Anda di halaman 1dari 29

LO 2

zairifblog

Kumpulan Sejarah, Fisika, dan juga hal lain seperti Budaya dan Alam
Mau tahu apa saja keutamaan ibadah puasa, tarawih dan amalan lainnya pada bulan Ramadhan dari hari
ke 1 sampai 30??? silahkan klik!! Mau tahu kapan turunnya Malam Lailatul Qadr berdasarkan hari
pertama puasa menurut Imam Al-Ghazali?? Cek this Link!! Mau Tahu Bagaimana Pembibitan
Eucalyptus??? Klik Donk...!! Inilah Kisah Cinta di balik Terbunuhnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib Inilah
Jenis-jenis Lift Gua Loyang Koro (Gua yang dahulunya menjadi jalan pintas di pinggir Danau Laut Tawar
Apa sih yang menyebabkan Pencernaan kita Infeksi dan Virus apa Penyebabnya??? Klik ya!! Inilah
selengkapnya bagaimana sebenarnya Mushaf Utsmani itu Lukisan Monalisa yang awal dipastika
sebagai sosok seorang wanita ternyata disangsikan sebagai seorang pria

BERANDA

RAMADHAN

AGAMA N BUDAYA

HEWAN N TUMBUHAN

PRKBUNAN N KSHATAN

NAS DAN INTER

RENUNGAN

FISIKA

SEJARAH

IKLAN/DONASI

Cari Yang Anda Suka

Share It
Iklan KLik
SEMINAR DUA BINTANG MARSHANDA DAN ALI AKBAR PAKAR SEO
informasi seminar bulan juni di medan, seminar bulan juni di medan, seminar medan
peminat
Diberdayakan oleh Blogger.
Minggu, 30 Juni 2013
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Infeksi Gastrointestinal (Pencernaan)
Faktor yang dapat mempengaruhi kemunculan gangguan gastrointestinal oleh mikroba adalah:
1. Faktor Host
Species, genotip, usia (anak bayi sistem imunnya belum berfungsi dengan baik sehingga lebih
rentan terinfeksi)
Kebersihan diri
Keasaman lambung pH dan barier fisik seperti integritas mukosa dan mucus. (asam lambung
mampu membunuh mikroba yang masuk)
Motilitas usus, yang menentukan distribusi mikroflora
Mikroflora sebagai flora normal
Imunitas intestinal, termasuk IgA yang menghambat attachment mikroba pada sel epitel (tidak
membunuh)
Faktor protektif lainnya seperti lactoferin dan lisozim (pada mulut, membunuh bakteri dengan
menghancurkan dinding selnya)

2. Faktor Mikroba
Selain faktor host, jenis mikroba sendiri mempengaruhi kemungkinan munculnya penyakit hingga berat-
ringannya suatu penyakit. Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain:
a. Toxin
Toksin atau racun yang dimiliki mikroba seperti neurotoxins pada botulinum, staphylococcal
superantigen toxin, enterotoxins pada ETEC, V.cholerae dan cytotoxins pada Shiga toxin, C.difficile
b. Attachment
Yakni kemampuan mikroba untuk menempel dan berkolonisasi pada mukosa, walaupun tidak semua
mikroba mikroba menggunakan attachment ini
c. Invasi
Yaitu kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam sel host.

Pada prinsipnya patogen atau toxin dari pathogen masuk ke dalam saluran gastrointestinal dapat
melalui berbagai macam jalur seperti makanan, cairan ataupun jari-jari yang tercemari oleh feces
manusia atau hewan yang mengandung pathogen atau toxinnya, yang kemudian masuk ke saluran
gastrointestinal mencapai usus.
Di usus mikroba dapat memperbanyak diri dan memproduksi toksin atau racun di saluran cerna
sehingga menyebabkan diare. Jalur lain adalah mikroba / toxin dari mikroba masuk dan menyebar
melalui peredaran darah sehingga menyebabkan gejala infeksi sistemik seperti demam, nafsu makan
berkurang, dll. Hingga akhirnya patogen diekskresikan melalui feces (dapat juga melalui diare yg kita
keluarkan).
Berbagai kerusakan yang dapat terjadi akibat infeksi mikroba pada sistem pencernaan di antaranya:

Aksi dari toxin bakteri mengakibatkan infeksi lokal atau menyebar menuju bagian tubuh yang jauh
melalui peredaran darah atau sitem limfatik. Hal ini menyebabkan terjadinya proses radang di organ
setempat dan atau melibatkan organ lainnya.
Perforasi (luka) pada epitel mukosa setelah infeksi, operasi, atau trauma tertentu.



informasi kesehatan


Informasi Kesehatan
Penyakit & Kanker
Kesehatan Anak
Kehamilan
Alternatif & Herbal
Pengobatan
Psikologi
Seksualitas

Dokter Sehat > Penyakit & Kanker > Penyakit Dalam > Penyakit Infeksi > Infeksi Nosokomial, Penyebab


Infeksi Nosokomial, Penyebab dan Pencegahannya
Infeksi Nosokomial, Penyebab dan Pencegahannya
October 22, 2012 | belum ada komentar

Doktersehat.com Infeksi Nosokomial adalah infeksi silang yang terjadi pada perawat atau pasien saat
dilakukan perawatan di rumah sakit. Jenis yang paling sering adalah infeksi luka bedah dan infeksi
saluran kemih dan saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia). Tingkat paling tinggi terjadi di unit
perawatan khusus, ruang rawat bedah dan ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea). Tingkat
paling tinggi dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan kekebalan tubuh
(HIV/AIDS, pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid kronis), TB yang resisten terhadap
berbagai obat dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang parah

Sebagaimana jenis infeksi penyakit lainnya, infeksi nosokomial biasanya terjadi jika penderita lemah
atau jika barier alamiah terhadap invasi mikroba terganggu. Terdapat beberapa jenis barier alamiah
terjadinya infeksi penyakit. Sebagaimana diketahui, kulit, membran mukosa, saluran gastrointestinal,
saluran kencing, dan saluran nafas atas berfungsi sebagai barier alamiah terhadap infeksi.

Menurut Setyawati, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara
lain :

PENYEBAB

Penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :

1. Suntikan yang tidak aman dan seringkali tidak perlu.

2. Penggunaan alat medis tanpa ditunjang pelatihan maupun dukungan laboratorium.

3. Standar dan praktek yang tidak memadai untuk pengoperasian bank darah dan pelayanan transfusi

4. Penggunaan cairan infus yang terkontaminasi, khususnya di rumah sakit yang membuat cairan sendiri

5. Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik spektrum luas yang
berlebih atau salah

6. Berat penyakit yang diderita

PENCEGAHAN

Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini merupakan
seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan resiko terpapar material infeksius
seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Menurut
Zarkasih, pencegahan infeksi didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh
mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci
pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene
yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:

Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang paling
efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena
bersentuhan
Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat
pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan
hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis
mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan
tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui benda-
benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus
untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.
Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan
ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada
klien dan tenaga kesehatan
Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan kesehatan akan
menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan
manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan
masyarakat.

Penyebab, Kriteria, dan Masalah Infeksi Nosokomial

Penting untuk diingat kembali, bagi rekan-rekan yang bekerja di rumah sakit (Dokter, Perawat, Bidan,
dan petugas lainnya), kondisi higiene sanitasi lingkungan rumah sakit yang tidak memenuhi syarat
sangat beresiko menjadi faktor penyebab infeksi nosokomial. Kondisi ini menjadi determinan utama
inos, sedang faktor lainnya menjadi faktor resiko lain yang harus diwaspadai. Berbagai macam tindakan
perawatan pasien di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, sangat berpotensi menjadi
faktor pencetus terjadinya infeksi nosokomial. Kita dapat menyebut beberapa diantaranya seperti
tindakan invasif dan pembedahan beresiko tinggi menyebabkan paparan terhadap kuman penyebab
infeksi. Juga beberapa terapi bedah seperti imobilisasi, kateterisasi dan bedrest total pada pasien juga
beresiko terhadap paparan kuman (salah satunya karena terhambatnya proses fisiologis).
Disatu sisi sangat diperlukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya inos ini, misalnya dengan
menerapkan berbagai standar dan prosedur tetap pencegahan inos. Namun jika berbagai upaya ini tidak
diaplikasikan secara benar justru dapt meningkat resiko inos. Menurut Depkes RI (2003), terdapat
beberapa tindakan upaya pencegahan inos yang justru berpotensi meningkatkan penularan penyakit
kepada petugas, pasien, maupun masyarakat.. Beberapa tindakan itu antara lain mencuci tangan yang
kurang benar, penggunaan sarung tangan yang kurang tepat, penutupan jarum suntik secara tidak
aman, teknik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang kurang tepat dan praktek kebersihan ruangan
yang belum memadai. Hal ini dapat meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular penyakit karena
tertusuk jarum, terpajan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi dan pasien dapat tertular melalui
peralatan yang terkontaminasi pathogen.
Waspada Infeksi Nosokomial

Salah satu syarat agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial dengan baik
dan terarah adalah adanya buku pedoman dalam pengorganisasian penanggulangan dan cara mencegah
terjadinya infeksi nosokomial (Depkes, 2001).

Dalam program pencegahan dan pemberantasan infeksi nosokomial, perawat merupakan tenaga
kesehatan yang sangat penting dari tim pengendali infeksi nosokomial (infection control). Hal ini
disebabkan perawat adalah orang yang paling rutin berhubungan dengan pasien. Resiko pekerjaan yang
umum dihadapi oleh perawat kesehatan adalah kontak dengan darah dan cairan tubuh sewaktu
memberikan perawatan kepada pasien. Darah dan cairan tubuh ini dimungkinkan membawa patogen
yang merugikan. Paparan dari patogen ini meningkatkan resiko tertularnya infeksi penyakit (Depkes,
2003).

Beberapa ahli mendefinisikan infeksi nosokomial sebagai infeksi yang didapat di rumah sakit tanpa
adanya masa inkubasi ketika masuk rumah sakit. Secara bahasa, istilah infeksi nosokomial berasal dari
kata nosos yang berarti penyakit dan komeo yang berarti tempat untuk merawat. Nosokomial berarti
tempat untuk merawat penyakit atau rumah sakit.

Menurut Center for Desease Control, suatu infeksi dikatakan infeksi nosokomial jika memenuhi
beberapa criteria berikut:

Saat penderita mulai dirawat di Rumah Sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinis dari infeksi tersebut.
Saat penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
Tanda-tanda klinis infeksi baru mulai sekurang-kurangnya setelah 3 kali 24 jam sejak mulai perawatan.
Infeksi bukan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.

Untuk merekonstruksi pemahaman kita, secara etiologi sebagaimana pola penularan penyakit lainnya,
organisme penyebab-reservoir-rute penularan-sampai didaptkan pejamu baru mengikuti kaidah pola
pada umumnya. Dengan sumber infeksi keluar dari reservoir dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan atau saluran perkemihan (sehingga terjadi penularan). Proses terjadinya infeksi nosokomial
ini dapat digambarkan sebagai suatu rantai penularan dengan enam elemen yaitu organisme penyebab,
reservoir, portal atau jalan keluar dari reservoir, bentuk penularan dari reservoir ke pejamu, pejamu
yang cocok dan cara masuk ke pejamu.

Sementara menurut Depkes RI, 1993, infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi saat dirawat di
Rumah Sakit, artinya ketika masuk Rumah Sakit, pasien tersebut belum mengalami infeksi atau tidak
dalam masa inkubasi kuman tertentu. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah dirawat di RS atau infeksi pada
lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme berbeda dengan mikroorganisme saat masuk.
Beberapa istilah terkait misalnya Cross infections, Hospital Infections, Hospital Acquired infections dan
lain sebagainya,

Beberapa batasan yang digunakan untuk melakukan diagnose suatu infeksi nosokomial adalah pasien-
pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit (bukan pasien rawat jalan) sehingga dapat lebih dipastikan
bahwa infeksi didapatkan di Rumah Sakit. Kita sulit mengukur dan memastikan, jika batasan ini tidak
diberlakukan, misalnya jika sasaran pada pasien rawat jalan. Infeksi yang didapatkan pada pasien rawan
jalan bisa diperoleh dimana saja, selain di tempat pelayanan kesehatan (rawat jalan). Jika pun infeksi
dimaksud didapatkan di rumah sakit maka batasan yang umum dipakai adalah dirawat lebih dari tiga
hari. Batasan ini juga akan sangat bersifat relatif, karena nantinya akan tergantung juga, misalnya pada
masa inkubasi, dan lainnya.

Secara spesifik beberapa bakteri penyebab infeksi penyebab infeksi nosokomial sebagaimana daftar
berikut (Kusnanto, 1997)

Secara spesifik beberapa bakteri penyebab infeksi penyebab infeksi nosokomial sebagaimana
daftar berikut (Kusnanto, 1997)
Tempat Infeksi Bakteri Penyebab
Saluran pencernaan
Saluran pernafasan atas
Saluran pernafasan bawah
Septikemi
Luka bakar
Luka
Saluran kemih
E.coli, Salmonella, Shigella,
Camphylobacter,
H. influenzae, S.pyogenes, S.pneumoniae
S. pneumoniae, P.aerugenosa, K.pneumoiae
dan L. pneumophila.
E.coli, P.aeruginosa, S.aureus.
P. aeruginosa, E.coli, Saureus, S.Pyogenes
S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella,
Bacteroides,
P.mirabilis, S. marcescens
E.coli, P. aeruginosa, Proteus,
E.aerogenes,S.marcescens, Klebsiella,
S.faecalis

Public Health Information Blog

Ilmu Kesehatan Untuk Masyarakat Indonesia

Home
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Keluarga
Kesehatan Wanita
Comments RSS
Feeds

Beranda
Peta Situs

Artikel tentang :

Kumpulan Informasi Tentang Infeksi

Beberapa ahli mengatakan bahwa Indonesia adalah "gudangnya" penyakit infeksi. mungkin ada
benarnya juga, kita lihat saja berapa banyak macam penyakit infeksi di Indonesia mulai yang bersumber
pada binatang sampai penularan antar manusia. untuk menambah khasanah pengetahuan kita tentang
infeksi, artikel berikut mudah-mudahan bermanfaat...

TIPE MIKROORGANISME PENYEBAB INFEKSI

Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

Bakteri
Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies bakteri dapat menyebabkan
penyakit pada tubuh manusia dan dapat hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah,
makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.

Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus masuk dalam sel hidup untuk
diproduksi.

Fungi
Fungi terdiri dari ragi dan jamur

Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit adalah protozoa, cacing dan
arthropoda.

TIPE INFEKSI

Kolonisasi
Merupakan suatu proses dimana benih mikroorganisme menjadi flora yang menetap/flora residen.
Mikroorganisme bisa tumbuh dan berkembang biak tetapi tidak dapat menimbulkan penyakit. Infeksi
terjadi ketika mikroorganisme yang menetap tadi sukses menginvasi/menyerang bagian tubuh
host/manusia yang sistem pertahanannya tidak efektif dan patogen menyebabkan kerusakan jaringan.

Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana mikroorganisme tinggal.

Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian tubuh yang lain dan menimbulkan
kerusakan.

Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri

Septikemia : multiplikasi bakteri dalam darah sebagai hasil dari infeksi sistemik

Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat

Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang lama (dalam hitungan bulan
sampai tahun)

RANTAI INFEKSI
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi,
yaitu agen infeksi, reservoir, portal of exit, cara penularan, portal of entry dan host/ pejamu yang
rentan.


AGEN INFEKSI
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora transient maupun resident. Organisme transient
normalnya ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme transien
melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam aktivitas normal.
Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan cuci tangan. Organisme residen tidak dengan
mudah bisa dihilangkan melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan
dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung pada: jumlah
microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk masuk dan
bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari host/penjamu.

RESERVOAR (Sumber Mikroorganisme)
Adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup baik berkembang biak atau tidak. Yang
bisa berperan sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan benda lain.
Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya
microorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada hostnya. Sehingga
reservoir yang di dalamnya terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi
sakit (carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika karakteristik reservoarnya
cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.

PORTAL OF EXIT (Jalan Keluar)
Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoir harus menemukan jalan keluar (portal of exit untuk
masuk ke dalam host dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi, mikroorganisme harus
keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui
saluran pernapasan, pencernaan, perkemihan, genitalia, kulit dan membrane mukosa yang rusak serta
darah.

CARA PENULARAN (Transmission)
Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan berbagai cara seperti kontak langsung
dengan penderita melalui oral, fekal, kulit atau darahnya;kontak tidak langsung melalui jarum atau
balutan bekas luka penderita; peralatan yang terkontaminasi; makanan yang diolah tidak tepat; melalui
vektor nyamuk atau lalat.

PORTAL MASUK (Port de Entry)
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk dalam tubuh. Kulit merupakan barier
pelindung tubuh terhadap masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit dapat
menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh melalui rute atau jalan yang sama dengan
portal keluar. Faktor-faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen
masuk ke dalam tubuh.

DAYA TAHAN HOSPES (MANUSIA)
Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung
pada derajat ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang secara konstan kontak
dengan mikroorganisme dalam jumlah yang besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan
terhadap kekuatan dan jumlah mikroorganisme tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kerentanan tubuh terhadap kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status nutrisi,
terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.


PROSES INFEKSI
Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien tergantung dari tingkat infeksi,
patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka
akan meminimalisir penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi
tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks mekanisme yang sangat baik, yang
jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada
beberapa keadaan, komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal
tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat infeksi yang
disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya disebut hospes yang melemah.
Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor yang berhubungan dengan respon imun spesifik
disebut hospes yang terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan hospes bervariasi berdasarkan
pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang berkaitan dengan hospes yang melemah adalah:
infeksi berulang, infeksi kronik, ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya
kerentanan terhadap kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:

Periode/ Masa Inkubasi
Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala pertama.
Contoh: flu 1-3 hari, campak 2-3 minggu, mumps/gondongan 18 hari

Tahap Prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala nonspesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai gejala yang
spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan klien lebih mampu
menyebarkan penyakit ke orang lain.

Tahap Sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi. Contoh: demam
dimanifestasikan dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga, demam
tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.

Pemulihan
Interval saat munculnya gejala akut infeksi

PERTAHANAN TERHADAP INFEKSI
Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal di dalam dan luar
tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ memiliki mekanisme
pertahanan terhadap agen infeksius. Flora normal, sistem pertahanan tubuh dan inflamasi adalah
pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap mikroorganisme.

Flora Normal
Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada lapisan permukaan dan di dalam kulit,
saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal. Manusia secara normal mengekskresi setiap hari
trilyunan mikroba melalui usus. Flora normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut
berperan dalam memelihara kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab penyakit
unuk mendapatkan makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus.
Flora normal kulit menggunakan tindakan protektif dengan meghambat multiplikasi organisme yang
menempel di kulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan yang sensitif
dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang mengganggu keseimbangan ini
mengakibatkan individu semakin berisiko mendapat penyakit infeksi.

Sistem Pertahanan Tubuh
Sejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan unik terhadap mikroorganisme. Kulit, saluran
pernafasan dan saluran gastrointestinal sangat mudah dimasuki oleh mikroorganisme. Organisme
patogen dengan mudah menempel pada permukaan kulit, diinhalasi melalui pernafasan atau dicerna
melalui makanan. Setiap sistem organ memiliki mekanisme pertahanan yang secara fisiologis
disesuaikan dengan struktur dan fungsinya.

Berikut ini adalah mekanisme pertahanan normal terhadap infeksi:
Mekanisme pertahanan Faktor pengganggu pertahanan

1. Kulit
a. Permukaan, lapisan yang utuh
b. Pergantian lapisan kulit paling luar
c. Sebum
Luka abrasi, luka pungsi, daerah maserasi
Mandi tidak teratur
Mandi berlebihan

2. Mulut
a. Lapisan mukosa yang utuh
b. Saliva
Laserasi, trauma, cabut gigi
Higiene oral yang tidak baik, dehidrasi

3. Saluran pernafasan
a. Lapisan silia di jalan nafas bagian atas diselimuti oleh mukus
b. Makrofag
Merokok, karbondioksida & oksigen konsentrasi tinggi, kurang lembab, air dingin
Merokok

4. Saluran urinarius
a. Tindakan pembilasan dari aliran urine
b. Lapisan epitel yang utuh
Obstruksi aliran normal karena pemasangan kateter, menahan kencing, obstruksi karena pertumbuhan
tumor.
Memasukkan kateter urine, pergerakan kontinyu dari kateter dalam uretra.

5. Saluran gastrointestinal
a. Keasaman sekresi gaster
b. Peristaltik yang cepat dalam usus kecil
Pemberian antasida
Melambatnya motilitas karena pengaruh fekal atau obstruksi karena massa

6. Vagina
a. Pada puberitas, flora normal menyebabkan sekresi vagina untuk mencapai pH yang rendah
Antibiotik dan kontrasepsi oral mengganggu flora normal


Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan, produk darah dan nutrien
ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau
jaringan mati (nekrotik) dan memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk
bengkak, kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang terinflamasi. Bila
inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual,
muntah dan pembesaran kelenjar limfe.

Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme. Respon inflamasi
termasuk hal berikut ini:

a. respon seluler dan vaskuler
Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi, memungkinkan lebih banyak
darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah tersebut menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala
hangat lokal dihasilkan dari volume darah yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera
menyebabkan nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin, prostaglandin
dan serotonin. Mediator kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas pembuluh darah kecil. Cairan,
protein dan sel memasuki ruang interstisial, akibatnya muncul edema lokal.
Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi meningkatkan tekanan pada
ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri. Substansi kimia seperti histamin menstimuli ujung syaraf.
Sebagai akibat dari terjadinya perubahan fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya
mengalami kehilangan fungsi sementara dan akan kembali normal setelah inflamasi berkurang.

b. pembentukan eksudat inflamasi
akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP membentuk eksudat pada daerah inflamasi. Eksudat dapat
berupa serosa (jernih seperti plasma), sanguinosa (mengandung sel darah merah) atau purulen
(mengandung SDP dan bakteri). Akhirnya eksudat disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan
protein plasma seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada tempat inflamasi untuk
mencegah penyebaran.

c. perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru mengalami maturasi bertahap
sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk yang sama dengan sel sebelumnya

Respon Imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh monosit. Sisa
mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi asing yang tertinggal (antigen)
menyebabkan rentetan respon yang mengubah susunan biologis tubuh. Setelah antigen masuk dala
tubuh, antigen tersebut bergerak ke darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.

1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T memainkan peran utama dalam
imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada membran permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu
dengan sel yang reseptor permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan ini
mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk membentuk sel yang peka. Limfosit
yang peka bergerak ke daerah inflamasi, berikatan dengan antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin
menarik & menstimulasi makrofag untuk menyerang antigen

2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa imunoglobulin/antibodi yang
akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan
satu antigen. Sel B mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas,
sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi antigen.

3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M, D, E, G. Imunoglobulin M
dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen, sedangkan IgG menandakan infeksi yang terakhir.
Pembentukan antibodi merupakan dasar melakukan imunisasi.

4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah. Komplemen diaktifkan saat antigen
dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan, maka akan terjadi serangkaian proses katalitik.

5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu kemampuan virus dalam
bermultiplikasi.

Infeksi Nosokomial
Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial
artinya "yang berasal dari rumah sakit" kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama
penyakit.Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk
belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi
nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan
untuk pengobatan maupun dari lingkungan Rumah Sakit
Unit perawatan intensif (UPI) merupakan area dalam RS yang berisiko tinggi terkena Inos. Alasan ruang
UPI berisiko terjadi infeksi nosokomial:
Klien di ruang ini mempunyai penyakit kritis
Peralatan invasif lebih banyak digunakan di ruang ini
Prosedur invasif lebih banyak dilakukan
Seringkali prosedur pembedahan dilakukan di ruang ini karena kondisi darurat
Penggunaan antibiotik spektrum luas
Tuntutan tindakan yang cepat membuat perawat lupa melakukan tehnik aseptik

Infeksi iatroigenik merupakan jenis inos yg diakibatkan oleh prosedur diagnostik (ex:infeksi pada traktus
urinarius yg terjadi setelah insersi kateter). Inos dapat terjadi secara eksogen dan endogen. Infeksi
eksogen didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan merupakan flora normal.
Infeksi endogen terjadi bila sebagian dari flora normal klien berubah dan terjadi pertumbuhan yang
berlebihan.

Faktor yang berpengaruh pada kejadian infeksi klien:
Jumlah tenaga kesehatan yang kontak langsung dng pasien
Jenis dan jumlah prosedur invasif
Terapi yang diterima
Lamanya perawatan

Penyebab infeksi nosokomial meliputi:
Traktus urinarius:
Pemasangan kateter urine
Sistem drainase terbuka
Kateter dan selang tdk tersambung
Obstruksi pada drainase urine
Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Traktus respiratorius:
Peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi
Tdk tepat penggunaan tehnik aseptif saat suction
Pembuangan sekresi mukosa yg kurang tepat
Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Luka bedah/traumatik:
Persiapan kulit yg tdk tepat sblm pembedahan
Tehnik mencuci tangan tidak tepat
Tdk memperhatikan tehnik aseptif selama perawatan luka
Menggunakan larutan antiseptik yg terkontaminasi

Aliran darah:
Kontaminasi cairan intravena saat penggantian
Memasukkan obat tambahan dalam cairan intravena
Perawatan area insersi yg kurang tepat
Jarum kateter yg terkontaminasi
Tehnik mencuci tangan tidak tepat

Asepsis
Asepsis berarti tidak adanya patogen penyebab penyakit. Tehnik aseptik adalah usaha yang dilakukan
untuk mempertahankan klien sedapat mungkin bebas dari mikroorganisme. Asepsis terdiri dari asepsis
medis dan asepsis bedah. Asepsis medis dimaksudkan untuk mencegah penyebaran mikroorganisme.
Contoh tindakan: mencuci tangan, mengganti linen, menggunakan cangkir untuk obat. Obyek
dinyatakan terkontaminasi jika mengandung/diduga mengandung patogen. Asepsis bedah, disebut juga
tehnik steril, merupakan prosedur untuk membunuh mikroorganisme. Sterilisasi membunuh semua
mikroorganisme dan spora, tehnik ini digunakan untuk tindakan invasif. Obyek terkontaminasi jika
tersentuh oleh benda tidak steril.

Prinsip-prinsip asepsis bedah adalah sebagai berikut:
Segala alat yang digunakan harus steril
Alat yang steril akan tidak steril jika tersentuh
Alat yang steril harus ada pada area steril
Alat yang steril akan tidak steril jika terpapar udara dalam waktu lama
Alat yang steril dapat terkontaminasi oleh alat yang tidak steril
Kulit tidak dapat disterilkan


Tehnik Isolasi
Merupakan cara yang dibuat untuk mencegah penyebaran infeksi atau mikroorganisme yang bersifat
infeksius bagi kesehatan individu, klien dan pengunjung. Dua sistem isolasi yang utama adalah:
Centers for disease control and prevention (CDC) precaution
Body Subtance Isolation (BSI) System

CDC meliputi prosedur untuk:
Category-Specific Isolation precaution
Disease-Specific Isolation
Universal precaution

Category-Specific Isolation precaution meliputi:
1. Strict isolation
Untuk wabah dipteri pneumonia, varicella
Untuk mencegah penyebaran lewat udara
Perlu ruangan khusus, pintu harus dalam keadaan tertutup
Setiap orang yang memasuli ruangan harus menggunakan gaun, cap dan sepatu yang direkomendasikan
Harus menggunakan masker
Harus menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

2. Contact isolation
Untuk infeksi pernafasan akut, influensa pada anak-anak, infeksi kulit, herpes simplex, rubela scabies
Mencegah penyebaran infeksi dengan membatasi kontak
Perlu ruangan khusus
Harus menggunakan gaun jika ada cairan
Harus menggunakan masker jika kontak dengan klien
Memakai sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

3. Respiratory isolation
Untuk epiglotis, meningitis, pertusis, pneumonia dll
Untuk mencegah penyebaran infeksi oleh tisu dan droplet pernapasan karena batuk, bersin, inhalasi
Perlu ruangan khusus
Tidak perlu gaun
Harus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

4. Tuberculosis isolation
Untuk TBC
Untuk mencegah penyebaran acid fast bacilli
Perlu ruangan khusus dengan tekanan negatif
Perlu menggunakan gaun jika pakaian terkontaminasi
Harus memakai masker
Tidak perlu menggunakan sarung tangan
Perlu cuci tangan setiap kontak
Bersihkan disposal dan disinfektan meskipun jarang menyebabkan perpindahan penyakit

5. Enteric precaution
Untuk hepatitis A, gastroenteritis, demam tipoid, kolera, diare dengan penyebab infeksius, encepalitis,
meningitis
Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan feces
Perlu runagn khusus jika kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

6. Drainage/ secretion precaution
Untuk drainasi lesi, abses, infeksi luka bakar, infeksi kulit, luka dekubitus, konjungtivis
Mencegah penyebaran infeksi, membatasi kontak langsung maupun tidak langsung dengan material
tubuh
Tidak perlu ruangan khusus kecuali kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jika menyentuh bahan-bahan infeksius
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

7. Blood/ body fluid precaution
Untuk hepatitis b, sipilis, AIDS, malaria
Mencegah penyebaran infeksi, membatasi kontak langsung maupun tidak langsung dengan cairan tubuh
Tidak perlu ruangan khusus kecuali kebersihan klien buruk
Perlu gaun jika pakaian terkontaminasi
Tidak perlu masker
Perlu sarung tangan jiak menyentuh darah dan cairan tubuh
Perlu cuci tangan setiap kontak
Menggunakan disposal

Disease-Specific Isolation
Untuk pencegahan penyakit specifik
Contoh tuberkulosis paru
Kamar khusus
Gunakan masker
Tidak perlu sarung tangan

Body Subtance Isolation (BSI) System
Tujuan
Mencegah transmisi silang mikroorganisme
Melindungi tenaga kesehatan dari mikroorganisme dari klien

Elemen BSI
Cuci tangan
Memakai sarung tangan bersih
Menggunakan gaun, masker, cap, sepatu, kacamata
Membuang semua alat invasif yg telah digunakan
Tempat linen sebelum dicuci
Tempatkan diposibel pada sebuah plastik
Cuci dan sterilkan alat yang telah digunakan
Tempatkan semua specimen pada plastik sebelum ditranport ke laboratorium

Pencegahan infeksi di rumah:
Cuci tangan
Jaga kebersihan kuku
Gunakan alat-alat personal
Cuci sayuran dan buah sebelum dimakan
Cuci alat yang akan digunakan
Letakkan alat-alat yang terinfeksi pada plastik
Bersihkan seprei
Cegah betuk, bersin, bernapas langsung dengan orang lain
Perhatian pada tanda dan gejala infeksi
Pertahankan intake
(dari berbagai sumber)
Semoga Bermanfaat


Faktor Penyebab Perkembangan Infeksi Nosokomial

Posted by: okt5viana on: Mei 7, 2012

In: Uncategorized
Tinggalkan sebuah Komentar

Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di rumah sakit. Kontak antara
pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena
banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya
infeksi tergantung pada:
karakteristik mikroorganisme,
resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
tingkat virulensi,
dan banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi
nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross
infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang
penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit
yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya
selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.

1. Bakteri

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang sehat. Keberadaan bakteri
disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa
kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap
mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran
kemih.
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik maupun endemik.
Contohnya :
Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangren
Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat
menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi pembuluh darah serta seringkali telah
resisten terhadap antibiotika.
Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter.
Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran
pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari
semua infeksi di rumah sakit.
Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru, dan
peritoneum.

2. Virus
Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus
hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory
syncytial virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau
melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi
darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi
traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi
nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella-zoster
virus, juga dapat ditularkan.3,11

3. Parasit dan Jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-
anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri dan obat
immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans,
Cryptosporidium.

Faktor alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum
infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan
kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien
memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan
kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:3,5
Ekstravasasi infiltrat : cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain
Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infus
Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam
pembuluh darah
Septikemia : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul

Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis
kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam,
kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang
hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan
tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula.
Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.

Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi
pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya
peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan
waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan
melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu
diingat adalah: Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh,
atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan
segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

Anda mungkin juga menyukai