Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Karsinoma Nasofaring ( KNF ) di Indonesia merupakan tumor ganas kepala dan
leher yang terbanyak dan paling sering dijumpai.
1,2,
!umor ini berada di peringkat
ke empat dari semua keganasan pada tubuh manusia setelah tumor ganas ser"ik,
tumor payudara, dan tumor kulit.
#,$,%
&edangkan di bidang !'!(K) sendiri, KNF
ini menempati hampir %*+ tumor ganas kepala dan leher yang kemudian diikuti
oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (1,+), laring (1%+), dan tumor
ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring.
1,2

Insiden KNF paling tinggi ditemukan di -sia, terutama daerah .ina bagian
&elatan, dan jarang ditemukan di -merika dan /ropa. 0i Indonesia, KNF banyak
ditemukan, dan berdasarkan histopatologisnya ditemukan pre"alensi KNF sebesar
#,1 per 1**.*** penduduk per tahun.
1,#,$,%
-dapun etiologi pasti terjadinya KNF ini
belum jelas, diduga patogenesisnya merupakan suatu kombinasi dari berbagai
faktor, yakni faktor genetik, lingkungan, serta infeksi "irus /pstein(2arr.
$,%
0iagnosis dini KNF umumnya sulit dilakukan, hal ini dikarenakan nasofaring
letaknya tersembunyi dibelakang tabir langit(langit dan terletak diba3ah dasar
tengkorak, serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak
dan ke lateral maupun ke posterior leher. &elain itu gejala a3al yang timbul juga
kadang(kadang tidak khas, seperti misalnya hidung penderita buntu, perdarahan
dari hidung, pendengaran yang menurun, tinitus, dan sakit kepala, sehingga sering
dianggap penyakit biasa dan diagnosanya sering kali terlambat.
2,#
!erapi pada KNF dapat berupa radiasi 4radioterapi, kemoterapi, operasi, maupun
terapi paliatif. 5adiasi merupakan pilihan utama untuk KNF stdium dini ( stadium
I ) karena tumor ini bersifat radiokuratif, sedangkan untuk stadium lanjut
dilakukan kemoradiasi.
,%
5adioterapi tunggal tanpa kemoterapi sebagai
pengobatan KNF pada stadium lanjut, dipandang kurang maksimal kerna tidak
dapat mengontrol metastase jauh serta memperpanjang harapan hidup, sehingga
perlu juga diberikan pemberian kemoterapi.
%
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Karsinoma Nasofaring ( KNF ) merupakan tumor ganas dari epitel permukaaan
nasofaring termasuk epitel kelenjar yang terdapat pada nasofaring.
2
2.2 Anatomi dan Histologi
Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak diposterior koana rongga
hidung dan diatas tepi bebas palatum molle. 2entuknya trape6oidal menyerupai
sebuah kubus dengan diameter antero(posterior kira(kira 2(# 7m, lebar # 7m dan
tinggi # 7m, berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga masing(masing
melalui choana dan tuba eustachius.
#
-tap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak yang merupakan tempat keluar
masuknya saraf(saraf otak serta pembuluh darah dari atau ke dalam otak,
sedangkan dasar nasofaring dibentuk oleh permukaaan dorsal palatum molle.
0inding depan dibentuk oleh koana dan bagian belakang sinus maksilaris,
sedangkan bagian belakang nasofaring dibatasi dinding belakang faring, fas7ia
pre"ertebralis, dan otot(otot dinding faring.
#,$
8ada dinding lateral nasofaring terdapat orifisum muara tuba eusta7hius, dimana
orifisium ini biasanya berbentuk segitiga dan dibatasi di superior dan inferior oleh
torus tubarius, kearah superior terdapat fossa 5ossenmuller. 8ada atap nasofaring
sering terlihat lipatan(lipatan mukosa dinding postero(superior nasofaring
umumnya tidak rata. 'al ini dapat disebabkan kerana adanya jaringan adenoid,
atau bursa faring.
#,$
9ukosa nasofaring memperlihatkan lipatan(lipatan dan kripte(kripte sehingga
luas seluruhnya diperkirakan 2 sampai kali luas permukaaan yang terlihat. )uas
permukaan nasofaring pada orang de3asa kira(kira $* 7m
2
, yang terdiri dari epitel
skuamosa, epitel bersilia dan epitel transisional. 8ermukaan yang ditutupi oleh
epitel skuamosa lebih luas daripada yang ditutupi oleh kedua epitel lainnya.
#,$
2.3 Histoatologi
2
8ada tahun 1:1:, ;'< mendefinisikan KNF sebagai kanker yang berasal dari sel
skuamus, dan dapat dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan gambaran
mikroskopisnya. Ketiga tipe tersebut adalah =
1,#,$
1. !ipe I = Keratini6ing &>uamous .ell .ar7inoma, dikarakterisasikan dengan
keberadaan dari inter7elluler bridges dan pembentukan keratin yang prominen.
!ipe I ini terjadi sekitar 2$+ dari KNF pada populasi kulit putih di -merika
?tara, tapi hanya terjadi sekitar 1+(2+ kasus pada populasi endemik.
2. !ipe II = Non Keratini6ing &>uamous .ell .ar7inoma, menunjukkan
gambaran dari sel epitel skuamus yang matur namun tidak terdapat
pembentukan keratin. !ipe ini merupakan tipe yang paline sedikit 4 jarang
terjadi.
. !ipe III = ?ndifferentiated 7ar7inoma, terdiri dari berbagai "ariasi
morfologi sel, yang pada pemeriksaan mikroskopis menunjukkan gambaran
"esi7ular nu7lei, prominent nu7leoli, dan syn7ytia. !ipe III ini merupakan
tipe KNF yang paling sering terjadi, yakni sekitar :$+ dari keseluruhan
kasus pada daerah endemik.
2.! Eidemiologi
0i -merika ?tara dan populasi kulit putih /ropa, KNF jarang terjadi, dimana
insidennya sekitar 1 per 1**.***. Insiden ini meningkat sekitar 2(# per 1**.***
orang di daerah -frika, -frika ?tara, North -meri7an Inuit, dan 8olinesian
(misalnya = Filipina).
#
Insiden ini meningkat se7ara men7olok4drastis pada
penduduk 7ina selatan, dimana ras 9ongoloid merupakan faktor risiko timbulnya
kanker nasofaring, sehingga kekerapannya 7ukup tinggi pada penduduk .ina
bagian selatan, 'ongkong, @ietnam, !hailand, 9alaysia, &ingapura, dan
Indonesia. 8enduduk 55., khususnya di propinsi Auang 0ong mempunyai
insiden tertinggi di dunia yaitu #*($* per 1**.*** penduduk pertahun, sedangkan
di Indonesia didapatkan angka pre"alensi #,1 per 1**.*** penduduk per tahun.
1,#,%
0itemukan pula 7ukup banyak kasus di Bunani, -frika bagian utara seperti
-lja6air, dan !unisia, pada orang /skimo di -laska dan Areenland yang diduga
penyebabnya adalah karena mereka mengkonsumsi makanan yang dia3etkan
pada musim dingin dengan menggunakan bahan penga3et nitrosamin.
2

KNF lebih sering mun7ul pada laki(laki dibandingkan pada perempuan, dimana
perbandingan antara laki(laki dan perempuan ini didapatkan 2( berbanding 1.
8un7ak frekuensi terletak antara umur #$ ( $$ tahun, tapi tidak jarang juga
terdapat pada orang yang lebih muda.
#,$

0i Indonesia, frekuensi penderita ini hampir merata di setiap daerah. 0i
5&?8N 0r. .ipto 9angunkusumo Cakarta, ditemukan lebih dari 1** kasus
per tahun, 5& 'asan &adikin 2andung rata ( rata %* kasus pertahun, ?jung
8andang 2$ kasus per tahun, di 0enpasar ditemukan 1$ kasus per tahun, dan
11 kasus per tahun di 8adang dan 2ukit !inggi.
0i 5& &anglah tiap tahun kasusnya 7enderung meningkat. 8ada penelitian
retrospektif selama $ tahun (1::, D 2**2) didapatkan * kasus yang terdiri dari
211 laki(laki dan 11 3anita (2 = 1). ?sia tertua adalah 1# tahun, termuda 1$ tahun
usia terbanyak pada dekade empat dan lima. Kebanyakan penderita datang pada
stadium lanjut (&tadium I@) yaitu sebesar ,2,1+. 8ada pemeriksaan
histopatologi ;'< tipe III terbanyak yaitu sebesar :*,%1+. 5i3ayat penyakit
yang sama (KNF) dalam keluarga didapatkan 1# kasus atau #,2#+.
1*
2." Etio#atogenesis
/tiologi pasti dari KNF belum diketahui se7ara pasti, namun penelitian se7ara
epidemiologik dan laboratorik menunjukkan bah3a penyebab keganasan ini
bersifat multifaktor yaitu genetik, infeksi "irus /pstein 2arr, dan faktor
lingkungan.
%
8enyebabnya berasal dari epitel skuamosa pada daerah tenggorok bagian atas
(nasofaring). &edang faktor predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang
letaknya sangat tersembunyi. -kibatnya sulit mendiagnosis penyakit ini pada
stadium dini, selain juga tanda ataupun gejalanya yang tidak khas.
2.".1 $a%to& 'i&(s
!)"
@irus /pstein 2arr berkorelasi erat dengan KNF, peranannya dalam proses
karsinogenesis masih belum jelas sepenuhnya. Korelasi ini berdasarkan
tingginya titer anti("irus /2 pada penderita KNF. !iter ini lebih tinggi dari
#
titer orang sehat, penderita tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor
organ tubuh Iainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
@irus ini termasuk keluarga 'erpes"iridae dan ditinjau dari sudut
imunologinya memba3a berbagai antigen, seperti antigen inti (/2@ nuclear
antigen atau /2N-), antigen a3al 5 (Early antigen atau /-(5), antigen a3al
0 (/-(0), antigen kapsid ( Viral Capsid Antigent atau @.-) dan antigen
limfositik (Lymphocyte-determined membrane antigent atau )B90-). @irus
ini mampu menyerang sel epitel orofaring dan nasofaring. 'ospes selulernya
adalah sel limfosit 2 dan ditularkan melalui sali"a penderita. Infeksi dimulai
dengan menempelnya "irus pada reseptor di epitel nasofaring. 0i dalam epitel,
"irus berkembang biak 7lan menginfeksi sel limfosit 2 yang menyebabkan
terjadinya imortalitas sel dan mengubahnya menjadi sel limfoblast yang
mengekspresikan antigen /2N- dan )B90-. &ebagai reaksi terhadap infeksi,
sel(sel limfosit ! akan mengalami proliferasi menjadi sel(sel limfoblast.
!iter dari antibodi /2@ dapat meningkat pada pasien KNF, tergantung dari
ras4etnis mereka maupun daerah geografis aslinya. Aenom /2@ telah dapat
didemonstrasikan dengan menggunakan hibridisasi asam nukleat dari spesimen
biopsi pada lesi KNF. 0ibandingkan dengan kanker kepala dan leher lainnya,
KNF memiliki titer antibodi yang tinggi dan o"erproduksi dari produk CL!.
@irus /pstein(2arr, atau yang disebut juga 'uman 'erpes"irus # (''#)
mengandung kurang lebih 1** gen, 1* diantaranya diekspresikan pada sel limfosit
2 yang terinfeksi /2@. !iga daiantara gen tersebut diduga kuat berperan dalam
transformasi sel, yaitu /2N-1, /2N-2, dan )98
,
. /2@ hanya ditemukan
pada sel yang mengalami keganasan dan tidak pada sel sekitar yang normal.
8engikatan onkoprotein yang dihasilkan oleh "irus dengan gen supresor
diduga mengakibatkan disfungsi dari gen supresor dan menghasilkan
transformasi sel.
2.".2. $a%to& *eneti%a
!)")+
$
Ke7urigaan faktor genetik berperan untuk terjadinya KNF berdasarkan atas resiko
tinggi yang terdapat pada orang .ina. &eringkali tumor ini atau tumor lainnya
ditemukan pada beberapa generasi dari satu keluarga.
2eberapa gen yang berhubungan dengan KNF terutama adalah gen p$ dan gen
27l(2. Aen p$ sering disebut juga dengan !8$ (tumor protein $) merupakan
tumor protein supressor gen. Aen ini terdapat pada lengan pendek kromosom
nomor 11, region 1 dan pada band 1 hingga . Aen ini berfungsi sebagai faktor
transkripsi multifungsional yang meliputi pengontrolan pembelahan sel, reparasi
0N-n dan apoptosis. 8ada sel(sel yang mengalami keganasan terbentuk mutant
p$ sehingga tidak dapat berfungsi lagi. -kibatnya pembelahan sel akan terus
berlangsung dan terbentuk sel baru dengan 0N- yang rusak. &el baru inilah
yang selanjutnya berkembang menjadi sel kanker. Aen 27l(2 sebagai gen anti
apoptotik ekspresinya dirangsang oleh Latent Membrane "rotein ()98(1). 8ada
beberapa penelitian menunjukkan bah3a sel tumor dengan 27l(2 positif
menunjukkan penurunan jumlah apoptosis dibandingkan sel tumor dengan 27l(2
negatif. Cuga disebutkan bah3a gen 27l(2 ini sebagai penanda yang sensitif
untuk memperkirakan prognosis skuamus sel karsinoma kepala dan leher serta
terhadap resistensi terapi radiasi dan kemoterapi.
1

&elain itu, sering dihubungkan dengan keganasan ini adalah human leucocyte
antigens (')-), termasuk ')-(-2, ')-(2#%. dan ')-(2$,. Fakta(fakta
yang mendukung faktor genetik berhubungan dengan karsinoma nasofaring
adalah ditemukannya genotipe ')-(-2 7lan ')-(2sin2 pada penduduk .ina
&elatan tetapi jarang ditemukan pada ras Kaukasus. )ebih lanjut adanya
abnormalitas yang multipel pada kromosom, meliputi kromosom 1, 2, , #, $, %,
,, :, 11, 1, 1#, 1$, 1%, 11, 22, dan E.
2.".3. $a%to& Ling%(ngan
!)"),
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap
sejenis kayu bakar, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu tertentu, dan
kebiasaan makan yang terlalu panas. Fat kimia tertentu seperti nitrosamin,
ben#opyran, ben#oanthracene, dan beberapa senya3a kimia hidrokarbon
%
lainnya. Fat(6at ini banyak terdapat pada ikan asin dan sayur(sayuran yang
dikeringkan serta defisiensi "itamin .. Kebiasaan orang /skimo memakan
makanan yang dia3etkan menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
Kebudayaan meliputi kebiasaan pasien, 7ara memasak makanan, serta pemakaian
bumbu masak mempengaruhi kejadian karsinoma ini. &elain itu keadaan gi6i,
polusi, dan kebiasaan hidup juga berpengaruh.
Faktor lingkungan dan kebiasaan hidup yang berpengaruh terhadap patogenesis
terjadinya KNF ini antara lain sering memakan ikan asin yang mengandung suatu
6at karsinogenik ( nitrosamin ). 8enelitian menunjukkan adanya resiko
peningkatan terjadinya KNF sebesar 2(G pada masyarakat .ina &elatan dan
!ai3an, dimana masyarakat pada daerah tersebut seringkali mengkonsumsi ikan
asin yang dikeringkan.
&elain itu, adanya asap sejenis kayu tertentu yang digunakan untuk memasak, asap
dupa, dan seringnya kontak dengan 6at karsinogen seperti 2en6opyrene, gas
kimia, asap industri, asap obat nyamuk, dan asap rokok, juga diduga berperan
penting dalam terjadinya KNF dan dapat meningkatkan resiko terjadinya KNF
sebesar G lipat.
2., Pola Pen-e.a&an
KNF memiliki pola penyebaran yang umum dan sering dihubungkan dengan sisi
primernya. !umor yang terletak pada garis tengah seringkali menyebar se7ara
bilateral. Ketika tumor di lateral membesar, tumor tersebut dapat mele3ati garis
tengah, dimana akan tampak gambaran limfonodi yang patologis.
$
&e7ara garis
besar, terdapat 7ara penyebaran karsinoma nasofaring, yaitu meluas ke jaringan
sekitar, melalui pembuluh limfe, dan pembuluh darah.
2,$
1. 8erluasan ke jaringan sekitar =
!umor meluas ke atas se7ara langsung dan merusak basis kranii,
melalui foramen laserum masuk ke fossa kranii media.
!umor meluas ke depan dan ba3ah =
8enyebaran ke arah depan, pada mulanya akan menimbulkan sumbatan
pada ka"um nasi dan kerusakan palatum durum, selanjutnya proses akan
melibatkan prosesus pterygoideus, sinus ethmoidalis dan sinus
1
maksilaris. Ke arah rongga orbita tumor dapat masuk melalui fissura
orbitalis inferior dan fossa pterygoplatinum. &edangkan ke arah ba3ah
akan menyebabkan kerusakan pada dinding orofaring, tonsil dan pangkal
lidah.
!umor tumbuh ke samping, tumor akan masuk ke dalam rongga
parafaring. 0i dalam rongga ini terdapat n. EI, E, EI, EII dan ganglion
ser"ikalis 7ranial, sehingga tumor dapat menekan dan merusak ner"us(
ner"us tersebut.
!umor dapat terus tumbuh ke belakang dalam foramen jugularis dan
kanalis ner"us hipoglosus sampai ke dalam fossa kranii posterior,
sehingga n. IE, E, EI, EII dapat rusak pada saat keluar dari foramen
jugularis dan n. EII rusak saat mele3ati kanalis ner"us hipoglosus. 2ila
kemudian tumor tumbuh ke depan atas merusak fossa infra temporal,
melalui fisura orbita dan dapat menyebabkan proptosis bulbi. !umor
dapat meluas kebelakang merusak fasia koli profunda pre"ertebralis dan
menyusup pre"ertebralis.
2. 9etastasis melalui aliran darah.
9etastasis tumor se7ara hematogen ini yang menyebabkan terjadinya
metastasis jauh. 2ila hal ini terjadi maka prognosisnya sangat buruk. <rgan(
organ yang terkena adalah tulang, hati, paru(paru dan organ lainnya.
. 9etastasis tumor melalui aliran limfatik.
8enyebaran melalui aliran limfatik ini merupakan 7ara penyebaran yang
paling umum dan sering terjadi, dimana seperti diketahui aliran limfe dari
pleksus submukosa nasofaring menuju kelenjar 5ou"eire, kemudian ada
yang profunda dan superfisial. Bang profunda menuju ke kelenjar ser"ikalis
profunda, sebagian masuk ke spatium parafaring, dalam hal ini penderita
akan mengeluh terdapat benjolan pada leher sebagai metastase limfogenik
pada daerah parafaring mengakibatkan pembesaran limfonodi daerah
tersebut dan menekan n. EI, E.
2.+ *e/ala Klinis
,
5ongga nasofaring sulit dilihat dan karsinoma yang tumbuh seringkali hanya
sedikit memberikan gejala untuk 3aktu yang lama. 0apat pula ditemukan mukosa
faring yang berpenampakan normal dalam 3aktu lama, 3alaupun telah terjadi
penyebaran tumor ke kelenjar getah bening regional atau bahkan sudah menjalar
ke intrakranial.
#
Keluhan pasien dengan KNF berhubungan dengan lokasi dari tumor primer dan
derajat dari penyebarannya, dimana gejala dan tanda biasanya mun7ul akibat
adanya obstruksi oleh tumor, in"asi ke ruang tengkorak atau orbita, dan metastasis
tumor ke kelenjar getah bening.
$,%
Aejala karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala dini dan
gejala lanjut. Aejala dini tampak bila tumor masih terbatas di rongga nasofaring.
Aejala pada telinga dapat berupa oklusi tuba eusta7hius sehingga pasien
mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang(kadang disertai dengan
gangguan pendengaran. 8erlu diperhatikan jika gejala ini menetap atau sering
timbul tanpa penyebab yang jelas. &elain itu dapat juga terjadi otitis media
serosa sampai perforasi dengan gangguan pendengaran. Aejala pada hidung
dapat berupa pilek(pilek, ingus ber7ampur darah, epistaksis oleh karena dinding
tumor yang rapuh sehingga pada iritasi ringan dapat terjadi perdarahan. 0apat
juga terjadi sumbatan hidung akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga
nasofaring.
1,,#
2iasanya penderita baru datang ke dokter setelah ada gejala lanjut, yang
merupakan perluasan tumor yang telah mele3ati batas(batas nasofaring seperti
kerusakan saraf kranialis, sindrom neurologis, dan diplopia. 'al ini
menunjukkan bah3a kanker sudah meluas ke basis kranii. 9etastase jauh dapat
terjadi, biasanya mengenai kelenjar limfe regional, tulang, paru(paru, hepar, dan
otak.
1,#
Aejala lanjut dari karsinoma nasofaring adalah gejala mata dan saraf, serta
gejala di leher. Nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lobang, maka gangguan pada saraf otak dapat terjadi sebagai gejala
lanjutan karsinoma nasofaring ini. 8enjalaran pada foramen laserum akan
:
mengenai saraf otak ke III, I@, @I, dan dapat pula ner"us @, sehingga tidak
jarang gejala diplopia(lah yang memba3a pasien lebih dahulu ke dokter mata.
0an neuralgia trigeminal juga sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum ada
keluhan lain yang berarti.
1,#,$
8roses kemudian dapat berlanjut mengenai saraf otak ke IE, E, EI, dan EII jika
penjalarannya melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh
dari nasofaring. 2ila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom
unilateral. 0apat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak, yang biasanya
mempunyai prognosis yang buruk.
1,$
9etastase juga terjadi di kelenjar limfe leher melalui aliran pembuluh limfe dan
sel ganas bertahan disana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan
pertama agar sel(sel kanker tidak langsung menyebar ke bagian tubuh yang lebih
jauh.
2
0i sini sel kanker berkembang terus sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak
sebagai benjolan di leher. 2enjolan ini sering tidak terasa nyeri sehingga sering
diabaikan oleh penderita. &elanjutnya berkembang lagi menembus kelenjar ke
jaringan otot di ba3ahnya, sehingga kelenjar menjadi melekat pada otot dan
sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan keadaan yang lebih lanjut lagi.
2enjolan di leher yang membesar inilah yang mula(mula memba3a penderita
berobat ke dokter.
#
&e7ara garis besar, gejala(gejala klinik pada karsinoma nasofaring dibagi
menjadi $ kelompok, yaitu
2
=
1. Aejala 'idung
Aejala hidung pada karsinoma nasofaring lebih ditekankan bila =
a) 8enderita pilek lama lebih dari 1 bulan, usia lebih dari #* tahun, tetapi pada
pemeriksaan hidung tidak tampak kelainan.
b) 8enderita pilek, ingus kental, bau busuk, lebih(lebih bila tampak titik(titik
atau garis(garis darah, tanpa adanya kelainan hidung dan sinus paranasalis.
7) 8enderita usia lebih dari #* tahun, sering mimisan atau keluar darah dari
hidung. 8emeriksaan tekanan darah normal, dan hidung juga normal.
1*
2. Aejala !elinga
2erupa kurangnya pendengaran tipe konduksi, rasa penuh di telinga seperti
berisi air, berdengung atau tinitus. Aangguan pendengaran terjadi bila ada
perluasan tumor atau kanker nasofaring yang menjalar ke sekitar tuba sehingga
terjadi sumbatan. 9eskipun letak tuba relatif dekat dengan Fosa 5ossenmuller
atau tumor primer tetapi gejala telinga relatif jarang dibandingkan gejala tumor
metastase di leher.
. Aejala !umor pada )eher
8embesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat se7ara
limfogenik dari kanker nasofaring, bisa unilateral atau bilateral. 9etastase jauh
dapat sampai ke organ hati, paru, ginjal, limpa, tulang belakang dan tulang
lainnya. Kekhasan tumor leher disini adalah bila letak tumor di ujung prosesus
mastoideus di belakang angulus mandibularis, di dalam muskulus
sternokleidomastoideus, dimana massa tumor keras, tidak sakit, dan tidak
bergerak. Aejala tumor leher ini merupakan gejala yang agak lanjut dari kanker
nasofaring, sering masih belum disadari oleh para dokter sehingga banyak
penderita tumor ini di rujuk ke bagian selain !'!. Aejala tumor leher ini
7ukup besar angkanya, yaitu sekitar 1* ( :* + dari seluruh penderita
karsinoma nasofaring. 0iperkirakan gejala inilah yang mendorong penderita
datang berobat.
#. Aejala 9ata
Aejala pada mata disebabkan oleh kelumpuhan saraf(saraf yang berhubungan
dengan mata yaitu ner"us II, III, I@, dan @I. -pabila kelumpuhan mengenai
ner"us @I yang letaknya di foramen laserum yang mengalami lesi akibat
perluasan tumor, maka penderita akan mengeluh melihat benda dobel
(diplopia). Kelumpuhan ner"us III dan I@ mengakibatkan kelumpuhan mata
yang disebut opthalmoplegia, serta proptosis bulbi. -pabila perluasan kanker
ini mengenai kiasma optikum, maka ner"us optikus akan mengalami lesi,
sehingga penderita mengalami penurunan pengelihatan.
$. Aejala Kranial atau &araf
11
8erluasan tumor primer ke dalam ka"um kranii menyebabkan kelumpuhan
ner"us II, III, I@, @, dan @I akibat kompresi maupun infiltrasi tumor yang
disebut sindrom petrosfenoidal, dimana kelainan ini dimasukkan ke dalam
gejala pada mata, karenaberhubungan dengan mata. Kemudian metastase tumor
ke dalam spatium retroparatiroideum dapat menyebabkan kompresi ner"us IE,
E, EI, EII, dan ner"us ser"ikalis simpatikus.
8ada gejala kranial ini, sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranial, didahului oleh
gejala subyektif dari penderita seperti kepala sakit atau pusing, kurang rasa atau
hipastesia daerah pipi dan hidung, kadang sukar menelan atau disfagia. Aejala
kranial terjadi karena perluasan tumor dengan menembus jaringan sekitar dan
juga se7ara hematogen.
Aejala(gejala saraf ini meliputi =
1) Kerusakan ner"us I bila karsinoma nasofaring sudah mendesak ner"us I
melalui foramen olfaktorius pada lamina kribosa. 8eriderita mengeluh
anosmia, dimasukkan pada gejala hidung karena mengenai organ hidung.
2) &indroma 8etrosfenoidal 8ada sindrom ini ner"us kranialis yang terlibat
berturut(turut adalah ner"us I@, III, @I, dan baru ner"us II paling akhir dan
jarang terjadi. 8aresis ner"us II memberikan keluhan penurunan ketajaman
penglihatan. 8aresis ner"us III akan menyebabkan kelumpuhan m. le"ator
palpebrae dan m. tarsalis superior, sehingga kelopak mata atas menurun,
fisura palpebrae menyempit, dan kesulitan membuka mata. 2ila terjadi
kelumpuhan salah satu atau ketiga ner"us III, I@, dan @I akan menyebabkan
terjadinya diplopia yang disebabkan karena kelumpuhan otot(otot
ekstraokuler yang disarafi oleh ketiga ner"us kranialis tersebut diatas.
) 8aresis ner"us @ 9erupakan saraf sensorik dan motorik, gejala yang timbul
bila ner"us ini mengalami kelumpuhan berupa parestesia sampai hipestesia
pada separuh 3ajah atau timbul neuralgia separuh 3ajah.
#) &indroma 8arafaring Ner"us kranialis yang terlibat pada sindrom ini adalah
ner"us IE, E, EI, dan EII akibat perluasan dan pertumbuhan karsinoma
nasofaring.
$) 8aresis ner"us IE akan menimbulkan gejala klinis berupa hilangnya reflek
muntah, disfagia ringan, paresis lidah, de"iasi u"ula ke sisi yang sehat,
12
hilangnya sensasi pada laring, tonsil, bagian atas tenggorokan, serta
belakang lidah, air ludah meningkat akibat terkenanya pleksus timpani
pada lesi telinga tengah, dan takikardia pada sebagian lesi ner"us IE yang
dimungkinkan akibat gangguan reflek karotikus.
%) 8aresis ner"us, E akan menimbulkan gejala klinis berupa gejala motorik
seperti afonia, disfonia, perubahan posisi pita suara, disfagia, dan spasme
esophagus, serta gejala gangguan sensorik seperti nyeri pada daerah faring
dan laring, dispneu, dan hipersali"asi.
1) 8aresis ner"us EI akan menimbulkan gejala kesukaran dalam mengangkat
dan memutar kepala dan dagu.
,) 8aresis ner"us EII yang diakibatkan oleh infiltrasi tumor ganas melalui
kanalis ner3s hipoglosus, atau dapat pula paresis otot(otot yang disarafi
oleh saraf ini yaitu m. styloglosus, m. longitudinalis superior dan inferior,
m. geniglosus (otot(otot lidah) sehingga gejala yang timbul berupa lidah
menyimpang ke sisi yang lumpuh, penderita pelo, dan disfagia.
2.0 Diagnosis
2.0.1 Anamnesis
8ada anamnesis penderita yang di7urigai KNF, dapat ditanyakan mengenai
gejala(gejala4keluhan yang merupakan tanda ke7urigaan KNF, seperti pilek(pilek,
ingus ber7ampur darah, telinga terasa penuh atau mendenging, penurunan
pendengaran, rasa tersumbat pada hidung, nyeri4sakit kepala, nyeri pada telinga,
dan lain(lain.
,#
&elain itu juga ditanyakan mengenai umur penderita, ri3ayat
penyakit terdahulu, misalnya pernah menderita otitis media serosa, kemudian
ditanyakan juga ri3ayat sosial seperti kebiasaan makan ataupun merokok, serta
ri3ayat penyakit yang sama pada keluarga.
2.0.2 Peme&i%saan $isi%
8emeriksaan fisik pada pasien yang menunjukkan gejala atau ke7urigaan yang
mengarah kepada KNF harus lebih difokuskan pada pemeriksaan nasofaring dan
telinga. 8ada pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior, mungkin
didapatkan massa eksofitik yang tampak ganas, ataupun pembengkakan
submukosa nasofaring yang halus.
#
&edangkan pemeriksaan telinga dengan
1
otoskopi dapat mengetahui keadaan membran timpani, telinga tengah, dan fungsi
tuba eusta7hius.

&elain itu juga dapat dilakukan rinoskopi anterior untuk menilai keadaan rongga
hidung bagian belakang, pemeriksaan 4 perabaan terhadap kelenjar limfe leher,
khususnya kelenjar limfe di belakang angulus mandibula.

8ada pemeriksaan fisik


ini mungkin juga dapat ditemukan obstruksi nasal, adenopati ser"ikal, massa pada
leher, atau onset baru dari otitis media serosa. 8enilaian terhadap fungsi ner"us
kranialis juga diperlukan, mengingat terdapat insiden paralisis ner"us kranialis
sekitar 12(1,+ pada penderita KNF.
#,$
0iagnosis klinis karsinoma nasofaring juga dapat ditegakkan berdasarkan
formula 0IA2B (!abel 2) =
Ta.el 2 1 Diagnosis Be&dasa&%an $o&m(la DI*B2
&I98!<9 NI)-I
9assa terlihat pada Nasofaring 2$
Aejala khas di hidung 1$
Aejala khas pendengaran 1$
Kepala sakit unilateral atau bilateral $
Aangguan neurologi saraf otak $
/ksoftalmus
)imfadenopati leher 2$
2ila jumlah nilai diatas $*, diagnosis klinis karsinoma nasofaring dapat
dipertanggungja3abkan.
2.0.3.Peme&i%saan Pen(n/ang
-dapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosa KNF antara lain =
1. 8emeriksaan /ndoskopi
0eteksi adanya lesi atau "isualisasi direk pada lesi yang nonpalpabel tetapi
di7urigai keganasan dapat dilakukan nasofaringoskopi direk dengan
mengunakan endoskopi yang rigid atau endoskopi yang fiberoptik
1#
fleksibel.8ada nasofaringoskopi dapat dilihat massa yang tumbuh di
nasofaring, biasanya di Fossa 5ossenmuller.
2,$
Aambar 2.1. Aambaran endoskopi penderita karsinoma nasofaring.
:
2. 8emeriksaan 5adiologis
8emeriksaan radiologis yang dapat dilakukan diantaranya foto thorak,
&kull lateral basis kranii, ;aters, .!(&7an, ?&A abdomen, 95I, dan
8/!.
$

.!(&7an kepala dan leher dipergunakan untuk menilai parafaringeal,
retrofaringel, dan untuk mengetahui penyebaran tumor, erosi basis kranii,
dan limfoadenopati ser"ikal.
%
Aambar 2.2.Aambaran .!(&7an Kepala dengan potongan )ongitudinal penderita
karsinoma nasofaring tampak massa tumor pada bagian atap nasofaring.
:
.!(&7an dada dan tulang dipergunakan untuk mengetahui adanya metastase
jauh.
$,%
95I dapat dilakukan jika di7urigai terdapat penyebaran tumor ke
intrakranial, selain itu juga untuk membantu menegakkan batas tumor pada
jaringan lunak, serta untuk kasus(kasus KNF yang rekuren.
2,$,%

1$
8/! (8ositron /mmision !omografi) digunakan jika ditemukan adanya
pembesaran kelenjar limfe yang penyebabnya belum diketahui dengan
pasti.
2
. 8emeriksaan )aboratorium
8emeriksaan darah rutin termasuk sel darah lengkap, tes fungsi hati
( &A<!, &A8! ) bila terdapat metastase ke hepar, tes fungsi ginjal ( ureum
dan kreatinin ) bila terdapat gangguan ken7ing, serta alkalin fosfatase
sesuai indikasi. Cika terdapat in"asi ke basis kranii, maka pemeriksaan
7airan serebrospinal dilakukan untuk mendeteksi penyebaran tumor.
#,%
#. 8emeriksaan Imunologis
!es serologis /pstein 2arr dapat bermanfaat pada beberapa pasien. !iter
/2@ yaitu antibodi Ig- dan IgA terhadap antigen kapsul "irus ( @.- )
/pstein(2arr harus diperiksa. Kadar titer ini berguna untuk menemukan
KNF yang asimtomatik atau dini, dimana titernya meningkat sesuai
perjalanan penyakit dan berkaitan dengan perkembangan tumor. Ig- anti
/- ( Early Antigen ) berguna untuk mengetahui perjalanan dan
kekambuhan KNF.
#,%
$. 2iopsi Nasofaring
2iopsi nasofaring pada penderita KNF merupakan tindakan diagnostik.
2iopsi ini dapat dilakukan dengan dua 7ara, yaitu dari hidung atau dari
mulut.
1
2iopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy$. .unam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian 7unam di arahkan ke lateral dan
dilakukan biopsi.
2iopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada daiam mulut
ditarik keluar dan diklem bersama(sama ujung kateter yang di hidung.
0emikian juga dengan kateter di sebelahnya, sehingga palatum mole
tertarik ke atas. Kemudian dengan ka7a laring dilihat daerah nasofaring.
2iopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui ka7a tersebut atau
1%
memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa
tumor akan terlihat lebih jelas. 2iopsi tumor nasofaring umumnya
dilakukan dengan anastesi topikal dengan Eylo7ain 1*+. 2iopsi dalam
anastesi umum dilakukan pada penderita yang tidak kooperatif.
2iopsi kelenjar limfe leher dilakukan apabila biopsi nasofaring dua kali
berturut(turut tidak menunjukkan gejala keganasan, sedangkan se7ara
klinis ada ke7urigaan.
2.3 Stadi(m Klinis
&istem klasifikasi -C..4?I.. (2**2) adalah sebagai berikut =
$,%
!umor 8rimer (!)
o !E D !umor primer tidak dapat dinilai
o !* D !idak ditemukan adanya tumor primer
o !is ( .ar7inoma in situ
o !1 ( !umor terbatas pada nasopharynG saja
o !2 ( !umor meluas sampai ke jaringan lunak dari oropharynG dan
atau rongga nasal
!2a D !anpa penyebaran ke parapharyngeal
!2b D 0engan penyebaran ke parapharyngeal
o ! ( !umor menyerang struktur tulang dan atau sinus paranasal
o !# ( !umor dengan penyebaran ke intrakranial dan atau melibatkan
.N&, infratemporal fossa, hypopharynG, atau orbita.
8embesaran KA245egional lymph nodes (N)
o NE D 8embesaran KA2 tidak dapat ditentukan
o N* D !idak ada pembesaran KA2 regional
o N1 D 9etastasis unilateral dengan ukuran KA2H% 7m, yang
merupakan ukuran terbesar , terletak di atas fossa suprakla"ikular
o N2 D 9etastasis bilateral dengan ukuran KA2H% 7m, yang
merupakan ukuran terbesar , terletak di atas fossa suprakla"ikular
o N ( 9etastasis KA2
Na D ?kuran I % 7m
Nb D 8erluasan ke fossa suprakla"ikular
11
9etastasis Cauh (9)
o 9E D -danya metastasis jauh tidak dapat ditentukan
o 9* D !idak ada metastasis jauh
o 91 D -da metastasis jauh.
&taging menurut -C..4?I.. adalah sebagai berikut =
$,%

&tage * ( !is, N*, 9*
&tage I ( !1, N*, 9*
&tage II- ( !2a, N*, 9*
&tage II2 !1, N1, 9* J !2, N1, 9* J !2a, N1, 9* J !2b, N*, 9* J !2b,
N1, 9*
&tage III !1, N2, 9* J !2a, N2, 9* J !2b, N2, 9* J !, N*, 9* J !, N1,
9* J !, N2, 9*
&tage I@- !#, N*, 9* J !#, N1, 9* J !#, N2, 9*
&tage I@2 ( -ny !, N, 9*
&tage I@. ( -ny !, any N, 91
2.14 Penatala%sanaan
2.14.1 5adiote&ai
5adioterapi merupakan terapi pilihan utama untuk KNF karena KNF ini
merupakan tumor yang radiosensitif, selain itu biayanya juga relatif murah,
dan 7ukup efektif terutama terhadap tumor yang belum mengadakan in"asi ke
intrakranial ( stadium I ).
1,,#,%
!etapi jika sudah metastase jauh maka radiasi
merupakan pengobatan yang bersifat paliatif.
5adioterapi sebagai terapi utama diberikan pada kasus yang belum ada metastase
jauh. 0iharapkan dapat memperpanjang kelangsungan hidup dan memperbaiki
kualitas hidup penderita. &hanmugaratnam (1:,,) dikutip ;idodo -rio
Kenjono.
11.
melaporkan bah3a KNF termasuk dalam golongan penyakit kanker
yang dapat disembuhkan dengan penyinaran (radiocurable) terutama bila masih
dini (stadium satu dan dua) pertimbangan adalah 1$+ sampai :*+ adalah ;'<
tipe III dan ;'< tipe II yang sangat radiosensitif.
1,
0osis untuk radioterapi radikal adalah %*** ( 1*** rad dengan aplikasi radium
dalam 1 hari atau $*** ( %*** rad dengan sinar E dalam 3aktu $ ( % minggu.
?ntuk terapi paliatif diberikan pada nasofaring dan kelenjar limfe ser"ikal
kanan dan kiri. 0osisnya adalah dua pertiga dari dosis radikal. /"aluasi pas7a
radiasi diadakan setiap bulan pada tahun pertama, kemudian setiap bulan
pada tahun kedua, dan setiap % bulan selama $ tahun.

2.14.2 Kemote&ai
8emberian kemoterapi merupakan terapi adju"ant4tambahan pada karsinoma
nasofaring sehingga dosis radiasi maupun sitostatika itu sendiri dapat
dikurangi guna menghindari efek samping yang lebih berat.
,%
Kemoterapi ini
terutama diberikan pada KNF stadium lanjut atau pada keadaan kambuh, dan
pada kasus dengan metastase jauh. Kombinasi kemoterapi memberikan hasil
yang lebih baik daripada kemoterapi tunggal.
%
0engan 7ara ini diharapkan
dapat membunuh sel kanker yang sensitif terhadap kemoterapi dan mengubah sel
kanker yang resisten menjadi sensitif terhadap radioterapi. &itostastika yang
sering digunakan adalah 7isflatin dan $(flourourasil. &ebagian besar kasus
diberikan kemoterapi tunggal (7isflatin) dosis rendah dengan tujuan untuk
meningkatkan sensitifitas sel kanker terhadap radioterapi. .hatani (1:,%) dikutip
oleh ;idodo -rio Kenjono,
11.
berpendapat bah3a pemberian radiasi yang
dikombinasi dengan Khemoterapi pada KNF stadium I@ sangat bermanfaat dalam
mengurangi metastase jauh.
<bat(obat sitostatika yang direkomendasikan adalah =

a. <bat !unggal
9ethotreGate, dosis 2$ mg per minggu, diberikan per oral.
.y7lophosphamide, dosis 1 gram per minggu, se7ara intra"ena.
2leomy7in, dosis 1* mg per m
2
luas permukaan tubuh per minggu,
se7ara intra muskuler.
$ Flouroura7il atau $ F? dan .isplatin
$ F? akan menghambat sintesa timidilat dan juga mempengaruhi fungsi
dan sintesa 5N-, berpengaruh terhadap 0N-, dan berguna pada
pengobatan paliatif pada pasien dengan penyakit progresif.
1:
.isplatin menghambat sintesa 0N-, dan proliferasi sel dengan jalan
membuat rantai silang pada 0N- dan menyebabkan denaturisasi heliG
ganda.
b. <bat Aanda
.<98 =
'ari I = .y7lophosphamide $** mg intra"ena
@in7ristine 1 mg intra"ena
$ F? 1$* mg intra"ena
'ari @III = .y7lophosphamide $** mg intra"ena
@in7ristine 1 mg intra"ena
9ethotreGate $* mg intra"ena
0iulang setiap # minggu
9ethotreGate(2leomy7in(.isplatin =
'ari I = 2leomy7in 1* mg 4 m
2
intra"ena
9ethotreGate 2* mg 4 m
2
intra"ena
0iulang setiap 2 minggu sampai # kali
'ari II = .ispIatin ,* mg 4 m
2
intra"ena
0iulang setelah 1* minggu
2.14.3 6e&asi
!indakan operasi berupa diseksi leher se7ara radikal, dilakukan jika masih ada
sisa kelenjar pas7a radiasi, kekambuhan kelenjar dengan syarat bah3a tumor
primer dikatakan bersih4sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologi dan serologi. <perasi biasanya tidak dianjurkan karena tidak tahu
persis lokasi tumor, bisa membuka pembuluh darah yang malah meningkatkan
resiko metastase hematogen, dan banyak organ sekitar yang "ital.
2,#
2.14.! Paliatif
8enderita KNF adalah penderita yang mengalami sakit berat sehingga mereka
akan mengalami penderitaan baik fisik, ji3a maupun sosialnya. <leh karena itu
selain terapi definitif terhadap kankernya, terapi paliatif untuk menangggulangi
penderitaan lainnya perlu dilakukan sejak dini. !erapi untuk nyeri serta terapi
2*
suportif lainnya perlu diupayakan agar penderita sehari(hari dapat menjalani
hidupnya sehari(hari dengan normal.
2
2.11 P&ognosis
8rognosis tergantung dari banyak hal, antara lain usia ( usia lebih muda, angka
harapan hidupnya lebih baik ), jenis kelamin ( prognosis pada 3anita lebih baik
daripada pria), perluasan dari tumor primer4! ( dimana makin ke7il !, prognosis
makin baik ), ada4tidaknya erosi tulang basis kranial, dan jenis histopatologi (tipe
tidak berdiferensiasi mempunyai prognosis yang lebih baik).
%
0ari pengalaman yang lalu dalam pengelolaan penderita KNF, dirasakan bah3a
keberhasilan terapi masih sangat rendah meskipun belum ada angka yang pasti
mengenai sur%i%al rate penderita KNF. 2eberapa hal perlu diupayakan untuk
memperbaiki pengelolaan sehingga hasil terapi lebih memuaskan. ?paya untuk
dapat menjaring penderita lebih dini merupakan langkah a3al yang dapat
diharapkan sedikit membantu meme7ahkan masalah rendahnya keberhasilan
terapi. &e7ara keseluruhan angka bertahan hidup $ tahun adalah #$+. 8ada
pasien yang mendapatkan radioterapi dan kemoterapi dilaporkan angka
ketahanan hidupnya sampai $*+(1*+. !erdapat perbedaan prognosis yang
sangat men7olok dari stadium a3al sampai stadium lanjut karsinoma nasofaring
yaitu 1%,: + untuk stadium I, $%,*+ untuk stadium II, ,,#+ untuk stadium III
dan hanya 1%,#+ untuk stadium I@.
8rognosis se7ara umum memang tidak baik. &kinner dikutip oleh 9ulyarjo
melaporkan untuk stadium I &-year acturial sur%i%al adalah ,,1+, stadium II
%1,:+, stadium III #*,+, dan stadium I@ 22,+.
$
21
BAB 3
LAP65AN KASUS
3.1. Identitas Pende&ita
Nama = I ;ayan !ojan
?mur = ## tahun
Cenis kelamin = )aki(laki
&uku = 2ali
-gama = 'indu
8endidikan = !amat &)!-
8ekerjaan = 8ega3ai s3asta (karya3an bank)
&uku bangsa = 2ali
-gama = 'indu
&tatus perka3inan = &udah 9enikah
-lamat = Cl. -kasia E@I 242 E -bian Kapas 0ps
!anggal pemeriksaan = 2 -gustus 2*12
3.2. Anamnesis
Kel(7an Utama = 8asien datang untuk follo3 up KNF post radioterapi dan
prokemoterapi seri III
Pe&/alanan en-a%it1 8enderita datang ke 5&?8 &anglah untuk kemoterapi seri
III. 8enderita datang dengan diagnosis karsinoma nasofaring post radioterapi dan
post kemoterapi seri II. Keluhan saat ini tidak ada. &etelah mendapatkan
radioterapi dan kemoterapi seri I dan II, benjolan dikatakan mulai menge7il.
2enjolan tidak mengganggu akti"itas sehari(hari seperti makan, minum, dan
berbi7ara. Keluhan batuk berdahak ber7ampur darah, sesak nafas, nyeri ulu hati,
dan nyeri pada tulang disangkal oleh penderita.
5i8a-at engo.atan18enderita memiliki ri3ayat adanya benjolan sisi kanan
leher sejak tahun yang lalu. -3alnya benjolan dirasakan ke7il sehingga
penderita tidak memeriksakan keluhannya ke dokter. &emakin lama benjolan di
sisi kanan leher semakin membesar, sehingga penderita berobat ke pengobatan
tradisional, namun setelah $ bulan berjalan benjolan pada sisi kanan leher semakin
membesar dan dirasakan tidak ada perubahan. &elain itu, penderita merasakan
22
pusing, sulit tidur dan panas sejak hari sebelum penderita memeriksakan diri ke
5&?8 &anglah pada tanggal 2$ Februari 2*12. 0i 5&?8 &anglah, penderita di
diagnosis dengan obser"asi tumor 7olli 0 e7 suspe7t karsinoma nasofaring.
Kemudian, dilakukan pemeriksaan FN-2 7olli 0 (2$ Februari 2*12) dan ren7ana
biopsi NF (2: Februari 2*12). 8enderita diminta kontrol ke poli pada tanggal 21
Februari 2*12 dengan memba3a bersama hasil FN-2. 8ada tanggal 1 9aret
2*12 dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto thoraG 8-, dan 9&.!.
2erdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut, dapat ditegakkan diagnosis
karsinoma nasofaring stadium II2 (!2aN19*) dengan, hasil FN-2 (2$ Februari
2*12) radang kronik supuratif dengan degenerasi kistik dan hasil biopsi (2: 9aret
2*12) berupa undifferentiated carcinoma. 8enderita juga mengeluh mengalami
penurunan berat badan akibat nafsu makan yang berkurang. Keluhan lain seperti
pilek, hidung tersumbat, dan keluar darah dari hidung disangkal. Keluhan pada
mata, seperti penglihatan kabur disangkal. Keluhan nyeri tenggorokan dan sulit
menelan juga disangkal. Keluhan pusing dikatakan ada.
5i8a-at en-a%it se.el(mn-a
8enderita belum pernah mengalami keluhan yang sama maupun penyakit tumor
yang lain sebelumnya.
5i8a-at en-a%it dalam %el(a&ga
0alam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit dengan gejala yang
sama.
5i8a-at sosial e%onomi
8enderita merupakan seorang pekerja s3asta.8enderita tidak memiliki kebiasaan
merokok atau minum minuman beralkohol. 8asien termasuk golongan ekonomi
menengah.
2
3.3. Peme&i%saan $isi%
'ital Sign
Keadaan umum = 2aik Nadi = ,* G4 menit
Kesadaran = 7ompos mentis 5espirasi = 1, G4 menit
!ekanan darah = 12*41* mm'g !emperatur = %,1
o
.
22 = $$ kg !2 = 1%1 7m
Stat(s *ene&al
Kepala = Normo 7ephali
9ata = Konjungti"a pu7at (4(,ikterus (4(,5p K4K, isokor mm4mm
!'! = L status lokalis
)eher = pembesaran kelenjar getah bening leher (4(
!horak = .or = &
1
&
2
tunggal reguler, murmur (()
8o = "esikuler K4K, rhonki(4(, 3hee6ing(4(
-bdomen = 0is ((), 2? (K) Normal, 'ati4)ien tidak teraba
/kstremitas = /dema ((4(), akral hangat (K4K)
Stat(s THT
'eling
a
Kanan Ki&i (idun
g
Kanan Ki&i
-urikula Normal Normal 'idung luar Normal Normal
)iang telinga )apang )apang .a"um nasi )apang )apang
0is7harge Negatif Negatif &eptum !idak ada de"iasi
9embran tympani Intak Intak 0is7harge Negatif Negatif
9astoid Normal Normal 9ukosa 9erah muda 9erah muda
!es 8endengaran= !umor Negatif Negatif
2erbisik !idak die"aluasi .on7a Kongesti Kongesti
;eber !idak ada lateralisasi &inus N! ( N! (
5inne 8ositif 8ositif
&73aba7h !idak die"aluasi 5hinoskopi 8osterior
.hoana &ekret negatif &ekret negatif
<rifisium !uba 8ositif 8ositif
9assa !idak terlihat massa
!es alat keseimbangan !idak die"aluasi
Kelenjar limfe !idak ada pembesaran kelenjar
'enggorok
0ispneu Negatif &tridor Negatif
.yanosis Negatif &uara Normal
9ukosa 9erah muda !onsila
8alatina
!14!1 !enang
kripte tidak melebar 4
tidak melebar
2#
0inding belakang 9erah muda
Aranulasi
negatif
8ost nasal drip negatif
La&ing
/piglotis = tidak die"aluasi
8li7a "entri7ularus = tidak die"aluasi
8li7a "o7alis = tidak die"aluasi
8li7a glotis = tidak die"aluasi
3.!. Peme&i%saan Pen(n/ang
'asil pemeriksaan penunjang
1 9aret 2*12
T7o&a% foto = .or = 2esar dan bentuk normal
8o = !idak tampak adanya infiltrat
9S:T (!ampak massa solid batas tidak tegas pada daerah nasofaring
kanan yang pada pemberian kontras tampak kontras enhan7ement
(!ak tampak perluasan massa ke parafaring dan jaringan sekitarnya
(!ampak massa solid pada regio 7olli kanan dengan gambaran
kistik didalamnya ukuran 2,, G ,2 G #,% 7m yang pada pemberian
kontras tampak kontras enhan7ement pada bagian tepinya
(!idak tampak infiltrasi massa ke intrakranial
(<rbita kanan kiri, mastoid kanan kiri, fossa infratemporal kanan
kiri normal, &inus maksilaris, etmoidalis, spenoidalis, frontalis
kanan kiri tak tampak kelainan, !ak tampak destruksi tulang,
8arenkim otak tampak normal, tak tampak nodul metastasis
Hasil .iosi ;23 $e.&(a&i 2412<
8- = )ndifferentiated Carcinoma
Peme&isaan La.o&ato&i(m da&a7 &(tin dan Kimia Da&a7 ;22 Ag(st(s 2412<
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil
WBC 3,51 BUN 10,00
RBC 3.97 Creatinin 0.89
2$
HGB 11.7 Glukosa Puasa 92
HC 3!."0 #G$ 23
P% 270 #GP 20
Natriu& 13".5
'aliu& !,9
3.". 5es(me
8enderita pria, ## tahun, 'indu, 2ali, datang untuk follo3 up KNF post
radioterapi dan pro kemoterapi seri III. Keluhan saat ini tidak ada. 2enjolan
dikatakan menge7il setelah mendapatkan radioterapi sebanyak $ kali dan 2 kali
kemoterapi. 5i3ayat sesak nafas, keluhan keluar darah dari hidung, nyeri pada
tulang, pusing disangkal oleh pasien.
sebelum penderita memeriksakan diri ke 5&?8 &anglah pada tanggal 2$ Februari
2*12. 0i 5&?8 &anglah, penderita didiagnosis dengan obser"asi tumor 7olli 0 e7
suspe7t karsinoma nasofaring. Kemudian, dilakukan pemeriksaan FN-2 7olli 0
(2$ Februari 2*12) dan ren7ana biopsi NF (2: Februari 2*12). 8enderita diminta
kontrol ke poli pada tanggal 21 Februari 2*12 dengan memba3a bersama hasil
FN-2. 8ada tanggal 1 9aret 2*12 dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
foto thoraG 8-, dan 9&.!. 2erdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut,
dapat ditegakkan diagnosis karsinoma nasofaring stadium II2 (!2aN19*)
dengan, hasil FN-2 (2$ Februari 2*12) radang kronik supuratif dengan
degenerasi kistik dan hasil biopsi (2: 9aret 2*12) berupa undifferentiated
carcinoma. 8enderita juga mengeluh mengalami penurunan berat badan akibat
nafsu makan yang berkurang. 8ada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan
Stat(s lo%alis THT 1
!elinga = dalam batas normal
'idung = dalam batas normal
!enggorok = dalam batas normal
!. Us(lan Peme&i%saan = 95I
". Diagnosis Ke&/a
Karsinoma Nasofaring stadium II2 (!
2a
N
1
9
*
)
2%
,. Penatala%sanaan
!erapi =
1. 95&
2. I@ F0 Na.l *,:+ 2* tetes4menit
. 5anitidine $* mg I@
#. 0ipenhidamine 1* mg I@
$. 0eGamethasone 1* mg I@
%. 8aGus 21* mg dalam $** ml Na.l *,:+ #* tetes4menit
1. Istirahat * menit dengan Na.l *,:+ * tetes4menit
,. .arboplatin #$* mg dalam 2** ml Na.l *,:+ %% tetes4 menit
:. 8ara7etamol G $** mg
1*. @itamin 21, 2%, 212 2 G 1 tablet
11. @itamin . 1G1 tab
12. Injeksi <ndansentron # mg I@ jika mual
+. P&ognosis
0ubius ad 2onam. &ur"i"al 5ate selama $ tahun $% +
21
BAB !
PE9BAHASAN
8ada kasus ini, penderita bernama I ;ayan !ojan, berumur ## tahun, beralamat di
Cl. -kasia E@I 242 E -bian Kapas 0ps. 8enderita datang tanggal 2 -gustus
2*12 dengan keluhan utama datang untuk follo3 up KNF post radioterapi dan pro
kemoterapi seri III. 0ari hasil anamnesis lebih lanjut 8enderita memiliki ri3ayat
adanya benjolan sisi kanan leher sejak tahun yang lalu. -3alnya benjolan
dirasakan ke7il sehingga penderita tidak memeriksakan keluhannya ke dokter.
&emakin lama benjolan di sisi kanan leher semakin membesar, sehingga penderita
berobat ke pengobatan tradisional, namun setelah $ bulan berjalan benjolan pada
sisi kanan leher semakin membesar dan dirasakan tidak ada perubahan. &elain itu,
penderita merasakan pusing, sulit tidur dan panas sejak hari sebelum penderita
memeriksakan diri ke 5&?8 &anglah pada tanggal 2$ Februari 2*12. 0i 5&?8
&anglah, penderita didiagnosis dengan obser"asi tumor 7olli 0 e7 suspe7t
karsinoma nasofaring. Kemudian, dilakukan pemeriksaan FN-2 7olli 0 (2$
Februari 2*12) dan ren7ana biopsi NF (2: Februari 2*12). 8enderita diminta
kontrol ke poli pada tanggal 21 Februari 2*12 dengan memba3a bersama hasil
FN-2. 8ada tanggal 1 9aret 2*12 dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
foto thoraG 8-, dan 9&.!. 2erdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut,
dapat ditegakkan diagnosis karsinoma nasofaring stadium II2 (!2aN19*)
dengan, hasil FN-2 (2$ Februari 2*12) radang kronik supuratif dengan
degenerasi kistik dan hasil biopsi (2: 9aret 2*12) berupa undifferentiated
carcinoma. 8enderita juga mengeluh mengalami penurunan berat badan akibat
nafsu makan yang berkurang. Keluhan lain seperti pilek, hidung tersumbat, dan
keluar darah dari hidung disangkal. Keluhan pada mata, seperti penglihatan kabur
dan kelopak mata sulit dibuka atau ditutup disangkal. Keluhan nyeri tenggorokan
dan sulit menelan juga disangkal.
-dapun faktor predisposisi terjadinya KNF pada pasien ini masih kurang jelas
dan belum dapat dipastikan, namun diduga karena pengaruh faktor makanan
yaitu adanya ri3ayat mengkonsumsi daging ikan yang dia3etkan selama bertahun
tahun.
2,
8ada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar getah
bening leher sebelah kiri dan kanan. 8ada pemeriksaan fisik maupun penunjang
seperti foto rontgen thorak, 9&.! pasien ini tidak ditemukan tanda(tanda yang
menunjukkan adanya metastase jauh ke paru, hati, otak maupun tulang, sehingga
dapat digolongkan sebagai 9*.
&edangkan untuk pemeriksaan penunjang yang dikerjakan pada penderita ini
adalah pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui ada tidaknya leukopenia,
hemokonsentrasi, trombositemia, kadar 'emoglobin,dll. &edangkan
pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui ada tidaknya gangguan fungsi organ
lain seperti hepar akibat terjadinya metastase. 8emeriksaan elektrolit ditujukan
untuk mengoreksi sedini mungkin apabila ada ketidakseimbangan elektrolit.
!elah dikerjakan pemeriksaan radiologis berupa foto thorak dada, 9&.! yang
bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya metastase jauh ke paru, otak,
maupun organ(organ lainnya. &elain itu juga dilakukan biopsi nasofaring dan
pemeriksaan 8- dengan hasil 8- berupa ?ndifferentiated .ar7inoma, dimana
biopsi dan pemeriksaan 8- ini merupakan tindakan diagnostik, sehingga dapat
ditegakkan diagnosisnya berupa karsinoma nasofaring.
8enatalaksanaan pada pasien ini berupa 95&, I@ F0 Na.l *,:+ 2* tetes4menit,
5anitidine $* mg I@, 0ipenhidamine 1* mg I@, 0eGamethasone 1* mg I@, 8aGus
21* mg dalam $** ml Na.l *,:+ #* tetes4menit, Istirahat * menit dengan
Na.l *,:+ * tetes4menit, .arboplatin #$* mg dalam 2** ml Na.l *,:+ %%
tetes4 menit, 8ara7etamol G $** mg, @itamin 21, 2%, 212 2 G 1 tablet, @itamin
. 1G1 tab, Injeksi <ndansentron # mg I@ jika mual. 8enatalaksaan ini didasarkan
atas kebutuhan dari penderita sendiri, dimana 95& dilakukan karena penderita
memperoleh tindakan kemoterapi yang hanya dapat dilakukan di 5&, selain itu
juga untuk memantau perkembangan pasien itu sendiri.
!indakan kemoterapi merupakan terapi alternatif karena karsinoma nasofaring
sendiri merupakan keganasan yang tergolong radiosensitif. 8ada penderita ini
5adioterapi dan kemotrapi yang diberikan berisifat terapeutik karena penderita
berada pada stadium IIb.
2:
8emberian 5anitidine bertujuan agar respon mual dapat berkurang sebagai
salah satu efek dari kemoterapi. 8emberian deGamethasone 1* mg I@, dan
dipenhidramine 1* mg I@ bertujuan untuk men7egah respon inflamasi yang
berlebihan yang mungkin dapat terjadi sebagai efek samping dari pemberian
kemoterapi.8ara7etamol disini diberikan sebagai profilaksis dari peningkatan
suhu tubuh
8emberian @itamin . 1G1 tablet bertujuan untuk memper7epat proses
reepitelialisasi dari sel(sel epitel pada mukosa nasofaring yang mengalami
kerusakan, sedangkan "itamin 21 2% dan 212 2G1 tablet sendiri diberikan sebagai
muliti"itamin untuk menjaga stamina atau ketahanan tubuh penderita.
8rognosis untuk pasien ini 7enderung mengarah ke dubius ad 2onam atau baik,
karena respon radioterapi dan kemoterapi menunjukkan hasil yang sangat
memuaskan sur%i%al rate-nya dikatakan sekitar $*,%+ pada kepustakaan.
*
BAB "
SI9PULAN
!elah dilaporkan kasus 8enderita pria, ## tahun, 'indu, 2ali, datang untuk
follo3up KNF post radioterapi dan prokemoterapi seri III. Keluhan saat ini tidak
ada. !elah mendapatkan radioterapi dan kemoterapi seri I dan II, benjolan
dikatakan mulai menge7il. 2enjolan tidak mengganggu akti"itas sehari(hari
seperti makan, minum, dan berbi7ara. Keluhan batuk berdahak ber7ampur darah,
sesak nafas, dan nyeri pada tulang disangkal oleh penderita. 8enderita memiliki
ri3ayat adanya benjolan sisi kanan leher sejak tahun yang lalu. 8enderita
berobat ke pengobatan tradisional, namun setelah $ bulan berjalan benjolan pada
sisi kanan leher semakin membesar dan dirasakan tidak ada perubahan. 8ada
tanggal 2$ Februari 2*12 penderita memeriksakan diri ke 5&?8 &anglah. 0i
5&?8 &anglah, penderita didiagnosis dengan obser"asi tumor 7olli 0 e7 suspe7t
karsinoma nasofaring. Kemudian, dilakukan pemeriksaan FN-2 7olli 0 (2$
Februari 2*12) dan ren7ana biopsi NF (2: Februari 2*12). 8enderita diminta
kontrol ke poli pada tanggal 21 Februari 2*12 dengan memba3a bersama hasil
FN-2. 8ada tanggal 1 9aret 2*12 dilakukan pemeriksaan penunjang berupa
foto thoraG 8-, dan 9&.!. 2erdasarkan hasil pemeriksaan penunjang tersebut,
dapat ditegakkan diagnosis karsinoma nasofaring stadium I@2 (!2aN19*)
dengan, hasil FN-2 (2$ Februari 2*12) radang kronik supuratif dengan
degenerasi kistik dan hasil biopsi (2: 9aret 2*12) berupa undifferentiated
carcinoma. 8enderita juga mengeluh mengalami penurunan berat badan akibat
nafsu makan yang berkurang. Keluhan lain seperti pilek, hidung tersumbat, dan
keluar darah dari hidung disangkal. Keluhan pada mata, seperti penglihatan kabur
dan kelopak mata sulit dibuka atau ditutup disangkal. Keluhan nyeri tenggorokan
dan sulit menelan juga disangkal. 0ari pemeriksaan fisik pada tanggal 2 -gustus
2*12 didapatkan status generalis dalam batas normal, dan dari pemeriksaan status
lokalis tidak didapatkan ada kelainan. 0ari pemeriksaan penunjang tanggal 1
9aret 2*12 berupa foto thoraG tidak didapatkan kelainan pada jantung dan paru,
dari 9&.! !ampak massa solid batas tidak tegas pada daerah nasofaring kanan
yang pada pemberian kontras tampak kontras enhan7ement, tak tampak perluasan
massa ke parafaring dan jaringan sekitarnya, tampak massa solid pada regio 7olli
1
kanan dengan gambaran kistik didalamnya ukuran 2,, G ,2 G #,% 7m yang pada
pemberian kontras tampak kontras enhan7ement pada bagian tepinya. 'asil biopsi
(2: Februari 2*12) didapatkan )ndifferentiated Carcinoma* dari hasil
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah tanggal 22 -gustus 2*12 dalam batas
normal.

2
DA$TA5 PUSTAKA
1. &oepardi 5oe6in, -. dan &yafril, -J, 2**. Karsinoma nasofaring J
0alam = 2uku -jar Ilmu 8enyakit !elinga 'idung !enggorok, /disi
Kelima, .etakan ketiga, /ditor = /fiaty -rsyad &oepardi, Nurbaiti Iskandar,
2alai 8enerbit FK ?I, Cakarta. 'al = 1#%(1$*.
2. -dams, 2oies, 'igler, Karsinoma Nasofaring. In = 2uku -jar 8enyakit
!'!, /disi %, 8enerbit 2uku Kedokteran /A.,Cakarta,1::1.
. &uardana ;, dkk. 1::2 Karsinoma Nasofaring. 0alam = 8edoman
0iagnosis dan !erapi Ilmu 8enyakit !'!, FK ?nud, 0enpasar. 'al = $($%.
#. 9ark .;, 2ryan Neel III '. Nasopahryngeal .an7er. In = &3igery(
<tolaryngology, @ol II,
th
/ds, hal 1#1(1#2%, )ippin7ott ;illiamsM;ilkins.
2**1.
$. )o, &. NasopharynG, &>uamus .ell .ar7inoma. -"ailable at =
;33.emedi7ine47ar7inoma nasopharnyG412**,2. )ast ?pdated = , 9aret
2**$.
%. 5oe6in, -., Budharto, 9.-., dan -6i6a, /. Karsinoma Nasofaring pada
-nak. In Curnal 8erhati, @ol $, no2, hal 1(##, 2**$
1. ;iranada,9. 'ubungan -ntara /kspresi p($ dan b7l(2 dengan
&tadium Klinik 8enderita Karsinoma Nasofaring yang 0ira3at di 5& &anglah
0enpasar(2ali. In !abloid 8emerhati 2ali, ed -pril, hal 2%(1, 2**$.
,. &ulistia3an dan !risna, -. 0eteksi 0ini Kanker Nasofaring. In =
!abloid 8ermerhati 2ali(Nusra. /d. -pril, 2**$.
:. -mriyatun. Kanker !enggorok &ulit 0ideteksi. In = !abloid &uara
9erdeka, ed 2# mei 2**#.
1*. ;iranada, 9. !injauan 5etrospektif Karsinoma Nasofaring di 5&
&anglah &elama )ima !ahun !erakhir. 2agian !'!(K) FK ?N?0. 2**
11. 9ulyarjo 8erkembangan terkini penatalaksanaan karsinoma
nasofaring. 0alam 9akalah lengkap simposium bedah kepala leher, Cakarta 1(
2 9ei 2**, hal 1(2*.

Anda mungkin juga menyukai