketika
ditepuk.Diagnosa dokter adalah honeymoon cytitis,obat yang diberikan ciprofloxacin 3x1
per hari.


IV. ANALISIS KASUS DENGAN METODE SOAP
1.Penyelesaian kasus hipertensi dengan metode SOAP (Subjective, Objective,
Assesment, Plan)
a) Subjective
1) Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. P
Usia : 27 tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan.
Pekerjaan : -
2) Keluhan Pasien : Sakit pada saat buang air kecil,merasakan ingin
buang air kecil sejak menikah 5 hari yang lalu,punggung bawah
sebelah kanan nyeri ketika ditepuk.
3) Riwayat Penyakit Keluarga : -
4) Riwayar Penyakit Penderita :
5) Riwayat pengobatan : -
6) Perilaku Hidup :
b) Objective
1) Data Vital Sign : -
2) Data Laboratorium : -
Assesment
1) Problem Medik
Pada kasus ini pasien Ny. P didiagnosa menderita Honeymoon cytitis.
2) Terapi yang diperoleh
Terapi yang diperoleh dari pasien antara lain :
Ciprofloxacin 3x1 perhari
DRPs :
- Over Dose :
CIPROFLOXACIN

http://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530
- Under Dose :


http://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530

- Pemilihan obat tidak tepat :
TIDAK ADA

http://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530

- Adverse Drug Reaction
Tidak ada ADR (Adverse Drug Reaction) yang dialami pasien
setelah pengkonsumsian obat-obatan yang diberikan.








http://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530

- Interaksi Obat :
Tidak ada interaksi obat,karena obat diberikan secara tunggal
- Obat Tanpa Indikasi
Tidak ada

http://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530

- Indikasi tanpa obat
Tidak Ada


http://reference.medscape.com/drug/cipro-xr-ciprofloxacin-342530

- Kepatuhan Pasien
Tidak diketahui kepatuhan pasien
c) Plan
1) Penetapan tujuan terapi
Mengurangi resistensi bakteri akibat penggunaan obat yang tidak
tepat.
Mengurangi dan menghilangkan gejala penyakit.
2) Solusi dari Problem DRPs
Mengganti Ciprofloxacin dengan Bactrim
(trimetoprim,sulfametoxazole)





3) Pemilihan Terapi farmakologi berdasar farmakoterapi rasional (4T1W)
- Tepat Indikasi

http://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-
342543
- Tepat dosis

http://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-
342543

http://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-
342543

- Tepat obat

http://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-
342543

- Tepat pasien

http://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-
342543

- Waspada terhadap efek samping

http://reference.medscape.com/drug/bactrim-trimethoprim-sulfamethoxazole-
342543
KIE dan Monitoring

https://online.epocrates.com/u/10c1488/Bactrim/Safety+Monitoring


V. PEMBAHASAN
Pada kasus kali ini, pasien dengan inisial Ny.P yang berumur 27 tahun mengeluhkan sakit
saat buang air kecil dan merasakan ingin terus buang air kecil (poliuria) sejak menikah lima
hari yang lalu.selain itu pasien juga merasakan nyeri di Punggung bawah sebelah kanan
ketika ditepuk. Didapat hasil diagnosa dokter bahwa pasien menderita honeymoon cytitis dan
diberikan terapi antibiotik ciprofloxacin 3x1 per hari.
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah umum pada wanita, terhitung lebih dari 6 juta kunjungan
pasien ke dokter per tahun di Amerika Serikat. Sistitis (infeksi kandung kemih) merupakan
sebagian besar infeksi ini. Istilah terkait termasuk pielonefritis, yang mengacu pada infeksi
saluran kemih bagian atas; bakteriuria, yang menggambarkan bakteri dalam urin; dan
candiduria, yang menggambarkan ragi dalam urin.
Penggunaan ciprofloxacin dianggap tidak tepat karena bukan merupakan lini pertama untuk
terapi honeymoon cytitis sehingga di ganti dengan Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-
SMX) yang merupakan lini pertama untuk cytitis akut tanpa komplikasi dengan infeksi yang
disebabkan oleh Escherichia coli ataupun Staphylococcud saprophyticus.
Dan terapi yang kami berikan merupakan terapi tunggal sehingga tidak ada interaksi antar
obat yang terjadi.
Perhatian Penggunaan Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX) :
Jangan gunakan di daerah dengan tingkat resistensi> 10%
Trimethoprim menurunkan ekskresi urin kalium; dapat menyebabkan hiperkalemia,
terutama dengan dosis tinggi, insufisiensi ginjal, atau bila dikombinasikan dengan
obat lain yang menyebabkan hiperkalemia
Hiponatremia dan gejala yang dilaporkan dengan dosis tinggi trimethoprim
Kematian jarang dilaporkan dengan sulfonamid karena sindrom Stevens-Johnson,
nekrolisis epidermal toksik, nekrosis hati fulminan, agranulositosis, anemia aplastik,
dan diskrasia darah lainnya
Perhatian bila digunakan pada orang tua, berisiko supresi sumsum tulang
PCP profilaksis dengan AIDS: telah dilaporkan ruam, demam, leukopenia, dan nilai-
nilai transaminase tinggi; hiperkalemia dan hiponatremia juga tampak meningkat
Sulfonamid tidak boleh digunakan untuk mengobati infeksi streptokokus grup A beta-
hemolitik; tidak akan memberantas streptococcus atau mencegah demam rematik
Telah dilaporkan Clostridium difficile terkait diare
Pemberian bersama leucovorin untuk pengobatan pasien HIV-positif dengan PCP
mengakibatkan kegagalan pengobatan dan kematian kelebihan acak, kontrol plasebo;
menghindari coadministration
Pengembangan bakteri resistan terhadap obat dapat terjadi ketika diresepkan dalam
ketiadaan diduga kuat infeksi bakteri atau indikasi profilaksis
Perhatian dengan gangguan fungsi ginjal atau hati, pasien dengan kemungkinan
kekurangan folat (misalnya, orang tua, pecandu alkohol kronis, pasien yang menerima
terapi antikonvulsan, pasien dengan sindrom malabsorpsi, dan pasien dalam keadaan
malnutrisi), dan pasien dengan alergi parah atau asma bronkial
Hemolisis dapat terjadi jika diberikan kepada pasien dengan defisiensi G6PD
Hipoglikemia (jarang) dilaporkan pada pasien non diabetes; pasien dengan disfungsi
ginjal, penyakit hati, atau malnutrisi, atau mereka yang menerima dosis tinggi pada
risiko tertentu
Trimethoprim dapat mengganggu metabolisme fenilalanin
Perhatian dengan porfiria atau disfungsi tiroid

MODIFIKASI DOSIS
Kerusakan Ginjal :
CrCl> 30 mL / menit: Dosis penyesuaian tidak diperlukan
CrCl 15-30 mL / menit: Penurunan dosis sebesar 50%
CrCl <15 mL / menit: Jangan gunakan

Pertimbangan dalam pemilihan antibiotik adalah sebagai berikut:
Pemilihan antibiotik empiris sebagian ditentukan oleh pola resistensi lokal
Antibiotik beta-laktam (misalnya, amoksisilin-klavulanat, cefdinir, cefaclor,
cefpodoxime-proxetil) dapat digunakan ketika agen direkomendasikan lainnya tidak
dapat digunakan.
Fosfomycin dan nitrofurantoin monohydrate / macrocrystals harus dihindari pada
pasien dengan kemungkinan pielonefritis awal.
Dokter mungkin ingin membatasi penggunaan TMP-SMX, untuk mengurangi
munculnya organisme resisten.
Fluoroquinolones biasanya disediakan untuk sistitis rumit
Lama pengobatan antibiotik untuk akut, sistitis tanpa komplikasi pada wanita yang tidak
hamil adalah sebagai berikut:
TMP-SMX diberikan selama 3 hari
Fosfomycin diberikan dalam dosis tunggal
Nitrofurantoin monohydrate / macrocrystals diberikan selama 5-7 hari
Agen beta-laktam diberikan untuk 3-7 hari-
Untuk sistitis pada wanita yang lebih tua atau infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus saprophyticus, 7 hari terapi disarankan
Sebagian besar wanita dengan ISK hadir secara rawat jalan dan dapat diperlakukan sebagai
pasien rawat jalan. Rumah sakit dapat diindikasikan untuk beberapa pasien dengan ISK
rumit. Faktor rumit meliputi:
Kelainan struktural (misalnya, batu, anomali saluran, kateter, obstruksi)
Penyakit metabolik (misalnya diabetes, insufisiensi ginjal)
Pertahanan tuan Gangguan (misalnya, infeksi HIV, kemoterapi saat ini, kanker aktif
yang mendasari)
Tindakan pencegahan sederhana dapat membantu memastikan bahwa honeymoon sistitis
tidak kambuh:
- Minum banyak air (8 gelas sehari dianjurkan)
- Minum jus cranberry
- Hindari kopi
- Buang air kecil segera sebelum dan sesudah aktivitas seksual untuk menyiram
bakteri dari uretra
- Bila Anda siap untuk melanjutkan penis-Vagina seks, pertimbangkan untuk
menerapkan pelumas berbasis air ke daerah vagina untuk memudahkan
penyisipan.
- Datang atau mengunjungi urolog atau dokter kandungan untuk perawatan
lebih lanjut jika infeksi kembali pasca-honeymoon.
- Pantangan dari sex, sampai infeksi teratasi, umumnya disarankan.

PENCEGAH PADA POPULASI YG SPESIFIK
1. Pasien dengan cedera tulang belakang
Untuk pasien dengan cedera tulang belakang, kemanjuran profilaksis dengan trimetoprim-
sulfametoksazol (TMP-SMX) atau nitrofurantoin telah dibuktikan. Salah satu pilihan
termasuk penggunaan methenamine (1 g 3 kali sehari), bergantian setiap 2 bulan dengan
nitrofurantoin (50-100 mg dua kali sehari). Methenamine diubah menjadi asam format, yang
merupakan bakterisida. Risiko juga dapat dikurangi dengan menggunakan kateterisasi
intermiten.
2. Pasien kateter
Banyak langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi saluran kemih kateter terkait
(UTI). Langkah-langkah ini dapat menunda perkembangan UTI selama berminggu-minggu,
tetapi tidak mungkin berhasil pada pasien kronis kateter. Satu sampai tiga hari profilaksis
antibiotik pada saat hasil pelepasan kateter dalam penurunan gejala ISK. Hal ini mungkin
harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami imunosupresi yang serius atau parah,
yang dapat mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam penggunaan antibiotik pada
pasien rawat inap.
3. Penerima transplantasi ginjal
ISK adalah komplikasi penting setelah transplantasi ginjal, terutama pada bulan-bulan awal
setelah prosedur, dan dapat menyebabkan kegagalan transplantasi dan kematian pasien.
Profilaksis dengan kotrimoksazol (1 tablet / hari secara oral), mulai 2-4 hari setelah operasi
dan berlanjut selama 4-8 bulan, dapat mengurangi kejadian ISK (terutama setelah
pengangkatan kateter), hari sakit demam, infeksi bakteri (selama dan setelah rawat inap), dan
penolakan graft.

Sumber: Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Dr Mike Miller

Adapun KIE yang disampaikan kepada pasien adalah tentang kepatuhan pasien karena obat
ini merupakan antibiotik. Kepatuhan yang tepat untuk rejimen medis rawat jalan harus
ditekankan. Modifikasi perilaku, seperti asupan cairan mulut yang baik untuk meningkatkan
diuresis dan sering berkemih (termasuk postintercourse berkemih) dapat membantu dalam
mengurangi infeksi berulang.

VI. KESIMPULAN
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah invasi mikroorganisme pada salah satu atau beberapa
bagian saluran kemih.Honeymoon cystitis adalah peradangan saluran dan kandung kemih
akibat infeksi atau iritasi yang terjadi pada saat hubungan intim. Disebut honeymoon karena
penyakit ini paling sering terjadi pada masa bulan madu, dimana kedua mempelai baru
pertama kali melakukan hubungan seksual.
Pada pasien ini, setelah didiagnosis menderita honeymoon cystitis oleh dokter diberikan
terapi ciprofloxacin yang menurut kami kurang tepat sehingga kami lebih memilih
menggunakan Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX).
Pemilihan obat ini didasarkan pada terapi tersebut merupakan lini pertama untuk cytitis akut
tanpa komplikasi dengan infeksi yang disebabkan oleh Escherichia coli ataupun
Staphylococcus saprophyticus.
Monitoring terapi obat trimethoprim-sulfamethoxazole dilakukan dengan memantau apakah
ada efek samping atau tidak beberapa minggu setelah menerima terapi baru. Kemudian
pasien harus dipantau terkait efektifitas obatnya, serta dilakukan pemeriksaan ada-tidaknya
komplikasi setelah pemberian terapi. Hal-hal tersebut dilakukan agar tercipta tujuan terapi
yang optimal bagi pasien.








DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 142-57.
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007.
3. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15.
5. Alatas H. Anatomi dan fisiologi ginjal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 1-3.
6. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA,et al,
penyunting. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 867-91.
7. Faller A, Schnke M, Schnke G. The human body, an introduction to structure and
function. New York: Thieme; 2004. h. 444-8.
8. MacGregor J. Introduction to the anatomy and physiology of children, second edition.
Oxon: Routledge; 2008. h. 110-20.
9. Alatas H. Perkembangan fisiologi ginjal dan gangguan sistem kemih-kelamin pada
neonatus. Dalam: Markum AH, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 1999. h. 337-9.
10. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in children.
Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
11. Wong SN. Practical pediatric nephrology: an update of current practices. Taiwan; 2005.
12. Webb N. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.
13. Edelmann CM. Pediatric kidney disease. Edisi ke-2. Volume II disease of the kidney and
urinary tract. Boston: Litle Brown and Company; 1978.
14. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and
Development. Discussion papers on child health, urinary tract infection of infant and children
in developing countries in the context of IMCI. 2005.
15. White B. Diagnosis and treatment of urinary tract infection. American family physician
2011; 83. Diunduh dari : www.aafp.org/ afp. Diakses tanggal 8 Juni 2011.
16. Hansson S, Jodal U. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, et al, penyunting.
Pediatric nephrology. Edisi ke-5. New York: Oxford ; 2003.

Anda mungkin juga menyukai