|
.
|
|
\
|
.
|
1
R
L
A
sampai 2450 MHz (Sastry, 2002). Frekuensi rendah dalam proses
pemanasan menghasilkan rendemen minyak yang lebih tinggi (Silva, 2002).
Pemanasan ohmik mengambil nama dari hukum Ohm, yang dikenal
sebagai hubungan antara arus, tegangan, dan perlawanan (persamaan 1).
Bahan makanan terhubung antara elektroda memiliki resistansi peran dalam
rangkaian.
. (1)
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, konduktifitas listrik bahan
pangan memegang peranan penting dalam perancangan sistim pemanasan
secara ohmic. Konduktifitas listrik dari setiap bahan dapat diturunkan dari
hukum Ohm dan dinyatakan sebagai berikut:
(2)
Dalam persamaan diatas, 1/R merupakan konduktan listrik dari
bahan yang nilainya sama dengan rasio antara besarnya arus listrik (I) yang
mengalir melalui bahan dengan gardien dari voltase (V).
Jumlah panas yang dibangkitkan dalam bahan pangan akibat aliran
arus berhubungan langsung dengan kerapatan arus yang ditimbulkan oleh
besarnya medan listrik (field strength) dan konduktifitas listrik dari bahan
pangan yang diolah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
( Sastry dan Salengke, 1998 ; Salengke dan Sastry, 1999, 2007
a,b
),
konduktifitas listrik bahan pangan meningkat secara linier dengan
peningkatan suhu sehingga proses pemanasan menjadi semakin efektif
dengan semakin meningkatnya suhu selama proses pemanasan ohmic
berlangsung.
Keunggulan utama dari pemanasan ohmic adalah cepat dan sistem
pemanasannya yang relatif seragam dan merata, termasuk untuk produk
yang mengandung partikulat. Hal tersebut mengurangi jumlah total panas
yang kontak dengan produk dibandingkan dengan pemanasan konvensional
yang memerlukan waktu untuk terjadinya penetrasi panas ke bagian pusat
bahan dan pemanasan partikulat lebih lambat dari fluida
( Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010 ).
11
Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
teknologi ohmic sangat potensil untuk diaplikasikan dalam bidang
pengolahan pangan karena selain menimbulkan efek pemanasan, juga
dapat menyebabkan terjadinya permeabilisasi dinding sel. Penelitian yang
dilakukan oleh Wang (1995), Lima dan Sastry (1999), Kulshrestha dan
Sastry (1999), serta Salengke dan Sastry (2005, 2007
c
) menunjukkan
peningkatan permeabilisasi dinding sel pada berbagai produk pertanian
akibat pemanasan secara ohmic. Peningkatan permeabilisasi dinding sel
tersebut dapat berperan dalam mempercepat proses reaksi, meningkatkan
laju diffusi senyawa melewati dinging sel, meningkatkan rendemen ekstraksi
senyawa dan cairan dari dalam sel, serta meningkatkan laju pengeringan.
Pengaruh pemanasan ohmic tersebut dapat dimanfaatkan dalam
pengolahan rumput laut untuk meningkatkan laju reaksi sehingga proses
pengolahan dapat dipersingkat, meningkatkan efisiensi proses ektraksi
karaginan, agar, dan alginat sehingga diperoleh rendemen yang lebih tinggi,
serta meningkatkan laju pengeringan, terutama dalam pengeringan semi-
refined carrageenan.
2.9 Pengecilan Ukuran Bahan
Pengecilan ukuran dapat didefinisikan sebagai penghancuran dan
pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu
membaginya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Bahan mentah sering
berukuran lebih besar daripada kebutuhan, sehingga ukuran bahan ini harus
diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi menjadi dua kategori
utama, tergantung kepada apakah bahan tersebut bahan cair atau bahan
padat. Apabila bahan padat, operasi pengecilan disebut penghancuran dan
pemotongan, dan apabila bahan cair disebut emulsifikasi atau atomisasi
(Safrizal, 2010).
Pengecilan ukuran secara umum digunakan untuk menunjukkan pada
suatu operasi, pembagian atau pemecahan bahan secara mekanis menjadi
bagian yang berukuran kecil (lebih kecil) tanpa diikuti perubahan sifat kimia.
Pengecilanukuran dilakukan untuk menambah permukaan padatan sehingga
pada saat penambahan bahan lain pencampuran dapat dilakukan secara
merata (Rifai dalam Dediarta 2011).
12
Tujuan Pengecilan Ukuran (Rifai dalam Dediarta, 2009) :
1. Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dan struktur komposisi.
2. Penyesuayan dengan kebutuhan spesifikasi produk atau
mendapatkan bentuk tertentu.
3. Untuk menambah luas permukaan padatan.
4. Mempermudah pencampuran bahan secara merata.
Pengaolahan ukuran mungkin juga berperan penting dalam
pemisahan secara mekanis. Misalnya, dalam pengambilan pati dari kentang,
kentang harus lebih dahulu dikecilkan sedemikian rupa sehingga sel-selnya
terbuka dan glanuar-glanuar pati keluar. Untuk memeperoleh cairan keluar
dari padatan juga memudahkan jika padatan dilakukan pengecilan lebih
dahulu. Tujuan pengecilan ukuran sebagai bagian operasi adalah untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas (Rifai dalam Dediarta, 2009).
13
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2012 di
Laboratorium Processing dan Teaching Industry, Program Studi Keteknikan
Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain terpal plastik,
jergen, gunting, termometer, oven, Texture Analyzer TA.XT.Plus ,
Viscometer Brookfield, blender, vulvilyzer, gelas ukur, timbangan analitik,
batang pengaduk, pipet tetes, oil bath, hot plate, potongan pipa 3 cm PVC
inci, refrigerator, saringan, aluminium foil, stopwatch, cawan petridish dan
reaktor ohmic dengan spesifikasi panjang reaktor 16,2 cm dan 23,4 cm,
dengan diameter 5,08 cm.
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah larutan
KOH 1 N, air laut, larutan KCl, aquades, kertas label, tissue roll, lakban, air
bersih dan rumput laut segar jenis Eucheuma cottonii dengan umur panen
50 hari yang diperoleh Ambon.
3.3 Matriks Perlakuan
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian meliputi perbedaan
voltase selama alkalisasi dengan pemanasan ohmik, perbandingan alkali
dengan rumput laut, waktu dan suhu pemanasan. Matriks perlakuan
penelitian dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1. Parameter Perlakuan Dalam Penelitian
PERLAKUAN: V (0 dan 4 V/cm), WKT (0.5 dan 2 JAM), SWA-R (1:10 dan 1:50), T (85, 95C)
PARAMETER TETAP : C-ALKALI (I N atau 5.81%)
MATRIKS PERLAKUAN HASIL PENGUKURAN
KODE V WKT SWA-R
T-
AKHIR
C-
ALKALI
Rendemen Viskositas
Kekuatan
Gel
Control Oilbath
RC_V0_W0.5_SR1_10_T85_S1 CTR 0.5 1:10 85 1
RC_V0_W0.5_SR1_10_T85_S2 CTR 0.5 1:10 85 1
RC_V0_W2_SR1_10_T85_S1 CTR 2 1:10 85 1
RC_V0_W2_SR1_10_T85_S2 CTR 2 1:10 85 1
14
Kode V WKT SWA-R
T-
AKHIR
C-
ALKALI
Rendemen Viskositas
Kekuatan
Gel
RC_V0_W0.5_SR1_50_T85_S1 CTR 0.5 1:50 85 1
RC_V0_W0.5_SR1_50_T85_S2 CTR 0.5 1:50 85 1
RC_V0_W2_SR1_50_T85_S1 CTR 2 1:50 85 1
RC_V0_W2_SR1_50_T85_S2 CTR 2 1:50 85 1
RC_V0_W0.5_SR1_10_T95_S1 CTR 0.5 1:10 95 1
RC_V0_W0.5_SR1_10_T95_S2 CTR 0.5 1:10 95 1
RC_V0_W2_SR1_10_T95_S1 CTR 2 1:10 95 1
RC_V0_W2_SR1_10_T95_S2 CTR 2 1:10 95 1
RC_V0_W0.5_SR1_50_T95_S1 CTR 0.5 1:50 95 1
RC_V0_W0.5_SR1_50_T95_S2 CTR 0.5 1:50 95 1
RC_V0_W2_SR1_50_T95_S1 CTR 2 1:50 95 1
RC_V0_W2_SR1_50_T95_S2 CTR 2 1:50 95 1
Perlakuan Ohmic Blender
RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S1 60 0.5 1:10 85 1
RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S2 60 0.5 1:10 85 1
RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S1 60 2 1:10 85 1
RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S2 60 2 1:10 85 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S1 90 0.5 1:50 85 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S2 90 0.5 1:50 85 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S1 90 2 1:50 85 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S2 90 2 1:50 85 1
RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S1 90 0.5 1:10 95 1
RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S2 90 0.5 1:10 95 1
RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S1 90 2 1:10 95 1
RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S2 90 2 1:10 95 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S1 90 0.5 1:50 95 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S2 90 0.5 1:50 95 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S1 90 2 1:50 95 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S2 90 2 1:50 95 1
Perlakuan Ohmic tidak dihaluskan
RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S1 60 0.5 1:10 85 1
RC_V6O_W0.5_SR1_10_T85_S2 60 0.5 1:10 85 1
RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S1 60 2 1:10 85 1
RC_V6O_W2_SR1_10_T85_S2 60 2 1:10 85 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S1 90 0.5 1:50 85 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T85_S2 90 0.5 1:50 85 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S1 90 2 1:50 85 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T85_S2 90 2 1:50 85 1
RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S1 90 0.5 1:10 95 1
RC_V9O_W0.5_SR1_10_T95_S2 90 0.5 1:10 95 1
RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S1 90 2 1:10 95 1
RC_V9O_W2_SR1_10_T95_S2 90 2 1:10 95 1
15
Kode V WKT SWA-R
T-
AKHIR
C-
ALKALI
Rendemen Viskositas
Kekuatan
Gel
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S1 90 0.5 1:50 95 1
RC_V9O_W0.5_SR1_50_T95_S2 90 0.5 1:50 95 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S1 90 2 1:50 95 1
RC_V9O_W2_SR1_50_T95_S2 90 2 1:50 95 1
Perlakuan :
Kekuatan medan listrik (V) : 60 dan 90 V/cm
Lama proses alkalsasi (WKT) : 0.5 dan 2 JAM
Rasio antara volume rumput laut dan larutan alkali : 1:10 dan 1:50
Suhu alkalisasi (T-Akhir) : 85
0
C dan 95
0
C
Parameter tetap :
Konsentrasi larutan alkali (C-Alkali) : 1 N
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang akan dilakukan meliputi persiapan bahan,
produksi keraginan murni dengan menggunakan metode alkohol dan
mengukur viskositas dan kekuatan gel dari E. Cottonii.
a. Persiapan Bahan
Prosedur yang dilakukan dalam mempersiapkan bahan penelitian
adalah sebagai berikut:
Menyiapkan rumput laut jenis Eucheuma cottonii dengan umur
panen 50 hari kemudian dicuci menggunakan air laut untuk
menghilangkan benda asing yang melekat. Rumput laut yang telah dicuci
kemudian dijemur di atas terpal plastik hingga mencapai kadar air sekitar
30%. Lalu menyiapkan larutan KOH 1N.
b. Produksi Keraginan Murni (Refine Carrageenan / RC)
Pada penelitian ini, produksi karaginan murni (Refine
Carrageenan / RC) dilakukan dengan 2 metode ekstraksi yaitu
menggunakan metode konvensional (Oilbath) sebagai kontrol dan
menggunakan metode ohmic. Untuk metode ohmic dilakukan dengan dua
perlakuan pada rumput laut yaitu dihaluskan menggunakan dihaluskan
dan tidak dihaluskan.
16
1. Metode Konvensional (Menggunakan Oilbath)
Menyiapkan sampel rumput laut Eucheuma cottonii dengan
terlebih dahulu melakukan perendaman rumput laut selama 15
menit lalu menghaluskan rumput laut dengan cara memblender
rumput laut yang telah direndam, kemudian menyiapkan sampel
dengan rasio antara berat rumput laut dan larutan alkali 1:10 (25 g
rumput laut dengan 250 ml larutan KOH) dan perbandingan 1:50 (15 g
rumput laut dengan 750 ml larutan KOH) untuk 2 kali ulangan. Lalu
masing-masing sampel diekstraksi selama 0,5 jam dan 2 jam. Suhu
akhir pemanasan yaitu 85
0
C dan 95
0
C.
2. Metode Ohmic ( Rumput laut dihaluskan )
Melakukan perlakuan yang sama dengan metode
konvensional dengan rasio antara berat rumput laut dan volume
larutan alkali 1:10 (30 g rumput laut dengan 300 ml larutan KOH) dan
perbandingan 1:50 (10 g rumput laut dengan 500 ml larutan KOH)
untuk 2 kali ulangan. Lalu masing-masing sampel diekstraksi
menggunakan reaktor ohmic dengan lama proses ekstraksi yaitu 0,5
jam dan 2 jam dengan kekuatan medan listrik 60 V dan 90 V. Suhu
akhir pemanasan yaitu 85
0
C dan 95
0
C.
3. Metode Ohmic ( Rumput laut tidak dihaluskan )
Menyiapkan sampel rumput laut Eucheuma cottonii dengan
terlebih dahulu melakukan perendaman rumput laut selama 15
menit dengan rasio antara berat rumput laut dan volume larutan alkali
1:10 (30 g rumput laut dengan 300 ml larutan KOH) dan perbandingan
1:50 (10 g rumput laut dengan 500 ml larutan KOH) untuk 2 kali
ulangan. Lalu masing-masing sampel diekstraksi menggunakan
reaktor ohmic dengan lama proses ekstraksi yaitu 0,5 jam dan 2 jam
dengan kekuatan medan listrik 60 V dan 90 V. Suhu akhir pemanasan
yaitu 85
0
C dan 95
0
C.
Setelah pemanasan, hasil yang diperoleh (konvensioal dan ohmic)
kemudian disaring untuk memisahkan larutan dengan rumput laut.
Larutan yang dihasilkan kemudian dicampur secara perlahan-lahan
kedalam larutan KCl dengan volume larutan KCl 2 kali dari larutan rumput
laut. Setelah itu dilakukan proses pengadukan selama 15 menit
kemudian diendapkan selama 1 jam.
17
Setelah itu larutan kemudian disaring kembali dan karaginan yang
tertahan pada kain saringan kemudian diambil dan diletakkan diatas
cawan petridish kemudian dimasukkan kedalam refrigerator selama satu
jam. Setelah satu jam, sampel dikeluarkan lalu dilakukan proses thowing
yaitu membiarkan sampel berada pada suhu ruang 3 menit, lalu
membersihkan sisa-sisa air dengan menggunakan kertas tissu. Setelah
itu sampel lalu dimasukkan kedalam oven dengan suhu 60
0
C selama 6
jam. Sampel yang telah dikeringkan kemudian ditimbang, lalu masing-
masing sampel diukur kadar airnya dengan menggunakan rumus :
Setelah pengeringan dan penghitungan kadar air, kemudian
dihitung rendemen, viskositas dan kekuatan gel karaginan murni (refine
carrageenan).
1. Rendemen
Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan
rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut kering
yang digunakan.
Rendemen (%) =
.... (4)
2. Viskositas (FMC Corp. 1977)
Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara melarutkan 3 g bubuk
karaginan dalam 200 ml air, yang diaduk dalam hot plate kemudian larutan
dipanaskan dalam oil bath hingga suhu 75
o
C dan pengukuran viskositas
dilakukan pada suhu tersebut. Viskositas diukur dengan Viscometer
Brookfield.
Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75
0
C kemudian
dipasang ke alat ukur viscometer Brookfield. Posisi spindel dalam larutan
panas diatur sampai tepat, viskometer dihidupkan dan suhu larutan diukur.
Ketika suhu larutan mencapai 75
0
C dan nilai viskositas diketahui dengan
pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan
setelah satu menit putaran penuh.
18
3. Kekuatan Gel
Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan Texture
Analyzer. Larutan karaginan yang telah diukur viskositasnya dipanaskan
kembali kedalam oil bath hingga mencapai suhu 80
0
C. Larutan yang telah
dipanaskan dicetak dalam pipa PVC