Anda di halaman 1dari 18

POLIOMYELITIS

ANATOMI MEDULLA SPINALIS


Sistem saraf terdiri dari 1) sel-sel saraf (Neuron) dan 2) sel-sel penyokong (Neuroglia dan sel
Schwann)
- Neuron : sel-sel saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau
aferen dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik dan
menyalurkan masukan motorik atau eferen
- Neuroglia : penyokong, pendukung dan sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan
medulla spinalis
- Sel Schwann : pelindung dan penyokong neuron-neuron dan tonjolan neuronal di luar
sistem saraf pusat
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (PNS)
- sistem saraf pusat otak dan medulla spinalis
- sistem saraf tepi neuron aferen dan eferen sistem saraf somatic dan neuron sistem saraf
autonom (visceral)
- SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang serta suspense dalam cairan
serebrospinal (CSF) yang diproduksi di ventrikel otak
- SSP diliputi oleh 3 lapis jaringan meninges (duramater, araknoid, dan piamater)
- Otak terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata lanjutannya yaitu
MEDULLA SPINALIS
- MEDULLA SPINALIS : struktur lanjutan yang memanjang dari medulla oblongata
melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai
setinggi vertebrata lumbalis pertama (L1) orang dewasa
- MS terbagi menjadi 31 segmen (tempat asal 31 pasang saraf spinal) yang terbagi menjadi
: 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5
pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co).
- MS sebagai pusat refleks spinal dan jaras konduksi impuls dari atau ke otak
- MS terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermyelin) dengan bagian dalam substansia
grisea (serabut saraf tak bermielin)
- Substansia alba berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antar
tingkat medulla spinalis dan otak
- Substansia grisea tempat integrasi refleks-refleks spinal

POSTERIOR









ANTERIOR
Pada gambar diatas (penampang melintang) substansia grisea menyerupai huruf H capital. Kedua
kaki huruf H yang menjulur ke bagian depan disebut kornu anterior (kornu ventralis) sedangkan
kedua kaki belakang dinamakan kornu posterior (kornu dorsalis).
Kornu anterior (ventralis) terutama terdiri dari badan sel dan dendrit neuron-neuron motorik
eferen multipolar dari radiks ventralis dan saraf spinal. Sel kornu ventralis (lower motor
neuron/LMN) biasanya dinamakan jaras akhir bersama karena setiap gerakan (baik yang berasal
dari korteks motorik cerebral, ganglia basalis atau yang timbul secara refleks dari reseptor
sensorik) harus diterjemahkan menjadi suatu kegiatan atau tindakan melalui struktur tersebut.
Kornu posterior (dorsalis) mengandung badan sel dan dendrite asal serabut-serabut sensorik yang
akan menuju tingkat SSP lain sesudah bersinaps dengan serabut sensorik dari saraf-saraf sensorik
Substansia alba medulla spinalis bertindak sebagai penghatar traktus-traktus yang panjang, baik
berjalan naik ataupun berjalan turun. Melalui traktus-traktus ini impuls aferen dari saraf spinal
dapat mencapai otak dan impuls eferen yang berasal dari pusat motorik dalam otak dapat
diteruskan ke sel-sel kornu ventralis medulla spinalis.
Setiap separuh lateral medulla spinalis dibagi menjadi tiga bidang longitudinal yang berjalan
sepanjang medulla spinalis disebut kolumna ventralis, dorsalis, lateralis
Dalam setiap bagian terdapat serabut yang jelas (disebut traktus) yang lokasinya sudah tertentu.
Traktus merupakan seikat serabut dengan asal, tujuan, dan fungsi yang sama. Traktus dapat
berjalan naik (asendens) dan berjalan turun (desendens) atau asosiatif
1. Traktus asendens membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat berjalan ke bagian-bagian
medulla spinalis dan otak.
- Traktus spinotalamikus lateralis traktus asendens penting yang membawa serabut-serabut
untuk jaras nyeri dan suhu.
Jaras untuk raba halus, propriosepsi sadar dan getar mempunyai serabut-serabut yang
membentuk kolumna dorsalis substansia alba medulla spinalis.
2. Traktus desendens impuls dari berbagai bagian otak yang menuju neuron-neuron motorik
batang otak dan medulla spinalis.
- Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis jaras motorik voluntar medulla spinalis.
3. Traktus asosiatif merupakan traktus asendens atau desendes yang pendek misalnya traktus ini
dapat hanya berjalan antara beberapa segmen medulla spinalis sehingga disebut traktus
intersegmental


JARAS ASENDENS
Informasi sensorik dari reseptor perifer dihantarkan melalui sistem saraf dalam serangkaian
neuron yang tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk sistem jaras ascendens. Rantai
sensorik terdiri dari 3 neuron masing-masing mempunyai akson panjang :
1. Badan sel neuron tingkat pertama terletak pada ganglion radiks dorsalis. Neuron ini
menghantarkan impuls dari reseptor ke medulla spinalis
2. badan sel neuron tingkat kedua terletak pada berbagai tingkat substansia grisea medulla
spinalis atau batang otak dan menghantarkan impuls lewat substansia alba medulla spinalis ke
thalamus.
3. badan sel neuron tingkat ketiga menghantarkan impuls dari thalamus ke korteks cerebri dan
badan selnya terletak dalam thalamus.
Traktus Fungsi
ASCENDENS
Kolumna dorsalis (posterior) Melokalisasi stimulus sentuhan halus,
kemampuan untuk membedakan tekanan dan
intensitas
Fasikulus kuneatus (T6 dan diatasnya, bagian
atas tubuh)
Kesadaran proprioseptif (merasakan posisi)
Fasikulus gracialis (T7 dan dibawahnya,
bagian bawah tubuh)
Vibrasi (sensasi fasik)
Spinotalamikus
Spinotalamikus lateralis Nyeri
Spinotalamikus ventralis Temperatur, sensasi hangat dan dingin
Sensasi gatal dan geli
Spinosereberalis
Spinosereberalis dorsalis Proprioseptif yang tidak disadari (sensasi otot)
Spinosereberalis ventarlis Koordinasi postur tubuh dan gerakan
ekstremitas
JARAS DESENDENS
Ada dua sistem utama lintasan motorik yang disebut sebagai :
1. Traktus piramidalis (traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis) merupakan bagian serabut-
serabut menyatu dalam medulla oblongata membentuk piramis
2. Traktus ekstrapiramidalis
Lintasan motorik desendens melibatkan dua neuron utama yaitu neuron motorik atas (upper
motor neuron/UMN) dan neuron motorik bawah (lower motor neuron/LMN)
- UMN mempunyai badan sel dalam korteks motorik serebri atau daerah subkortikal otak dan
batang otak dan serbut-serabutnya mengahntarkan impuls dari otak (traktus kortikobulbaris)
- Neuron motorik spinalis yang mempersarafi otot disebut LMN. LMN dimulai dalam SSP
(kornu anterior substansia grisea medulla sepinalis) dan mengirimkan serabut-serabutnya
mempersarafi otot-otot
Traktus Fungsi
DESENDENS
Kortikospinalis
Kortikospinalis lateralis Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian
voluntary otot ekstremitas
Kortikospinalis ventralis Traktus piramidalis membawa impuls untuk pengendalian
voluntary otot tubuh
Rubrospinalis Traktus ekstrapiramidalis mengurus intergrasi yang tidak
disadari dan koordinasi gerakan otot yang disesuaikan dengan
masukan proprioseptif
Tektospinalis Traktus ekstrapiramidalis mengurus gerakan pemindaian dan
pergantian refleks pada kepala dan gerakan refleks pada lengan
sebagai respon terhadap sensasi penglihatan, pendengaran atau
kulit
Vestibulospinalis Traktus ekstrapiramidalis terlibat dalam mempertahankan
keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dan mata
GANGGUAN SISTEM MOTORIK
LESI UPPER MOTOR NEURON (UMN)
LESI TRAKTUS KORTIKOSPINAL (TRACTUS PYRAMIDAL)
1. Tes Babinsky positif. Ingat bahwa tanda babinsky secara normal terdapat selama setahun
pertama kehidupan, karena tractus kortikospinal tidak bermielin sampai akhir tahun
kehidupan pertama.
2. Arefleksia abdominalis superficial. Reflek ini tergantung pada integritas tractus, yang
menimbulkan eksitasi tonik pada neuron internunsial.
3. Arefleksia cremaster.
4. Kehilangan penampilan gerakan volunter terlatih yang halus.
LESI TRAKTUS DESCENDEN SELAIN TRACTUS KORTIKOSPINAL (TRACTUS
EKSTRAPIRAMIDAL)
1. Paralisa parah dengan sedikit atau tanpa adanya atrofi otot
2. Spastik atau hipertonisasi otot. anggota gerak tubuh bawah dalam ekstensi dan anggota
gerak atas dipertahankan dalam keadaan fleksi
3. Peningkatan reflek otot serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari tangan,muskulus
quadrisep femoris dan otot paha.
4. Reaksi pisau lipat. Mengadakan gerakan pasif suatu sendi terdapat tahanan oleh adanya
spastisitas otot.
LESI LOWER MOTOR NEURON (LMN)
1. Paralisis flaksid otot yang disuplai.
2. Atrofi otot yang disuplai.
3. Kehilangan reflek otot yang disuplai.
4. Vasikulasi muskuler. Keadaan ini merupakan twitching otot yang hanya terlihat jika
terdapat kerusakan yang lambat dari sel.
5. Kontraktur muskuler. Ini adalah pemendekan otot yang mengalami paralise, lebih sering
terjadi pada otot antagonis, dimana kerjanya tidak lagi dilawan oleh otot yang mengalami
paralise.
SINDROM PEMOTONGAN SPESIFIK
1. LESI KORTIKAL (tumor,hematoma,infark,dll) mengakibatkan paresis tangan atau
lengan kontralateral. Gerakan volunter harus, terlatih, paling sering terlibat. Terjadi
monoparesis, paresis terjadi karena penjagaan traktus ekstrapiramidalis yang hampir
total. Lesi kecil di kortek ada 4 menghasilkan paresis flacid dan serangan epilepsi fokal
yang agak sering (epilepsi jackson).
2. Lesi kapsula Interna : terjadi hemiplegi spastik kontralateral karena serat piramidalis
dan ekstrapiramidalis dekat satu sama lain. Traktus kortikonuklearis terlibat sehingga
terjadi paralisis fasial kontralateral dan mungkin saraf hipoglosus. Kebanyakan nuklei
motorik kranialis disarafi secara bilateral oleh traktus tersebut. Kerusakan cepat
menyebabkan paralisis kontralateral , yang pertama-tama bersifat flacid karena efeknya
seperti syok pada neuron perifer, setelah berjam-jam atau berhari-hari paralisis menjadi
spastik karena serat ekstrapiramidalis juga rusak.
3. Lesi pedunkel : hasil dari lesi ini adalah hemiplegia spastik kontralateral, yang berkaitan
dengan paralisis ipsilateral saraf okulomotorius.
4. Lesi pons : hasil dari lesi ini hemiplegi kontralateral dan mungkin bilateral. Tidak semua
serat ekstrapiramidalis mengalami kerusakan karena serat yang berjalan ke bawah ke
wajah dan nuklei hipoglosus terletak lebih dorsal, nervus fasialis dan hipoglosus mungkin
tidak terkena sebaliknya mungkin ada paralisis ipsilateral saraf abdusens dan trigeminus.
5. Lesi piramida : menghasilkan hemiparesis flacid kontralateral. Tidak ada hemiplegi
kerena yang rusak hanya serat piramidalis. Jaras ekstrapiramidalis terletak lebih dorsal
dalam medula dan tetap utuh.
6. Lesi servikalis : keterlibatan traktus piramidalis lateral berasal dari penyakit seperti
sklerosis lateral amiotropik atau multipel, mengakibatkan hemiplegia spastik ipsilateral
karena traktus piramidal sudah menyilang, paralisis bersifat spastik karena serat
ekstrapiramidalis yang bercampur dengan serat piramidalis juga mengalami kerusakan.
7. Lesi torakalis : interupsi pada traktus piramidalis lateral yang disebabkan penyakit
seperti sklerosis lateral amiotropik atau multipel mengakibatkan monoplegia spastik
ipsilateral dari tungkai. Kerusakan bilateral menyebabkan paraplegia
8. Lesi radiks anterior : kelumpuhan akibat lesi ini adalah ipsilateral dan flaccid, akibat
kerusakan motor neuron bawah atau perifer

TINJAUAN PUSTAKA POLIOMIELITIS

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk
ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).
1. Etiologi
Virus poliomielitis tergolong dalam genus enterovirus dan famili picornaviridae,
mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi
dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Pada sebagian besar kasus dan
ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi
maupun imunisasi bersifat seumur hidup dari spesifik untuk satu tipe.
2. Epidemiologi
Di Indonesia perkembangan polio sejak ditemukannya kasus polio pertama Maret 2005
lalu setelah 10 tahun (1995-2005) tidak ditemukannya lagi kasus polio. Namun penyakit
polio ini kembali mewabah di Indonesia tahun 2005. Hingga tanggal 21 november 2005,
ditemukan 295 kasus polio yang terdapat di 40 kabupaten dari 10 propinsi yakni Banten,
Jawa Barat, Lampung, Jawa Tengah, sumut, Jawa Timur, Sumatera Selatan, DKI, Riau,
dan Aceh.
3. Patogenesis
Polio dapat menyebar melalui kontak dengan kotoran yang terkontaminasi
(misalnya, dengan mengganti popok bayi yang terinfeksi) atau melalui
udara, dalam makanan, atau dalam air. Virus masuk melalui mulut dan hidung (portal of
entry), berkembang biak di dalam tenggorokan dan mukosa saluran cerna (Peyers patches),
lalu diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening.
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembangbiak dalam traktus
digestivus, kelenjar getah bening regional dan sistem retikuloendotelial.
Masa inkubasi ini berlangsung antara 7-14 hari, tetapi dapat pula merentang dari 2 sampai 35
hari. Setelah 3-5 hari sejak terjadinya paparan, virus dapat ditemukan dari tenggorok, darah
dan tinja. Dalam keadaan ini timbul perkembangan virus, tubuh bereaksi dengan membentuk
antibodi spesifik. Bila pembentukan zat antibodi mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasikan, sehingga timbul gejala klinis yang ringan atau tidak terdapat sama sekali
dan timbul imunitas terhadap virus tersebut. Dalam kebanyakan kasus, hal ini dapat
mengakibatkan terhentinya perkembangan virus dan keuntungan individu memiliki
kekebalan permanen terhadap polio. Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari
pembentukan zat anti maka akan timbul viremia dan gejala klinis, kemudian virus akan
terdapat dalam feses untuk beberapa minggu lamanya. Apabila manusia yang rentan terpapar
dengan poliovirus maka satu dari beberapa respons berikut ini akan terjadi, yaitu: infeksi
tidak nyata dan tanpa gejala-gejala, timbul sakit ringan (abortive poliomyelitis, nonparalytic
poliomyelitis, paralyticpoliomyelitis.

Berbeda dengan virus lain yang menyerang susunan saraf, maka neuropatologi poliomeilitis
biasanya patognomonik dan virus hanya menyerang sel-sel dan daerah tertentu susunan
saraf, tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan,
dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala.
Daerah yang biasanya terkena pada poliomeilitis :

Medulla spinalis terutama kornu anterior
Batang otak pada nukleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio retikularis
yang mengandung pusat vital
Serebelum terutama inti-inti pada vermis
Mid brain terutama pada masa kelabu, substansia nigra dan kadang-kadang nukleus
rubra.
Talamus dan hipotalamus
Korteks serebri, hanya daerah motorik
Poliomielitis adalah penyakit infeksi virus yang akut yang melibatkan medulla
spinalis dan batang otak. Telah diisolasi 3 jenis virus yaitu tipe Brunhilde, Lansing dan
Leon yang menyebabkan penyakit ini, yang masing-masing tidak mengakibatkan
imunitas silang. Bila seorang mengalami infeksi dengan satu jenis virus ia akan mendapat
kekebalan yang menetap terhadap virus tersebut.
Kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi penyebaran termasuk
ke susunan saraf pusat. Penyebaran virus polio melalui saraf belum jelas diketahui.
Penyakit yang ringan (minor illness) terjadi pada saat viremia yaitu kira-kira hari ketujuh,
sedangkan major illness ditemukan bila konsentrasi virus di susunan saraf pusat
mencapai puncaknya yaitu pada hari ke 12 sampai 14.




4. Gambaran klinis (Klasifikasi)
Sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh polio ada beberapa gejala khas. Namun hampir
95% dari semua orang yang terkena virus polio tidak akan menunjukkan gejala apapun.
Sekitar 5 persen orang yang terinfeksi akan mengalami gejala ringan, seperti sakit
tenggorokan, leher kaku, sakit kepala, dan demam, dan seringkali terdiagnosis sebagai pilek
atau flu. Kelumpuhan otot telah diperkirakan terjadi pada sekitar satu dari setiap 1.000 orang
yang terkena.
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 9-12 hari, tetapi kadang-kadang 3-35 hari.
Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai dengan
yang paling berat, yaitu antara lain :
Infeksi tanpa gejala
Kejadian infeksi yang asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama
di daerah yang standar kebersihannya jelek. Pada suatu endemik polio diperkirakan terdapat
pada 9-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap penyakit polio. Bayi baru lahir
mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang kemudian akan menghilang
setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau
meningginya titer antibodi.
Infeksi abortif
Kejadiannya diperkirakan 4-8% dari jumlah penduduk pada suatu daerah yang tingkat
kejadiannya cukup tinggi. Tidak dijumpai gejala khas poliomielitis. Timbul mendadak dan
berlangsung 1-3 hari dengan gejala minor illness seperti demam bisa mencapai 39,5
o
C,
malaise, nyeri kepala, sakit tenggorokan, anoreksia, muntah, nyeri otot dan nyeri perut serta
kadang-kadang diare. Penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit virus lainnya, hanya
dapat diduga bila terjadi di daerah yang epidemik polio. Diagnosis pasti hanya dengan
menemukan virus pada biakan jaringan. Diagnosis banding adalah influenza atau infeksi
tenggorokannya lainnya.
Poliomielitis non paralitik
Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinik sama dengan infeksi abortif yang
berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi kemudian naik kembali
(dromary chart), diserta dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan
ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung serta tungkai. Tanda kernig dan
brudzinsky positif. Tanda lain adalah bila anak berusaha duduk dengan sikap tidur, maka ia
akan menekukkan kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang
pada tempat tidur. Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada
kedua ketiak, akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Refleks tendon biasanya
normal. Bila refleks tendon berubah maka kemungkinan akan terjadi poliomielitis paralitik.
Diagnosis banding adalah meningitis serosa dan meningismus.
Poliomielitis paralitik
Gambaran klinis sama dengan poliomielitis non paralitik disertai dengan kelemahan satu
atau beberapa kumpulan otot skelet atau kranial. Gejala ini bisa menghilang selama
beberapa hari dan kemudian timbul kembali diserta dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu
berupa flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan simetris yaitu paling sering terkena
adalah tungkai. Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesika urinaria, atonia usus dan
kadang-kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot
pernafasan.
Gambaran secara umum penderita poliomielitis







Gambaran secara umum pasien polio

\



Penderita polio
Banyak penyakit dari Acute Flaccid Paralysis yang hampir menyerupai poliomielitis
dengan gejala yang sama, sehingga penentuan diagnosis poliomielitis harus benar-benar teliti
bertujuan untuk menentukan manajemen pengobatan, prognosis dan pencegahan lebih awal.

5. Patofisiologi
Poliovirus merupakan RNA virus yang di transmisikan melalui infeksi droplet dari oral -
faring (mulut dan tenggorokan) atau feses penderita yang terinfeksi. Penularan terutama
terjadi langsung dari manusia ke manusia melalui fekal-oral (dari feses ke mulut) atau yang
agak jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Melalui rute oral-fekal, yaitu dari
konsumsi dari air yang terkontaminasi feses (kotoran manusia). Sementara itu, oral-oral
adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka terhadap formaldehide dan
larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi pada keadaan beku dapat bertahan
bertahun-tahun. Terdapat tiga jenis (tipe 1 Brunhilde, tipe 2 Lansing, tipe 3 Leon) yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus
tersebut, namun epidemic yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus polio tipe 1.
Masa inkubasi membutuhkan waktu 5 35 hari.
Apabila virus polio masuk kedalam tubuh melalui jalur makan (mulut) dan hidung,
berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan
melalui sistem pembuluh getah bening nasofaring atau usus, dan kemudian menyebar melalui
darah ke seluruh tubuh. Setelah virus masuk kedalam jaringan tubuh, virus akan
mengeluarkan neurotropik yang akan merusak akhiran saraf pada otot, yang menyebabkan
kelumpuhan dari organ gerak bahkan sampai otot mata.
Bila tertelan virus yang virulen, kira-kira 7-10 hari setelah tertelan virus, kemudian terjadi
penyebaran termasuk ke susunan syaraf pusat. Penyakit yang ringan (minor illness) terjadi
pada saat viremia, yaitu kira-kira hari ketujuh, sedangkan major illness ditemukan bila
konsentrasi virus disusunan syaraf pusat mencapai puncaknya yaitu pada hari ke 12 14.
Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah:
1. Medula spinalis terutama kornu anterior.
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio
retikularis yang mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah midbrain terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-
kadang nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.

Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan mikroba
lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan hingga
berkilo-kilometer dari sumber penularan. Meski penularan terutama akibat tercemarnya
lingkungan oleh virus polio dari penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan
terbatas.


































Poliovirus (PV):
tipe 1 Brunhilde, tipe 2 Lansing,
tipe 3 Leon
Penularan oral oral Penularan fekal oral
Konsumsi makanan atau
minuman yang
terkontaminasi feses
penderita
Percikan air ludah
penderita masuk ke dalam
mulut
Berkembang biak di
dalam tenggorokan
dan saluran
pencernaan
Diserap dan
disebarkan melalui
sistem pembuluh
getah bening
nasofaring atau usus
Masuk kedalam
jaringan tubuh
Infeksi mengeluarkan neurotropik
yang akan merusak saraf paralisis
Menyebar melalui
darah ke seluruh
tubuh
POLIO
(Poliomyelitis)
Daerah yang biasanya terkena:
Medula spinalis terutama kornu anterior
Batang otak nucleus vestibularis& inti saraf
kranial
Sereblum terutama inti vermis
Midbrain terutama masa kelabu substansia nigra
Talamus dan hipotalamus
Korteks serebri daerah motorik
MK: Nyeri akut
Kurang pengetahuan tentang
proses & kondisi penyakit
MK: Ansietas
















5. Pemeriksaan penujang
Seperti infeksi virus pada umumnya, pada fase awal penyakit infeksi virus polio sulit
didiagnosis jika hanya dari melihat gejala klinisnya saja. Selain itu, infeksi virus polio sendiri
pada fase awal juga dapat tanpa disertai gejala klinis apapun atau bersifat asimptom. Oleh
karena itu, untuk membantu diagnose penyakit polio dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
diagnostik, diantaranya:
Polio paralisis spinal
Polio non-paralisis
Polio bulbar
Mual, muntah
Lesu, kram otot
leher dan
punggung, otot
terasa lembek
jika disentuh
Menyerang
saraf tulang
belakang dan
menghancurkan
sel pengontrol
pergerakan
tubuh
Kelumpuhan
bersifat asimetris
(salah satu sisi)
deformitas
Kelumpuhan
(paralisis)
sering pada kaki
Tungkai menjadi
lemasaccute
flaccid paralysis
(AFP)
Infeksi pada
hipotalamus
Suhu tubuh
Infeksi pada
kornu anterior
dan talamus
Tidak ada
kekebalan alami
batang otak
ikut terserang
Gangguan saraf
pada proses menelan
dan berbagai fungsi
dikerongkongan,
pergerakan lidah dan
rasa
Paralisis otot sistem
pernapasan
MK: Resiko
ketidakefektifan
pola napas
MK: Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
MK: Hipertermi
MK: Gangguan
mobilitas fisik
1. Viral Isolation
Virus polio ini paling mudah diisolasi di faring atau pada feses penderita. Di daerah yang
sedang mengalami atau baru saja terjadi endemi polio, jika ada laporan kasus lumpuh layuh
(paralisis flaksid) akut, maka dua spesimen feses harus dikumpulkan dalam waktu 14 hari
sejak awal terjadi paralisis, dan harus dilakukan isolasi virus. Itu artinya, pada kasus-kasus
yang pertama muncul, infeksi virus polio ini sering tidak terdiagnosis dengan baik, terlambat,
sehingga terjadi kematian atau sembuh dengan gejala sisa.
Pengisolasian virus yang diambil dari cairan cerebrospinal adalah tindakan diagnostik yang
jarang mendapatkan hasil yang akurat.Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan
kelumpuhan yang akut, maka orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji
oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut
bersifat ganas atau lemah.
2. Uji Serology atau diagnostic moleculer (dengan PCR)
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita.Jika pada darah
ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah
benar.Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat
pasien tersebut sakit.

3. Cerebrospinal Fluid ( CSF)
Pemeriksaan polio dengan CSF ini menunjukkan hasil bahwa di dalam infeksi poliovirus
pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama
adalah sel limfositnya.Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml. Sementara itu,
pada kasus yang disertai invasi pada sistem syaraf pusat, pemeriksaan cairan serebrospinal
ini dapat membantu diagnosis.

Anda mungkin juga menyukai