Anda di halaman 1dari 17

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
A. Nama : An. A
B. Umur : 16 tahun
C. Jenis kelamin : laki-laki
D. Alamat : Pakintelan RT 2 / 5 Gunungpati
E. Agama : Islam
F. Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal
30 Juli 2013
A. Keluhan utama
Pasien mengeluh telinga kanan gemrebeg
B. Riwayat penyakit sekarang
2 minggu yang lalu pasien mengeluh batuk dan pilek. Batuk dan pilek
dirasakan terus-menerus. Keluhan disertai dahak dan ingus yang awalnya
berwarna jernih menjadi kehijauan. Pasien juga mengalami demam tetapi
tidak terlalu tinggi. Pasien merasakan nyeri telan. Nyeri telan terutama
dirasakan saat menelan makanan, minuman dan menelan ludah. Pasien
sudah minum obat apotek dan keluhan sedikit berkurang. Pasien juga
mengeluh sering bersin-bersin setiap bangun tidur, terkena udara dingin
dan terkena debu.
1 minggu yang lalu ketika bangun tidur tiba-tiba pasien merasa telinga
kanan gemrebeg. Keluhan dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu,
kadang disertai pusing.
1 hari yang lalu pasein periksa ke Puskesmas dan disarankan untuk
periksa ke dokter spesialis THT.


C. Riwayat penyakit dahulu
1. Riwayat telinga gemrebeg : disangkal
2. Riwayat batuk, pilek dan nyeri telan : disangkal
3. Riwayat darah tinggi : disangkal
4. Riwayat kencing manis : disangkal
5. Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat batuk lama : disangkal
7. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
8. Riwayat operasi THT : disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga
1. Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
2. Riwayat darah tinggi : disangkal
3. Riwayat kencing manis : disangkal
4. Riwayat asma : disangkal
5. Riwayat alergi makanan atau obat : disangkal
E. Riwayat sosial ekonomi
1. Biaya pengobatan ditanggung oleh orangtua
2. Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya

III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 30 Juli 2013, pukul 09.30 WIB.
A. Keadaan umum : tampak lemah
B. Kesadaran : compos mentis, GCS 15 (E
4
, V
5
, M
6
)
C. Status gizi : tampak baik
D. Vital sign
1. Td : 100/70 mmHg
2. Nadi : 60 x/menit (regular dan isi tegangan cukup)
3. RR : 14 x/menit
4. Suhu : 37 C (aksiler)


E. Status internus
1. Kulit : warna sawo matang, turgor kulit turun (-), ikterik (-),
petekie (-)
2. Kepala : kesan mesosefal, rambut hitam lurus, luka (-)
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
central, reguler dan isokor 3 mm
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-)
5. Telinga : serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid
(-/-)
6. Mulut : bibir kering (-), bibir sianosis (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), gigi caries (-)
7. Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-)

Thorax :
Paru depan Paru belakang
Inspeksi
Statis



Dinamis

Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-), sudut arcus costa dalam
batas normal, ics dalam batas
normal
Pengembangan pernafasan paru
normal

Normochest, simetris, kelainan
kulit (-/-)


Pengembangan pernapasan paru
normal
Palpasi

Simetris (n/n), nyeri tekan (-/-),
ics dalam batas normal, taktil
fremitus dalam batas normal
Simetris (n/n), nyeri tekan (-/-),
ics dalam batas normal, taktil
fremitus dalam batas normal
Perkusi
Kanan
Kiri

Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru.

Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi

Suara dasar vesicular, ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Suara dasar vesicular, ronki (-/-),
wheezing (-/-)

Tampak anterior paru tampak posterior paru




Sd : vesikuler Sd : vesikuler
St : ronki (-), wheezing (-) St : ronki (-), wheezing (-)

J antung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ics v 1-2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra, thrill (-), pulsus epigastrium (-),
pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
Batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
Kiri bawah : ICS V 1-2 cm ke arah medial midclavikula
sinistra
Konfigurasi jantung : (dalam batas normal)
Auskultasi : regular
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan: gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)

Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh regio abdomen
pekak sisi (-), pekak alih (-)
tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : nyeri tekan epigastrum (-), tidak teraba pembesaran
hepar
Lien dan ginjal tidak teraba

F. Status lokalis
1. Telinga
Telinga luar
Kanan Kiri
Mastoid Nyeri tekan (-), tanda radang (-),
massa (-)
Nyeri tekan (-), tanda
radang (-), massa (-)
Pre-aurikula Nyeri tekan tragus (-), fistel (-),
massa (-)
Nyeri tekan tragus (-),
fistel (-), massa (-)
Retro-aurikula Nyeri tekan (-), tanda radang (-),
massa (-)
Nyeri tekan (-), tanda
radang (-), massa (-)
Aurikula Nyeri tarik (-), deformitas (-),
massa (-), tanda radang (-)
Nyeri tarik (-),
deformitas (-),massa (-),
tanda radang (-)
Kanalis eksternus Edem (-), Hiperemis (-),
serumen (-), darah (-), corpal (-
), massa (-)
Edem (-), hiperemis (-),
serumen (-), darah (-),
corpal (-), massa (-)
Discharge (-) (-)
Membran tympani Kanan Kiri
warna putih mengkilat,
intak, bulging (-),
hiperemis (-)
putih mengkilat,
intak, bulging (-),
hiperemis (-)
refleks cahaya (+) jam 5 (+) jam 7
Telinga Tengah

perforasi (-) (-)

Tes Pendengaran
Kanan Kiri
a. Mendengarkan
suara berbisik
b. Tes rinne
c. Tes weber
d. Tes schwabach
N

AC > BC
tidak ada lateralisasi
BC penderita = BC
pemeriksa
N

AC > BC
tdk ada lateralisasi
BC penderita = BC
pemeriksa

2. Hidung
Hidung Simetris, deformitas (-), benjolan (-),
Warna seperti kulit sekitar
Sinus Nyeri tekan (-)
Rinoskopi anterior Kanan Kiri
Discharge (-) (-)
Mukosa Hiperemis (+) Hiperemis (+)
Konka Edem (+), hipertrofi (-) Edem (+), hipertrofi (-)
Tumor (-) (-)
Septum Septum deviasi (-) Septum deviasi (-)

3. Tenggorok
Faring
a. orofaring
palatum : simetris
arkus faring : simetris, ovula ditengah
mukosa : dinding faring posterior hiperemis,
tonsil
ukuran : T2/T2
warna : Hiperemis (+/+)
permukaan : rata
kripte : melebar (-/-)
detritus : (-/-)
membrane : (-)
peritonsil : tidak diperiksa
b. nasofaring
discharge : (-)
mukosa : Hiperemis dan edem (-)
adenoid : (-)
c. laringofaring (Laringoskopi indirect)
mukosa : hiperemis (-), edem (-)
valekula : corpus alienum (-), massa (-),
perdarahan (-)
supraglotis
epiglottis : hiperemis (-), tanda radang (-), massa (-),
perlukaan (-), ulcerasi (-)
tumor : (-)
glotis
a. komisura anterior : massa (-), nodul (-), hiperemis (-)
b. komisura posterior : massa (-), nodul (-), hiperemis (-)
c. plica vocalis
posisi : abduksi, simetris
gerak : simetris
tumor : (-)
lain-lain : tanda radang (-), edema (-)
subglotis
mukosa : Hiperemis (-), edem (-)
tumor : (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes alergi (patch tes atau prick tes)
2. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri

V. RESUME
2 minggu yang lalu pasien mengeluh batuk dan rinorea. Keluhan disertai
sekret yang awalnya berwarna jernih menjadi serous. Pasien juga mengalami
febris tetapi tidak terlalu tinggi. Pasien merasakan odinofagia. Odinofagia
terutama dirasakan saat menelan makanan, minuman dan menelan ludah.
Pasien juga mengeluh sering bersin-bersin setiap bangun tidur, terkena udara
dingin dan terkena debu.
1 minggu yang lalu ketika bangun tidur tiba-tiba pasien merasa telinga
kanan gemrebeg. Keluhan dirasakan hilang timbul dan sangat mengganggu,
kadang disertai pusing.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan membran timpani masih intak, putih
cemerlang. Hidung ditemukan konka hiperemis (+), udem (+). Mulut dan
tenggorok ditemukan tonsil T2/T2, hiperemis, dinding faring posterior
hiperemis.

VI. DAFTAR ABNORMALITAS

Anamnesis
1. Batuk
2. Rinorea
3. Sekret serous
4. Febris
5. Odinofagia
6. Bersin bersin
7. Telinga kanan gemrebeg
Pemeriksaan Fisik
8. Membran timpani masih intak, putih
cemerlang
9. Konka hiperemis (+), udem (+)
10. Tonsil T2/T2, hiperemis
11. Dinding faring posterior hiperemis



VII. DIAGNOSIS
1. ADS Oklusi tuba
2. Rinitis alergika
3. Tonsilofaringitis akut

VIII. INITIAL PLAN
1. Ip. Diagnosa
a. S : -
b. O : - Tes alergi
- Kultur sekret
2. Ip. Terapi
a. Ciprofloksasin 500 mg 2 x 1
b. Rhinos Sr 2 x 1
c. Metil prednisolon 4 mg 3 x 1
d. Ranitidin 2 x 1
3. Ip. Monitoring
a. Monitoring reaksi dan alergi obat
b. Monitoring kekambuhan
4. Ip. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, penyebab penyakit,
komplikasi dan prognosis
b. Minum obat secara teratur
c. Jangan minum dingin
d. Telinga jangan kemasukan air, jangan dikorek-korek

IX. PROGNOSIS
Dubia ad bonam




TINJAUAN PUSTAKA

1. Otitis Media Akut
a. Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
b. Patogenesis
Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab utama otititis media.
Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke
dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam
telingn tengah dan terjadi peradangan.
Pada anak makin sering terserang infeksi saluran napas, makin besar
kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah
oleh karena tuba eustachiusnya lebih pendek, lebar dan letaknya agak
horisontal.
c. Stadium OMA
1) Oklusi Tuba
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai
oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di
dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Selain retraksi, membran
timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat
dideteksi.
2) Stadium hiperemis
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran
timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,
edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.
Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi
berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti.
Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien
mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran
mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari
cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara
yang meningkat di kavum timpani.
3) Stadium supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat
purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid.
Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan
sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di
kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah
hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat
disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam
tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik
akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya
nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan
akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot
4) Stadium perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga
sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat
pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah
keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan
pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua
keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai
dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif
kronik.
5) Stadium resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya
kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi
gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.
Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa
otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan
antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk
menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin
terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius,
menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum
lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik
untuk anak kurang dari 12 tahun atau HClfedrin 1 % dalam larutan
fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa.
Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung
dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien
alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan
ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis,
amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk
untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga
gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang
secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet)
H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat
sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup
kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.




2. Rinitis Alergika
a. Definisi
Rinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan
alergen yang sama serta dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut.
Definisi emnurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh Ig E.
b. Gambaran histologik
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vasculer
bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat
juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membran basal, serta
ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung.
c. Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak alergen
penyebabnya 9avoidance) dan eliminasi
2. Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang
bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan
merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai
lini pertama pengobatan rinitis alergika.
3. Operatif
4. Imunoterapi
d. Komplikasi
1. Polip hidung
2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak
3. Sinusitis paranasal

3. Tonsilofaringitis
a. Definisi
Tonsilofaringitis adalah peradangan faring dan tonsil. Gejala utamanya
adalah sakit tenggorokan. Pada kesempatan langka radang diisolasi dari
faring (faringitis) atau amandel (tonsilitis) terjadi. Mereka berbagi penyebab
yang sama, perkembangan dan pengobatan dengan tonsilofaringitis, dan
memiliki sakit tenggorokan sebagai gejala utama mereka juga.
b. Penyebab
Virus (rhinoviruses, coronaviruses, influenza, adeno, herpes, ebv dan
lain-lain) adalah penyebab utama tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis bakteri
agak jarang. Grup A streptokokus hemolitik beta (s.pyogenes) adalah agen
penyebab utama dalam kasus-kasus.
c. Gejala dan tanda
Tanda dan gejala tonsilofaringitis adalah :
a. Odinofagia
b. Disfagia
c. Demam
d. Mual
e. Anoreksi
f. Faring hiperemis
g. Edema faring
h. Pembengkakan tonsil
i. Tonsil hiperemia
j. Mulut bau
k. Otalgia (sakit di telinga)
l. Malaise
m. Kelenjar limfa leher membengkak
d. Risiko terjadinya tonsilofaringitis
a. Menderita pilek biasa, seperti batuk, flu atau sakit tenggorokan
b. Mengalami episode faringitis sebelumnya
c. Mengalami episode tonsilitis sebelumnya
d. Perokok pasif
e. Komplikasi
a. Dapat menyebabkan perkembangan abses peritonsiler
b. Dapat menyebabkan perkembangan abses retrofaring
c. Mengalami kesulitan bernafas
d. Penyumbatan jalan nafas
f. Patologi
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian
atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar
melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil
membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat
mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya
eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta
otalgia.















DAFTAR PUSTAKA


1. Buku Ajar lmu Kesehatan TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA
& LEHER Edisi ke enam. Fakultas Kedokteran UI. 2007 : Jakarta

2. Adams. G,dkk. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT (BOIES
Fundamental of Otolaryngology) edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai