Anda di halaman 1dari 10

Cerita Misteri di Balik Candi Sumur yang

Merana

Candi Sumur tinggal separuh
Kekunoan demi kunoan coba kami telusuri. Anda atau traveler lainnya yang berkesempatan
mengunjungi kota udang Sidoarjo. Ketika berwisata di Danau Lapindo coba sempatkan
mampir ke Desa Candi Pari Wetan.
Di desa itu terdapat sebuah bangunan candi kuno yang diduga kuat mempunyai hubungan dekat
dengan kerajaan besar Majapahit di Trowulan, Mojokerto.
Dari Kota Surabaya setelah berjalan melewati Danau Lapindo-Porong, kira-kira sejauh satu
kilometer dari danau Anda akan menemukan pertigaan Kota Porong. Kalau berjalan terus
menuju Kota Malang.
Pilih jalan yang menuju ke arah Krembung-Sidoarjo. Desa Candi Pari Wetan dari pertigaan tadi
kira-kira berjarak dua kilometer. Ada banyak angkutan umum menuju Desa Candi Pari Wetan
dari pertigaan Kota Porong.

Jalan dan panorama menuju Desa Candi Pari Wetan
Memasuki kawasan Desa Candi Pari Wetan, kita akan menyaksikan pepohonan besar di kiri-
kanan jalan. Mata kita akan dimanjakan dengan panorama persawahan warga yang luas nan
menguning. Di pertigaan jalan menuju Desa Candi Pari dan Desa Pamotan ada warung kecil
penjual bakso dan es kelapa muda.
Kami beristirahat sejenak di warung itu. Es kelapa muda menemani istirahat kami siang itu.
Setelah rasa capek hilang kami menelusuri kembali lokasi Candi Pari dan Candi Sumur. Kedua
candi ini letaknya berdekatan. Candi Sumur berada kira-kira 100 meter arah barat Candi Pari.
Ketika memasuki halaman Candi Sumur, seorang lelaki setengah baya menghampiri kami.
Lelaki itu ternyata juru pelihara Candi Sumur. Memperhatikan kondisi badannya yang
memprihatinkan itu kami menjadi iba.
Menurut keterangan orang-orang yang ada di warung dekat lokasi candi, Bapak juru pelihara
Candi Sumur dulunya terserang penyakit stroke. Sehingga sebagian badannya lumpuh dan
tidak bisa bicara. Bapak ini semasa sehatnya dulu berjasa sekali dalam proses renovasi Candi
Sumur.

Candi Sumur punya kisah yang unik
Menurut catatan sejarah Candi Pari dan Candi Sumur dibangun pada saat yang bersamaan. Saat
ini Candi Sumur dalam keadaan rusak, sisa-sisa bangunan yang ada hanya berupa dinding yang
terletak di sisi timur dan selatan, juga bangunan di sepanjang lantai dan pondasi bangunan saja.

Kerangka balok cor yang menopang dinding candi dari reruntuhan
Saat proses renovasi telah diupayakan membuatkan balok cor untuk menahan runtuhnya dinding
candi. Seperti terlihat saat kami berkunjung ke sana.
Berbeda dengan Candi Pari yang memiliki ukuran jauh lebih besar dan telah berhasil direnovasi
ulang seutuhnya. Tidak demikian dengan Candi Sumur.

Pengunjung melihat sumur kuno dalam candi
Candi ini memiliki ukuran jauh lebih kecil, kira-kira setengah dari Candi Pari dan baru berhasil
direnovasi separuh dari bangunan candi.
Kedua candi terbuat dari batu bata merah. Khusus untuk bagian ambang atas Candi Pari terbuat
dari batu andesit. Agar kuat menahan beban berat bagian atas Candi Pari.

Candi Pari di Desa Candi Pari Wetan
Tangga naik ke arah bilik atau bangunan utama candi terbuat dari batu bata merah berukuran
tebal dan besar. Keadaan ini umum dijumpai pada candi-candi Jawa Timuran.
Tetapi Candi Pari terlihat lebih tambun yang menjadi ciri candi di Jawa Tengah. Tidak seperti
candi-candi di Jawa Timur yang umumnya lebih kecil dan ramping.

Candi Pari Porong-Sidoarjo
Baik Candi Sumur atau Pari telah ditemukan pada kira-kira tahun 1906 oleh sarjana Belanda
bernama NJ Kroom. Pada ambang atas Candi Pari terdapat pahatan dengan angka tahun 1293
Saka atau 1371 Masehi. Candi Pari dan Candi Sumur adalah candi peninggalan Majapahit pada
masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk di tahun 1350-1389.
Menurut para arkeolog, gaya arsitektur Candi Pari dipengaruhi oleh budaya Campa (Vietnam)
mirip dengan candi-candi di kawasan Mison Vietnam.

Taman bunga menambah pesona candi ini
Pengaruh ini terlihat pada bangunan dan ornamennya, namun Candi Pari masih menunjukkan
karakter Indonesia. Menurut dongeng yang beredar di masyarakat candi ini dibangun untuk
menghormati hilangnya (moksa) Joko Pandelegan.

Keadaan dalam bilik Candi Pari, ada arca tanpa kepala
Ada kisah unik yang menjadi cerita rakyat setempat tentang kedua candi ini. Cerita rakyat
berawal ketika sang raja Majapahit ( Prabu Brawijaya) mengutus sang patih untuk memanggil
Joko Pandelegan beserta istrinya agar tinggal di istana Majapahit dengan maksud akan dinaikkan
pangkat dan derajatnya .

Cungkup dalam Candi Pari
Dan apabila mereka tidak bersedia supaya dipaksa tanpa menimbukan cidera pada badannya
bahkan jangan sampai menyebabkan kerusakkan pada pakaiannnya.
Sebelum perintah itu di sampaikan kepada mereka, ternyata Joko Pandelegan punya firasat akan
mendapatkan panggilan dari istana Majapahit akan tetapi panggilan tersebut tidak dihiraukannya.
Hal itu sudah dipertimbangkan bersama istrinya, Nyai Loro Walang Angin.

Sisi lain Candi Pari
Ketika patih Majapahit datang menyampaikan panggilan ia tetap saja menolak, sekalipun dipaksa
Joko Pandelegan tetap saja membangkang.
Ia pun selanjutnya menyembunyikan diri pada sebuah lumbung padi (sekarang Candi Pari). Dan
sewaktu sang patih berusaha untuk menangkap dan mengepung tempat itu, maka Joko
Pandelegan menghilang tanpa bekas (moksa).

Sumur kuno dalam Candi Sumur tempat Nyai Loro Walang Angin moksa
Setelah menghilangnya sang suami, Nyai Loro Walang Angin yang membawa kendi berpapasan
dengan patih di suatu tempat, ketika akan di tangkap berkatalah ia biarkan saya terlebih dahulu
mengisi kendi ini di sebelah barat daya lumbung padi itu dan saat tiba di sebelah timur sumur
(sekarang Candi Sumur), maka hilanglah istri Joko Pandelegan itu.
Setelah suami istri itu menghilang tanpa bekas (moksa), sang patih pulang kembali dengan
tangan hampa dan melaporkan kejadian ini kepada sang prabu.

Pendopo tempat wisatawan berteduh. Ada warung makanan di sana
Mendengar kejadian itu baginda sangat kagum atas kecekatan dan prinsip Joko Pandelegan dan
istrinya. Yang akhirnya Sang Prabu Brawijaya mengeluarkan perintah untuk mendirikan dua
buah candi guna mengenang peristiwa hilangnya suami istri itu.
Candi untuk mengenang hilangnya Joko Pandelegan dinamakan Candi Pari. Sedangkan candi
yang didirikan di tempat Nyai Loro Walang Angin menghilang diberi nama Candi Sumur.

Taman di halaman Candi Pari
Ada sesuatu yang membingungkan kami. Menurut para arkeolog, Candi Pari dan Candi Sumur
dibangun pada masa Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1371 Masehi.
Sementara itu menurut cerita rakyat tentang legenda Joko Pandelegan, kedua candi ini
merupakan persembahan Prabu Brawijaya untuk mengenang moksanya Joko Pandelegan dan
Nyai Loro Walang Angin.
Menurut silsilah raja-raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk lebih dulu memerintah Majapahit.
Sedangkan Prabu Brawijaya I dan seterusnya memerintah Majapahit setelah masa pemerintahan
Prabu Hayam Wuruk.
http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/05/26/cerita-misteri-di-balik-candi-sumur-yang-
merana-559335.html

Anda mungkin juga menyukai