Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang No. 14/2005 tentang guru dan dosen membawa
nuansa baru dalam bidang pendidikan di Indonesia. Pasal 8 dan 9 dalam
undang-undang tersebut menetapkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi
akademik yang diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau
program diploma empat, sedangkan tenaga pengajar guru tersebut harus
minimal lulus pendidikan S-2. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam PP No.
19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menetapkan bahwa
kualifikasi akademik seorang pendidik mulai dari pendidikan Anak Usia Dini
sampai SMA atau sederajat adalah minimal S-1 atau D-IV. Ketentuan seperti
ini tentu membawa perubahan yang sangat besar bagi pendidikan guru,
termasuk bagi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Oleh sebab itu,
program pascasarjana UNESA mengadakan Program Pengalaman Lapangan
(PPL) di dua tempat untuk mahasiswa Program Studi Pendidikan Dasar yaitu
pertama di SDI Raudlatul Jannah untuk melakukan observasi pembelajaran
SD di kelas dan kedua di Kampus UNESA Lidah Wetan Jurusan S-1 PGSD
untuk melakukan praktek mengajar di kelas. Dengan demikian mahasiswa
tahu benar akan pembelajaran di SD dan ditingkat Perguruan Tinggi, dari
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari kegiatan pemantapan praktek
lapangan ini diharapkan mahasiswa lebih berinovasi dalam pelaksanaan
2

pembelajaran di kelas yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu
pendidikan.

B. Tujuan
1. Untuk menerapkan materi yang telah diterima di perkuliahan.
2. Untuk memahami proses kegiatan pembelajaran di Perguruan Tinggi
yang berkaitan dengan ke-SD-an.
3. Memahami karakteristik mahasiswa PGSD.
4. Mengembangkan perangkat pembelajaran untuk pembelajaran ditingkat
Perguruan Tinggi.

C. Objek/Sasaran Kegiatan
Adapun sasaran dari kegiatan PPL ini adalah mahasiswa S-1 PGSD FIP
UNESA yang ada di kampus Lidah Wetan.

3

BAB II
PROFIL LEMBAGA

A. Sejarah Lembaga (PGSD)
Universitas Negeri Surabaya di kampus Lidah Wetan adalah
bagunan kuno yang dimanfaatkan sejak tahun 1990. Awal digunakan
sebagai perkuliahan mahasiswa SGO (Sekolah Guru Olahraga). Namun
lambat laun beralih fungsi menjadi ruang perkuliahan mahasiswa PGSD
Unesa. Di ruang yang berseberangan tampak pula aktifitas pembelajaran
siswa SMP Unesa 2 dan SMAN 4 Surabaya. Lahannya yang gersang dan
kurang perawatan, serta berbaurnya mahasiswa dengan siswa SMP dan
SMA membuat tidak banyak orang yang tahu bahwa Unesa mempunyai
kampus di jalan Moestopo Surabaya. Seiring dengan perkembangan dari
tahun ke tahun Unesa memiliki 2 kampus di 2 tempat yaitu di ketintang
dan di Lidah Wetan. Untuk di ketintang ditempati oleh FT, FMIPA, FE,
FIS dan di Lidah Wetan FIP, FBS, FIK. Untuk PGSD bernaung dibawah
bendera FIP jurusan PGSD.
Program studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Negeri Surabaya didirikan dengan tujuan menghasilkan tenaga guru
Sekolah Dasar yang memiliki kualifikasi dan kompetensi seperti yang
dirumuskan pada tujuan institusional Unesa dan memiliki kekhasan
mengetahui pengetahuan dasar situasi pengajaran dan pembelajaran di
sekolah dasar secara komprehensif, mantap dan mendalam, sehingga dapat
4

menerapkan dan mengembangkan kemampuannya dan menyesuaikan diri
dengan berbagai situasi dan perubahan.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, program S1 PGSD Unesa
memiliki visi dan misi sebagai berikut :

Visi
Unggul dalam IPTEKS pendidikan dasar dan penyiapan calon guru yang
professional

Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan calon guru SD/MI berkualifikasi
akademik sarjana.
2. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan program pendidikan guru
SD/MI untuk menghasilkan calon guru yang profesional.
3. Mengembangkan ilmu pendidikan dan berbagai disiplin ilmu untuk
menunjang pengembangan pendidikan dasar.
4. Menjalin kemitraan dengan stakeholders untuk meningkatkan kualitas
penyelenggaraan program dan lulusan dalam rangka menjamin
kesesuaian lulusan dengan kebutuhan pendidikan dasar.
5. Menghasilkan lulusan calon guru SD/MI yang berkualitas, didasari
oleh iman dan taqwa, berwawasan IPTEKS, kewirausahaan, nilai jual,
dan mampu melakukan inovasi pendidikan secara berkelanjutan.


5

Tujuan
1. Menghasilkan calon guru SD/MI yang memiliki kualifikasi sarjana dan
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
2. Melakukan berbagai inovasi pendidikan melalui kegiatan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat untuk pengembangan pendidikan
dasar.
3. Menjalin kerjasama dengan stakeholders untuk menghasilkan calon
guru SD/MI yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan
dasar.
4. Menghasilkan lulusan yang mampu mengembangkan kemampuan
kewirausahaan untuk meningkatkan kualitas hidup di masyarakat.

Sasaran Jurusan
1. Menghasilkan calon guru SD berkualifikasi akademik sarjana dan
calon guru yang profesional didasari oleh iman dan taqwa dan
berwawasan IPTEKS,
2. Pengembangan ilmu dan berbagai ilmu pendidikan; dan
3. Terjalinnya kemitraan dengan stakeholders yang berkesinambungan.


6

Strategi pencapaiannya
1. Meningkatkan kualitas perkuliahan dengan menyediakan media yang
layak, sarana dan prasarana perkuliahan yang memadai, menambah
koleksi pustaka, penyediaan alat dan bahan laboratorium yang
memadai, peningkatan kompetensi dan kualifikasi dosen dan tenaga
penunjang.
2. Pengembangan ilmu dan berbagai ilmu pendidikan dengan melakukan
studi lanjut, penelitian, magang, shortcourse, seminar, dan pelatihan
yang sesuai dengan bidang ilmu terkait.
3. Melakukan promosi ke dinas pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan
yayasan terkait peningkatan kompetensi guru dan kualifikasi akademik
guru. Selain itu juga membuat proposal hibah kompetensi yang
diluncurkan oleh Ditjen Dikti

7

B. Manajemen Lembaga (PGSD)


















SENAT FAKULTAS
DEKAN FIP
PD I
PD II
PD III
KABAG
TATA USAHA
KASUBAG
UNIT
PENUNJANG
KAJUR PGSD
SEKJUR PGSD
MAJELIS
URUSAN
DOSEN KETUA LAB
MAHASISWA
Keterangan: Garis Koordinasi Garis Komando

8

C. Kinerja Lembaga
1. Kinerja Umum PGSD
a. Administrasi kelas
Administrasi kelas adalah tata usaha yang meliputi tentang
adminiatrasi yang berkaitan dengan mahasiswa dalam upaya
pengembangan potensi yang diupayakan di dalam kelas.
Pengadministrasian kelas diantaranya;
1) Daftar hadir mahasiswa
Buku yang digunakan untuk mengetahui kehadiran
mahasiswa dalam setiap harinya sehingga dosen dapat
mengetahui dan mengambil tindakan terhadap sikap mahasiswa.
2) Daftar hadir dosen
Daftar yang digunakan untuk mengetahui kehadiran
dosen dalam mengajar di kelas dan sebagai alat pemantau oleh
jurusan serta fakultas tentang keaktifan dosen setiap harinya.
3) Jadwal mata kuliah
Suatu daftar yang berkaitan dengan mata kuliah yang
diterima oleh mahasiswa setiap hari dalam satu minggu dan
nama dosen yang mengajar.
4) Perangkat media pembelajaran
Suatu peralatan yang digunakan untuk menunjang
kegiatan perkuliahan di kelas yang meliputi; almari untuk
menyimpan hasil karya mahasiswa, OHP untuk media
9

transparansi, LCD & Laptop untuk media alternatif elektronik,
buku ke-SD-an yang relevan dengan materi yang dijelaskan, dll.
b. Administrasi Jurusan PGSD
Pengadministrasian Jurusan PGSD UNESA dibagi menjadi
beberapa ruang lingkup yaitu;
1) Administrasi program pengajaran terdiri dari
Penelaahan program pengajaran mata kuliah yang meliputi
struktur program atau kurikulum yang berlaku dan kalender
pendidikan agar perancangan kurikulum sesuai dengan
sasaran yang dilaksanakan setiap awal semester dan
dilakukan bersama oleh ketua jurusan dan semua dosen
PGSD yang berkaitan.
Penyusunan program pembelajaran disusun oleh dosen
serumpun yang berisi tentang penetapan tujuan, isi dan
materi, strategi, metode dan penilaian pembelajaran.
Penilaian proses pembelajaran dilaksanakan dalam berbagai
bentuk meliputi penilaian partisipasi, tugas, UTS, dan UAS
yang bertujuan untuk mengetahui ketepatan pencapaian
kurikulum sesuai dengan kebutuhan mahasiswa PGSD.
2) Administrasi kesiswaan terdiri dari;
Daftar hadir siswa
Daftar hadir dosen
Buku agenda kelas
10

Nilai tiap semester
3) Administrasi kelengkapan
Yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan sarana yang
ada di jurusan agar identifikasi dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya, diantaranya;
Identifikasi kebutuhan
Perencanaan dan Pengadaan
Penyimpanan dan pemeliharaan
Penataan dan inventarisasi
4) Administrasi keuangan
Yaitu kegiatan pengaturan keuangan yang meliputi kegiatan
perencanaan, penyimpanan, dan penenggung jawaban,
diantaranya;
Dana alokasi umum (DAU) yang diperoleh dari pemerintah
Anggaran DIPA
Sumbangan orang tua mahasiswa
5) Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di jurusan PGSD UNESA cukup
baik, dilihat dari gedung sekolah yang telah direnovasi dan
ditambah jumlahnya dengan cara memanfaatkan gudang untuk
dijadikan tempat untuk perkuliahan atau ruang media
pembelajaran. Kondisi ini juga ditunjang dengan sarana lain
yang memadai seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium
11

(IPA, IPS, dan BAHASA), ruang media untuk PPL, dan media
penunjang untuk proses perkuliahan (peta, media pembelajaran,
alat peraga, laptop, LCD, dan lain-lain).

2. Kinerja Perkuliahan Bidang Studi (Observasi di PGSD)
a) Kegiatan belajar mengajar materi pelajaran Sains/IPA
Sebagai langkah awal dosen memulai perkuliahan terlebih
dahulu dosen mengucapkan salam, setelah itu meminta salah satu
mahasiswa untuk memimpin berdoa serta mengabsensi kehadiran
mahasiswa. dosen membuka perkuliahan dengan menanyakan
kembali materi yang telah dipelajari kemarin, setelah itu dosen
mengkaitkan dengan materi yang akan dipelajari. Memberikan
pertanyaan atau memotivasi mahasiswa dengan menunjukkan
fenomena di alam yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.
Dosen menulis judul materi yang akan dibahas di papan tulis
bentuk wujud zat dan sifatnya. Setelah itu dosen menyajikan
materi pokok perkuliahan dengan memberikan memberikan
penjelasan-penjelasan materi dengan menggunakan metode
berdiskusi dalam kelompok. Selama proses belajar mengajar
berlangsung dosen banyak memberikan pertanyaan bantuan kepada
mahasiswa dan perhatian pada mahasiswa atau kelompok yang
kelihatan mengalami kesulitan dalam mendiskusikan masalah yang
telah diajukan oleh dosen.
12

Setelah bekerja dalam kelompok mahasiswa dimohon untuk
menampilkan hasil diskusinya ke depan untuk mendapatkan
masukan dari kelompok-kelompok lain. Dalam hal ini dosen
menjadi fasilitator dalam membetulkan konsep yang sudah
dipahami oleh mahasiswa sehingga konsep yang dipahami oleh
mahasiswa menjadi benar, selain itu dosen juga dapat memberikan
contoh fakta dalam kehidupan sehari-hari sesuai konsep yang
diterima oleh mahasiswa.
Dosen mengakhiri perkuliahan dengan cara memberikan
stimulus/penguatan materi pada mahasiswa melalui post-test yang
berkaitan dengan materi yang telah dipelajari bersama dan tugas di
rumah yang berkaitan dengan materi yang telah dibahas saat itu.
Apabila mahasiswa dapat menjawab dengan benar dan
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen, maka dosen dapat
mengambil kesimpulan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan
itu berhasil dengan baik dan lancar.
b) Perangkat mengajar yang disiapkan oleh dosen antara lain; GBRP,
Silabus, SAP, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Kerja
Siswa, Lembar Tes, Alat dan bahan yang digunakan sebagai media
pendukung proses belajar mengajar.


13

BAB III
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran IPA.
1. Pendidikan IPA Sekolah Dasar
Sejatinya, melalui pembelajaran dan pengembangan potensi diri
pada pembelajaran IPA siswa akan memperoleh bekal pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan
menyesuaikan diri terhadap fenomena dan perubahan-perubahan di
lingkungan sekitar dirinya, disamping memenuhi keperluan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pembelajaran dan
pengembangan potensi ini merupakan salah satu kunci keberhasilan
peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam memasuki dunia
teknologi, termasuk teknologi informasi pada era globalisasi. Meskipun
demikian, pencermatan terhadap realitas di lapangan: pada mayoritas
waktu dan tempat, pembelajaran IPA di sekolah dasar masih menunjukkan
sejumlah kelemahan.
Salah satu kelemahan pembelajaran IPA pada mayoritas SD selama
ini adalah bahwa pembelajaran tersebut lebih menekankan pada
penguasaan sejumlah fakta dan konsep, dan kurang memfasilitasi siswa
agar memiliki hasil belajar yang comprehensive. Keseluruhan tujuan dan
karakteristik berkenaan dengan pendidikan IPA SD sebagaimana tertuang
dalam kurikulum pada kegiatan pembelajaran secara umum telah
14

direduksi menjadi sekedar pemindahan konsep-konsep yang kemudian
menjadi bahan hapalan bagi siswa. Tidak jarang pembelajaran IPA bahkan
dilaksanakan dalam bentuk latihan-latihan penyelesaian soal-soal tes,
semata-mata dalam rangka mencapai target nilai tes tertulis evaluasi hasil
belajar sebagai ukuran utama prestasi siswa dan kesuksesan guru dalam
mengelola pembelajaran. Pembelajaran IPA yang demikian jelas lebih
menekankan pada penguasaan sejumlah konsep dan kurang menekankan
pada penguasaan kemampuan dasar kerja ilmiah atau keterampilan proses
IPA. Oleh karena target seperti itu maka guru tidak terlalu terdorong untuk
menghadirkan fenomena-fenomena alam betapa pun melalui alat peraga
sederhana ke dalam pembelajaran IPA. Kondisi objektif bermasalah
lainnya di lapangan saat ini adalah bahwa materi penilaian hasil belajar
untuk mata pelajaran IPA dengan pelaksanaan yang dikordinasikan oleh
Dinas Pendidikan kabupaten/kota masih didominasi dan berfokus pada
penilaian hasil belajar ranah kognitif melalui tes. Oleh karena itu,
penilaian tersebut tidak pernah mengukur sejauh mana kinerja, karya, dan
sikap siswa dalam kegiatan praktikum atau proses inkuiri IPA di SD itu
telah berjalan dengan benar, melainkan yang diukur dan dievaluasi itu
adalah sejauh mana siswa SD menguasai (mengetahui) sejumlah konsep-
konsep IPA yang terdapat dalam buku ajar. Tidak jadi soal dengan cara
apa siswa memperoleh pengetahuan dan penguasaan konsep-konsep
tersebut. Dengan bersandar pada alasan ini lah para guru di SD pada
umumnya "cenderung enggan" menyelenggarakan pembelajaran IPA yang
15

lebih menuntut siswa terlibat dalam berbagai kegiatan praktikum dan jenis
kegiatan inkuiri lainnya sekurang-kurangnya melalui metode demonstrasi,
karena hal demikian dipandang kurang efektif untuk meningkatkan
penguasaan siswa terhadap konsep-konsep dalam IPA.

2. Hakikat IPA
Cara pandang guru terhadap hakikat (essensi dan karakteristik)
pendidikan IPA akan sangat mempengaruhi profil pembelajaran IPA yang
diselenggarakan guru bersama siswa. Oleh karenanya pemahaman yang
benar tentang karakteristik pendidikan IPA mutlak diperlukan guru.
Karakteristik tersebut sekurang- kurangnya meliputi pengertian dan
dimensi (ruang lingkup) pendidikan IPA.
IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena
alam semesta. Dalam kurikulum pendidikan dasar terdahulu (1994)
dijelaskan pengertian IPA sebagai hasil kegiatan manusia berupa
pengetahun, gagasan, dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar,
yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara
lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Sedangkan
dalam kurikulum 2004 IPA diartikan sebagai cara mencari tahu secara
sistematis tentang alam semesta.
Menurut Hendro dan Jenny (dalam http://www.scribd.com) ucapan
Einstein: Science is the atempt to make the chaotic diversity of our sense
experience correspond to a logically uniform system of thought,
16

mempertegas bahwa IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat
berbagai pengalaman menjadi suatu sistem pola berpikir yang logis
tertentu, yang dikenal dengan istilah pola berpikir ilmiah.
Untuk membahas hakikat IPA, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebagaimana dikemukakan oleh Hardy & Fleer (dalam
http://www.scribd.com) sehingga memungkinkan para guru memahami
IPA dalam perspektif yang lebih luas. Menurut mereka, sekurang-
kurangnya ada 7 ruang lingkup pemahaman IPA sebagaimana berikut.
a. IPA sebagai kumpulan pengetahuan
IPA sebagai kumpulan pengetahuan mengacu pada kumpulan
berbagai konsep IPA yang sangat luas. IPA dipertimbangakan sebagai
akumulasi berbagai pengetahuan yang telah ditemukan sejak zaman
dahulu sampai penemuan pengetahuan yang sangat baru. Pengetahuan
tersebut berupa fakta, teori, dan generalisasi yang menjelaskan alam.
b. IPA sebagai suatu proses penelusuran (investigation)
IPA sebagai suatu proses penelusuran umumnya merupakan
suatu pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang
berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya.
Dalam kategori ini IPA dipandang sebagai sesuatu yang memiliki
disiplin yang ketat, objektif, dan suatu proses yang bebas nilai.



17

c. IPA sebagai kumpulan nilai
IPA sebagai kumpulan nilai berhubungan erat dengan
penekanan IPA sebagai proses. Bagaimanapun juga, pandangan ini
menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat pada IPA. Ini
termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan.
d. IPA sebagai cara untuk mengenal dunia
Proses IPA dipengaruhi oleh cara dimana orang memahami
kehidupan dan dunia di sekitarnya. IPA dipertimbangkan sebagai suatu
cara dimana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia di
sekeliling mereka, selain juga merupakan salah satu cara untuk
mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.
e. IPA sebagai institusi sosial
Ini berarti bahwa IPA seharusnya dipandang dalam pengertian
sebagai kumpulan para profesional, yang melalui IPA mereka didanai,
dilatih dan diberi penghargaan akan hasil karya. Para ilmuwan ini
sangat terikat dengan kepentingan institusi, pemerintah, politik, bahkan
militer.
f. IPA sebagai hasil konstruksi manusia
Pandangan ini menunjuk pada pengertian bahwa IPA
sebenarnya merupakan penemuan dari suatu kebenaran ilmiah
mengenai hakikat semesta alam. Pengetahuan ilmiah ini tidak lain
merupakan akumulasi kebenaran. Hal pokok dalam pandangan ini
18

adalah IPA merupakan konstruksi pemikiran manusia. Oleh karenanya,
dapat saja apa yang dihasilkan IPA memiliki sifat bias dan sementara.
g. IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
Orang menyadari bahwa apa yang dipakai dan digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. Bukan saja
pemakaian berbagai jenis produk teknologi sebagai hasil investigasi dan
pengetahuan, melainkan pula cara bagaimana orang berpikir mengenai
situasi sehari-hari sangat kuat dipengaruhi oleh pendekatan ilmiah
(scientific approach).
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai paparan para pakar
tentang ruang lingkup IPA sebagaimana dilakukan oleh T. Sarkim (dalam
http://www.scribd.com) maka hakikat pendidikan IPA dapat dikategorikan
kedalam tiga dimensi yaitu: Dimensi Produk, Dimensi Proses, dan dimensi
sikap. Dimensi produk meliputi konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-
hukum, dan teori-teori di dalam IPA yang merupakan hasil rekaan
manusia dalam rangka memahami dan menjelaskan alam bersama dengan
berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Produk IPA (konsep, prinsip,
hukum dan teori) tidak diperoleh berdasarkan fakta semata, melainkan
berdasarkan data yang telah teruji melalui serangkaian eksperimen dan
penyelidikan.

19

Fakta adalah fenomena alam yang berhasil diobservasi tetapi masih
memungkinkan adanya perbedaan persepsi di antara pengamat (pelaku
observasi). Fakta yang dipersepsi sama oleh setiap observer disebut data.
Bertumpu pada sekumpulan data yang sahih itulah suatu fenomena alam
diabstraksikan ke dalam bentuk konsep. Secara sederhana ada tiga jenis
konsep: konsep teramati, konsep terdefinisi, dan konsep menyatakan
hubungan. Kursi dan ruang kelas adalah contoh konsep teramati. Kita
dapat memahaminya semata-mata dengan menyaksikan bentuk
konkritnya, dan bukan mendefinisikannya. Energi, medan, suhu adalah
contoh konsep terdefinisi. Sedangkan rumus-rumus dan kalimat
matematika adalah contoh konsep menyatakan hubungan. Carin & Sund
(dalam http://www.scribd.com) mengajukan tiga kriteria bagi suatu produk
IPA yang benar. Ketiga kriteria tersebut adalah: (1) mampu menjelaskan
fenomena yang telah diamati atau telah terjadi; (2) mampu memprediksi
peristiwa yang akan terjadi; (3) mampu diuji dengan eksperimen sejenis.
Dimensi proses, yaitu metode memperoleh pengetahuan, yang
disebut dengan metode ilmiah. Metode ini dalam IPA sekarang merupakan
gabungan antara metode induksi dan metode deduksi. Metode gabungan
ini merupakan kegiatan beranting antara deduksi dan induksi, dimana
seorang peneliti mula-mula menggunakan metode induksi dalam
menguhubungkan pengamatan dengan hipotesis. Kemudian, secara
deduksi hipotesis ini dihubungkan dengan pengetahuan yang ada untuk
melihat kecocokan dan implikasinya. Setelah melewati berbagai
20

perubahan yang dinilai perlu, hipotesis ini kemudian diuji melalui
serangkaian data yang dikumpulkan secara empiris. Metode ilmiah dalam
proses IPA memiliki kerangka dasar prosedur yang dapat dijabarkan
dalam enam langkah: (1) sadar akan adanya masalah dan merumusan
masalah; (2) pengamatan dan pengumpulan data yang relevan; (3)
pengklasifikasian data; (4) perumusan hipotesis; (5) pengujian hipotesis;
dan (6) melakukan generalisasi.
Pada tahap-tahap tersebut terdapat aktivitas-aktivitas yang secara
umum biasa dilakukan oleh para peneliti, yang dikenal dengan
keterampilan proses, yaitu: melakukan observasi, mengukur, memprediksi,
mengklasifikasi, membandingkan, menyimpulkan, merumuskan hipotesis,
melakukan eksperimen, menganalisis data, dan mengkomunikasikan hasil
penelitian. Dalam pengajaran IPA, aspek proses ini muncul dalam bentuk
kegiatan belajar mengajar. Ada tidaknya aspek proses ini sangat
bergantung pada guru.
Dimensi sikap ilmiah adalah berbagai keyakinan, opini dan nilai-nilai
yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari
atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap dapat diklasifikasi ke dalam
dua kelompok besar. Pertama, seperangkat sikap yang bila diikuti akan
membantu proses pemecahan masalah dan kedua, seperangkat sikap
tertentu yang merupakan cara memandang dunia serta berguna bagi
pengembangan karir di masa yang akan datang (T. Sarkim, dalam
21

http://www.scribd.com). Sikap yang termasuk dalam kelompok pertama,
antara lain adalah:
a. Kesadaran akan perlunya bukti ketika mengemukakan suatu
pernyataan.
b. Kemauan untuk mempertimbangkan interpretasi/pandangan lain.
c. Kemauan melakukan eksperimen atau kegiatan pengujian lainnya
secara berhati-hati dan menyadari adanya keterbatasan dalam
penemuan keilmuan.
Sedangkan sikap-sikap yang termasuk kelompok kedua adalah:
a. Rasa ingin tahu terhadap dunia fisik/biologis dan cara kerjanya.
b. Pengakuan bahwa IPA dapat membantu pemecahan masalah-masalah
individual dan global.
c. Memiliki rasa antusias untuk menguasi pengetahuan dan metode
ilmiah.
d. Pengakuan pentingnya pemahaman keilmuan dalam masa kini.
e. Mengakui IPA merupakan hasil dan kebutuhan aktivitas manusia.
Wynne Harlen (1987) dalam http://www.scribd.com menjelaskan
sembilan sikap ilmiah yang harus dikembangkan sejak dini pada siswa
sekolah dasar. Pengembangan sikap ilmiah ini bukan melalui ceramah
melainkan dengan memunculkannya ketika siswa terlibat dalam kegiatan
pemecahan masalah. Kesembilan sikap tersebut adalah:
a. Sikap ingin tahu (curiousity).
b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality).
22

c. Sikap kerja sama (cooperation).
d. Sikap tidak putus asa (perseverance).
e. Sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness).
f. Sikap mawas diri (self critism).
g. Sikap bertanggung jawab (responsibility).
h. Sikap berpikir bebas (independence in thinking).
i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline).
Dari keseluruhan uraian tentang hakikat IPA di atas, kiranya cukup
jelas bahwa pendidikan IPA bukan sekedar berisi rumus-rumus dan teori-
teori melainkan suatu proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan konsep-
konsep ilmiah tentang alam semesta.

B. Pembelajaran Kooperatif.
1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur
penting dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta
dalam empat kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya
belajar setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai
(Sanjaya, 2008:242).

23

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian
dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh
penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang
disyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai
ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya
akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan
keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu
akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk
keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan
yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama,
yaitu komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur
insentif kooperatif (cooperative incentive structure) (Sanjaya, 2008:243).
Tugas kooperatif berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bekerja
sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentif
kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan motivasi individu
untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur insentif dianggap
sebagai keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena melalui struktur
insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar, mendorong
24

dan memotivasi anggota lain menguasai materi pelajaran, sehingga
mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dari model pembelajaran kooperatif adalah
adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa
peningkatan prestasi belajar peserta didik (student achievement) juga
mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial, penerimaan terhadap
peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, norma akademik,
penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang
lain. Menurut Sanjaya (2008:243), Model pembelajaran kooperatif ini
dapat digunakan pada saat:
a. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha
individual dalam belajar.
b. Jika guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar
saja) untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
c. Jika guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman
lainnya, dan belajar dari bantuan orang lain.
d. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
e. Jika guru menghendaki meningkatkan motivasi siswa dalam menambah
tingkat prestasi mereka.
f. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

25

2. Karakteristik dan Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
a. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif berbeda dengan model
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama
dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan
akademik dalam pengertian penguasaan bahan pembelajaran, tetapi
juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut.
Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran
kooperatif.
Slavin, dkk (dalam Sanjaya, 2008:244) berpendapat bahwa
belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif,
yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan
kognitif, dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi artinya
bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan
setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian,
keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota
kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Perspektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap
siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka
menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan.
Bekerja secara tim dengan mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh
26

kelompok, merupakan iklim yang bagus, dimana setiap anggota
kelompok menginginkan semuanya memeroleh keberhasilan.
Perspektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan
adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan
prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi
kognitif, artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami
dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.
Dengan demikian, karakteristik model pembelajaran kooperatif
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim.
Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu,
tim harus mampu untuk membuat setiap siswa belajar. Semua
anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan
pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.
Setiap kelompok bersifat heterogen. Artinya, kelompok
terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis
kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini
dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling
memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima,
sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi
terhadap keberhasilan kelompok.
27

2) Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai
empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi,
fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol (Sanjaya, 2008:245).
Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Fungsi
perencanaan menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran
berjalan secara efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai,
bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk
mencapai tujuan itu dan lain sebagainya. Fungsi pelaksanaan
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah
pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-
ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan
bersama antara antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu
perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok.
Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes
maupun non tes.

28

3) Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh
keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja
sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif.
Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan
tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan
perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu
yang kurang pintar.
4) Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan
melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam
keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu
didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai
hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap
siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan
memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
b. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip dasar model pembelajaran kooperatif,
seperti dijelaskan sebagai berikut:
1) Prinsip ketergantungan positif (Positive Interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu
penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang
29

dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu
disadari oleh setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian
tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja masing-masing
anggota. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok akan
merasa saling ketergantungan.
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap
anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai
dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan
dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat
ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin
bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa
menyelesaiakan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama
yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota
kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapakan mau
dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugas.
2) Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang
pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada
setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki
tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus
memberikan yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian
30

terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa
berbeda, akan tetapi penilaian kelompok harus sama.
3) Interaksi Tatap Muka (Face to Face Promotion Interaction)
Model pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk
bertatap muka saling memberikan informasi dan saling
membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan
pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk
bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan
kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan
masing-masing. Kelompok belajar kooperatif dibentuk secara
heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan
kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan
menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar
anggota kelompok.
4) Partisipasi dan Komunikasi (Perticipation Communication)
Model pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat
mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemamuan ini
sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di
masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif,
guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi.
Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi,
misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara,
31

padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh pertisipasi setiap
anggotanya.
Untuk dapat melakukan partisispasi dan komunikasi, siswa
perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
Misalnya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah
pendapat orang lain secara santun, tidak menjatuhkan orang lain;
cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik
dan berguna.
Keterampilan berkomunikasi memang memerlukan waktu.
Siswa tidak mungkin dapat menguasainya dalam waktu singkat.
Oleh sebab itu, guru perlu terus melatih dan melatih sampai pada
akhirnya setiap siswa memiliki kemampuan untuk menjadi
komunikator yang baik.
3. Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Sanjaya (2008:246), prosedur pembelajaran kooperatif
pada prinsipnya terdiri dari atas empat tahap, yaitu: (1) penjelasan
materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; (4) pengakuan tim.
a. Penjelasan Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian
pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam
kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa
terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan
gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang
32

selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran
kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode
ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru
dapat menggunakan demonstrasi. Di samping itu, guru juga dapat
menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses
penyampaian dapat lebih menarik siswa.
b. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-
pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada
kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.
Pengelompokan dalam model pembelajaran kooperatif bersifat
heterogen, artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan-
perbedaan setiap anggotanya, baik perbedaan gender, latar belakang
agama, sosial-ekonomi, dan etnik, serta perbedaan kemampuan
akademik. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok
pembelajaran biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan
akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu
lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang (Anita Lie
dalam Sanjaya, 2008:248). Selanjutnya, Lie menjelaskan beberapa
alasan lebih disukainya pengelompokan heterogen. Pertama,
kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar
(peer tutoring dan saling mendukung). Kedua, kelompok ini
meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnis, dan
33

gender. Terakhir, kelompok heterogen memudahkan pengelolaan
kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan
akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap tiga
orang. Melalui pembelajaran dalam tim siswa didorong untuk
melakukan tukar-menukar informasi dan pendapat, mendiskusikan
permasalahan secara bersama, membandingkan jawaban mereka, dan
mengoreksi yang kurang tepat.
c. Penilaian
Penilaian dalam model pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual
maupun secara kelompok. Tes Individual nantinya akan memberikan
informasi kemampuan setiap siswa; dan tes kelompok akan
memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir
setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai
setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini
disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya
yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.
d. Pengakuan Tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang
dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan
pemberian penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim
34

untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain
untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.
4. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Stahl (dalam Latif, 2007:6) bahwa ciri-ciri model
pembelajaran kooperatif adalah :
a. Belajar dengan teman
b. Tatap muka antar teman
c. Mendengarkan diantara anggota
d. Belajar dari teman sendiri dalam kelompok
e. Belajar dalam kelompok kecil
f. Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat
g. Siswa membuat keputusan
h. Siswa aktif
Sedangkan menurut Johnson (dalam Latif, 2007:6), belajar
dengan kooperatif mempunyai ciri :
a. Saling ketergantungan yang positif
b. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu
c. Heterogen
d. Berbagi kepemimpinan
e. Berbagi tanggung jawab
f. Ditekankan pada tugas dan kebersamaan
g. Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial
h. Guru mengamati
35

i. Efektifitas tergantung kepada kelompok
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar,
mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.
b. Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan
belajar.
c. Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.
Menurut Ibrahim (dalam Latif, 2007:7) unsur-unsur dalam
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
a. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.
36

g. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim (dalam Isjoni, 2010:27) pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan
yang hendak dicapai :
a. Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat
bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu
siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit.
b. Pengakuan adanya keragaman
Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat
menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam
perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan
suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud
dalam pembelajaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide
atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.

37

6. Fase-Fase Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memiliki enam fase utama, seperti
disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Fase-fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua
tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi
kepada siswa dengan jalan
demonstrasi
atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke
dalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok
agar melakukan transisi secara
efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja
dan belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas
mereka.
Fase 5
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasekan
hasil kerjanya.
38

Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya hasil
belajar individu maupun
kelompok.
(Suprijono, 2010:65)
7. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa
dengan hasil belajar yang rendah, antara lain Linda Lundgren dalam
Ibrahim (dalam Latif, 2007:9) adalah :
a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
b. Memperbaiki kehadiran
c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
e. Konflik antar pribadi berkurang
f. Pemahaman yang lebih mendalam
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
h. Hasil belajar lebih tinggi
C. Prestasi Belajar
Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan
belajar. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989:700) prestasi diartikan
sebagai yang telah dicapai (telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya)..
Menurut Arifin (dalam Latif, 2007:4) prestasi berarti hasil usaha. Dalam
hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai
oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu.
39

Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-perubahan dalam
bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
merupakan hasil usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedangkan prestasi
belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan
kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu. Seorang siswa yang telah
melakukan kegiatan belajar IPA, dapat diukur prestasinya setelah melakukan
kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi
prestasi belajar IPA merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah
mempelajari IPA dalam kurun waktu tertentu dan diukur dengan
menggunakan alat evaluasi (tes).
Sementara itu Muhibbin Syah (dalam http://www.scribd.com)
mengutip pendapat beberapa pakar psikologi tentang definisi belajar, di
antaranya adalah:
a. Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya educational
Psychology : The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar
adalah suau proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif (a process of progressive behavior
adaptation). Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa
proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia
diberi penguat (reinforce).

40

b. Dalam Dictionary of Psychology, Chaplin memberikan batasan belajar
dengan dua rumusan. Rumusan pertama berbunyi : ..acquisition of any
relatively permanent change in behavior as a result of practice and
experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative
menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua :
..process of acquiring responses as a result of special practice,belajar
adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan
khusus.
c. Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory
berpendapat Learning is change in organism due to experience which can
affect the organisms behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan
yang terjadi dalam diri organism (manusia dan hewan) disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut.
Jadi, dalam pandangan Hitzman, perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi
organisme.
d. Wittig dalam bukunya, Psychology of Learning, Wittig mendefinisikan
belajar sebagai : any relatively permanent change in an organismes
behavioral repertoire that occurs as a result of experience. Belajar ialah
perubahan yang relatif menetap terjadi dalam segala macam/keseluruhan
tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

41

e. Reber dalam kamusnya, Dictionary of Psychology, membatasi belajar
dengan dua macam definisi. Pertama, belajar adalah The process of
accuiring knowledge, yakni proses memperoleh pengetahuan. Pengertian
ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan psikologi kognitif
yang oleh sebagian ahli dipandang kurang representatif karena tidak
mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif. Kedua, belajar
adalah A relatively permanent change in respons potentiality which occurs
as a result of reinforced practise, yakni suatu perubahan kemampuan
bereaksi yang relatif permanen sebagai hasil latihan yang diperkuat.
Dalam definisi ini terdapat empat macam istilah yang esensial dan perlu
disoroti untuk memahami proses belajar, yakni :
1) Relatively permanent, yang secara umum menetap
2) Respons Potentiality, kemampuan bereaksi
3) Reinforce, penguatan
4) Practise, praktik atau latihan
f. Biggs dalam pendahuluan Teaching of Learning, Biggs mendefinisikan
belajar dalam tiga rumusan, yaitu : rumusan kuantitatif; rumusan
institusional; rumusan kualitatif. Dalam rumusan-rumusan ini, kata-kata
seperti perubahan dan tigkah laku tidak lagi disebut secara eksplisit
mengingat kedua istilah ini sudah menjadi kebenaran umum yang
diketahui semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan.
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan
pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
42

sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut
berapa banyak materi yang dikuasai siswa.
Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai
proses validasi atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas
materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukan
siswa telah belajar dapat diketahui sesuai dengan proses mengajar.
Ukurannya semakin baik mutu guru mengajar akan semakin baik pula
mutu perolehan pelaku belajar yang kemudian dinyatakan dalam skor.
Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses
memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara
menafsirkan dunia disekeliling pelaku belajar. Belajar dalam pengertian
ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas
untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi pelaku
belajar.
Abu Muhammad Ibnu Abdullah (dalam http://www.scribd.com),
beliau mengutip pendapat beberapa pakar dalam menjabarkan pengertian
belajar, di antaranya adalah:
a. W.S. Winkel (1991:36) dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Pengajaran. Menurutnya, pengertian belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat
secara relatif konstan dan berbekas.
43

b. S. Nasution MA (1982:68) mendefinisikan belajar sebagai perubahan
kelakuan, pengalaman dan latihan. Jadi belajar membawa suatu perubahan
pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai
sejumlah pengalaman, pengetahuan, melainkan juga membentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, minat, penyesuaian diri. Dalam
hal ini meliputi segala aspek organisasi atau pribadi individu yang belajar.
c. Sedangkan Mahfud Shalahuddin (1990: 29) dalam buku: Pengantar
Psikologi Pendidikan, mendefinisikan belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku melalui pendidikan atau lebih khusus melalui
prosedur latihan. Perubahan itu sendiri berangsur-angsur dimulai dari
sesuatu yang tidak dikenalnya, untuk kemudian dikuasai atau dimilikinya
dan dipergunakannya sampai pada suatu saat dievaluasi oleh yang
menjalani proses belajar itu.
d. Supartinah Pakasi (1981:41) dalam buku: Anak dan Perkembangannya,
mengatakan pendapatnya antara lain: 1) Belajar merupakan suatu
komunikasi antar anak dan lingkungannya; 2) Belajar berarti mengalami;
3) Belajar berarti berbuat; 4) Belajar berarti suatu aktivitas yang bertujuan;
5) Belajar memerlukan motivasi; 6) Belajar memerlukan kesiapan pada
pihak anak; 7) Belajar adalah berpikir dan menggunakan daya pikir; dan 8)
Belajar bersifat integratif.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diuraikan para pakar
tersebut, secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu tahapan
perubahan seluruh tingkah laku inividu yang relatif menetap (permanent)
44

sebagai hasil pengalaman. Sehubungan dengan pengertian itu perlu
ditegaskan sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat
proses kematangan (maturation ), keadaan gila, mabuk, lelah, dan jenuh tidak
dapat dipandang sebagai hasil proses belajar. Berdasarkan hal tersebut dapat
diambil sebuah kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku individu yang relatif menetap (permanent) sebagai hasil atau
akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan
proses kognitif, afektif dan psikomotor.
Istilah menetap (permanent) dalam definisi ini mensyaratkan bahwa
segala perubahan yang bersifat sementara tidak dapat disebut sebagai hasil
atau akibat dari belajar. Demikian pula istilah pengalaman, ia menafikan
keterkaitan antara belajar dengan segala tingkah laku yang merupakan hasil
dari proses kematangan (maturation) fisik atau psikis. Sehingga kemampuan-
kemampuan yang disebabkan oleh kematangan fisik atau psikis tidak dapat
disebut sebagai hasil dari belajar.
Adapun yang dimaksud dengan prestasi belajar atau hasil belajar
menurut Muhibbin Syah, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad
Ibnu Abdullah (dalam http://www.scribd.com) adalah taraf keberhasilan
murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok
pesantren yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
45

lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau
usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan
alat atau tes tertentu. Adapun dalam penelitian ini yang dimaksud prestasi
belajar adalah tingkat keberhasilan peserta didik setelah menempuh proses
pembelajaran tentang materi tertentu, yakni tingkat penguasaan, perubahan
emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes
tertentu dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau skor.


46

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Pra Praktek Mengajar
Sebelum melaksanakan program pengalaman lapangan (PPL)
terlebih dahulu mengadakan pertemuan dengan ketua jurusan PGSD Drs.
Supriyono, MM. yang difasilitatori oleh ketua program studi pendidikan
dasar program pascasarjana Universitas negeri Surabaya Ibu Dr. Wahyu
Sukartiningsih, M.Pd. untuk membahas program pelaksanaan, pembagian
guru pamong, dan serah terima mahasiswa pascasarjana PPL kepada ketua
jurusan prodi PGSD.
Ketua jurusan menunjuk dosen pamong sesuai dengan konsentrasi
masing-masing. Konsentrasi IPA diasuh oleh Dr. Suryanti, M.Pd., Drs.
Mintohari, M.Pd., dan Julianto, S.Pd., M.Pd. yang selanjutnya memilih
pamong dan dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan pamong
masing-masing untuk membahas jadwal mengajar, SAP, materi, dan
pelaksanaannya di lapangan.
Sesuai hasil kesepakatan maka praktik mengajar dilaksanakan
sebanyak 3 kali pertemuan untuk membahas materi konsep dasar IPA.
Untuk praktek mengajar kami diberi kepercayaan oleh dosen pamong
untuk mengajar mata pelajaran IPA ke-SD-an kelas tinggi. Pada pertemuan
yang ketigadilakukan ujian PPL. Masing-masing pertemuan diberikan
waktu 2x35 menit. Praktik mengajar dilaksanakan pada kelas D dan C
47

angkatan 2010. Jadwal perkuliahan hari Selasa mulai pukul 14.00 15.10
ruang O2.3.02 dan hari Rabu pukul 08.40-10.20 waktu tersebut
dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2012.

B. Praktek mengajar
Dalam proses pembelajaran berlangsung dosen pamong selalu
mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh mahasiswa PPL baik
secara langsung maupun tidak langsung, dan setelah itu memberi masukan
hal-hal yang perlu diperbaiki dalam proses pembelajaran berikutnya,
sehingga proses pembelajaran menjadi lebih baik dan bervariasi. Selain
dosen pamong sebagai pengamat dalam proses pembelajaran ada juga
mahasiswa pasca sarjana dari kelas KALTIM yang mengamati proses
pembelajaran sebagai tugas observasi.
Praktek mengajar diterapkan melalui model kooperatif dengan
pendekatan kontekstual melalui metode ceramah, diskusi, percobaan, dan
tanya jawab. Media yang digunakan adalah alat percobaan sederhana,
gambar, kartu yang sesuai dengan pokok bahasan, ternyata membuat
respon mahasiswa meningkat lebih baik, hal ini dapat dilihat antusias dan
keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran respon mahasiswa sangat luar biasa,
mahasiswa aktif bertanya dan memberikan masukan sehingga proses
pembelajaran berlangsung sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan (SAP)
yang sudah dibuat dengan penyesuaian dan inovasi.
48

Pertanyaan yang bersifat realitas permasalahan dan teori pun
terlontar dari mereka sehingga mahasiswa PPL dan mahasiswa S-1 PGSD
dapat saling bertukar informasi pengetahuan. Pertanyaan selalu timbul
setiap proses pembelajaran berlangsung, hal ini menandakan bahwa proses
pembelajaran berjalan dengan baik.

C. Evaluasi Pengajaran
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan
pengajaran. Adapun evaluasi yang dilakukan selama praktek pengajaran di
kelas dilakukan melalui :
1. Evaluasi tingkat partisipasi selama proses belajar mengajar atau
(kegiatan kelompok)
2. Ujian Tengah Semester
3. Penugasan

1. Evaluasi tingkat partisipasi selama proses belajar mengajar
Partisipasi mahasiswa menjadi bagian tidak terpisahkan dalam
proses belajar mengajar. Karena itu, partisipasi mahasiswa akan
menjadi bagian integral penilaian dan evaluasi. Aspek yang menjadi
perhatian utama dalam menentukan nilai partisipasi adalah kehadiran
mahasiswa, sikap selama proses belajar mengajar, dan keberanian
dalam mengutarakan ide, gagasan, atau pertanyaan yang relevan
dengan materi yang sedang dibahas. Keaktifan dalam berdiskusi
49

kelompok juga menjadi point yang penting, karena dengan bekerja di
dalam kelompoknya masing-masing, maka mahasiswa mampu
bertukar pikiran atau menjadi tutor sebaya diantara anggota
kelompoknya. Bobot dari nilai partisipasi adalah 2 point.

2. Ujian Tengah Semester
Maksud dan tujuan diadakan ujian tengah semester adalah
melihat kondisi kesiapan mahasiswa dalam menerima materi selama
tiga bulan pertama. kondisi seperti ini terutama untuk mengukur
kekuatan dan kelemahan seseorang mahasiswa dalam rangka
memperbaiki penguasaan atau kemampuan mahasiswa dalam suatu
materi dalam pembelajaran. Penyelenggaraan ujian tengah semester
ini dimaksudkan untuk :
(1) menilai apakah mahasiswa telah memahami atau menguasai
bahan-bahasan yang disajikan dalam kuliah,
(2) mengelompokkan mahasiswa ke dalam beberapa golongan
berdasarkan kemampuan,
(3) menilai apakah bahan kuliah disajikan sesuai dalam kurikulum,
dan apakah cara penyajian dosen cukup baik.
(4) Refleksi terhadap pengajaran dosen yang telah dilakukan
Ujian tengah semester diadakan setelah selesai pembahasan
beberapa pokok bahasan sesuai dengan Satuan Acara Perkuliahan
50

(SAP). Ujian dapat dilaksanakan dalam bentuk ujian tertulis. Bobot
nilai Ujian Tengah Semester adalah 2 point.
Adapun soal Ujian Tengah semester adalah sebagai berikut:
(1) Filsafat dapat dikatakan merupakan induk atau sumber dari
berbagai macam ilmu pengetahuan, bahkan IPS termasuk di
dalamnya jelaskan secara rinci pernyataan tersebut! (Bobot 15)
(2) Berikan penjelasan disertai contoh perbedaan pengertian fakta,
konsep, dan generalisasi dalam ilmu pengetahuan sosial! (Bobot
15)
(3) Konsep-konsep apa saja dari setiap ilmu sosial yang memberikan
sumbangan bagi ilmu pengetahuan sosial, berikan penjelasan
menurut pendapat anda! (Bobot 20)
(4) Jelaskan salah satu konsep dasar geografi! (Bobot 10)
(5) Jelaskan implementasi konsep dasar ekonomi dalam kehidupan
masyarakat! (Bobot 20)
(6) Jelaskan implementasi konsep-konsep sosiologi tersebut dalam
kehidupan sosial masyarakat! (Bobot 20)

3. Penugasan
Penugasan diberikan kepada mahasiswa dalam bentuk laporan
kelompok. Isi laporan adalah materi presentasi yang telah direvisi
dengan memperhatikan masukan-masukan dari peserta diskusi,
sekaligus bahan presentasi (powerpoint). Selanjutnya laporan
51

kelompok tersebut dikumpulkan dan dibuat portofolio. Sedangkan
bahan presentasi djadikan satu dalam bentuk CD portofolio. Bobot
nilai tugas adalah 3 point
Portofolio merupakan sekumpulan informasi pribadi yang
merupakan catatan dan dokumentasi atas pencapaian prestasi
seseorang dalam pendidikannya
Setiap portofolio berisi karya terpilih dari satu kelas peserta
didik secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif memilih,
membahas, mencari data mengelolah, menganalisa dan mencari
pemecahan terhadap suatu masalah yang dikaji
Menurut Barton dan Collin (1997) semua objek portofolio atau
evidence dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Hasil karya peserta didik (artifacts), yaitu hasil kerja peserta
didik yang dihasilkan kelas
2. Reproduksi (reproducktion), yaitu hasil kerja peserta didik yang
dikerjakan diluar kelas
3. Pengesahan (attestations) yaitu pernyataan dan hasil
pengamatan yang dilakukan oleh pendidik atau pihak lainnya
tentang peserta didik
4. Produksi (productions) yaitu hasil kerja peserta didik yang
dipersiapkan khusus untuk portofolio


52

D. Pelaporan
Setelah praktek mengajar selesai dilaksanakan yaitu sebanyak tiga
kali, mahasiswa PPL konsentrasi IPA melakukan diskusi pembahasan
laporan yang akan dibuat sesuai dengan pedoman PPL dari pasca sarjana
program studi Pendidikan Dasar. Setelah itu menyusun laporan individu
dan laporan kelompok. Sesuai dengan praktik mengajar yang sudah
dilaksanakan.

53

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Program Pengalaman Lapangan (PPL) mahasiswa S2 pendidikan dasar
Program Pascasarjana Unesa dilaksanakan di jurusan S1 PGSD Universitas
Negeri Surabaya. Adapun kegiatan selama PPL dibagi menjadi empat tahap
yaitu tahap Pra Praktek Mengajar, Tahap Praktek Mengajar, Tahap Evaluasi,
dan Tahap Pelaporan
Pada tahap Para Praktek Mengajar, mahasiswa PPL bertemu dengan
dosen pamong untuk membicarakan teknis PPL dan hal-hal yang harus
dilakukan selama PPL. Pada tahap Praktek Mengajar, mahasiswa PPL terjun
langsung ke kelas untuk melakukan Kegiatan Belajar mengajar. Lama praktek
adalah 6 kali tatap muka. Selanjutnya Mahasiswa PPL melakukan evaluasi
baik evaluasi terhadap mahasiswa S1 PGSD maupun evaluasi diri. Dan yang
terakhir adalah menyusun laporan PPL baik individu maupun kelompok.
Dalam Praktek mengajar, mata kuliah yang dibawakan adalah Konsep
Dasar IPA orientasi konsep IPA 3 ke SD-an kelas tinggi. Selama
melaksanakan PPL, pembelajaran berlangsung dengan lancar sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Mahasiswa PPL selaku dosen dan mahasiswa S1 PGSD
dapat menempatkan diri sesuai tugas masing-masing sehingga pembelajaran
menjadi efektif.

54

B. Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan sebagai mahasiswa S2 pendidikan
dasar yang telah melaksanakan PPL adalah :
1. Materi Konsep Dasar IPA 3 di kelas yang pembelajarannya
dilaksanakan di semester pertama pada kelas C dan D 2010 belum
mempunyai handout pembelajaran. Handout akan membantu
mahasiswa dalam menyiapkan diri untuk mengikuti perkuliahan
dengan lebih baik karena di dalam handout itu sendiri berisikan
substansi dari materi pembelajaran.
2. Dalam satu kelas sebaiknya tidak terlalu banyak mahasiswa. Terlalu
banyak mahasiswa akan mengurangi keefektifan belajar di kelas
3. Lebih ditanamkan pendidikan berkarakter pada mahasiswa PGSD
sehingga mahasiswa benar-benar memiliki karakter sebagai pendidik.
Sebaiknya tidak hanya kemampuan akademik mahasiswa yang
diprioritaskan tetapi karakter mahasiswa sebagai calon pendidik juga
harus diperhatikan agar tercipta tenaga pendidik yang unggul,
kompeten, dan profesional.

Harapan penulis, Jurusan S1 PGSD dapat mencetak calon-calon guru
SD yang berkualitas dan memiliki karakter seorang pendidik demi
tercapainya tujuan pendidikan di masa sekarang, esok, dan yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai