Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH PERSEN MASSA HASIL PEMBAKARAN SERBUK KAYU DAN AMPAS

TEBU PADA MORTAR TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISISNYA


Sri Mulyati, Dahyunir Dahlan, Elvis Adril
Laboratorium Material dan Struktur, Jurusan Fisika, FMIPA UNAND
Email: sri_mulyati06@yahoo.co.id
ABSTRAK
Have conducted the research about the effect of mixing the ash of bagasse and combustion
product of sawdust that has been finely milled to mortar strength. Both of materials was mixed at
the time of molding mortar to sand as much as 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and 25% by mass. The
result of the research showed an increase of the compressive strength, tensile strength, and
density and reduction of the porosity and water absorption along with increasing of mixture's
variation of the ash of bagasse and combustion product of sawdust until achieve an optimum
result. The optimum result in mixing the ash of bagasse is in mixtures variation 15%, whereas
the optimum result of the combustion product of the sawdust is in mixtures variation 10%.
Key words: mortar, baggasse, sawdust, compressive strength
1. Latar Belakang
Kebutuhan perumahan, perhubungan
dan industri berdampak pada peningkatan
kebutuhan bahan-bahan pendukungnya.
Salah satu yang meningkat tajam adalah
kebutuhan terhadap produk mortar. Mortar
disebut juga plesteran. Mortar dibuat dengan
menggunakan pasir dan semen. Dalam
pembuatan mortar harus mempunyai sifat
fisis dan mekanis sesuai dengan standar,
misalnya ASTM ( American Society for
Testing and Materials ).
Kegunaan plester adalah melapisi
pasangan batu bata, batu kali maupun batu
cetak (batako) agar permukaannya tidak
mudah rusak dan kelihatan rapi dan bersih.
Pekerjaan memplester juga dilakukan pada
pasangan pondasi, pasangan tembok dinding
rumah, lantai batu bata, lisplang beton, dan
sebagainya.
Meskipun teknologi mortar telah
terbukti kemampuannya, namun karena
tuntutan konstruksi terhadap kekuatan,
kelenturan dan keawetan maka teknologi ini
dapat ditingkatkan efektifitas kinerjanya
dengan pendekatan: perbaikan atas mutu
mortar dan penggabungan teknologi
pembuatan berbagai komposit.
Sesuai dengan perkembangan
teknologi, beberapa peneliti terus
memperbaiki sifat-sifat mortar antara lain
menambah serat ke dalam adukan yang
disebut mortar serat, yaitu mortar yang
dibuat dari campuran semen dengan agregat
halus dengan bahan tambahan serat. Jenis
serat yang dapat digunakan untuk
memperbaiki sifat kurang baik dari mortar
adalah baja, plastik, kaca, karbon, dan serat
alamiah.
Serbuk kayu penggergajian
merupakan salah satu jenis partikel kayu
yang bobotnya sangat ringan dalam keadaan
kering dan mudah diterbangkan oleh angin.
Dimana serbuk kayu itu sendiri dikenal
sebagai limbah industri meubel yang banyak
tertimbun dan cenderung menjadi sampah
karena pemanfaatannya yang masih sedikit /
relatif kecil, sehingga perlu ditangani secara
serius. Selain itu, dewasa ini serbuk gergaji
hanya dimanfaatkan untuk sebagian kecil
kebutuhan saja. Misalnya sebagai bahan
pembakaran batu bata.
Pemanfaatan serbuk kayu menjadi
alternatif baru untuk memperoleh beton
serat karbon yang diperoleh dari
pembakaran limbah serbuk kayu. Hasil
pembakaran limbah serbuk kayu akan
menghasilkan briket arang dan arang aktif
yang mengandung karbon yang juga
diharapkan dapat meningkatkan dan
memperbaiki sifat mekanik dan sifat fisis
beton yang jauh lebih baik dari beton yang
tanpa bahan tambah tetapi tidak mengurangi
mutu (Yusnita, 2009).
Abu ampas tebu yang merupakan
abu sisa pembakaran ampas tebu (bagase)
memiliki kandungan senyawa silika (SiO
2
)
yang juga merupakan bahan baku utama dari
semen biasa (portland). Sebelumnya telah
diadakan penelitian pemanfaatan abu ampas
tebu dalam pembuatan beton (Rismawati,
2009) dan pada pembuatan keramik (Hanafi
dan Nandang, 2010). Dari kedua penelitian
tersebut ternyata mampu memperoleh
campuran yang lebih kuat.
2. Teori Dasar
a. Mortar
Mortar adalah campuran semen,
pasir dan air yang memiliki persentase yang
berbeda. Mortar disebut juga plesteran.
Kegunaan plester adalah melapisi pasangan
batu bata, batu kali maupun batu cetak
(batako) agar permukaannya tidak mudah
rusak dan kelihatan rapi dan bersih.
Pekerjaan memplester juga dilakukan pada
pasangan pondasi, pasangan tembok dinding
rumah, lantai batu bata, lisplang beton, dan
sebagainya ( Daryanto, 1994 ).
b. Pozzolan
Pozzolan adalah bahan tambahan
yang berasal dari alam atau batuan, yang
sebagian besar terdiri dari unsur-unsur
silika. Pozzolan sendiri tidak memiliki sifat
semen. Tetapi dalam keadaan halus bereaksi
dengan kapur bebas dan air menjadi suatu
massa padat yang tidak larut dalam air
(Tjokrodimuldjo, 1996).
Pozzolan dapat ditambahkan pada
campuran adukan beton dan mortar untuk
memperbaiki kelecekan (keenceran) dan
membuat beton menjadi lebih kedap air
(mengurangi permeabilitas).
Pozzolan dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Pozzolan alam: yaitu bahan alam
yang merupakan sedimentasi dari
abu atau larva gunung yang
mengandung silica aktif.
b. Pozzolan buatan: jenis ini merupakan
sisa pembakaran dari tungku,
maupun pemanfaatan limbah yang
diolah menjadi abu yang
mengandung silika reaktif dengan
proses pembakaran, seperti abu
terbang (Fly ash), silika fume dll
(Gunawan, 2000).
Pemakaian bahan pozzolan dalam
beton atau mortar akan menghasilkan beton
dan mortar yang lebih kedap air. Silika
dalam jumlah tertentu dapat berperan
sebagai pengisi antara partikel-partikel
pembentuk material, sehingga dengan
adanya silika maka porositas beton atau
mortar akan menjadi lebih kecil dan
selanjutnya kedapan beton dan mortar akan
menjadi bertambah sehingga permeabilitas
semakin kecil. Hal ini menyebabkan
kekuatan material meningkat.
Penggunaan silika secara berlebihan
akan membawa dampak negatif yaitu
dengan timbulnya reaksi alkali silika. Reaksi
alkali silika merupakan reaksi antara
kandungan silika aktif dalam pozzolan dan
alkali silika dalam semen. Reaksi ini
membentuk suatu gel alkali-alkali yang
menyelimuti butiran-butiran agregat. Gel
tersebut dikelilingi oleh pasta semen dan
akibatnya terjadi pemuaian, yang dapat
mengakibatkan retak atau pecahnya pasta
semen sehingga mortar menjadi rapuh
(Herlina, 2005).
Pembakaran ampas tebu (bagase)
akan menghasilkan abu ampas tebu yang
memiliki kandungan senyawa silika (SiO
2
)
yang juga merupakan bahan baku utama dari
semen biasa (portland). Komposisi tersebut
menguntungkan bila bahan ini digunakan
sebagai bahan pengisi pada pembuatan
mortar. Sebelumnya telah diadakan
penelitian pemanfaatan abu ampas tebu
dalam pembuatan beton (Rismawati, 2009)
dan pada pembuatan keramik (Hanafi dan
Nandang, 2010). Dari kedua penelitian
tersebut ternyata pemanfaatan abu ampas
tebu sebagai bahan tambah mampu
meningkatkan kekuatan sampel.
Peningkatan kekuatan ini terjadi
akibat penambahan abu ampas tebu pada
sampel. Dimana abu ampas tebu memiliki
kandungan senyawa silika (SiO
2
) yang juga
merupakan bahan baku utama dari semen
portland.
Partikel-partikel SiO
2
yang sangat
halus memiliki luas permukaan interaksi
yang tinggi. Partikel-partikel tersebut
berinteraksi dengan bahan-bahan penyusun
material. Semakin banyak partikel yang
berinteraksi, semakin kuat pula material.
Semakin banyak SiO
2
yang dimasukkan,
kekuatan dari material juga bertambah
sampai titik optimumnya dan kemudian
turun.
c. Komposit
Material komposit merupakan suatu
substansi yang tersusun dari kombinasi dua
atau lebih material yang berbeda. Material
baru ini diharapkan dapat memberikan sifat
yang lebih baik dibandingkan dengan bahan-
bahan penyusunnya. Ada dua istilah material
dalam komposit, yaitu matrik dan penguat.
Fungsi utama matrik adalah
melindungi komposit dari gangguan luar
berupa tekanan, suhu dan sebagainya,
mentransfer beban yang diterima komposit
kepada penguat yang digunakan sehingga
membuat material lebih lebih kuat, dan
mengikat sehingga arah orientasinya stabil
sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan
penguat merupakan suatu material yang
mempunyai sifat fisik khas yang bisa
membuat kekuatan komposit bertambah.
Jika diasumsikan bahwa partikel
sebuah material adalah berbentuk bola atau
mendekati bola, secara teori tidak mungkin
mengisi penuh ruang dengan partikel.
Khusus untuk partikel yang berbentuk bulat,
volum maksimum ruang yang dapat
ditempati partikel sekitar 72% dan sisanya
adalah ruang kosong antar partikel. Jika
partikel-partikel penyusun material
melakukan kontak dengan z tetangga
terdekat dan tiap kontak menghasilkan gaya
ikat rata-rata , maka gaya ikat total yang
dialami tiap partikel adalah z. Gaya ikat
tersebut menentukan kekuatan mekanik
material. Tetapi tidak mudah mengontrol
penyusunan partikel dalam material. Tidak
ada cara yang paling efektif untuk
mengontrol penyusunan partikel agar teratur
dengan struktur tertentu.
Namun yang jelas penyusunan
partikel-partikel akan melahirkan celah yang
ukurannya lebih kecil daripada ukuran
partikel. Dengan kenyataan ini akan menjadi
sangat logis apabila celah antar partikel-
partikel tersebut diisi dengan partikel yang
ukurannya lebih kecil dari ukuran celah
maka kontak yang dialami partikel material
makin banyak. Kontak tidak hanya terjadi
antar partikel material tetapi juga antara
partikel material dengan partikel-partikel
yang mengisi ruang kosong.
Bahan yang biasa digunakan sebagai
penguat adalah serat, baik serat alami
maupun serat sintesis. Contoh serat alami
adalah jerami, serat dari batang tanaman,
serat daun, atau serat akar tanaman.
Untuk serat sintesis, salah satu yang
terkenal adalah serat karbon. Material dari
serat karbon ini biasa yang digunakan pada
komponen kapal terbang, helikopter,
jembatan, terowongan, kaki palsu, dan yang
terpopular adalah penggunaan bahan baku
mobil balap F1.
Tanpa karbon, ruang antar partikel
penyusun material berupa ruang kosong.
Gaya ikat yang terbentuk hanya gaya ikat
antar partikel penyusun material. Dengan
menambahkan sedikit karbon, partikel-
partikel karbon mulai mengisi ruang antar
partikel penyusun material. Akibatnya
muncul ikatan baru yang bekerja pada
material, yaitu ikatan antara partikel
penyusun material dan ikatan antara partikel
penyusun material dan partikel karbon. Jika
karbon ditambah lebih lanjut maka makin
banyak terbentuk ikatan antara partikel
penyusun material dan partikel karbon
sehingga kekuatan material makin
meningkat. Jika karbon diperbanyak lagi
maka mulai muncul ikatan antar partikel
karbon itu sendiri. Karena karbon
merupakan grafit maka ikatan antar partikel
karbon cukup lemah. Dengan demikian
kehadiran ikatan antara partikel karbon akan
memperlemah material (Abdullah, 2009).
d. Tegangan-Tegangan Dasar
Jika sebuah gaya dikenakan pada
benda, maka benda tersebut akan mengalami
perubahan panjang. Percobaan menunjukkan
bahwa pertambahan panjang benda (L)
berbanding lurus dengan gaya berat atau
gaya yang dikenakan benda. Hal ini pertama
kali diamati oleh Robert Hooke (1635-1703)
dapat dituliskan dalam bentuk persamaan
sebagai berikut:
= (1)
F mewakili gaya, dan merupakan
perubahan panjang benda dan K adalah
tetapan kesebandingan. Bila benda lebih
panjang dan memiliki luas penampang
tertentu apabila digabungkan dengan
persamaan 2.1 akan menghasilkan bentuk
persamaan baru:
=
.
.
(2)
dengan;
= perubahan panjang
F = gaya yang diberikan (N)
L
o
= panjang mula-mula benda (m)
A = Luas penampang (m
2
)
E = Modulus elastisitas (N/m
2
)
Nilai modulus elastisitas tergantung pada
bahan benda. Dari persamaan (2)
menunjukkan perubahan panjang benda
berbanding lurus dengan hasil kali panjang
benda L
o
dan gaya persatuan luas (F/A)
yang dikenakan pada benda. Secara umum
gaya persatuan luas disebut tegangan
(stress) yang mempunyai satuan N/m
2
.
Tegangan = = (3)
Regangan di defenisikan sebagai
perbandingan perubahan panjang terhadap
panjang mula-mula:
Regangan =
perubahan panjang
panjang mula mula
=

(4)
Regangan merupakan perbandingan
perubahan panjang benda, dan merupakan
ukuran banyaknya benda mengalami
deformasi (cacat). Persamaan (2) dapat
ditulis menjadi:
=

=
tegangan
regangan
(5)
Dalam ilmu teknik tegangan
didefenisikan sebagai tahanan (kekuatan)
terhadap gaya-gaya luar, yang diukur dalam
bentuk gaya yang ditimbulkan persatuan
luas, biasanya satuan yang digunakan adalah
N/m
2
.
Tegangan tarik adalah apabila
sepasang gaya tarik aksial menarik suatu
batang, dan akibatnya batang ini cendrung
menjadi meregang atau bertambah panjang,
dan gaya tersebut dinamakan gaya tarik.
= (6)
Tegangan tekan adalah bila sepasang
gaya aksial menekan suatu bidang dan
akibatnya cendrung untuk memperpendek
atau menekan benda tersebut.
= (7)
dengan;
A = luas permukaan yang mendapat gaya
(m
2
)
F = gaya yang dialami material (N)
= tegangan tarik (N/m
2
)
P = tegangan tekan (N/m
2
)
2. Eksperimen
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap
yaitu:
a. Pembuatan sampel
Pada tahap ini, mortar yang dibuat
adalah mortar dengan campuran hasil
pembakaran serbuk kayu dan mortar dengan
campuran hasil pembakaran ampas tebu,
masing-masing dengan pencampuran hasil
pembakaran terhadap pasir sebesar 0%, 5%,
10%, 15%, 20%, 25%. Pasir, semen dan air
dicampur dengan perbandingan 2,75 : 1 :
0,5. Kemudian hasil pembakaran serbuk
kayu dan ampas tebu ditambahkan kedalam
campuran tersebut, masing-masing dengan
massa yang bervariasi, lalu diaduk dengan
mixer hingga campuran menjadi homogen.
Campuran dimasukkan kedalam cetakan
kubus dengan ukuran 5cm x 5 cm x 5 cm
yang telah diberi pelumas dan dibiarkan
selama 24 jam. Setelah mortar berumur 24
jam cetakan dibuka dan dilanjutkan dengan
perendaman selama 27 hari agar terjadi
proses hidrasi antara semen dengan air.
b. Pengujian sampel
Pengujian sampel dilakukan untuk
mengetahui sifat mekanik dan sifat fisisnya.
Adapun pengujian yang dilakukan meliputi:
uji kuat tekan, kuat tarik, densitas, porositas
dan penyerapan air.
3. Hasil dan Diskusi
a. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik
Hasil pengujian ini dapat dilihat pada
Gambar 1, 2, 3 dan 4:
Gambar 1 Kuat tekan terhadap variasi campuran abu
ampas tebu
24.0
26.0
28.0
32.8
22.0
16.0
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
0 5 10 15 20 25 30
K
u
a
t

T
e
k
a
n

(

x

1
0
6
N
/
m
2
)
Variasi Campuran Abu ampas Tebu ( % massa )
Gambar 2 Kuat tarik terhadap variasi campuran
abu ampas tebu
Berdasarkan Gambar 1 dan 2,
kekuatan material semakin bertambah seiring
dengan penambahan abu ampas tebu pada
campuran mortar. Namun, peningkatan ini
hanya sampai titik optimum yaitu pada
mortar yang menggunakan variasi campuran
abu ampas tebu sebanyak 15% massa.
Penambahan lebih lanjut jumlah abu ampas
justru menurunkan kekuatan mortar. Titik
terendah di dalam eksperimen yaitu pada
mortar yang menggunakan variasi campuran
ampas tebu sebanyak 25% massa. Dengan
demikian abu ampas tebu dengan variasi
campuran 15% massa merupakan variasi
campuran optimum. Jika digunakan abu
ampas tebu melebihi variasi campuran
tersebut maka akan menurunkan kekuatan
mortar.
Peningkatan kekuatan mortar ini
terjadi akibat penambahan abu ampas tebu
pada mortar. Dimana abu ampas tebu
memiliki kandungan senyawa silika (SiO
2
)
yang juga merupakan bahan baku utama dari
semen portland. Abu ampas tebu dapat
berperan sebagai pengisi antara partikel-
partikel pembentuk mortar, sehingga dengan
adanya abu ampas tebu maka porositas
mortar akan menjadi lebih kecil dan
selanjutnya kedapan mortar akan menjadi
bertambah sehingga permeabilitas semakin
kecil. Hal ini menyebabkan kekuatan mortar
meningkat.
Partikel-partikel SiO
2
pada abu
ampas tebu yang sangat halus tersebut
memiliki luas permukaan interaksi yang
tinggi. Partikel-partikel tersebut berinteraksi
dengan campuran pasir dan semen yang
merupakan bahan baku utama dari mortar.
Semakin banyak partikel yang berinteraksi,
semakin kuat pula mortar. Semakin banyak
ampas tebu yang dimasukkan, kekuatan dari
material mortar juga bertambah sampai titik
optimumnya dan kemudian turun.
Penurunan ini timbul karena
penggunaan silika secara berlebihan diatas
15%, akan membawa dampak negatif yaitu
dengan timbulnya reaksi alkali silika. Reaksi
alkali silika merupakan reaksi antara
kandungan silika aktif dalam abu ampas tebu
dan alkali silika dalam semen. Reaksi ini
membentuk suatu gel alkali-alkali yang
1.036
1.044
1.108 1.276
0.81
0.788
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 5 10 15 20 25 30
K
u
a
t

T
a
r
i
k

(

x

1
0
6
N
/
m
2
)
Variasi Campuran Abu ampas Tebu (%massa)
menyelimuti butiran-butiran agregat. Gel
tersebut dikelilingi oleh pasta semen dan
akibatnya terjadi pemuaian, yang dapat
mengakibatkan retak atau pecahnya pasta
semen sehingga mortar menjadi rapuh.
(Herlina, 2005).
Gambar 3 Kuat Tekan Terhadap Variasi Campuran Hasil
Pembakaran Serbuk Kayu
Gambar 4 Kuat Tarik Terhadap Variasi Campuran Hasil
Pembakaran Serbuk Kayu
Berdasarkan Gambar 3 dan 4,
kekuatan material semakin bertambah
seiring dengan penambahan hasil
pembakaran serbuk kayu pada campuran
mortar. Namun, peningkatan ini hanya
sampai titik tertentu, dimana penambahan
lebih lanjut jumlah abu ampas justru
menurunkan kekuatan mortar. Titik tertinggi
dalam eksperimen yaitu pada mortar yang
menggunakan variasi campuran ampas tebu
sebanyak 10% massa. Dan titik terendah di
dalam eksperimen sebesar yaitu pada mortar
yang menggunakan variasi campuran ampas
tebu sebanyak 25% massa. Dengan
demikian hasil pembakaran serbuk kayu
dengan variasi campuran 10% massa
merupakan variasi campuran optimum. Jika
digunakan abu ampas tebu melebihi variasi
campuran tersebut maka akan menurunkan
kekuatan mortar.
Fenomena ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Tanpa hasil pembakaran
serbuk kayu, pada mortar terdapat ruang
kosong (porositas). Gaya ikat yang terbentuk
hanya gaya ikat antar pasir dan semen.
Dengan menambahkan sedikit hasil
pembakaran serbuk kayu, partikel-partikel
hasil pembakaran serbuk kayu mulai mengisi
ruang kosong pada mortar. Akibatnya
muncul ikatan baru yang bekerja pada
mortar, yaitu ikatan antara campuran pasir
dengan semen dan ikatan antara campuran
pasir dengan semen dan partikel hasil
pembakaran serbuk kayu.
Jika hasil pembakaran serbuk kayu
ditambah lebih lanjut maka makin banyak
terbentuk ikatan antara campuran pasir
24
28
32
20
18
16
0
5
10
15
20
25
30
35
0 10 20 30
K
u
a
t

T
e
k
a
n

(

x

1
0
6
N
/
m
2
)
Variasi Campuran Hasil Pembakaran Serbuk
Kayu (%massa)
1.04
1.084
1.192
1.036
0.800
0.752
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 10 20 30
K
u
a
t

T
a
r
i
k

(

x

1
0
6
N
/
m
2
)
Variasi Campuran Hasil Pembakaran Serbuk
Kayu (% massa)
dengan semen dan partikel hasil pembakaran
serbuk kayu sehingga kekuatan mortar makin
meningkat. Jika hasil pembakaran serbuk
kayu diperbanyak lagi maka mulai muncul
ikatan antar hasil pembakaran serbuk kayu
itu sendiri. Karena hasil pembakaran serbuk
kayu mengandung banyak karbon dimana
karbon merupakan grafit maka ikatan antar
karbon cukup lemah, bahkan lebih lemah dari
ikatan antar karbon dan mortar. Dengan
demikian kehadiran ikatan antara karbon-
karbon akan memperlemah kekuatan mortar.
Penambahan karbon makin banyak
menyebabkan jumlah ikatan antar karbon
makin banyak sehingga mortar makin rapuh.
(Abdullah, 2008).
b. Densitas
Penelitian dengan memvariasikan proporsi
penambahan hasil pembakaran ampas tebu
dari 0% massa - 25% massa diperoleh hasil
densitas sebagai berikut:
Gambar 5 Densitas Terhadap Variasi Campuran Abu Ampas
Tebu
Berdasarkan Gambar 5, densitas
material semakin bertambah seiring dengan
penambahan abu ampas tebu pada campuran
mortar. Namun, peningkatan ini hanya
sampai densitas tertinggi sebesar 1144 kg/m,
yaitu pada mortar yang menggunakan variasi
campuran ampas tebu sebanyak 15% massa.
Penambahan lebih lanjut jumlah abu ampas
justru menurunkan densitas mortar. Dan
densitas terendah di dalam eksperimen
sebesar 1080 kg/m yaitu pada mortar yang
menggunakan variasi campuran ampas tebu
sebanyak 25% massa. Dengan demikian abu
ampas tebu dengan variasi campuran 15 %
merupakan variasi campuran optimum.
Penelitian dengan memvariasikan
proporsi penambahan hasil pembakaran
serbuk kayu dari 0% massa - 25% massa
diperoleh hasil pengujian densitas sebagai
berikut:
Gambar 6 Densitas Terhadap Variasi Campuran Hasil
Pembakaran Serbuk Kayu
1104
1120
1136
1144
1096
1080
1070
1080
1090
1100
1110
1120
1130
1140
1150
0 10 20 30
D
e
n
s
i
t
a
s

(
k
g
/
m

)
Variasi Campuran Abu ampas Tebu (%massa)
1120
1130
1140
1100
1090
1080
1070
1080
1090
1100
1110
1120
1130
1140
1150
0 5 10 15 20 25 30
D
e
n
s
i
t
a
s

(
k
g
/
m

)
Variasi Campuran Hasil Pembakaran Serbuk
Kayu (%)
Berdasarkan Gambar 6, densitas
material semakin bertambah seiring dengan
penambahan hasil pembakaran serbuk kayu
pada campuran mortar. Namun, peningkatan
ini hanya sampai titik optimum sebesar 1140
gr/cm, penambahan hasil pembakaran
serbuk kayu lebih lanjut kedalam campuran
mortar malah menurunkan densitas. Densitas
tertinggi dalam eksperimen sebesar 1140
gr/cm, yaitu pada mortar yang menggunakan
variasi campuran hasil pembakaran serbuk
kayu sebanyak 10% massa. Dan densitas
terendah di dalam eksperimen sebesar 1080
gr/cm yaitu pada mortar yang menggunakan
variasi campuran hasil pembakaran serbuk
kayu sebanyak 25% massa. Dengan demikian
hasil pembakaran serbuk kayu dengan variasi
campuran 10% massa merupakan variasi
campuran optimum.
Hal ini berhubungan erat dengan
hasil uji kuat tekannya semakin tinggi kuat
tekan maka densitasnya semakin tinggi dan
jika kuat tekan rendah maka densitas juga
rendah.
c. Porositas
Penelitian dengan memvariasikan
proporsi penambahan abu ampas tebu dari
0% massa - 25% massa diperoleh hasil
porositas sebagai berikut:
Gambar 7 Grafik Porositas Terhadap Variasi Campuran Abu
Ampas Tebu
Berdasarkan Gambar 7, porositas
mortar semakin berkurang seiring dengan
penambahan abu ampas tebu pada campuran
mortar. Namun, penurunan ini hanya sampai
nilai porositas 1,6%, dimana penambahan
lebih lanjut jumlah abu ampas justru
menaikkankan porositas mortar. Porositas
tertinggi dalam eksperimen sebesar 4,0%
yaitu pada mortar yang menggunakan
variasi campuran ampas tebu sebanyak 25%.
Dan porositas terendah di dalam eksperimen
sebesar 1,6% yaitu pada mortar yang
menggunakan variasi campuran ampas tebu
sebanyak 25%. Dengan demikian abu ampas
tebu dengan variasi campuran 15 %
merupakan variasi campuran optimum.
Penelitian dengan memvariasikan
proporsi penambahan hasil pembakaran
serbuk kayu dari 0% massa - 25% massa
diperoleh hasil pengujian porositas sebagai
berikut:
2.8
2.4
2.0
1.6
3.2
4.0
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 5 10 15 20 25 30
P
o
r
o
s
i
t
a
s

(
%
)
Variasi Campuran Abu ampas Tebu (%massa)
Gambar 8 Porositas Terhadap Variasi Campuran Hasil
Pembakaran Serbuk Kayu
Berdasarkan Gambar 8, porositas
mortar semakin berkurang seiring dengan
penambahan hasil pembakaran serbuk kayu
pada campuran mortar. Namun, penurunan
ini hanya sampai titik tertentu, dimana
penambahan lebih lanjut jumlah hasil
pembakaran serbuk kayu justru
menaikkankan porositas mortar. Porositas
tertinggi dalam eksperimen sebesar 4,0%
yaitu pada mortar yang menggunakan
variasi campuran hasil pembakaran serbuk
kayu sebanyak 25% massa. Dan porositas
terendah di dalam eksperimen sebesar 2,0%
yaitu pada mortar yang menggunakan
variasi campuran hasil pembakaran serbuk
kayu sebanyak 10% massa. Dengan
demikian hasil pembakaran serbuk kayu
dengan variasi campuran 10% massa
merupakan variasi campuran optimum.
Hal ini berhubungan erat dengan
hasil uji kuat tekan dan tariknya semakin
tinggi porositas maka kuat tekan dan kuat
tarik semakin rendah dan jika porositas
rendah maka kuat tekan dan tarik semakin
tinggi.
d. Penyerapan Air
Penelitian dengan memvariasikan
proporsi penambahan abu ampas tebu dari
0% massa - 25% massa diperoleh hasil
penyerapan air sebagai berikut:
Gambar 9 Penyerapan Air Terhadap Variasi Campuran Abu
Ampas Tebu
Berdasarkan Gambar 9, penyerapan
air mortar semakin berkurang seiring dengan
penambahan abu ampas tebu pada campuran
mortar. Namun, penurunan ini hanya sampai
nilai penyerapan air 1,4% dan dimana
penambahan lebih lanjut jumlah abu ampas
justru menaikkankan penyerapan air mortar.
penyerapan air tertinggi dalam eksperimen
sebesar 2,94% yaitu pada mortar yang
menggunakan variasi campuran ampas tebu
sebanyak 25% massa. Dan penyerapan air
2.8
2.4
2.0
3.2
3.6
4.0
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 10 20 30
P
o
r
o
s
i
t
a
s

(
%
)
Variasi Campuran Hasil Pembakaran Serbuk
Kayu (%massa)
2.52
2.14
1.77
1.40
2.92
2.94
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0 5 10 15 20 25 30
P
e
n
y
e
r
a
p
a
n

A
i
r

(
%
)
Variasi Campuran Abu ampas Tebu (%massa)
terendah di dalam eksperimen sebesar 1,4%
yaitu pada mortar yang menggunakan
variasi campuran ampas tebu sebanyak 15%
massa. Dengan demikian abu ampas tebu
dengan variasi campuran 15% massa
merupakan variasi campuran optimum.
Pada mortar dengan campuran abu
ampas tebu melebihi 15% massa akan
bersifat penyerapan air yang sangat tinggi
dengan demikian kekuatan mortar akan
semakin berkurang atau akan lebih mudah
retak sehingga kekuatan tekan dan tariknya
akan berkurang. Hal ini disebabkan karena
penggunaan abu ampas tebu yang terlalu
banyak akan menyebabkan mortar menjadi
berongga.
Penelitian dengan memvariasikan
proporsi penambahan hasil pembakaran
serbuk kayu dari 0% massa - 25% massa
diperoleh hasil pengujian penyerapan air
sebagai berikut:
Gambar 10 Penyerapan Air Terhadap Variasi Campuran
Hasil Pembakaran Serbuk Kayu
Berdasarkan Gambar 10, penyerapan
air mortar semakin berkurang seiring dengan
penambahan hasil pembakaran serbuk kayu
pada campuran mortar. Namun, penurunan
ini hanya sampai titik tertentu, dimana
penambahan lebih lanjut jumlah hasil
pembakaran serbuk kayu justru
menaikkankan penyerapan air mortar.
penyerapan air tertinggi dalam eksperimen
sebesar 3,7% yaitu pada mortar yang
menggunakan variasi campuran hasil
pembakaran serbuk kayu sebanyak 25%
massa. Dan penyerapan air terendah di dalam
eksperimen sebesar 1,75% yaitu pada mortar
yang menggunakan variasi campuran hasil
pembakaran serbuk kayu sebanyak 10%
massa. Dengan demikian hasil pembakaran
serbuk kayu dengan variasi campuran 10%
massa merupakan variasi campuran optimum.
Pada mortar dengan campuran abu
ampas tebu melebihi 10% massa akan
bersifat penyerapan air yang sangat tinggi
dengan demikian kekuatan mortar akan
semakin berkurang atau akan lebih mudah
retak sehingga kekuatan tekan dan tariknya
akan berkurang. Hal ini disebabkan karena
penggunaan hasil pembakaran serbuk kayu
yang terlalu banyak akan menyebabkan
mortar menjadi berongga.
2.49
2.12
1.75
2.89
2.94
3.70
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 5 10 15 20 25 30
P
e
n
y
e
r
a
p
a
n

A
i
r

(
%
)
Variasi Campuran Hasil Pembakaran Serbuk
Kayu (% massa)
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan adanya peningkatan kekuatan
tekan, kekuatan tarik dan densitas serta
penurunan porositas dan penyerapan air
seiring dengan peningkatan variasi
campuran abu ampas tebu dan hasil
pembakaran serbuk kayu sampai dicapai
hasil optimum. Hasil optimum pada
pencampuran abu ampas tebu yaitu pada
variasi campuran 15% sedangkan hasil
optimum pada pencampuran hasil
pembakaran serbuk kayu yaitu pada variasi
campuran 10%.
5. Daftar Pustaka
Achmad. H. S, Nandang. A. R, 2010, Studi
Pengaruh Bentuk Silika dari Abu Ampas
Tebu terhadap Kekuatan Produk Keramik,
Jurnal Kimia Indonesia, Vol. 5, No 1, 2010 :
35-38
Chu. K. Wang 1994, Desain Beton
Bertulang, Jilid I, Edisi Keempat, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Daryanto, 1994, Pengetahuan Tekhnik
Bangunan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Daryanto, 1994, Kumpulan Gambar Teknik
Bangunan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Douglas. D, 1997, Fisika, Penerbit Erlangga,
Edisi Keempat.
Edward G. Nawi, 1998, Beton Bertulang,
Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.
Fengel. D, 1995, Kayu, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
George Winter, 1993, Perencanaan Struktur
Beton Bertulang, Penerbit PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Hadyawarman, dkk. 2008, Fabrikasi Material
Nanokomposit Superkuat, Ringan dan
Transparan Menggunakan Metode Simple
Mixing. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi.
Vol 1, No 1, Februari 2008: 14-21.
Herlina F, Silvia. Kajian Pemanfaatan Abu
Sekam Padi untuk Stabilisasi Tanah dalam
Sistem Pondasi di Tanah Ekspansi. Diakses
tanggal 7 Januari 2009.
Lawrence. H. V. Vlack, l989, Elemen
Material Science and Engineering.
McCormac, Jack. C, 2003, Desain Beton
Bertulang, Jilid I, Edisi kelima, Erlangga,
Jakarta.
Mikrajudin Abdullah, dkk, 2009, Sintesis
Keramik Berbasis Komposit Clay-Karbon dan
Karakterisasi Kekuatan Mekaniknya Jurnal
Nanosains & Nanoteknologi Vol. 2 No.2, Juli
2009: 83-89
Mulyono Tri, 2005, Teknologi Beton,
Penerbit Andi,Yogyakarta.
Murdock. J. L, Brook K. M, Stephanus
Hendarto,1991, Bahan dan Praktek Beton,
Edisi keempat, Erlangga.
Pari. G, 2002, Teknologi Alternatif
Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan
Kayu, Makalah M. K. Falsafah Sains,
Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Rismawati, 2009, Pengaruh Penambahan
Abu Ampas Tebu Terhadap Kekuatan Beton,
Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Yusnita, 2009, Pengaruh konsentrasi abu
serbuk kayu terhadap kuat tekan dan sifat
fisis Beton, Skripsi, Universitas Sumatera
Utara, Medan..
Tjokrodimuldjo. K, 1996, Teknologi Beton,
Nafigiri, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai