Anda di halaman 1dari 4

Abses Ruang Leher Dalam

Abses ruang leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial diantara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok,
sinus paranasal, telinga dan leher. Gejala dan tanda klinik biasa berupa nyeri dan pembengkakan di
ruang leher dalam yang terkena.
Tidak ada angka estimasi yang diperoleh terhadap kejadian abses leher dalam. Namun diperkirakan
bahwa kejadian abses leher dalam menurun secara bermakna sejak era pemakaian antibiotik. Di
samping itu hygiene mulut yang meningkat juga berperan dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70%
infeksi leher dalam berasal dari penyebaran infeksi di faring dan tonsil ke parafaring. Saat ini infeksi
leher dalam lebih banyak berasal dari infeksi tonsil pada anak, dan infeksi gigi pada orang dewasa.
Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan streptococcus, staphylococcus, kuman anaerob
Bacterioides atau kuman campuran.
Anatomi Leher
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia servikal
dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot
plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot plastima sebelah inferior berasal dari fasia
servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior
mandibula.
Patogenesis
Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam tubuh. Flora normal
dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik secara perluasan langsung, maupun
melalui laserasi atau perforasi. Berdasarkan kekhasan flora normal yang ada di bagian tubuh
tertentu maka kuman dari abses yang terbnetuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian besar
abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun
fakultatif anaerob.
Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi tonsil dan gigi. Infeksi gigi
dapat mengenai pulpa dan periondontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal
gigi ke daerah sekitarnya. Apek gigi moalr I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran
infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III apeknya berada
di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih cepat ke daerah submaksila.
Pola kuman penyebab abses leher dalam berbeda sesuai dengan sumber infeksinya. Infeksi yang
berasal dari orofaring lebih banyak disebabkan kuman flora normal di saluran nafas atas seperti
streptococcus dan staphylococcus. Infeksi yang berasal dari gigi biasanya lebih dominan kuman
anaerob seperti Prevotella, Fusobacterium spp.
Penyearan abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu hematogen, limfogen, dan celah
antara ruang leher dalam. Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan
lokasi anatomi.
Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastir kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi
ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke
daerah potensial lainnya.
Abses leher dapat berupa abses peritonsil, absese retrofaring, abses parafaring, abses submandibula
dan angina ludovici.
A. Abses Peritonsil
Abses peritonsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya merupakan
lanjutan dari infeksi tonsil. Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi
yang bersumber dari kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab
sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.
Gejala dan tanda
Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri tenggorok, nyeri menelan
(odinofagia), hipersaliva, nyeri telinga (otalgia) dan suara bergumam (hot potat voice). Selain
itu juga mungkin terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau (foeter ex ore) dan kadang-
kadang sukar membuka mulut ( trismus).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan arkus faring tidak simetris, pembengkakakn di daerah
peritonsil, uvula terdorong ke sisi yang sehat. Tonsil hiperemis dan kadang terdapat detritus.
Palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Abses
ini dapat meluas ke daerah parafaring.
Terapi
Pada stadium infiltrasi biasanya diberikan antibiotika golongan penisilin atau kindamisin dan
obat simtomatik, juga perlu berkumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin
pada leher.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah (pus).
Daerah insisi:
- Daerah paling menonjol dan lunak.
- Persilangan garis horizontal yang ditarik dari dasar uvula dengan garis vertikal melalui
arkus anterior.
- Pertengahan garis yang menghubungkan basis uvula dengan graham atas terakhir pada
sisi yang sakit.
Perawatan:
- Insisi tiap hari dibuka sampai pus negatif
- Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah
drenase abses.
- Pemberian antibiotika dan analgetika
- Diet lunak
- Obat kumur
Komplikasi
- Abses pecah spontan dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia.
- Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring.
Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum sehingga terjadi mediastinitis.
- Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakanial, dapat mengakibatkan trombus sinus
kavernosus, meningitis dan abses otak.











B. Abses Retrofaring
Merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada anak dan
merupakan abses leher dalam terbanyak pada anak. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut
ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe, masing-masing 2-5 buah pada sisi kiri dan
kanan. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring,
tuba eustachius dan telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfe akan mengalami
atrofi.
Etiologi
Pada anak biasanya abses terjadi mengikuti infeksi saluran nafas atas dengan supurasi pada
kelenjar getah bening yang terdapat pada daerah retrofaring.
Pada orang dewasa abses retrofaring sering terjadi akibat adanya trauma dinding belakang
faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis seperti adenoidektomi,
intubasi endotrakea, dan endoskopi.
Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).
Gejala dan Tanda
Gejala klinis berupa rasa nyeri dan sukar menelan. Pada anak kecil, hal ini menyeabkan anak
menangis dan tidak mau makan dan minum. Demam, pergerakan leher terbatas dan
nyeri.dapat timbul sesak nafas karena sumbatan jalan nafas, terutama di hipofaring. Bila
proses peradangan berlanjut sampai mengenai laring dapat timbul stridor. Sumbatan oleh
abses juga dapat mengganggu resonansi suara sehingga terjadi perubahan suara.
Pada pemeriksaan didapatkan pemengkakan dinding posterior faring. Mukosa terlihat
bengkak dan hiperemis.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi saluran nafas bagian atas atau
trauma, gejala dan tanda klinik serta pemeriksaan penunjang foto rontgen jaringan lunak
leher lateral. Pada foto rontgen akan tampak pelebaran rung retrofaring lebih dari 7 mm
pada anak dan dewasa dan pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan lebih
dari 22 mm pada orang dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra
servikal.
Terapi
Terapi abses retrofaring adalah dengan medikamentosa dan tindakan bedah.
Medikamentosa, antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob, secara parenteral.
Pungsi dan insisi abses melalui laringoskop langsung dalam posisi pasien berbaring
trendelnburg. Pus yang keluar segera diisap agar tidak terjadi aspirasi.
Komplikasi
- penjalaran ke ruang parafaring, ruang vaskuler visera
- mediastinitis
- obtruksi jalan nafas sampai asfiksia
- bila pecah spontan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan abses paru
C. Abses Parafaring

D. Abses Submandibula
E. Angina Ludovici

Anda mungkin juga menyukai