Sistem saraf terdiri dari 1) sel-sel saraf (Neuron) dan 2) sel-sel penyokong (Neuroglia dan sel Schwann) - Neuron : sel-sel saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik dan menyalurkan masukan motorik atau eferen - Neuroglia : penyokong, pendukung dan sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medulla spinalis - Sel Schwann : pelindung dan penyokong neuron-neuron dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (PNS) - sistem saraf pusat otak dan medulla spinalis - sistem saraf tepi neuron aferen dan eferen sistem saraf somatic dan neuron sistem saraf autonom (visceral) - SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang serta suspense dalam cairan serebrospinal (CSF) yang diproduksi di ventrikel otak - SSP diliputi oleh 3 lapis jaringan meninges (duramater, araknoid, dan piamater) - Otak terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata lanjutannya yaitu MEDULLA SPINALIS - MEDULLA SPINALIS : struktur lanjutan yang memanjang dari medulla oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebrata lumbalis pertama (L1) orang dewasa - MS terbagi menjadi 31 segmen (tempat asal 31 pasang saraf spinal) yang terbagi menjadi : 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co). - MS sebagai pusat refleks spinal dan jaras konduksi impuls dari atau ke otak - MS terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermyelin) dengan bagian dalam substansia grisea (serabut saraf tak bermielin) - Substansia alba berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antar tingkat medulla spinalis dan otak - Substansia grisea tempat integrasi refleks-refleks spinal
POSTERIOR
ANTERIOR Pada gambar diatas (penampang melintang) substansia grisea menyerupai huruf H capital. Kedua kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan disebut kornu anterior (kornu ventralis) sedangkan kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior (kornu dorsalis). Kornu anterior (ventralis) terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis (lower motor neuron/LMN) biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal dari korteks motorik cerebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut. Kornu posterior (dorsalis) mengandung badan sel dan dendrite asal serabut-serabut sensorik yang akan menuju tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik Substansia alba medulla spinalis bertindak sebagai penghatar traktus-traktus yang panjang, baik berjalan naik ataupun berjalan turun. Melalui traktus-traktus ini impuls aferen dari saraf spinal dapat mencapai otak dan impuls eferen yang berasal dari pusat motorik dalam otak dapat diteruskan ke sel-sel kornu ventralis medulla spinalis. Setiap separuh lateral medulla spinalis dibagi menjadi tiga bidang longitudinal yang berjalan sepanjang medulla spinalis disebut kolumna ventralis, dorsalis, lateralis Dalam setiap bagian terdapat serabut yang jelas (disebut traktus) yang lokasinya sudah tertentu. Traktus merupakan seikat serabut dengan asal, tujuan, dan fungsi yang sama. Traktus dapat berjalan naik (asendens) dan berjalan turun (desendens) atau asosiatif 1. Traktus asendens membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-bagian medulla spinalis dan otak. - Traktus spinotalamikus lateralis traktus asendens penting yang membawa serabut-serabut untuk jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk raba halus, propriosepsi sadar dan getar mempunyai serabut-serabut yang membentuk kolumna dorsalis substansia alba medulla spinalis. 2. Traktus desendens impuls dari berbagai bagian otak yang menuju neuron-neuron motorik batang otak dan medulla spinalis. - Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis jaras motorik voluntar medulla spinalis. 3. Traktus asosiatif merupakan traktus asendens atau desendes yang pendek misalnya traktus ini dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medulla spinalis sehingga disebut traktus intersegmental
JARAS ASENDENS Informasi sensorik dari reseptor perifer dihantarkan melalui sistem saraf dalam serangkaian neuron yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk sistem jaras ascendens. Rantai sensorik terdiri dari 3 neuron masing-masing mempunyai akson panjang : 1. Badan sel neuron tingkat pertama terletak pada ganglion radiks dorsalis. Neuron ini menghantarkan impuls dari reseptor ke medulla spinalis 2. badan sel neuron tingkat kedua terletak pada berbagai tingkat substansia grisea medulla spinalis atau batang otak dan menghantarkan impuls lewat substansia alba medulla spinalis ke thalamus. 3. badan sel neuron tingkat ketiga menghantarkan impuls dari thalamus ke korteks cerebri dan badan selnya terletak dalam thalamus. Traktus Fungsi ASCENDENS Kolumna dorsalis (posterior) Melokalisasi stimulus sentuhan halus, kemampuan untuk membedakan tekanan dan intensitas Fasikulus kuneatus (T6 dan diatasnya, bagian atas tubuh) Kesadaran proprioseptif (merasakan posisi) Fasikulus gracialis (T7 dan dibawahnya, bagian bawah tubuh) Vibrasi (sensasi fasik) Spinotalamikus Spinotalamikus lateralis Nyeri Spinotalamikus ventralis Temperatur, sensasi hangat dan dingin Sensasi gatal dan geli Spinosereberalis Spinosereberalis dorsalis Proprioseptif yang tidak disadari (sensasi otot) Spinosereberalis ventarlis Koordinasi postur tubuh dan gerakan ekstremitas JARAS DESENDENS Ada dua sistem utama lintasan motorik yang disebut sebagai : 1. Traktus piramidalis (traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis) merupakan bagian serabut- serabut menyatu dalam medulla oblongata membentuk piramis 2. Traktus ekstrapiramidalis Lintasan motorik desendens melibatkan dua neuron utama yaitu neuron motorik atas (upper motor neuron/UMN) dan neuron motorik bawah (lower motor neuron/LMN) - UMN mempunyai badan sel dalam korteks motorik serebri atau daerah subkortikal otak dan batang otak dan serbut-serabutnya mengahntarkan impuls dari otak (traktus kortikobulbaris) - Neuron motorik spinalis yang mempersarafi otot disebut LMN. LMN dimulai dalam SSP (kornu anterior substansia grisea medulla sepinalis) dan mengirimkan serabut-serabutnya mempersarafi otot-otot Traktus Fungsi DESENDENS Kortikospinalis Kortikospinalis lateralis Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian voluntary otot ekstremitas Kortikospinalis ventralis Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian voluntary otot tubuh Rubrospinalis Traktus ekstrapiramidalis mengurus intergrasi yang tidak disadari dan koordinasi gerakan otot yang disesuaikan dengan masukan proprioseptif Tektospinalis Traktus ekstrapiramidalis mengurus gerakan pemindaian dan pergantian refleks pada kepala dan gerakan refleks pada lengan sebagai respon terhadap sensasi penglihatan, pendengaran atau kulit Vestibulospinalis Traktus ekstrapiramidalis terlibat dalam mempertahankan keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dan mata GANGGUAN SISTEM MOTORIK LESI UPPER MOTOR NEURON (UMN) LESI TRAKTUS KORTIKOSPINAL (TRACTUS PYRAMIDAL) 1. Tes Babinsky positif. Ingat bahwa tanda babinsky secara normal terdapat selama setahun pertama kehidupan, karena tractus kortikospinal tidak bermielin sampai akhir tahun kehidupan pertama. 2. Arefleksia abdominalis superficial. Reflek ini tergantung pada integritas tractus, yang menimbulkan eksitasi tonik pada neuron internunsial. 3. Arefleksia cremaster. 4. Kehilangan penampilan gerakan volunter terlatih yang halus. LESI TRAKTUS DESCENDEN SELAIN TRACTUS KORTIKOSPINAL (TRACTUS EKSTRAPIRAMIDAL) 1. Paralisa parah dengan sedikit atau tanpa adanya atrofi otot 2. Spastik atau hipertonisasi otot. anggota gerak tubuh bawah dalam ekstensi dan anggota gerak atas dipertahankan dalam keadaan fleksi 3. Peningkatan reflek otot serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari tangan,muskulus quadrisep femoris dan otot paha. 4. Reaksi pisau lipat. Mengadakan gerakan pasif suatu sendi terdapat tahanan oleh adanya spastisitas otot. LESI LOWER MOTOR NEURON (LMN) 1. Paralisis flaksid otot yang disuplai. 2. Atrofi otot yang disuplai. 3. Kehilangan reflek otot yang disuplai. 4. Vasikulasi muskuler. Keadaan ini merupakan twitching otot yang hanya terlihat jika terdapat kerusakan yang lambat dari sel. 5. Kontraktur muskuler. Ini adalah pemendekan otot yang mengalami paralise, lebih sering terjadi pada otot antagonis, dimana kerjanya tidak lagi dilawan oleh otot yang mengalami paralise. SINDROM PEMOTONGAN SPESIFIK 1. LESI KORTIKAL (tumor,hematoma,infark,dll) mengakibatkan paresis tangan atau lengan kontralateral. Gerakan volunter harus, terlatih, paling sering terlibat. Terjadi monoparesis, paresis terjadi karena penjagaan traktus ekstrapiramidalis yang hampir total. Lesi kecil di kortek ada 4 menghasilkan paresis flacid dan serangan epilepsi fokal yang agak sering (epilepsi jackson). 2. Lesi kapsula Interna : terjadi hemiplegi spastik kontralateral karena serat piramidalis dan ekstrapiramidalis dekat satu sama lain. Traktus kortikonuklearis terlibat sehingga terjadi paralisis fasial kontralateral dan mungkin saraf hipoglosus. Kebanyakan nuklei motorik kranialis disarafi secara bilateral oleh traktus tersebut. Kerusakan cepat menyebabkan paralisis kontralateral , yang pertama-tama bersifat flacid karena efeknya seperti syok pada neuron perifer, setelah berjam-jam atau berhari-hari paralisis menjadi spastik karena serat ekstrapiramidalis juga rusak. 3. Lesi pedunkel : hasil dari lesi ini adalah hemiplegia spastik kontralateral, yang berkaitan dengan paralisis ipsilateral saraf okulomotorius. 4. Lesi pons : hasil dari lesi ini hemiplegi kontralateral dan mungkin bilateral. Tidak semua serat ekstrapiramidalis mengalami kerusakan karena serat yang berjalan ke bawah ke wajah dan nuklei hipoglosus terletak lebih dorsal, nervus fasialis dan hipoglosus mungkin tidak terkena sebaliknya mungkin ada paralisis ipsilateral saraf abdusens dan trigeminus. 5. Lesi piramida : menghasilkan hemiparesis flacid kontralateral. Tidak ada hemiplegi kerena yang rusak hanya serat piramidalis. Jaras ekstrapiramidalis terletak lebih dorsal dalam medula dan tetap utuh. 6. Lesi servikalis : keterlibatan traktus piramidalis lateral berasal dari penyakit seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel, mengakibatkan hemiplegia spastik ipsilateral karena traktus piramidal sudah menyilang, paralisis bersifat spastik karena serat ekstrapiramidalis yang bercampur dengan serat piramidalis juga mengalami kerusakan. 7. Lesi torakalis : interupsi pada traktus piramidalis lateral yang disebabkan penyakit seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel mengakibatkan monoplegia spastik ipsilateral dari tungkai. Kerusakan bilateral menyebabkan paraplegia 8. Lesi radiks anterior : kelumpuhan akibat lesi ini adalah ipsilateral dan flaccid, akibat kerusakan motor neuron bawah atau perifer
TINJAUAN PUSTAKA POLIOMIELITIS
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis). 1. Etiologi Virus poliomielitis tergolong dalam genus enterovirus dan famili picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Pada sebagian besar kasus dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik untuk satu tipe. 2. Epidemiologi Di Indonesia perkembangan polio sejak ditemukannya kasus polio pertama Maret 2005 lalu setelah 10 tahun (1995-2005) tidak ditemukannya lagi kasus polio. Namun penyakit polio ini kembali mewabah di Indonesia tahun 2005. Hingga tanggal 21 november 2005, ditemukan 295 kasus polio yang terdapat di 40 kabupaten dari 10 propinsi yakni Banten, Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, sumut, Jawa Timur, Sumatera Selatan, DKI, Riau, dan Aceh. 3. Patogenesis Polio dapat menyebar melalui kontak dengan kotoran yang terkontaminasi (misalnya, dengan mengganti popok bayi yang terinfeksi) atau melalui udara, dalam makanan, atau dalam air. Virus masuk melalui mulut dan hidung (portal of entry), berkembang biak di dalam tenggorokan dan mukosa saluran cerna (Peyers patches), lalu diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembangbiak dalam traktus digestivus, kelenjar getah bening regional dan sistem retikuloendotelial. Masa inkubasi ini berlangsung antara 7-14 hari, tetapi dapat pula merentang dari 2 sampai 35 hari. Setelah 3-5 hari sejak terjadinya paparan, virus dapat ditemukan dari tenggorok, darah dan tinja. Dalam keadaan ini timbul perkembangan virus, tubuh bereaksi dengan membentuk antibodi spesifik. Bila pembentukan zat antibodi mencukupi dan cepat maka virus akan dinetralisasikan, sehingga timbul gejala klinis yang ringan atau tidak terdapat sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut. Dalam kebanyakan kasus, hal ini dapat mengakibatkan terhentinya perkembangan virus dan keuntungan individu memiliki kekebalan permanen terhadap polio. Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti maka akan timbul viremia dan gejala klinis, kemudian virus akan terdapat dalam feses untuk beberapa minggu lamanya. Apabila manusia yang rentan terpapar dengan poliovirus maka satu dari beberapa respons berikut ini akan terjadi, yaitu: infeksi tidak nyata dan tanpa gejala-gejala, timbul sakit ringan (abortive poliomyelitis, nonparalytic poliomyelitis, paralyticpoliomyelitis.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang susunan saraf, maka neuropatologi poliomeilitis biasanya patognomonik dan virus hanya menyerang sel-sel dan daerah tertentu susunan saraf, tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan, dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena pada poliomeilitis :
Medulla spinalis terutama kornu anterior Batang otak pada nukleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital Serebelum terutama inti-inti pada vermis Mid brain terutama pada masa kelabu, substansia nigra dan kadang-kadang nukleus rubra. Talamus dan hipotalamus Korteks serebri, hanya daerah motorik Poliomielitis adalah penyakit infeksi virus yang akut yang melibatkan medulla spinalis dan batang otak. Telah diisolasi 3 jenis virus yaitu tipe Brunhilde, Lansing dan Leon yang menyebabkan penyakit ini, yang masing-masing tidak mengakibatkan imunitas silang. Bila seorang mengalami infeksi dengan satu jenis virus ia akan mendapat kekebalan yang menetap terhadap virus tersebut. Kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi penyebaran termasuk ke susunan saraf pusat. Penyebaran virus polio melalui saraf belum jelas diketahui. Penyakit yang ringan (minor illness) terjadi pada saat viremia yaitu kira-kira hari ketujuh, sedangkan major illness ditemukan bila konsentrasi virus di susunan saraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada hari ke 12 sampai 14.
4. Gambaran klinis (Klasifikasi) Sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh polio ada beberapa gejala khas. Namun hampir 95% dari semua orang yang terkena virus polio tidak akan menunjukkan gejala apapun. Sekitar 5 persen orang yang terinfeksi akan mengalami gejala ringan, seperti sakit tenggorokan, leher kaku, sakit kepala, dan demam, dan seringkali terdiagnosis sebagai pilek atau flu. Kelumpuhan otot telah diperkirakan terjadi pada sekitar satu dari setiap 1.000 orang yang terkena. Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 9-12 hari, tetapi kadang-kadang 3-35 hari. Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat, yaitu antara lain : Infeksi tanpa gejala Kejadian infeksi yang asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah yang standar kebersihannya jelek. Pada suatu endemik polio diperkirakan terdapat pada 9-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap penyakit polio. Bayi baru lahir mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang kemudian akan menghilang setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau meningginya titer antibodi. Infeksi abortif Kejadiannya diperkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada suatu daerah yang tingkat kejadiannya cukup tinggi. Tidak dijumpai gejala khas poliomielitis. Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dengan gejala minor illness seperti demam bisa mencapai 39,5 o C, malaise, nyeri kepala, sakit tenggorokan, anoreksia, muntah, nyeri otot dan nyeri perut serta kadang-kadang diare. Penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit virus lainnya, hanya dapat diduga bila terjadi di daerah yang epidemik polio. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan. Diagnosis banding adalah influenza atau infeksi tenggorokannya lainnya. Poliomielitis non paralitik Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinik sama dengan infeksi abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi kemudian naik kembali (dromary chart), diserta dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung serta tungkai. Tanda kernig dan brudzinsky positif. Tanda lain adalah bila anak berusaha duduk dengan sikap tidur, maka ia akan menekukkan kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur. Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak, akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Refleks tendon biasanya normal. Bila refleks tendon berubah maka kemungkinan akan terjadi poliomielitis paralitik. Diagnosis banding adalah meningitis serosa dan meningismus. Poliomielitis paralitik Gambaran klinis sama dengan poliomielitis non paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali diserta dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan simetris yaitu paling sering terkena adalah tungkai. Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria, atonia usus dan kadang-kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot pernafasan. Gambaran secara umum penderita poliomielitis
Gambaran secara umum pasien polio
\
Penderita polio Banyak penyakit dari Acute Flaccid Paralysis yang hampir menyerupai poliomielitis dengan gejala yang sama, sehingga penentuan diagnosis poliomielitis harus benar-benar teliti bertujuan untuk menentukan manajemen pengobatan, prognosis dan pencegahan lebih awal.
5. Patofisiologi Poliovirus merupakan RNA virus yang di transmisikan melalui infeksi droplet dari oral - faring (mulut dan tenggorokan) atau feses penderita yang terinfeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari feses ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Melalui rute oral-fekal, yaitu dari konsumsi dari air yang terkontaminasi feses (kotoran manusia). Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun. Terdapat tiga jenis (tipe 1 Brunhilde, tipe 2 Lansing, tipe 3 Leon) yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut, namun epidemic yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus polio tipe 1. Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 35 hari. Apabila virus polio masuk kedalam tubuh melalui jalur makan (mulut) dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh getah bening nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui darah ke seluruh tubuh. Setelah virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran saraf pada otot, yang menyebabkan kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata. Bila tertelan virus yang virulen, kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi penyebaran termasuk ke susunan syaraf pusat. Penyakit yang ringan (minor illness) terjadi pada saat viremia, yaitu kira-kira hari ketujuh, sedangkan major illness ditemukan bila konsentrasi virus disusunan syaraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada hari ke 12 14. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah: 1. Medula spinalis terutama kornu anterior. 2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital. 3. Sereblum terutama inti-inti virmis. 4. Otak tengah midbrain terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang- kadang nucleus rubra. 5. Talamus dan hipotalamus. 6. Palidum. 7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas.
Poliovirus (PV): tipe 1 Brunhilde, tipe 2 Lansing, tipe 3 Leon Penularan oral oral Penularan fekal oral Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi feses penderita Percikan air ludah penderita masuk ke dalam mulut Berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan Diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh getah bening nasofaring atau usus Masuk kedalam jaringan tubuh Infeksi mengeluarkan neurotropik yang akan merusak saraf paralisis Menyebar melalui darah ke seluruh tubuh POLIO (Poliomyelitis) Daerah yang biasanya terkena: Medula spinalis terutama kornu anterior Batang otak nucleus vestibularis& inti saraf kranial Sereblum terutama inti vermis Midbrain terutama masa kelabu substansia nigra Talamus dan hipotalamus Korteks serebri daerah motorik MK: Nyeri akut Kurang pengetahuan tentang proses & kondisi penyakit MK: Ansietas
5. Pemeriksaan penujang Seperti infeksi virus pada umumnya, pada fase awal penyakit infeksi virus polio sulit didiagnosis jika hanya dari melihat gejala klinisnya saja. Selain itu, infeksi virus polio sendiri pada fase awal juga dapat tanpa disertai gejala klinis apapun atau bersifat asimptom. Oleh karena itu, untuk membantu diagnose penyakit polio dapat dilakukan beberapa pemeriksaan diagnostik, diantaranya: Polio paralisis spinal Polio non-paralisis Polio bulbar Mual, muntah Lesu, kram otot leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh Menyerang saraf tulang belakang dan menghancurkan sel pengontrol pergerakan tubuh Kelumpuhan bersifat asimetris (salah satu sisi) deformitas Kelumpuhan (paralisis) sering pada kaki Tungkai menjadi lemasaccute flaccid paralysis (AFP) Infeksi pada hipotalamus Suhu tubuh Infeksi pada kornu anterior dan talamus Tidak ada kekebalan alami batang otak ikut terserang Gangguan saraf pada proses menelan dan berbagai fungsi dikerongkongan, pergerakan lidah dan rasa Paralisis otot sistem pernapasan MK: Resiko ketidakefektifan pola napas MK: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh MK: Hipertermi MK: Gangguan mobilitas fisik 1. Viral Isolation Virus polio ini paling mudah diisolasi di faring atau pada feses penderita. Di daerah yang sedang mengalami atau baru saja terjadi endemi polio, jika ada laporan kasus lumpuh layuh (paralisis flaksid) akut, maka dua spesimen feses harus dikumpulkan dalam waktu 14 hari sejak awal terjadi paralisis, dan harus dilakukan isolasi virus. Itu artinya, pada kasus-kasus yang pertama muncul, infeksi virus polio ini sering tidak terdiagnosis dengan baik, terlambat, sehingga terjadi kematian atau sembuh dengan gejala sisa. Pengisolasian virus yang diambil dari cairan cerebrospinal adalah tindakan diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat.Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut, maka orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah. 2. Uji Serology atau diagnostic moleculer (dengan PCR) Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita.Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar.Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut sakit.
3. Cerebrospinal Fluid ( CSF) Pemeriksaan polio dengan CSF ini menunjukkan hasil bahwa di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya.Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml. Sementara itu, pada kasus yang disertai invasi pada sistem syaraf pusat, pemeriksaan cairan serebrospinal ini dapat membantu diagnosis.