Anda di halaman 1dari 15

1

KETENTUAN PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN


NARKOTIKA SERTA UPAYA PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGANNYA


Oleh


Yurisal Deviton Aesong
Manado, 2013


A. PENDAHULUAN
Meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di
bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan
ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta
melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika. Narkotika di satu sisi merupakan obat
atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan
tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama.
Narkotika diperlukan dalam dunia pengobatan, demikian juga untuk tujuan
ilmu pengetahuan, dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika menentukan bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, namun tidak semua jenis dan golongan narkotika dapat digunakan
untuk kepentingan kesehatan terlebih untuk narkotika golongan I, yang dalam
2

jumlah terbatas pun hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Disamping manfaatnya dalam dunia pengobatan, narkotika apabila
disalahgunakan atau salah pemakaiannya dapat menimbulkan akibat yang
membahayakan bagi kehidupan serta nilainilai kebudayaan, yang akhirnya dapat
menjurus pada tindak pidana. Tindak pidana apapun bentuknya akan
menyebabkan kerugian bagi individu, masyarakat, bangsa, maupun negara, karena
setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan
pembenar (Mulyadi 2012).
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika juga telah merambah
semua kelompok dan lapisan sosial ekonomi, kaya-miskin, kota-desa, kelompok
usia, etnis, agama, serta telah mewabah menjadi penyakit masyarakat yang
pandemic, tidak ada satupun negara, bangsa, suku bangsa, masyarakat, kelompok
usia, kelompok agama, yang imun terhadap ancaman penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika (BNN).
Tahun ke tahun pertumbuhan, perkembangan dan peredaran gelap
narkotika ini semakin hebat saja, sepertinya tidak ada satu negarapun yang tidak
mampu diterobos oleh barang haram ini.
Dewasa ini dikalangan remaja melakukan penggunaan narkotika secara
ilegal yang disebut penyalahgunaan narkotika. Penyalahgunaan narkotika di
kalangan remaja erat hubunganya dengan kenakalan remaja itu sendiri, yang
berakibat tidak saja merugikan si pemakai tetapi juga bagi masyarakat dan
lingkungan. Bahaya penyalahgunaan narkotika ini telah pada tingkatan yang
3

sangat memprihatinkan bila tidak ditanggulangi secara serius, terutama apabila
dikaitkan dengan generasi muda (para remaja), dan kenakalan remaja itu sendiri
(Widjaya 1985).
Kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang memiliki ciriciri khusus
antara lain kejahatan terorganisir (organizer crime), kejahatan internasional
(international crime), mobilitas tinggi, dukungan dana yang besar, pemanfaatan
kemajuan teknologi, tindak pidana atau kejahatan tanpa adanya aduan dari korban
pelapor (victim less), jaringan dengan sindikat sel terputus, dengan berbagai
macam modus operandi.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika, telah banyak
dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim,
dengan demikian, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor
penangkal terhadap merebaknya perdagangan gelap serta peredaran gelap
narkotika, namun dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan
penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta perdagangan gelap
narkotika tersebut.
Ketentuan Perundang-undangan yang mengatur masalah narkotika telah
disusun dan diberlakukan, namun demikian kejahatan yang menyangkut narkotika
ini belum dapat diredakan, dalam beberapa kasus-kasus telah banyak bandar-
bandar dan pengedar narkotika tertangkap dan mendapat sanksi berat, namun
pelaku yang lain seperti tidak mengacuhkan bahkan lebih cenderung untuk
memperluas daerah operasinya (Kaligis&Associates 2002).
B. PERUMUSAN MASALAH
4

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan pokok dalam penulisan ini, yaitu:
1. Apa ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika ?
2. Bagaimana upaya hukum dalam pencegahan serta penanggulangan
penyalahgunaan narkotika di Indonesia?
C. METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai
suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi
(Surakhmat 1982).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis
normatif) dengan mendasarkan pada sumber data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier (Soekanto&Mamudji 2004).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini
yaitu melalui studi kepustakaan/studi dokumen (Soekanto 1986). Teknik
pengolahan dan analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini
ialah teknik analisis data kualitatif (Sugiyono 2005). Sebagai suatu penelitian
hukum normatif, untuk memperjelas analisis ilmiah terhadap bahan hukum,
penelitian ini menggunakan pendekatan perundangundangan (Ibrahim 2008).
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Narkotika
Istilah narkotika dewasa ini, sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di
dunia khususnya di indonesia sendiri. Narkotika pada umumnya mencerminkan
sesuatu yang kurang baik akibat penyalahgunaanya, narkotika sebenarnya hanya
5

digunakan untuk kepentingan pengobatan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pengertian narkotika secara umum ialah suatu zat yang dapat
menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan atau penglihatan karena
zat tersebut mempengaruhi susunan saraf pusat (Satgas Luhpen Mabes Polri
2001).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefisitkan narkotika/narkotik
sebagai obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan
rasa mengantuk atau merangsang (seperti opium, dan ganja).
Kata Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata narke yang
artinya terbius hingga tidak terasa apaapa. Menurut kamus Encyclopedia
Americana dapat dijumpai pengertian narkotika sebagai a drug that dulls the
sense, relievs pain, includes sleep, and can produce addiction in varying
degrees, dan drug diartikan sebagai a chemical agent that is used
therapeutically to treat disease. More broadly, a drug may be define as any
chemical agent affects living protoplasm.
Sudarto menerjemahkan pengertian di atas, bahwa narkotika merupakan
suatu bahan yang mengumpulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri, dan sebagainya,
dan drugs yang semula berarti jamu yang berasal dari bahan tetumbuhan yang
dikeringkan, kemudian pengertiannya diperluas adalah obat pada umumnya yang
juga meliputi obatobat yang dibuat secara sintetis. Sekarang istilah drugs
digunakan secara sempit lagi, khususnya diartikan sebagai bahan yang psikoaktif
yang digunakan diluar pengobatan (Sudarto 2010).
6

2. Dampak Penyalahgunaan Narkotika
Penyalahgunaan narkotika umumnya sudah kehilangan harga diri dan
perasaan, jadi tidak ada dunia lain kecuali narkotika. Segala usaha akan dilakukan
demi mendapatkan narkotika, pada tingkat permulaan pemakai narkotika akan
menghabiskan apa yang ia miliki, kemudian meningkat pada milik keluarga dan
akhirnya milik orang lain atau masyarakat dengan cara yang paling mudah untuk
mendapatkan uang yaitu dengan melakukan tindak kriminal seperti mencuri,
memeras, membunuh, menodong, merampok, melacur, dan sebagainya.
Penyalahgunaan narkotika, merupakan tempat pelarian yang populer bagi
remaja nakal, frustasi dan tidak puas akan kondisi yang ada di sekelilingnya.
Apabila sudah terjerumus kedalam penyalahgunaan narkotika, maka tindakan dan
perbuatan yang dilakukan cenderung berbentuk pelanggaran terhadap norma
norma yang berlaku.
Segala tindakan dan perbuatanya sudah tidak dapat dikontrol lagi karena
hilangnya perasaan sebagai pengontrol nafsu yang berakibat mudah marah,
emosional, bahkan mudah tersinggung serta berani melawan setiap orang yang
disangka memusuhinya.
Bersifat sangat agresif dan mudah tersinggung serta suka marah yang
berakibat terjadinya perselisihan dan percekcokan dengan orang lain yang pada
akhirnya akan menyulut terjadinya perkelahian (Bahan Ajar).
Terhadap Perekonomian :
7

a) Apabila jumlah penyalahgunaan narkotika mencapai 1% (satu persen)
dari penduduk Indonesia, maka terdapat 2,2 juta jiwa yang positif
menggunakan narkotika.
b) Apabila setiap penyalahgunaan narkotika membutuhkan biaya berobat
dan dirawat selama enam bulan dan ratarata Rp. 5 juta per bulan, maka
ekonomi nasional akan terbebani sebesar Rp. 66 Tryliun dalam 6 bulan.
Angka tersebut belum termasuk biaya sosial akibat putus sekolah dan
putus kerja.
c) Menurut beberapa pemerhati menyatakan bahwa Jumlah peredara
narkotika dan obat-obat terlarang lainnya semakin hari semakin
meningkat merayap keseluruh tanah air, ke desa-desa mengimbas tidak
hanya kepada generasi muda bahkan kepada anak-anak sekolah dasar.
Apabila ada 5 (lima) juta orang yang terjerat oleh jaringan narkotika,
dan mengalami ketergantungan yang berkelanjutan, dan sekiranya
seorang pecandu mengeluarkan Rp 200.000,- per hari, maka
pengeluaran bangsa ini untuk menghancurkan diri sendiri berjumlah Rp
1 Trilyun per hari atau Rp 365 Trilyun per tahun (Soekedy 2002).
E. PEMBAHASAN
1. Ketentuan Pidana Terhadap Penyalahgunaan Narkotika
Secara garis besar ketentuan pidana dalam Undangundang Nomor 35
Tahun 2009 terhadap perbuatan-perbuatan tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Penanam :
8

Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan narkotika golongan I, golongan II dan golongan III, dikenakan
ketentuan pidana :
1) Golongan I. Diancam pidana paling singkat empat tahun dan paling
lama seumur hidup, denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan
paling banyak delapan miliar rupiah dalam bentuk tanaman dan bukan
tanaman, apabila beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima
batang pohon (dalam bentuk tanaman) dan melebihi lima gram (bukan
tanaman), maka denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 111 dan
112).
2) Golongan II. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun
dan paling lama lima belas tahun, denda paling sedikit enam ratus juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, apabila beratnya melebihi
lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal
117).
3) Golongan III. Dipidana penjara paling singkat dua tahun dan paling
lama sepuluh tahun. Denda paling sedikit empat ratus juta rupiah dan
paling banyak tiga miliar rupiah, apabila beratnya melebihi lima gram,
maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 122).
b. Pengedar :
Membawa, mengirim, mengangkut atau mentransito, menawarkan untuk
dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar
9

atau menyerahkan narkotika golongan I, golonga II, dan golongan III. Dikenakan
ketentuan pidana :
1) Golongan I. Diancam pidana penjara paling singkat empat tahun dan
maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling
sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak sepuluh miliar
rupiah, apabila beratnya melebihi satu kilogram atau melibihi lima
batang pohon (untuk tanaman) dan melebihi lima gram (bukan
tanaman), maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 114
dan 115).
2) Golongan II. Diancam pidana penjara paling singkat tiga tahun dan
maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda paling
sedikit enam ratus juta rupiah dan paling banyak delapan miliar rupiah.
Apabila beratnya melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum
ditambah sepertiga (Pasal 119 dan 120).
3) Golongan III. Diancam dengan pidana penjara paling singkat dua tahun
dan paling lama lima belas tahun. Denda paling sedikit enam ratus juta
rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi
lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal
124 dan 125).
c. Sebagai Produsen.
Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika
golongan I, golongan II, dan golongan III, dikenakan dengan pidana :
10

1) Golongan I. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun
dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Pidana
denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar
rupiah. Apabila beratnya melebihi satu kilogram atau melebihi lima
batang pohon (dalam bentuk tanaman) dan melebihi lima gram (dalam
bentuk bukan tanaman), maka pidana dengan maksimum ditambah
sepertiga (Pasal 113).
2) Golongan II. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat
tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati.
Denda paling sedikit delapan ratus juta rupiah dan paling banyak
delapan miliar rupiah. Apabila beratnya melebihi lima gram, maka
pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 118).
3) Golongan III. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun
dan paling lama sepuluh tahun. Pidana denda paling sedikit enam ratus
juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila beratnya
melebihi lima gram, maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga
(Pasal 123).
d. Pengguna.
Menggunakan narkotika golongan I, golongan II, atau golongan III
terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I, golongan II, atau
golongan III untuk digunakan orang lain. Diancam dengan pidana :
1) Golongan I. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun
dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati. Denda
11

paling sedikit satu miliar rupiah, dan paling banyak sepuluh miliar
rupiah. Apabila mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen,
maka pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 116).
2) Golongan II. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat
tahun dan maksimum pidana penjara seumur hidup atau pidana mati.
Apabila mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka
pidana denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 121).
3) Golongan III. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga
tahun dan paling lama lima belas tahun. Dengan paling sedikit enam
ratus juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah. Apabila
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, maka pidana
denda maksimum ditambah sepertiga (Pasal 126).
e. Prekusor Narkotika.
Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan. Memproduksi,
mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan. Menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursor
narkotika untuk pembuatan narkotika. Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun. Denda paling banyak lima
miliar rupiah (Pasal 129).
2. Upaya Hukum Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Masalah
Narkotika
12

Berdasarkan faktor penyebab penyalahgunaan narkotika pada bab
sebelumnya, menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika terjadi akibat dari
interaksi antara berbagai faktor, antara lain, individu, kepribadian, dan sosial,
maka pencegahan penyalahgunaan narkotika merupakan tindakan antisipatif yang
meliputi, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier, yang
dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut :
a. Pencegahan primer, ditujukan kepada individu, kelompok, komunitas atau
masyarakat luas, yang belum nampak tanda-tanda adanya kasus
penyalahgunaan narkotika, meliputi kegiatan alternatif untuk menghindarkan
individu, kelompok atau komunitas dari penyalahgunaan narkotika, serta
memperkuat kemampuannya untuk menolak narkotika.
b. Pencegahan sekunder, ditujukan kepada individu, kelompok, komunitas atau
masyarakat luas yang rentan terhadap atau telah menunjukkan adanya gejala
kasus penyalahgunaan narkotika, melalui pendidikan dan konseling kepada
mereka yang sudah mencoba-coba menggunakan narkotika, agar mereka
menghentikannya dan mengikuti perilaku yang lebih sehat.
c. Pencegahan tertier, merupakan pencegahan yang ditujukan kepada mereka
yang sudah menjadi pengguna biasa (habitual) atau yang telah menderita
ketergantungan, melalui pelayanan perawatan dan pemulihan dan pelayanan
untuk menjaga agar tidak kambuh.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, peran serta
masyarakat, antara lain :
13

1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan
serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 104).
2) Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika (Pasal 105).
3) Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
diwujudkan dalam bentuk :
a) Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
b) Memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan
informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana narkotika
dan prekursor narkotika kepada penegak hukum atau Badan Narkotika
Nasional (BNN) yang menangani perkara tindak pidana narkotika dan
prekursor narkotika.
c) Menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana
narkotika dan prekursor narkotika.
d) Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang
diberikan kepada penegak hukum atau BNN.
14

e) Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan
melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.
(Pasal 106)
4) Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN
jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika (Pasal 107).
F. PENUTUP
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam penulisan ini ialah, sebagai
berikut :
1. Ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan Narkotika, merupakan ancaman
pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009, Pasal 111 sampai dengan Pasal 148, yang digolongkan
bagi penanam, pengguna, pengedar dan produsen, dengan ancaman pidana
maksimum pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup serta pidana denda
maksimum sepuluh miliar rupiah.
2. Upaya hukum pencegahan dan penanggulangan permasalahan narkotika
merupakan tindakan antisipatif yang meliputi pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tertier dengan beberapa pola pencegahan dan
penanggulangan yang dapat dilakukan oleh semua pihak dan lapisan
masyarakat, antara lain baik dari pemerintah dalam hal ini Polri, dosen dan
guru dalam lingkungan kampus dan sekolah, orang tua, serta seluruh
masyarakat.


15

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Widjaya, Masalah Kenakalan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika,
Penerbit Armico, Bandung, 1985.

Badan Narkotika Nasional, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, Modul
Pelatihan Tokoh Pemuda Sebagai Fasilitator Penyuluh, Pusat Dukungan
Pencegahan Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, Jakarta, 2005.

Indonesia, Undang undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (UU
Narkotika) Jo Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.

Http://cybermed.cbn.net.id/jenisnarkoba2.asp, Diakses pada tanggal 19
November 2009.

Johny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Cet. IV,
Banyumedia, Malang, 2008.

Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana Umum dan Khusus, Penerbit PT.
Alumni, Bandung, 2012.

O.C. Kaligis and Associates, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, Reformasi
Hukum Pidana Melalui Perundangan dan Peradilan, Penerbit PT.
Alumni. Bandung, 2002.
Satgas Luhpen Narkoba Mabes Polri, Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkoba, Penerbit PT. Tempo Scan Pacifik Tbk, Jakarta, 2001.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet ke - 3, UI Press, Jakarta,
1986.

Soekedy, Menyiram Bara Narkoba, Penerbit PT. Dyatama Milenia, Jakarta, 2002.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit CV. Alvabeta, Bandung,
2005.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Penerbit PT. Alumni,
Bandung, 2010.

Tim pengajar, Hukum Tindak Pidana Khusus, Bahan Ajar, Fakultas Hukum
Universitas Sam Ratulangi, Manado, 2007.

Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, Transito, Yogyakarta, 1982.

Anda mungkin juga menyukai