Anda di halaman 1dari 24

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving block (bata beton) adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan
perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang
tidak mengurangi mutu bata beton.

2.1.1 Metode pembuatan paving block di masyarakat
Menurut Pamungkas et al, (2007), dalam tugas akhirnya yang berjudul
Komparasi Mutu Paving Block Antara Metode Mekanis dan Konvensional
Dengan Campuran Endapan Sampah tahun 2007, ada dua metode pembuatan
paving block yang biasanya digunakan dalam masyarakat, yaitu :
1. Metode Konvensional
Metode ini adalah metode yang paling banyak digunakan oleh masyarakat dan
lebih dikenal dengan metode gablokan. Pembuatan paving block cara
konvensional dilakukan dengan menggunakan alat gablokan dengan beban
pemadatan yang berpengaruh terhadap tenaga orang yang mengerjakan.
Metode ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai industri rumah tangga
karena selain alat yang digunakan sederhana, juga mudah dalam proses
pembuatannya sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja Semakin kuat tenaga
orang yang mengerjakan maka akan semakin padat dan kuat paving block yang
dihasilkan. Dilihat dari cara pembuatannya, akan mengakibatkan pekerja cepat
kelelahan karena proses pemadatan dilakukan dengan menghantamkan alat
pemadat pada adukan yang berada dalam cetakan.

2. Metode Mekanis
Metode mekanis didalam masyarakat biasa disebut metode press. Metode
mekanis biasanya digunakan oleh pabrik dengan skala industri sedang atau

6

besar. Pembuatan paving block cara mekanis dilakukan dengan menggunakan
mesin.
Dari kedua metode diatas, terdapat kelebihan dan kekurangan dari tiap
metode yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian metode mekanis dan konvensional
Metode Keuntungan Kerugian
Konvensional Dapat dilakukan oleh
pemodal kecil
Alat cetak relatif murah
Dapat dilakukan dimana
saja dan oleh siapa saja
(home industry)
Kuat tekan umumnya rendah
dan tidak stabil
Dalam sekali cetak hanya
satu buah paving
Tidak dapat diproduksi secara
massal
Mekanis Kuat tekan yang dihasilkan
relatif stabil sesuai mix
design
Dalam sekali cetak, lebih
dari satu paving tergantung
jumlah alat cetak
Dapat diproduksi secara
massal
Hanya bisa dilakukan oleh
pemodal besar
Alat cetak relatif mahal
Tidak dapat dilakukan
disembarang tempat (home
industry)
(Sumber : Pamungkas et al, 2007)

2.1.2 Standar mutu paving block
Standar mutu yang harus dipenuhi paving block menurut SNI 03-0691-
1996 adalah sebagai berikut :
1. Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk yang
sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya
tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan,
2. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari persetujuan
antara pemakai dan produsen. Setiap produsen memberikan penjelasan
7

tertulis mengenai bentuk, ukuran, dan konstruksi pemasangan paving block
untuk lantai,
3. Penyimpangan tebal paving block untuk lantai diperkenankan kurang lebih 3
mm,
4. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kekuatan fisik paving block
Mutu
Kuat Tekan
(MPa)
Ketahanan Aus
(mm/menit)
Penyerapan Air
Rata-Rata Maks.
(%)
Rata-rata Min Rata-rata Min
A 40 35 0.009 0.103 3
B 20 17 0.13 1.149 6
C 15 12.5 0.16 1.184 8
D 10 8.5 0.219 0.251 10
(Sumber : SNI 03-0691-1996)

2.1.3 Kegunaan dan keuntungan paving block
Keberadaan paving block bisa menggantikan aspal dan pelat beton, dengan
banyak keuntungan yang dimilikinya. Menurut Pamungkas et al (2007), Paving
block mempunyai banyak kegunaan diantaranya sebagai lapisan perkerasan
lapangan terbang, terminal bis, parkir mobil, pejalan kaki, taman kota, dan tempat
bermain. Penggunaan paving block memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
a. Dapat diproduksi secara massal,
b. Dapat diaplikasikan pada pembangunan jalan dengan tanpa memerlukan
keahlian khusus,
c. Pada kondisi pembebanan yang normal paving block dapat digunakan selama
masa-masa pelayanan dan paving block tidak mudah rusak,
d. Paving block lebih mudah dihamparkan dan langsung bisa digunakan tanpa
harus menunggu pengerasan seperti pada beton (Arum et al, 2002),
e. Tidak menimbulkan kebisingan dan gangguan debu pada saat pengerjaannya,
8

f. Paving block menghasilkan sampah konstruksi lebih sedikit dibandingkan
penggunaan pelat beton,
g. Adanya pori-pori pada paving block meminimalisasi aliran permukaan dan
memperbanyak infiltrasi dalam tanah,
h. Perkerasan dengan paving block mampu menurunkan hidrokarbon dan
menahan logram berat,
i. Paving block memiliki nilai estetika yang unik terutama jika didesain dengan pola
dan warna yang indah,
j. Perbandingan harganya lebih rendah dibanding dengan jenis perkerasan
konvensional yang lain,
k. Pemasangannya cukup mudah dan biaya perawatannya pun murah.

2.2 Material Penyusun Paving Block
2.2.1 Semen portland
Semen portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidraulis, dan bahan tambahan berupa gypsum (SII 0013-1981).
Semen jika dicampur dengan air akan membentuk adukan yang disebut
pasta semen, jika dicampur dengan agregat halus (pasir) dan air, maka akan
terbentuk adukan yang disebut paving block, jika ditambah lagi dengan agregat
kasar (kerikil) akan terbentuk adukan yang biasa disebut beton. Dalam campuaran
beton, semen bersama air sebagai kelompok aktif sedangkan pasir dan kerikil
sebagai kelompok pasif adalah kelompok yang berfungsi sebagai pengisi
(Tjokrodimulyo, 1992).
Fungsi semen adalah untuk mengikat butir-butir agregat agar terjadi suatu
massa yang kompak atau padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-
butir agregat sebesar 10% dari volume beton. Pada umumnya semen berfungsi
untuk :
1. Untuk mengikat pasir dan kerikil agar terbentuk beton,
2. Mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat
9

Susunan kimia dari semen portland diperlihatkan pada Tabel 2.3 berikut
ini (Antono, 1995) :

Tabel 2.3 Susunan kimia semen portland
Kimia % Rata-rata
Kapur (CaO) 63
Silika (SiO2) 22
Alumunia (Al2O3) 7
Besi (Fe203) 3
Magnesia (MgO) 2
Sulfur (SO3) 2
(Sumber : Antono, 1995)

Sifat-sifat kimia dari bahan pembentuk ini mempengaruhi kualitas semen
yang dihasilkan, sebagaimana hasil susunan kimia yang terjadi diperoleh senyawa
dari semen portland. Empat senyawa dari semen portland diperlihatkan pada
Tabel 2.4 berikut ini :

Tabel 2.4 Empat senyawa dari semen portland
Nama Senyawa Rumus Oksida Notasi
Kadar
Rata-rata
Trikalsium Silikat 3CaO.SiO2 C3S 50
Dicalsium Silikat 2CaO.SiO2 C2S 25
Tricalsium Alumat 3CaO.Al2O3 C3A 12
Tetracalsium Aluminoferit 4CaO.Al.2O3 FeO3 C4Af 8
(Sumber : Antono, 1995)

2.2.2 Agregat halus
Agregat halus atau pasir diartikan sebagai butiran-butiran mineral yang
bentuknya mendekati bulat dengan ukuran butiran lebih kecil dari 4,75 mm atau
lolos saringan no. 4 standar ASTM C 33.
Persyaratan agregat halus secara umum menurut SII.0052 adalah sebagai
berikut:
10

a. Modulus halus butir 1,5 sampai 3,8.
b. Kadar zat organik yang terkandung yang ditentukan dengan mencampur
agregat halus dengan larutan natrium hidroksida (NaOH) 3%, lalu
dibandingkan dengan standar warna no. 3.
c. Butir-butir halus bersifat kekal. Jika dipakai natrium sulfat bagian yang hancur
maksimum 10% berat, sedangkan jika dipakai magnesium sulfat yang hancur
maksimum 15% berat.
d. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (terhadap berat
kering). Jika kadar lumpur melebihi 5% pasir harus dicuci.
Spesifikasi standar pemeriksaan agregat halus dapat di lihat pada Tabel 2.5
berikut ini :

Tabel 2.5 Spesifikasi standar pemeriksaan agregat halus
(Sumber : SNI dan ASTM)

Menurut peraturan di Inggis (British Standard) yang juga dipakai di
Indonesia, kekerasan pasir dapat dibagi menjadi 4 kelompok menurut gradasinya
yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini:
No. Jenis Pemeriksaan Standar Spesifikasi Standard
1. Kadar lumpur (%) < 5% ASTM C-142
2. Berat jenis (g/cm
3
)
a. Apperent Spesific Gavity
b. Bulk Spesific Gavity on dry
c. Bulk Spesific Gavity on SSD
d. Absorpsion (%)

2,58 - 2,84
2,58 2,85
2,58 2,86
2 - 7

SNI 03-1970-1990
3. Kadar air (%) 3 5 SNI 03-1970-1990
4. Modulus kehalusan 1,5 3,8 SNI 03-1970-1990
5. Berat volume
a. Kondisi padat
b. Kondisi gembur

1,4 1,9
1,4 1,9
ASTM C-29
11

Tabel 2.6 Gradasi agregat halus
Lubang
Ayakan
(mm)
Berat tembus Kumulatif (%)
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4
Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas
10 100 100 100 100 100 100 100 100
4,8 90 100 90 100 90 100 95 100
2,4 60 95 75 100 85 100 95 100
1,2 30 70 55 100 75 100 90 100
0,6 15 34 35 59 60 79 80 100
0,3 5 20 8 30 12 40 15 50
0,15 0 10 0 10 0 10 0 15
(Sumber : Tjokrodimuljo, 1997)
Keterangan :
Zona 1 : Pasir Kasar
Zona 2 : Pasir Agak Kasar
Zona 3 : Pasir Halus
Zona 4 : Pasir Agak Halus

2.2.3 Air
Air merupakan bahan pembuat beton yang sangat penting namun harganya
paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen sehingga terjadi reaksi
kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya proses pengerasan pada
beton, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah
dikerjakan dan dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air hanya diperlukan 25
% dari berat semen saja. Selain itu, air juga digunakan untuk perawatan beton
dengan cara pembasahan setelah dicor (Tjokrodimuljo, 1996).
Fungsi air pada campuran paving block adalah untuk membantu reaksi
kimia yang menyebabkan berlangsungnya proses pengikatan. Persyaratan air
sesuai Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 adalah sebagai berikut:
a. Tidak mengandung lumpur (atau benda melayang lainnya) lebih dari 2
gram/liter.
12

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida ( Cl ) lebih dari 0.5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa-senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Pemakaian air pada pembuatan campuran harus pas karena pemakaian air
yang terlalu berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah
proses hidrasi selesai dan hal tersebut akan mengurangi kekuatan paving block
yang dihasilkan. Sedangkan terlalu sedikit air akan menyebabkan proses hidrasi
tidak tercapai seluruhnya, sehingga dapat mempengaruhi kekuatan paving block
yang dihasilkan.

2.3 Pemeriksaan Agregat Halus
2.3.1 Gradasi butiran
Gradasi butiran adalah distribusi ukuran agregat yang dapat ditentukan
dengan melakukan analisis ayakan atau saringan. Analisis ayakan yaitu mengayak
atau menggetarkan contoh agregat melalui satu set ayakan dimana lubang-lubang
ayakan tersebut makin kecil secara berurutan, melalui analisis ayakan tersebut
dapat ditentukan variasi ukuran partikel-partikel yang ada pada agregat.

2.3.2 Berat jenis
Berat jenis adalah nilai perbandingan berat butir-butir agregat halus
dengan berat air destilasi udara dengan volume yang sama pada temperatur
tertentu (biasanya 27,5C). Berat jenis yang biasa digunakan adalah bulk specific
gavity (SSD). Standar spesifikasi berat jenis agregat halus berkisar antara 2,58-
2.83 g/cm
3
. Hubungan antara berat jenis dengan daya serap adalah jika semakin
tinggi nilai berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut
(Tjokrodimuljo,1997).
Berat jenis dan absopsi agregat halus menurut SNI 03-1970-1990 dapat
dihitung dengan dengan persamaan 2.1 s.d 2.4 berikut:
Bulk Spesific Gavity on dry basic =
3 4 2
5
W W W
W

(2.1)
13

Bulk Specific Gavity on SSD basic =
3 4 2
2
W W W
W

(2.2)
Apparent Specific Gavity =
3 4 5
5
W W W
W

(2.3)
% Water absorption =
0
0
5
5 2
100

W
W W
(2.4)
Keterangan:
W
2
: berat agregat halus jenuh kering muka (g)
W
3
: berat piknometer yang berisi agregat halus dan air itu (g)
W
4
: berat piknometer berisi penuh air (g)
W
5
: berat agregat kering oven (g)

2.3.3 Kadar air
Kadar air agregat halus adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung di dalam agregat halus dengan berat agregat halus dalam keadaan
kering. Nilai kadar air digunakan untuk koreksi tekanan air untuk campuran
paving block yang disesuaikan dengan kondisi agregat di lapangan. Standar
spesifikasi kadar air agregat halus berkisar 3%-5%.
Kadar air agregat halus menurut SNI 03-1971-1990 dapat dihitung dengan
dengan persamaan 2.5 berikut:
Kadar air agregat kasar =
0
0
3
3 2
100

W
W W
(2.5)
Keterangan:
W
2
: berat awal sampel agregat (g)
W
3
: berat sampel kering oven (g)

2.3.4 Bahan lolos saringan no. 200
Dalam perencanaan campuran beton disyaratkan tidak boleh lebih dari 5%
bahan lolos saringan no. 200. Dengan banyaknya bahan lolos saringan no. 200
akan menyebabkan daya lekat semen terhadap agregat akan berkurang, sehingga
kuat tekan menurun.
14

Bahan lolos saringan no. 200 berdasarkan SNI 03-4142-1996 dapat
dihitung dengan persamaan 2.6 berikut :
Bahan lolos saringan no. 200 =
0
0
1
2 1
100

W
W W
(2.6)
Keterangan:
W
1
: berat bahan semula (gram)
W
2
: berat bahan tertahan saringan No. 200 (gram)

2.3.5 Berat volume
Berat volume adalah perbandingan antara berat dan volume (termasuk
pori-pori antar butir) pada agregat. Proses pemeriksaan berat volume agregat halus
dilakukan pada kondisi gembur (lepas) dan kondisi padat. Standar spesifikasi
berat volume berkisar antara 1,4 g/cm
3
-1,9 g/cm
3
.
Selanjutnya berat volum agregat halus berdasarkan SNI 03-4804-1998
dapat dihitung dengan persamaan 2.7 berikut:
Berat volume ageagat kasar =
3 3
/ cm gr
V
W
(2.7)

Keterangan:
W
3
: berat benda uji (g)
V : volume mould (cm
3
)

2.4 Sifat-sifat Mekanis Paving Block
2.4.1 Kuat tekan paving block
Kekuatan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan meterial dalam
menahan pembebanan atau gaya-gaya mekanis sampai terjadi kegagalan. Nilai
kuat tekan paving block didapatkan melalui tata cara pengujian standart,
mengunakan mesin uji Compression machine. dengan cara memberikan beban
tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji
sampai hancur.
15

Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama paving block.
Kekuatan tekan adalah kemampuan paving block untuk menerima gaya tekan
persatuan luas. Besarnya kuat tekan paving block dapat dihitung dengan cara
membagi beban maksimum pada saat benda uji hancur dengan luas penampang
benda uji (SNI 03-6925-2002), seperti persamaan 2.8 berikut :

(2.8)
Keterangan :

m
: Kuat tekan paving block (MPa)
P : Beban Maksimum (N)
A : Luas Penampang benda uji (mm
2
)

2.4.2 Penyerapan air (absorpsi)
Daya serap air adalah persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu
agregat jika direndam dalam air. Pori dalam butir agregat mempunyai ukuran
dengan variasi cukup besar. Pori-pori tersebar di seluruh butiran, beberapa
merupakan pori-pori yang tertutup dalam materi, beberapa yang lain terbuka
terhadap permukaan butiran. Beberapa jenis agagat yang sering dipakai
mempunyai volume pori tertutup sekitar (Sihotang, 2010)
Dalam adukan beton atau paving block, air dan semen membentuk pasta
yang disebut pasta semen. Pasta semen ini selain mengisi pori-pori antara butir-
butir agregat halus, juga bersifat sebagai perekat atau pengikat dalam proses
pengerasan, sehinga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat dan
terbentuklah suatu massa yang kompak atau padat. Penyebab semakin
meningkatnya daya serap air adalah semakin meningkatnya porositas paving
block akibat kelebihan air yang tidak bereaksi dengan semen. Air ini akan
menguap atau tinggal dalam paving block semen yang akan menyebabkan
terjadinya pori-pori pada pasta semen sehingga akan menghasilkan pasta yang
porous, hal ini akan menyebabkan semakin berkurangnya kekuatan paving block.
Perhitungan absorpsi, dapat menggunakan persamaan 2.9 berikut
(Anonim, 1982; dalam Andoyo, 2006)
16

Absorpsi (penyerapan air) =
-

100 (2.9)

Keterangan :
W
sad
: Berat sampel setelah direndam 24 jam (gram)
Wd : Berat sampel setelah pengeringan selama 24 jam (gram)

2.5 Perencanaan Mix Desain, Proses dan Perawatan Paving Block
2.5.1 Metode proktor
Pada penelitian ini digunakan metode proktor untuk merencanakan
campuran paving block , metode proktor bertujuan untuk menentukan kepadatan
maksimum dari suatu campuran pada kadar air yang optimum. Metode proktor
digunakan karena prinsip pembuatan paving block dilapangan menggunakan alat
pemadat/ mesin pemadat dan kadar air yang digunakan adalah kadar air optimum
(tidak dalam keadaan jenuh seperti beton). Dalam metode proktor ini
direncanakan untuk menentukan jumlah semen, pasir, dan abu batu dalam
kepadatan yang maksimum, sedangkan air dalam jumlah yang optimum. Kadar
air dan kepadatan maksimum ini dapat digunakan untuk menentukan syarat yang
harus dicapai pada pekerjaan pamadatan dilapangan dalam hal ini adalah
pembuatan paving block dilapangan.
Cara uji untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan kering
maksimum yang digunakan adalah uji kepadatan berat (modifikasi). Menurut SNI
1743-2008 cara tersebut dibagi menjadi 4 cara, yaitu cara A, cara B, cara C dan
cara D (lihat Tabel 2.7).
Cara tersebut dibagi berdasarkan sifat tanah dan harus dinyatakan dalam
spesifikasi bahan tanah yang akan diuji, jika tidak gunakan ketentuan A.
a) Cara A dan cara B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan
saringan No.4 sebesar 40% atau kurang.
b) Cara C dan cara D digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan
19,00 mm sebesar 30% atau kurang.

17

Tabel 2.7 Cara uji kepadatan berat untuk tanah
Uraian Cara A Cara B Cara C Cara D
Diameter cetakan
(mm)
101,60 152,40 101,60 152,40
Tinggi cetakan (mm) 116,43 116,43 116,43 116,43
Volume cetakan
(cm
3
)
943 2124 943 2124
Massa penumbuk
(kg)
4,54 4,54 4,54 4,54
Tinggi jatuh
penumbuk (mm)
457 457 457 457
Jumlah lapis 5 5 5 5
Jumlah tumbukan
per lapis
25 56 25 56
Bahan lolos saringan
No. 4
(4,75 mm)
No. 4
(4,75 mm)
19,00 mm
(3/4)
19,00 mm
(3/4)
(Sumber : SNI 1743-2008)

Untuk perhitungan dari proktor adalah sebagai berikut:
a) Kepadatan basah dengan rumus sebagai berikut:

()

(2.10)
Keterangan :
: Kepadatan basah, dinyatakan dalam gram/cm
3
;
B1 : Massa cetakan dan keping alas, dinyatakan dalam gram;
B2 : Massa cetakan, keping alas dan benda uji, dinyatakan dalam gram;
V : Volume benda uji atau volume cetakan, dinyatakan dalam cm
3
.

18

b) Kadar air benda uji dengan rumus sebagai berikut:

( - )
( - )
100 (2.11)
dengan pengertian:
w : Kadar air, dinyatakan dalam %;
A : Massa cawan dan benda uji basah, dinyatakan dalam gram;
B : Massa cawan dan benda uji kering, dinyatakan dalam gram;
C : Massa cawan, dinyatakan dalam gram.

c) Kepadatan (berat isi) kering dengan rumus sebagai berikut:

()
()
(2.12)
dengan pengertian:
d : Kepadatan kering, dinyatakan dalam gram/cm
3
;
: Kepadatan basah, dinyatakan dalam gram/cm
3
;
w : Adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

d) Kepadatan (berat isi) kering untuk derajat kejenuhan 100% dengan rumus
sebagai berikut:

()
()
(2.13)
dengan pengertian:
d : Kepadatan kering, dinyatakan dalam gram/cm
3
;
Gs : Adalah berat jenis tanah;
w : Kepadatan air, dinyatakan dalam gram/cm
3
; w adalah kadar air,
dinyatakan dalam %.
2.5.2 Proses pembuatan dan perawatan paving block
Setelah dilakukan pengujian di laboratorium dan didapatkan berat
campuran maksimum dengan kadar air optimum, maka dilanjutkan dengan
pembuatan sampel paving dilapangan.
Perawatan adalah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan paving block
segar selalu lembab, untuk menjamin proses hidrasi semen (reaksi pasir dan
19

semen) berlangsung dengan sempurna. Kehilangan kekuatan tekan sekitar 40%
bila diadakan pengeringan sebelum waktunya. Menurut British Standard 1881
(1970) untuk menghasilkan kekuatan yang maksimal pada saat pengujian, maka
sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan perawatan. Masa
perawatan paving block dimulai sejak dalam cetakan 1624 jam harus dalam
ruangan lembab, sekurang kurangnya memiliki kelembapan relatif 90%. Setelah
kering, benda uji segera dimasukkan ke dalam bak perendaman dengan suhu
(251C) sampai benda uji diambil sebelum waktu pengujian tiba.
Beberapa cara perawatan paving block yang biasa dilakukan adalah,
1. Menaruh paving block di dalam ruang yang lembab
2. Menaruh paving block di atas genangan air
3. Menaruh paving block di dalam air
4. Menyelimuti permukaan paving block dengan karung basah
5. Menggenangi permukaan paving block dengan air
6. Menyirami permukaan paving block setiap saat secara terus-menerus

2.6 Pengujian Kuat Tekan Paving Block
2.6.1 Pengujian kuat tekan dengan compression machine (SNI 03-1974-
1990)
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian ini untuk
menentukan kuat tekan (compressive strength) beton dengan benda uji berbentuk
silinder atau kubus yang dibuat dan dimatangkan (curring) di laboratorium
maupun di lapangan.
Kuat tekan beban beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu,
yang dihasilkan oleh mesin tekan.
Adapun prosedur pelaksanaan pengujian paving block adalah sebagai
berikut :
a) Persiapan benda uji
20

1. Benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekannya diambil dari bak
perendaman/pematangan (curing), kemudian bersihkan dari kotoran yang
menempel dengan kain lembab;
2. Menentukan berat dan ukuran benda uji;
3. Benda uji siap untuk diperiksa;
b) Cara pengujian
Untuk melaksanakan pengujian kuat tekan beton harus diikuti beberapa
tahapan sebagai berikut :
1. Meletakkan benda uji pada mesin tekan secara centris;
2. Menjalankan mesin tekan dengan penambahan beban yang konstan
berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm
2
per detik;
3. Melakukan pembebanan sampai uji menjadi hancur dan mencatat beban
maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji;
4. Menggambar bentuk pecah dan mencatat keadaan benda uji.

2.6.2 Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity (UPV)
Ultrasonic pulse velocity adalah metode yang digunakan untuk mengukur
kecepatan hantaran dari gelombang (pulse velocity) ultrasonic yang melewati
suatu beton. Standar atau prosedur dalam menggunakan metode pengujian ini
dapat dilihat pada ASTM C 597.
Alur yang terjadi pada saat pengujian ini dilakukan adalah sebagai berikut
(ACI Committee Report) :
1. Sebuah pengirim gelombang mengirimkan sebuah gelombang tegangan
tinggi berdurasi pendek kepada sebuah transducer.
2. Gelombang ultrasonic tersebut dihantarkan melalui transmitter
transducer, yang kemudian masuk menjalar ke dalam beton dan diterima
oleh sebuah receiver transducer.
3. Ketika gelombang tersebut diterima dan menunjukkan nilai yang tetap,
alat pengukur waktu elektrik secara otomatis mati, dan memperlihatkan
waktu yang dibutuhkan gelombang dan kecepatan gelombang tersebut
tersebut dari mulai dikirim sampai dengan diterima.
21

4. Sehingga dari nilai kecepatan gelombang tersebut dapat dikonversi
menjadi nilai kuat tekan.
Skema alur pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(Sumber : ACI Committee 228 Report)
Gambar 2.1 Skema pengujian Ultrasonic Pulse Velocity
Ada tiga pengaturan posisi transducer yang sering digunakan dalam
pengukuran UPV yaitu :
1. Direct
2. Semi-direct
3. Indirect of surface






Gambar 2.2 Pengaturan posisi transducer
Pada pengukuran mutu paving block dengan Ultrasonic Pulse Velocity
data yang didapat hanyalah kecepatan rambat gelombang yang dipancarkan dan
diterima, sehingga untuk mendapatkan nilai mutu paving block data kecepatan
gelombang terlebih dahulu harus dikonversi menggunakan grafik yang telah
ditetapkan oleh ACI Comminttee 228 Report yang dapat dilihat pada gambar 2.4.
22


(Sumber : ACI Committee 228 Report)
Gambar 2.3 Skema hubungan antara Pulse Velocity dengan Compressive Strength

Selain menggunakan gambar grafik diatas, dapat digunakan juga sebuah
persamaan exponensial (2.14) berikut untuk mendapatkan nilai kuat tekan sampel
uji.
fc 0,082e
1,504Vs
(2.14)
Keterangan :
fc : Nilai kuat tekan (MPa)
e : Exponensial
Vs : Pulse velocity (Km/s)

2.6.3 Pengujian absorpsi (SNI 03-0691-1996)
Pengujian absorpsi bertujuan untuk mengestimasi persentase berat air yang
mampu diserap oleh suatu agregat jika direndam dalam air. Prosedur percobaan
absorpsi adalah sebagai berikut :
1. Lima buah benda uji dalam keadaan utuh direndam dalam air hingga jenuh
(24 jam), ditimbang beratnya dalam keadaan basah.
23

2. Kemudian dikeringkan dalam dapur pengering selama kurang lebih 24
jam, pada suhu kurang lebih 105 C sampai beratnya pada dua kali
penimbangan tidak lebih dari 0,2% penimbangan pertama.
3. Penyerapan air dihitung senagai berikut :

(2.15)

Keterangan :
A : berat bata beton basah
B : berat bata beton kering

2.7 Metode Statistik Penentuan Nilai Kuat Tekan Rata-rata
1.7.1 Boxplot
Metode ini merupakan yang paling umum yakni dengan mempergunakan
nilai kuartil dan jangkauan. Kuartil 1, 2, dan 3 akan membagi sebuah urutan data
menjadi empat bagian. Jangkauan (IQR, Interquartile Range) didefinisikan
sebagai selisih kuartil 1 terhadap kuartil 3, atau IQR = Q3 Q1.
Data-data pencilan dapat ditentukan yaitu nilai yang kurang dari 1.5(IQR)
terhadap kuartil 1 dan nilai yang lebih dari 1.5(IQR) terhadap kuartil 3.


Gambar 2.4 Skema identifikasi pencilan menggunakan IQR atau boxplot
24

1.7.2 Dixon
Metode ini merupakan teknik pengolahan data statistik untuk data hasil uji
tidak homogen. Data hasil uji tidak homogen perlu dilakukan seleksi data hasil uji
profisiensi dengan menggunakan metode uji dixon. Data yang tidak seragam
dieliminasi menggunakan uji dixon dimana data disusun mulai dari data paling
kecil.
Tabel 2.8 Uji Dixon
Jumlah data 1. Data disusun mulai dari data yang paling kecil
2. Data dibuang apabila
Untuk data terendah Untuk data tertinggi
Kurang dari 8
10
1
1 2
r
X X
X X
n

10
1
1
r
X X
X X
n
n n



Antara 8 - 10
11
1 1
1 2
r
X X
X X
n


11
2
1
r
X X
X X
n
n n



Antara 11 13
21
1 1
1 3
r
X X
X X
n

21
2
2
r
X X
X X
n
n n



Lebih dari 13
22
1 2
1 3
r
X X
X X
n

22
2
2
r
X X
X X
n
n n



Sumber : Statistical Manual of the AOAC (1975)

Tabel 2.9 Nilai Kritis r
Jumlah Pengukuran (n) Kriteria (r) Nilai Kritis r
3
r10
0,94
4 0,76
5 0,64
6 0,56
7 0,51
8
r11
0,55
9 0,51
10 0,48
11
r21
0,58
12
13
0,55
0,52
25

Tabel 2.9 Nilai Kritis r (lanjutan)
Jumlah Pengukuran (n) Kriteria (r) Nilai Kritis r
14
r22
0,55
15 0,53
16 0,51
17 0,49
18 0,48
19 0,46
20 0,45
21 0,44
22 0,43
23 0,42
24 0,41
Sumber : Statistical Manual of the AOAC (1975)
Setelah dilakukan uji dixon, data yang menyimpang sudah tereliminasi
sehingga didapatkan data homogen.

1.7.3 Shewhart
Teknik yang paling umum dilakukan dalam pengontrolan kualitas secara
statistik ialah dengan menggunakan diagram kontrol Shewhart. Diagram ini
bentuknya sangat sederhana sekali, yaitu terdiri atas tiga buah garis mendatar
yang sejajar. Untuk hasil pengamatan yang berbentuk variable, pertama-tama akan
dibicarakan diagram kontrol untuk rata-rata. Diagram ini antara lain dapat
digunakan untuk menganalisis proses ditinjau dari harga rata-rata variabel hasil
proses, dengan tujuan mengumpulkan keterangan untuk :
1. Membuat atau mengubah spesifikasi, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh produk yang dihasilkan, atau untuk menentukan apakah proses yang
sedang berlangsung dapat memenuhi spesifikasi.
2. Membuat atau mengubah cara produksi.
Selain daripada itu diagram ini juga digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan mengenai rata-rata variabel, selama produksi berjalan, apakah proses
dibiarkan berlangsung ataukah dihentikan karena terdapat penyebab variasi tak
26

wajar lalu diambil tindakan untuk melakukan perbaikan yang diperlukan.
Akhirnya diagram ini sering pula digunakan untuk membuat keputusan mengenai
penolakan atau penerimaan produk yang dihasilkan.
Untuk membuat diagram kontrol Shewhart menggunakan rata-rata, dapat
digunakan sifat distribusi sampling rata-rata. Sifat terpenting yang dimaksud,
ialah bahwa rata-rata berdistribusi normal untuk ukuran sampel n cukup besar
dengan rata-rata dan simpangan baku.
Jika diketahui maka diambil garis sentral sama dengan harga . Penentuan
Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB), bergantung pada
besar peluang yang diingin untuk mendapatkan produk dalam kontrol. Jika
populasi berdistribusi normal dengan simpangan baku yang diketahui
menginginkan peluang produk dalam kontrol sebesar 0,9973 misalnya, maka :

(2.16)
dan

(2.17)

2.8 Teoritis Investigasi Efek Ukuran Terhadap Kekuatan Tekan Aksial
Pada teori ini memetik dari perlakuan terhadap sampel beton khususnya
silinder sebagai analisa pendekatan terhadap sampel bata beton paving block.
Bazant (1984) berawal dari hokum efek ukuran (SEL) dari analisis dimensi dan
keserupaan berargumen utnuk struktur geometris yang sama dengan ukuran yang
berbeda dengan retak awal mempertimbangkan keseimbangan energy pada
perambatan retak dalam beton.
Ketika specimen beton silinder dikenakan beban kompresi uniaksial, ia
cenderung untuk memperluas dalam arah lateral. Namun terdapat gaya gesekan
antara plat mesin dan specimen. Gaya gesekan ini menciptakan gaya tekan lateral
yang meyebabkan pembentukan kerucut pada kegagalan silinder. Ketika gaya
tekan lateral dihilangkan, kekuatan tekan lateralis menghilang maka bidang pecah
diperoleh. Bagaimanapun kita dapat berasumsi bahwa kendala lateral diproduksi
27

sampai batas tertentu karena sangat sulit untuk menghilangkan gaya gesekan
dalam pengujian.

Gambar 2.5 Kegagalan mode dengan geometri specimen

Dari gambar 2.5 (b) dan (c) ditunjukkan baha h d dimana zona
kekangan meluas melalui specimen untuk kegagalan yang disebabkan oleh pecah
dan keretakan, sedangkan untuk h < d seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5
(a) zona kekangan meluas melalui kegagalan dari hancurnya specimen oleh
tekanan, bukan dengan retak. Dalam studi ini nilai ditunjukkan pada gambar 2.5
adalah 45.

2.9 Penelitian Sejenis yang Pernah Dilakukan
2.9.1 Sutarno (tanpa tahun)
Penelitian ini mengkaji tentang pemanfaatan abu batu limbah stone
crusher untuk bahan paving block. Abu batu yang dipilih dalam penelitian ini
adalah abu batu yang memiliki kadar lumpur yang sangat tinggi. Proporsi
campuran semen dan abu batu dibedakan atas beberapa variasi, yaitu 1 PC : 2 abu
batu, 1 PC : 3 abu batu, 1 PC : 4 abu batu, 1 PC : 5 abu batu, 1 PC : 6 abu batu, 1
PC : 7 abu batu, 1 PC : 6 abu batu, dan perbandingan tersebut berdasarkan
volumenya. Proporsi optimum yang didapat kan dari berbagai variasi campuran
28

paving block tersebut adalah pada campuran 1 PC : 6 abu batu dengan kuat tekan
200 Kg/cm
2
.

2.9.2 Erwin Rommel (tanpa tahun)
Penelitian ini mengkaji tentang teknologi pembuatan paving block dengan
material FCA (Fine Coarse Aggregate). Paving block dibuat dalam 6 (enam)
variasi komposisi paving block yang terdiri dari Semen, Pasir, FCA yaitu 1:4:0,
1:4:3, 1:4:5, 1:8:0, 1:8:3, 1:8:5. Setiap variasi dibuat dengan metode pressing (40,
60, 80 dan 100 kg/cm2) dan vibrating baik secara langsung (full) maupun
bertahap (partial) dengan total benda uji 540 paving (setiap variasi dibuat 3 benda
uji).
Paving FCA dengan cara pemadatan langsung dapat mencapai mutu
paving kelas-II dengan kuat tekan 276 kg/cm
2
pada komposisi 1:4:3, sedangkan
untuk pemadatan bertahap nilai terbesar terdapat pada komposisi 1:4:0 (paving
non FCA) dengan kuat tekan 283 kg/cm
2
. Metode pressing jauh lebih baik
dibandingkan dengan paving yang dipadatkan dengan cara digetarkan dimana
kuat tekan yang diperoleh lebih dari 200 kg/cm
2
, sedangkan pada paving yang
digetarkan secara bertahap (kuat tekan maksimal 199 kg/cm
2
pada campuran
1:4:5, umur 21 hari) menghasilkan kuat tekan yang lebih baik dibandingkan
dengan getaran penuh (kuat tekan 163 kg/cm
2
pada campuran 1:8:0, umur 21
hari).

2.9.3 Jin-Keun Kim dan Seong-Tae Yi, 2002
Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh bentuk dan dimensi beton
terhadap pengujian kuat tekan. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kuat
tekan dan pengujian kuat lentur, dimana sampel uji yang digunakan untuk
pengujian kuat tekan adalah silinder dengan berbagai variasi ukuran, sedangkan
sampel uji yang digunakan untuk pengujian kuat lentur adalah beton balok
bertulang. Variasi ukuran silinder dibedakan atas rasio perbandingan diameter dan
tinggi benda uji (d/h).

Anda mungkin juga menyukai