Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

MAKALAH TEKNOLOGI REPRODUKSI




Inseminasi Buatan (Artificial Insemination) Sebagai Solusi
Pengembangan Populasi Ayam Leher Gundul (Naked Neck Chicken)








Oleh:
Dhayu Dwi Purnamasari
09/285329/PT/05717


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013


PENDAHULUAN
Ayam Kampung (Gallus domesticus) biasa dipelihara masyarakat Indonesia
sebagai komoditas untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari atau hanya sebagai
ternak kesayangan. Kehadiran ayam ras sampai sekarang belum mampu menggeser
popularitas ayam Kampung. Salah satu faktornya adalah hasil penelitian-penelitian
terbaru dibidang kesehatan manusia mengenai pengaruh negatif daging ayam ras yang
secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir masyarakat. Hal ini berakibat pada
minat mereka untuk kembali memilih daging ayam Kampung.
Populasi ayam Kampung hampir setara dengan jumlah penduduk Indonesia.
Data populasi ayam Kampung yang dirilis oleh Kementerian Pertanian (2013) adalah
274.564.428 ekor di tahun 2012 dan mengalami peningkatan menjadi 290.455.201 ekor
di tahun 2013, atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,79%. Pemeliharaannya yang
sederhana dan ketahanan tubuh yang lebih baik, menjadi alasan ayam Kampung ini
lebih diminati untuk dikembangkan. Selain itu, masyarakat Indonesia masih sangat lekat
dengan budaya tradisional, tak heran bila ayam Kampung masih sering digunakan
sebagai syarat dalam upacara-upacara tradisional. Beberapa faktor diatas menjadi
salah satu alasan masih bertahannya usaha peternakan ayam Kampung di era modern
ini.
Ada beberapa jenis ayam Kampung yang dikenal masyarakat antara lain ayam
Kedu, ayam Pelung, ayam Bangkok dan lain-lain. Selain itu ada pula ayam Kampung
dengan variasi genetis yang berakibat terhadap fenotipnya. Beberapa diantaranya
adalah ayam Walik dan ayam Leher Gundul yang masing-masing membawa gen F dan
gen Na pada kromosom autosomal (Yuwanta, 2004). Kehadiran gen-gen ini
mengakibatkan bulu ayam Walik arah tumbuhnya berkebalikan dengan bulu ayam
Kampung Normal dan terhambatnya pertumbuhan bulu pada bagian leher ayam Leher
Gundul.
Ayam Leher Gundul atau ayam Legund adalah ayam Kampung yang tidak
terdapat bulu di bagian leher. Ayam Legund potensial untuk dikembangkan salah
satunya karena pertambahan bobot badannya yang lebih baik dari ayam Kampung
normal. Menurut Azoulay et al. (2010) rata-rata berat badan ayam Legund lebih tinggi
daripada ayam Kampung Normal. Ayam Legund menghasilkan daging yang lebih
banyak terutama pada bagian dada, paha, dan sayap pada pemeliharaan dengan
kondisi panas konstan 35
O
C dan tanpa ventilasi mekanis.
Keunggulan ayam Legund lainnya adalah dagingnya yang rendah kolesterol,
imunitas yang lebih baik, dan lebih mudah bertahan pada kondisi lingkungan yang
panas. Saat usia muda kenaikan berat badan ayam Legund lebih tinggi daripada ayam
berbulu normal pada saat musim panas, namun kenaikan berat badannya menurun
seiring pertambahan usia, meski masih tetap lebih tinggi dari ayam Kampung Normal.
Saat musim dingin kenaikan berat badan ayam Legund cenderung sama dengan ayam
berbulu normal (Rajkumar et al., 2011).
Keunggulan ayam Legund dibandingkan ayam Kampung antara lain respon sel
kekebalan tubuh pada phytohaemoagglutinin-P (PHA-P) lebih tinggi pada gen
homozigot (NaNa) maupun heterozigot (Nana) jika dibandingkan dengan nana.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekebalan tubuh ayam dengan gen Na terhadap
resiko penyakit secara umum, lebih baik daripada ayam yang tidak membawa gen Na.
Protein tubuh NaNa 3,98 g/dl, Nana 4,19 g/dl, nana 3,91 g/dl. Keberadaan gen Na
mengurangi total konsentrasi kolesterol sebanyak 15,3 dan 9,5% dan konsentrasi
kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) sebanyak 32,7% dan 13,4% pada NaNa dan
Nana. Alel Na meningkatkan level kolesterol HDL sebanyak 19,5% (homozigot
NaNa) dan 16,5% (Heterozigot Nana). Konsentrasi total kolesterol pada ayam yang
mebawa gen Na lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam Kampung Normal. Berat
badan NaNa (72,39%) dan Nana (71,53%) lebih tinggi jika dibandingkan nana
(67,12%). Dressing percentage pada NaNa (72,39%) dan Nana (71,53%) lebih tinggi
dibandingkan nana (67,12%) (Rajkumar et al., 2010).
Namun terdapat kendala dalam pengembangan ayam Legund ini. Yaitu
rendahnya populasi ayam Legund akibat dari kurang populernya ayam ini sebagai
ayam tipe pedaging ataupun petelur. Padahal bila dilihat dari nilainya, harga jual ayam
ini relatif tinggi dibandingkan ayam Kampung Normal. Sehingga berpotensi untuk
dikembangkan yang diharapkan kedepannya dapat meningkatkan pendapatan
peternak.

LANDASAN TEORI
Berkembangnya teknologi reproduksi ternak merupakan solusi utama dalam
usaha pengembangan populasi ayam Legund. Salah satu teknologi reproduksi yang
dapat diterapkan adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan pada ayam Legund di
Indonesia masih jarang diterapkan. Karena di daerah-daerah ayam Legund ini masih
dipandang sebagai ayam kampung biasa, sehingga masih dipelihara secara ekstensif
dengan perkawinan alami. Sementara ayam mempunyai kecenderungan hanya sering
mengawini betina yang disukainya saja. Hal ini tentu menjadi penghalang bagi usaha
pengembangan ayam Legund. Inseminasi buatan diharapkan mampu mengatasi
permasalahan tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.

PEMBAHASAN
Sebelum melakukan IB, sebaiknya melakukan seleksi terlebih dulu. Diutamakan
pejantan dari ayam yang sudah mengalami dewasa kelamin yakni berumur minimal 8
bulan atau sudah mempunyai taji 0,5 sampai 1,5 cm. Inseminasi buatan dengan
sperma ayam Legund sebaiknya ditambahkan bahan pengencer. Hal ini bertujuan
untuk menambah volume dan mempertahankan daya hidup spermatozoa. Bila hanya
menggunakan sperma segar, betina yang di IB tidak bisa banyak akibat dari sedikitnya
sperma yang dihasilkan ayam Legund. Menurut Machebe dan Ezekwe (2008) volume
sperma segar Ayam Legund hanya 0,27 ml, sehingga perlu ditambahkan bahan
pengencer jika digunakan untuk inseminasi buatan.
Menurut Das et al. (2004) sperma segar dari 1 pejantan dapat digunakan untuk
menginseminasi 1 sampai 2 induk ayam. Lebih lanjut disebutkan bahwa volume sperma
segar yang ditampung ini pun sebagian kecil ikut terbuang sia-sia karena penggunaan
wadah penampung sperma. Sehingga disimpulkan bahwa penggunaan sperma segar
untuk inseminasi buatan tidak menguntungkan, dan lebih baik menambahkan bahan
pengencer ke dalamnya.
Penggunaan dosis IB yang tepat juga mempengaruhi keberhasilan IB untuk
ayam Legund. Karena dosis IB ini akan mempengaruhi fertilitas telur yang akan
dihasilkan. Perkawinan secara inseminasi buatan (IB) dengan perlakuan dosis yang
berbeda menghasilkan fertilitas telur yang tidak jauh berbeda yaitu 44,13 % (dosis 25 x
10
6
/0,1 ml), 66,67 % (dosis 75x10
6
/0,1 ml), 58,75 % dan (dosis 150x10
6
/0,1 ml)
(Asmarawati et al., 2013). Fertilitas ayam yang di-IB dengan sperma segar berkisar
antara 62 sampai 77% (Long dan Kulkarni, 2004). Fertilitas dan daya tetas telur
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor nutrisi, unggas, telur, inkubasi alami
ataupun buatan, dan faktor lingkungan (KingOri, 2011).
Manajemen dan seleksi untuk ayam yang akan di IB perlu dilakukan hal ini
bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan terutama fertilitas telur. Menurut Blanco et
al. (2009), sebaiknya ayam betina dipuasakan selama 24 jam sebelum dilakukan IB
untuk meminimalisir kotoran yang ada di urodeum. Kemudian tempat untuk melakukan
IB sebaiknya jauh dari area bersarang ayam betina untuk mencegah kerusakan telur.
Keberhasilan IB juga dipengaruhi oleh faktor ketepatan waktu IB. menurut
Blanco et al. (2009) semakin besar ukuran spesies unggas maka inseminasi dilakukan
2 kali seminggu selama 2 minggu sebelum produksi telur dan kemudian setiap oviposisi
terjadi. Tentunya aturan penggunaan IB juga tergantung dari jenis unggasnya dan
berkorelasi dengan norma-norma biologi. Tiga faktor kritis dalam IB adalah metode
yang paling banyak digunakan untuk IB, syarat minimum jumlah sperma yang
digunakan dan durasi dari fertilitas betina menurut spesiesnya.
Namun khusus untuk ayam Legund kendala yang paling utama adalah bila
Inseminasi Buatan ini tidak berpengaruh signifikan terhadap daya tetas telurnya,
meskipun fertilitas telur pun lebih tinggi jika dibandingkan ayam Kampung Normal.
Penelitian Sharifi et al (2010) daya tetas telur untuk induk ayam Legund homozigot
(NaNa x NaNa) adalah 55%, ayam Legund homozigot dan Normal homozigot (NaNa x
nana) 66,5% dan ayam Kampung Normal (nana x nana) 70,4%.
Mortalitas embrio saat penetasan ayam Legund yang tergolong tinggi. Sharifi et
al (2010) memaparkan bahwa terjadinya mortalitas embrio saat fase awal penetasan
tidak dipengaruhi oleh perbedaan suhu tinggi (30
o
C) dan suhu sedang (19
o
C).
Mortalitas embrio pada fase awal bukan karena heat stress, berbeda dengan ayam
Kampung Normal yang mortalitas embrio pada fase awal disebabkan heat stress. Hal
ini terindikasi dari perbedaan tingginya mortalitas embrio pada suhu 30
o
C daripada
suhu 19
o
C. Sementara, tingginya mortalitas embrio pada fase akhir penetasan lebih
dipengaruhi oleh genotip homozigot bukan karena heterozigot. Setidaknya dengan
melakukan IB sperma ayam Legund pada ayam Kampung Normal dengan jumlah
banyak bisa mengurangi tingginya kematian embrio saat penetasan, sehingga dapat
meningkatkan daya tetas telur dan kemudian dapat meningkatkan populasi ayam
Legund.

KESIMPULAN
Usaha peningkatan populasi ayam Legund terutama sebagai solusi peningkatan
pendapatan peternak salah satunya dengan menggunakan Inseminasi Buatan (IB).
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB pada ayam Legund adalah umur
pejantan, sperma yang ditambahkan bahan pengencer, dosis IB, manajemen dan
seleksi ayam, waktu IB, spesies unggas dan genotip parental.

DAFTAR PUSTAKA
Asmarawati, W., Kustono, D. T. Widayati, S. Bintara dan Ismaya. 2013. Pengaruh Dosis
Sperma yang Diencerkan dengan NaCl Fisiologis terhadap Fertilitas Telur pada
Inseminasi Buatan Ayam Kampung. Buletin Peternakan Vol. 37 (1) : 1- 5.

Azoulay, Y., S. Druyan, L. Yadgary, Y. Hadad, and A. Cahaner. 2011. The Viability and
Performance Under Hot Conditions of Featherless Broilers Versus Fully
Feathered Broilers. Poultry Science 90 :1929 doi: 10.3382/ps.2010-01044.

Blanco, J.M., D.E. Wildt, U.Hofle, W. Voelker, A.M. Donoghue.2009. Implementing
Artificial Insemination As An Effective Tool For Ex Situ Conservation Of
Endangered Avian Species. Theriogenology 71 (2009) 200213.

Das, S.K. , G.N. Adhikary , M.N. Islam , B.K. Paul and G.G. Das. 2004. Artificial
Insemination (AI) by Raw Semen: its Advantages and Disadvantages in Deshi
Chicken (Gallus domesticus). International Journal of Poultry Science 3 (10):
662-663.

Kementerian Pertanian. 2013. Populasi Ayam Buras menurut Provinsi 2009-2013.
Available at http://www.deptan.go.id/. Accession date 24
th
October 2013.

Kingori , A.M. 2011. Review of the Factors That Influence Egg Fertility and Hatchabilty
in Poultry. International Journal of Poultry Science 10 (6): 483-492, 2011 ISSN
1682-8356.

Long, J.A. dan G. Kulkarni. 2004. An Effective Method for Improving the Fertility of
Glycerol-exposed Poultry Semen. J. Poult. Sci. 83. 1594-1601.

Machebe, N.S dan A. G Ezekwe. 2008. Ejaculate Characteristics Of Three Genotypes
Of Local Cocks In The Humid Tropics. Journal of Agriculture, Food, Environment
and Extension. Volume 3, Number 2 ISSN 1119-7455.

Rajkumar, U., B. L. N. Reddy, K. S. Rajaravindra, M. Niranjan, T. K. Bhattacharya, R. N.
Chatterjee, A. K. Panda, M. R. Reddy and R. P. Sharma. 2010. Effect of Naked
Neck Gene on Immune Competence, Serum Biochemical and Carcass Traits in
Chickens under a Tropical Climate. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol. 23, No. 7 : 867
872.

Rajkumar, U., M. R. Reddy, S. V. Rama Rao, K. Radhika and M. Shanmugam. 2011.
Evaluation of Growth, Carcass, Immune Response and Stress Parameters in
Naked Neck Chicken and Their Normal Siblings under Tropical Winter and
Summer Temperatures. Asian-Aust. J. Anim. Sci. Vol. 24, No. 4 : 509 - 516

Sharifi, A. R., P. Horst dan H. Simianer. 2010. The Effect Of Naked Neck Gene And
Ambient Temperature And Their Interaction On Reproductive Traits Of Heavy
Broiler Dams. Poultry Science 89 :13601371 doi: 10.3382/ps.2009-00593.

Suidzinka, A., dan Lukaszewicz E. 2008. The Effect of Breed on Freezability of Semen
of Fancy Fowl. Anim Sci. Pap. Rep. 26 : 331-340.

Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai