Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini kejadian serangan jantung maupun kecalakan sangat meningkat khususnya
dinegara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Sakit (SKRT)
serangan jantung (heart attack) merupakan urutan kedua yang menyebabkan kematian dan
kecelakaan merupakan urutan yang ketiga penyebab kematian di Indonesia. Basic Life Support
(BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan
usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban
mengalami keadaan yang mengancam jiwa. Di luar negeri BLS/BHD ini sebenarnya sudah
banyak diajarkan pada orang-orang awam atau orang-orang awam khusus, namun sepertinya hal
ini masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat Indonesia.
Basic Life Support merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita
mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atau alat gerak. Pada kondisi napas dan denyut
jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu
singkat organ-organ tubuh terutama organ vital akan mengalami kekurangan oksigen yang
berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan.
Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan
mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih dari 10 menit
otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara
permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban.Oleh karena itu GOLDEN PERIOD
(waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 10
menit.
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung
(cardiac arrest). Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase :bantuan hidup dasar,
bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama. Namun pada pembahasan kali ini lebih
difokuskan pada Bantuan Hidup Dasar.


2

1.2 Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari Basic Life Support (BLS)?
2) Apa saja indikasi untuk dilakukan Basic Life Support (BLS)?
3) Apakah tujuan dari tindakan Basic Life Support (BLS)?
4) Bagaimana Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010 ?
5) Bagaimana langkah-langkah Basic Life Support (BLS) dengan menggunakan system
CAB ?

1.3 Tujuan Penyusunan
1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa/i mengetahui dan memahami serta mampu
melaksanakan Basic Life Support (BLS).
2. Tujuan Khusus
1) Memahami pengertian dari Basic Life Support (BLS)
2) Mengetahui indikasi dari Basic Life Support (BLS)
3) Mengetahui tujuan dari Basic Life Support (BLS)
4) Memahami perbedaan dari Basic Life Support (BLS) Menurut AHA Tahun 2005 dan
AHA Tahun 2010
5) Memahami ketepatan waktu pelaksanaan Basic Life Support (BLS)

3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan
penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses
yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik
ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yaitu :
1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru.
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) yang sebelumnya menggunakan A-
B-C (Airway Breathing Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing).
2.2 Indikasi
Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan sebagai berikut :
1) Henti nafas (respiratory arrest)
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan dari
korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus
4

Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan
mencegah henti jantung.
2) Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi
ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang
terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung adalah :
1) Cardiac
a) Penyakit Jantung Koroner
b) Aritmia
c) Kelainan Katup Jantung
d) Tamponade jantung
e) Pecahnya Aorta
2) Extra - Cardiac
a) Sumbatan Jalan Nafas
b) Gagal nafas
c) Gangguan Elektrolit
d) Syok
e) Overdosis Obat
f) Keracunan
2.3 Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan, diantaranya yaitu:
1) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ organ vital (otak, jantung dan paru)
2) Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3) Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4) Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5) Melindungi orang yang tidak sadar
6) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
7) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami
henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).

5

2.4 Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan
perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut
RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam
40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan
A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa,
anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari
pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk
mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti
otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih
terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada
lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung
sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum
melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti
prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan
review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi
dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan
ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.Setelah
mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA
mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi
dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.




6

1) Bukan lagi ABC, melainkan CAB
AHA 2010 (new)
A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation
of chest compression before ventilation.
AHA 2005 (old)
The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal
breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest
compressions and 2 breaths.
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC: Airway,
Breathing, Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan
kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation baru setelah itu tatalaksana
difokuskan pada Airway dan selanjutnya Breathing. Satu-satunya pengecualian adalah hanya
untuk bayi baru lahir (neonatus), karena penyebab tersering pada bayi baru lahir yang tidak
sadarkan diri dan tidak bernafas adalah karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk
yang lainnya, termasuk RJP pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah masalah
Circulation kecuali bila kita menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan diri karena masalah
selain Circulation harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan
jalan nafas.
2) Tidak ada lagi Look, Listen, and Feel
AHA 2010 (new)
Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for assessment of
breathing after opening the airway. The healthcare provider briefly checks for
breathing when checking responsiveness to detect signs of cardiac arrest. After delivery
of 30 compressions, the home rescuer opens the victims airway and delivers 2
breaths.
AHA 2005 (old)
Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the airway was
opened.
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah Bertindak bukan
Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan
baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika Anda mencoba menilai korban bernapas atau
7

tidak dengan mendekatkan pipi Anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja
sang korban tidak bernafas dan tindakan look listen and feel ini hanya akan menghabiskan
waktu.
3) Tidak ada lagi Resque Breath
AHA 2010 (new)
Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to a shorter
delay to first compression
Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali setelah kita
mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel). Pada AHA 2010, hal ini
sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang cukup banyak sehingga terjadi penundaan
pemberian kompresi dada.
4) Kompresi dada lebih dalam lagi
AHA 2010 (new)
The adult sternum should be depressed at least 2 inches (5 cm)
AHA 2005 (old)
The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4 to 5 cm).
Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 2 inchi (45 cm),
namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan kedalaman
minimal 2 inchi (5 cm).
5) Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA 2010 (new)
It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform chest
compressions at a rate of at least 100x/min.
AHA 2005 (old)
Compress at a rate of about 100x/min.
AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada sekitar 100
kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk kompresi dada minimal 100
kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.



8

6) Hands only CPR
AHA 2010 (new)
Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves survival
following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no bystander CPR.
AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun 2010 pun
AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands Only CPR pada
korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan terbesar adalah: apa yang harus
dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban
yang bukan dewasa? AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran
sederhana disini: berikan Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak
berbuat sama sekali.
7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)
AHA 2010 (new)
Check for response while looking at the patient to determine if breathing is absent
or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or only gasping.
AHA 2005 (old)
Activated the emergency response system after finding an unresponsive victim, then
returned to the victim and opened the airway and checked for breathing or abnormal
breathing.
Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta pertolongan orang di
sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk memanggil bantuan tetap menjadi
prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti
nafas (terlihat tidak ada nafas/ gasping) secara simultan dan cepat.
8) Jangan berhenti kompresi dada
AHA 2010 (new)
The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency and
duration of interruptions in chest compressions may improve clinically meaningful
outcomes in cardiac arrest patients.
Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak yang
mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama.Membutuhkan
beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus
9

melakukan kompresi selama kita bisa atau sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap
untuk menilai keadaan jantung korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke
mulut, lakukan segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push
Fast, Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini.
Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.
9) Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure
AHA 2010 (new)
The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.
AHA 2005 (old)
Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious, and it usually
requires a third rescuer not involved in rescue breaths or compressions.
Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas yang lebih
adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan cricoid pressure.
Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan krikoid yang dilakukan pada
korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat
mencegah terjadinya aspirasi dan hanya boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak
terlibat dalam pemberian nafas buatan ataupun kompresi dada.
10) Pemberian Precordial Thump
AHA 2010 (new)
The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital cardiac
arrest. The precordial thump may be considered for patients with witnessed, monitored,
unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator is not immediately ready for use,
but it should not delay CPR and shock delivery.
AHA 2005 (old)
No recommendation was provided previously.
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat mengembalikan irama
ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar kasus lainnya,
precordial thump tidak berhasil mengembalikan korban dengan ventricular fibrillation ke irama
sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation (ROSC). Kemudian terdapat banyak
laporan yang menyebutkan terjadinya komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti
fraktur sternum, osteomyelitis, stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada
10

korban dewasa dan anak-anak. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk
dilakukan pada pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator
tidak dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump tidak
boleh menunda pemberian RJP atau defibrilasi.
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup
tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular
Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen
RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis
segera (early defibrillation).
2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses
pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau
mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi
C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda
satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
3) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang
sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi
alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut
dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam.
Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga
semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan
ventilasi mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
2.5 Ketepatan Waktu Pelaksanaan BLS
Kemungkinan keberhasilan dalam penyelamatan bila terjadi henti nafas dan henti
jantung:
Keterlambatan Kemungkinan berhasil
1 Menit 98 dari 100
2 Menit 50 dari 100
10 Menit 1 dari 100

11

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Bantuan hidup dasar
(BHD)/Basic life support (BLS) adalah Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan
kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan yang mengancam jiwa.
BLS/BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti nafas dan henti jantung untuk
mempertahankan hidup pasien. Perbedaan BLS antara tahun 2005 dengan 2010 menurut
AHA adalah BLS 2005 masih menggunakan ABC dan pada tahun 2010 diperbaharui
menjadi CAB. Langkah-langkah BLS dengan menggunakan sistem CAB dimulai dengan
mengecek respon pasien dan diakhiri dengan defribilasi.




















12

DAFTAR PUSTAKA


Highlights of the 2010 American Heart Association Guide lines for CPR diunggah dari :
http://www.heart.org/idc/groups/heart-public/@wcm/@ecc/documents/downloadable/ucm_317350.pdf.

Anda mungkin juga menyukai