Anda di halaman 1dari 5

MENCIPTAKAN GENERASI BERKUALITAS DENGAN PENDIDIKAN

ANTI KORUPSI SEJAK DINI




Korupsi bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. Korupsi kini seakan
menjadi kebiasaan di berbagai kalangan baik tua-muda, kaya-miskin.
Kebiasaan untuk menyenangkan diri sendiri serta mengambil keuntungan
sebanyak-banyaknya seakan sulit ditinggalkan pada golongan tertentu, khususnya
kalangan elite. Siaran TV mengenai koruptor pun menjadi konsumsi renyah
bagi masyarakat. Berbagai upaya hukum yang diberlakukan pemerintah tak
mampu meredam tindak korupsi di Indonesia. Hilang berita korupsi yang satu
muncul berita korupsi yang berikut. KPK pun sering menjanjikan bahwa akan ada
tersangka yang baru berkaitan dengan korupsi yang berskala besar. Seperti
pengertian korupsi tidak masuk pada pembendaharaan kata para koruptor. Apa itu
korupsi?
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pengertian korupsi
adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau
orang lain yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara
(BAPPENA.co.id) Korupsi sebagai suatu fenomena sosial bersifat kompleks,
sehingga sulit untuk mendefisinikannya secara tepat tentang ruang lingkup konsep
korupsi. Pengertian korupsi seperti di atas tampaknya tidak terpatri di otak para
koruptor.
Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik, yang berarti tindakan
korupsi yang sepertinya sudah melekat kedalam sistem menjadi bagian dari
operasional sehari-hari dan sudah dianggap lazim serta tidak melanggar apa pun.
Bagi banyak orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum,
melainkan sekedar suatu kebiasaan.
Dalam seluruh penelitian perbandingan korupsi antarnegara, Indonesia
selalu menempati posisi paling rendah. yang disampaikan dalam Indeks Persepsi
Korupsi tahun 2013 (kompasiana.com), yang dibuat oleh badan pengawas korupsi
Transparency International. Dalam laporan tersebut, badan ini menempatkan
Selandia Baru dan Denmark menduduki posisi teratas, dengan skor 91 dari 100.
Indonesia menempati urutan 114.
Peringkat korupsi ini semakin menunjukan kelas Indonesia dalam kancah
korupsi di dunia International yang sungguh membuat miris. Indonesia yang
terkesan santun dan menjunjung tinggi nilai agama rasanya semakin pudar.
Korupsi di negeri ini bahkan dilakukan oleh orang bermartabat dan berkuasa.
Tidakkah kita malu dengan bila dilabeli sebagai negara Terkorup?
Banyak faktor yang menyebabkan semakin menjamurnya kasus korupsi di
Indonesia. Masyarakat Indonesia masih banyak yang bersifat acuh tak acuh
terhadap keadaan bangsa khususnya korupsi. Masyarakat masih saja memberikan
tempat terhormat bagi pejabat yang melakukan korupsi. Tidak adanya hukuman
social seperti pengucilan terhadap koruptor. Hal itu tentunya tidak
menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Di samping itu, kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai definisi korupsi turut menyumbang menjamurnya tindakan
korupsi yang terkesan tak disengaja. Contohnya adalah saat adanya tilang lalu
lintas, pengemudi kendaraan sebagian besar mengambil tindakan menyuap
polisi agar terhindar dari tilang. Selain itu, korupsi telah merambah dunia
pendidikan. Contoh kecil korupsi yang ada di masyarakat adalah salam tempel
atau pelicin untuk mendapat sekolah atau perguruan tinggi yang dinginkan. Dari
fenomena ini dapat dilihat korupsi telah merambah pada dunia pendidikan. Kasus
ini tetap berjalan seakan pemerintah tutup mata dan tutup telinga dengan masalah
ini.
Kurangnya keteladanan dari pemimpin negeri ini turut menjerumuskan
masyarakat dalam tindak korupsi. Tidak adanya tokoh pelopor yang menjadi
panutan anti korupsi. Hal itu tentunya berkaitan dengan kurangnya pendidikan
korupsi sejak dini. Masyarakat cenderung membenarkan tindak korupsi, karenan
minumnya pengetahuan.
Minimnya kualitas moral kini telah menjadi permasalahan di dunia
pendidikan Indonesia. Mulai merosotnya moral generasi muda menimbulkan
banyaknya masalah social salah satunya adalah tindak korupsi. Sifat tamak
disertai mudahnya tergiur oleh kekuasaan dan uang merupakan salah satu faktor
moral yang mendorong banyaknya pejabat melakukan tindakan korupsi.
Contoh di atas menggambarkan pentingnya pendidikan anti korupsi sejak
dini. Masyarakat cenderung tidak mengetahui sebatas mana tindakan yang
dianggap sebagai tindakan korupsi. Lebih dini menanamkan gerakan anti korupsi
maka tindakan korupsi di tahun-tahun mendatang dapat diredam.
Hal utama dan terpenting bagi generasi muda adalah menanamkan etos
kerja sejak usia anak-anak. Tumbuhnya etos kerja sejak usia dini menjadi modal
dasar bagi terbentuknya karakter anti korupsi. Sementara semangat mengharapkan
keajaiban dalam hidup bisa menjadi lahan subur bagi tumbuhnya gaya hidup
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan termasuk lewat korupsi. Tentang
karakter anti korupsi ini selain sangat urgen, juga sangat tepat ditanamkan sejak
usia Sekolah Dasar.
Teori Kohlberg mengenai perkembangan moral mendukung pentingnya
pendidikan korupsi dini bagi generasi muda. Ada dua alasan pokok yang dapat
menjawab pertanyaan mengapa pendidikan anti korupsi layak ditanamkan sejak
Sekolah Dasar. Pertama alasan psikologis teoritis dan kedua alasan faktual. Dasar
psikologis dapat diteropong menggunakan teori perkembangan moral manusia
yang ditelurkan oleh Psikolog Lawrence Kohlberg.
Ia membagi perkembangan moral atas tiga tingkatan perkembangan yaitu
pra konvensional, konvensional dan pasca konvensional. Dalam tahap pra
konvensional, yang umumnya berlaku pada anak-anak, individu-individu
memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang
dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila
orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap
semakin salah tindakan itu. Ia juga melihat moralitas dari sisi manfaat apa
untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling
diminatinya. Penalaran moral tahap ini belum menunjukkan perhatian pada
kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh
terhadap kebutuhannya sendiri.
Selanjutnya, tahap konvensional yang umumnya ada pada pada seorang
remaja atau orang dewasa. Manusia di tahapan ini menilai moralitas dari suatu
tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.
Sesuatu yang dianggap oleh banyak orang sebagai kebenaran akan ia anggap juga
sebagai hal yang benar. Disini individu mau menerima persetujuan atau
ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan
persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba
menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut, karena telah
mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut.
Yang ketiga, tahap pasca konvensional dikenal sebagai tingkat berprinsip
atau tingkat karakter. Di tahap ini, nilai-nilai moral dipegang sebgai sesuatu
prinsip pribadi atau karakter diri. Suatu tindakan tidak pernah menjadi cara tapi
selalu menjadi hasil; seseorang bertindak karena hal itu benar, dan bukan karena
ada maksud pribadi, sesuai harapan, legal, atau sudah disetujui sebelumnya.
Sesuai dengan tahap perkembangannya, masa anak-anak memasuki tahap
perkembangan moral pra konvensional. Anak-anak harus diberi hukuman bila
berprilaku tidak baik. Disini kita juga harus menanamkan bahwa segala tindakan
yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik bagi diri sendiri bahkan orang lain.
Kurikulum pendidikan tahun ajaran ini sudah menerapkan pendidikan karakter.
Contohnya pada salah satu SD Negeri di Denpasar, yang memberi pujian bila
seorang anak mampu jujur dan mengakui kesalahan. Sehingga anak-anak pun
menjadi terlatih untuk selalu berperilaku jujur. Pendidikan berkarakter ini juga
perlu dikembangkan sifat malu bila melakukan tindakan yang salah. Contohnya
memberikan hukuman sosial bila anak terlambat ke sekolah, anak tersebut dapat
mengakui kesalahannya di depan teman-temannya.
Ketika pada tahap pra konvensional perkembangan anak mampu
berkembang dengan baik maka tahap konvensional akan berlangsung baik.
Seseorang akan mampu membedakan mana baik dan mana hal yang buruk.
Seseorang juga akan mampu menilai tindakan mana yang termasuk korupsi dan
mana yang tidak. Bila tahap konvensional telah berkembang dengan baik maka
seseorang akan mampu memegang teguh prinsip bahwa tindakan merugikan orang
lain adalah tindakan yang tidak baik, contohnya korupsi. Tahap ini lah yang
akhirnya berkembang menjadi karakter anti korupsi.
Dari teori Kohlberg dalam tahap perkembangan moral, pembentukan
generasi muda bebas korupsi dapat di mulai dari pembekalan moral. Penanaman
anti korupsi sejak dini sekiranya mampu mengatasi masalah korupsi di Indonesia.
Untuk menciptakan generasi muda yang anti korupsi maka perlu adanya
pendidikan dini mengenai korupsi.














Daftar Pustaka


Donna.L Wong dkk. 2008.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC
Pergerakankebangsaan.2010. Tahap-Tahap Perkembangan Moral Menurut
Lawrence Kohlberg.www.pergerakankebangsaan.org. Diakses tanggal 14
Juli 2014
Bappena.2008.www.old.bappenas.go.id/node/123/15/uu-no20-tahun-2001-
tentang-perubahan-atas-uu-no31-tahun-1999-tentang-pemberantasan-
tindak-pidana-korupsi. Diakses tanggal 14 Juli 2014
Kompasiana.2013.www.kompasiana.com/2013/12/04/peringkat-korupsi-
indonesia-di-dunia.diakses tanggal 14 Juli 2014

Anda mungkin juga menyukai