Disusun untuk memenuhi salah satu tugas tutorial mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Disusun oleh : Uman Nurjaman (4002100027)
Program Studi S-1 Keperawatan SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG Jl. Terusan Jakarta No. 71-75, Antapani-Bandung Tahun 2014
JAKARTA, KOMPAS.com - Perebutan suara dalam Pemilu Presiden 2014 yang akan digelar pada 9 Juli mendatang berlangsung ketat. Karena itu, berbagai praktik kecurangan potensial terjadi demi meraih suara. Paling tidak, ada sepuluh potensi kecurangan yang perlu diwaspadai masyarakat. Aktivis reformasi, Fadjroel Rachman, mengatakan, ada sepuluh potensi kecurangan pemilu yang harus diwaspadai. Kecurangan itu adalah serangan fajar berupa pembagian kebutuhan pokok atau uang tunai dengan harapan memilih pasangan calon tertentu, keberadaan pemilih fiktif, tidak mencelupkan jari pada tinta seusai menggunakan hak suara, hilangnya atau bertambahnya surat suara pada waktu penghitungan, serta waktu pemungutan dan penghitungan suara yang melewati batas waktu 12 jam sesuai dengan peraturan Komisi Pemilihan Umum. Selain itu, potensi kecurangan juga terjadi melalui politik uang, seperti pemberian doorprize, bila memilih salah satu pasang calon, keterlibatan aparat keamanan dan birokrasi untuk menggiring preferensi pemilihan warga, ancaman fisik dari organisasi masyarakat garis keras, pelanggaran selama tiga hari tenang dengan mengadakan pertemuan-pertemuan politik, serta memanfaatkan alat peraga kampanye yang belum dicopot dari tempat pemasangan. "Kesepuluh hal itu sangat klasik terjadi dan sering terjadi. Tidak ada gunanya memenangkan sebuah pertarungan melalui kecurangan. Masyarakat harus aktif bergerak melakukan pengawasan di tempat pemungutan suara," kata Fadjroel, Minggu (6/7/2014). Informasi yang dihimpun, kemarin siang, banyak warga juga mempertanyakan karena tiba-tiba dirinya mendapat layanan pesan singkat melalui telepon seluler (SMS) yang menggiring memilih pasangan capres tertentu. "Nomornya tak dikenal. Nomornya 085770063543. Tapi, saat ditanya siapa, enggak ada balasan," papar seorang warga yang tinggal di Bogor. Profesor riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Mochtar Pabottingi, melihat, peluang kecurangan dengan menggunakan instrumen kekuasaan marak terjadi dalam Pemilu Presiden 2014. Menurut Mochtar, adanya kepentingan untuk mengukuhkan kekuasaan kembali membuat pertaruhan politik dalam pemilu presiden kali ini terasa berat. Jaringan-jaringan kekuasaan yang sudah terbiasa hidup dengan kemewahan juga mencoba memanfaatkan segala kelemahan sistem negara dan menggunakan peluang ini. "Obor Rakyat" Pemantauan di Kota Tegal, Jawa Tengah, tabloid Obor Rakyat, selebaran yang menjelekkan calon presiden Joko Widodo, juga masih beredar. Pengelola Pondok Pesantren Al Munawaroh di Jalan Buya Hamka, Margadana, Kota Tegal, mendapatkan kiriman lengkap, tiga edisi. Edisi ketiga diterima sepekan lalu, sedangkan dua edisi sebelumnya diterima sebulan lalu dan dua pekan lalu. Pengasuh Pondok Pesantren Al Munawaroh KH Muhtar Khudlori mengatakan, Obor Rakyat edisi pertama diterima 100 eksemplar, sedangkan edisi kedua dan ketiga masing-masing 10 eksemplar. Yang edisi pertama langsung kami bakar karena isinya fitnah, ujarnya. Dari sampul coklat yang digunakan untuk mengirim paket tidak tertera nama pengirim. Nama yang tertera pada sampul tersebut juga hanya nama institusi penerima paket. Pada sampul itu juga tidak tertera stempel dari perusahaan ekspedisi pengirim paket. Muhtar mengaku mendapatkan tiga kali SMS, yang isinya menyudutkan capres Joko Widodo. (WIE/A014)
Hasil Pilpres 2014: Update quick count terbaru BY LIDYA PRATIWI ON 09/07/2014 ( 14 ) Berikut ini hasil hitung cepat atau quick count Litbang Kompas pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 yangdilakukan update secara terus menerus di website Si Momot ini, dari jam ke jam. Dengan demikian, silakan Anda selalu lihat berita ini dari jam ke jam berdasar update yang kami lakukan. Update terakhir hasil final quick count Kompas: Hasil akhir hitung cepat atau quick count harian Kompas menempatkan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, unggul atas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Setelah seluruh data masuk, Jokowi-JK meraih suara 52,34 persen, sedangkan Prabowo-Hatta sebesar 47,66 persen. Selisih suara keduanya sebesar 4,68 persen. (Baca selengkapnya: Hasil akhir quick count Pilpres 2014 Kompas: J okowi-J K unggul) Hitung cepat itu telah mencapai hasil penuh pada pukul 17.20 WIB, demikian dilansir Kompas. Hitung cepat itu menunjukkan Jokowi-JK unggul di semua wilayah yang menjadi lokasi sampel. Jokowi-JK unggul di Pulau Jawa dengan 51,35 persen dan Prabowo-Hatta 48,65 persen. Di Bali dan Nusa Tenggara, Jokowi-JK 53,73 persen dan Prabowo-Hatta 46,27 persen. Update pukul 16.30 WIB Rabu 9 Juli 2014 Hasil hitung cepat sementara menunjukkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih unggul dibanding pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Berdasarkan data sampel yang masuk sebesar 95,85 persen, Jokowi-JK memperoleh 52,37 persen dan Prabowo-Hatta sebesar 47,63 persen. Masih berdasarkan hasil hitung cepat, suara sah sebesar 70,31 persen dan suara tidak sah 0,94 persen. Angka tersebut berdasarkan data sementara, dan bukan hasil resmi. Hasil resmi pilpres akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Update pukul 15.00 WIB Rabu 9 Juli 2014 Lebih dari 83,35 persen suara sampel hitung cepat Litbang Kompas telah masuk. Posisi sementara pasangan Presiden-Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mengungguli Prabowo Subianto- Hatta Rajasa. Hasil hitung cepat Kompas menunjukkan, secara nasional Jokowi-Hatta memperoleh suara sebanyak 52,65 persen. Sedangkan Prabowo-Hatta memperoleh suara sebanyak 47,35 persen. Pasangan Jokowi-JK unggul di keenam gugus. Di Sumatera pasangan ini memperoleh 51,29 persen suara, sementara Prabowo-Hatta memperoleh 48,71 persen. Sementara itu di Jawa, Jokowi-JK memperoleh 51,76 persen suara. Prabowo-Hatta memperoleh 48,24 persen. Di gugus Bali dan Nusa Tenggara, Prabowo-Hatta hanya memperoleh 46,62 persen. Pasangan Jokowi-JK unggul 53,38 persen. Di Kalimantan, Jokowi-JK juga unggul 54,81 persen, sementara Prabowo-Hatta hanya 45,19 persen. Di gugus Sulawesi Prabowo Hatta mengantongi 42,10 persen, sedangkan Jokowi-JK mendapatkan 57,90 persen. Di Maluku-Papua, Jokowi unggul jauh 64,32 persen, sementara Prabowo-Hatta hanya 35,68 persen. Berdasarkan sumber litbang Kompas, tercatat jumlah sampel pemilih yang dipantau atau dihitung sebanyak 786.000 orang. Batas kesalahan atau margin of error dari hasil hitung cepat ini adalah kurang lebih 0,11 persen untuk sampel pemilih dan kurang lebih 2,2 persen untuk sampel TPS. Ini adalah quick count kesembilan kali yang diselenggarakan LitbangKompas. Untuk menjaga independensi, seluruh pendanaan dibiayai sendiri dari anggaran PT Kompas Media Nusantara tahun 2014. Hasil hitung cepat Kompas tergolong presisi dengan toleransi kesalahan di bawah 1 persen. Update pukul 14.30 WIB, Rabu 9 Juliu 2014 Hasil hitung cepat sementara yang digelar Litbang Kompas terhadap pemilu presiden, Rabu (9/7/2014), menunjukkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla masih unggul dibanding pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Berdasarkan data sampel yang masuk sebesar 73,25 persen persen, Jokowi-JK memperoleh 53,41 persen dan Prabowo-Hatta sebesar 46,59 persen. Masih berdasarkan hasil hitung cepat, suara sah sebesar 70,07 persen dan suara tidak sah 1,48 persen. Angka tersebut berdasarkan data sementara dan bukan hasil resmi. Hasil resmi Pilpres akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Dalam Pilpres kali ini, Litbang Kompas mengambil sampel 2000 TPS. Jika rata-rata jumlah pemilih yang terdaftar di setiap TPS sebanyak 393 orang, maka sampel pemilihnya mencapai 786.000 orang. Update jam 14.00 WIB, Rabu 9 Juli 2014Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan suara 54,81 persen. Sementara, pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih suara 45,19 persen. Angka ini berdasarkan data yang masuk sebesar 48,40 persen. Berikut ini hasil Hasil sementara hitung cepat atau quick count Litbang Kompas pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2014, menunjukkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dengan perolehan suara 54,81 persen. Sementara, pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih suara 45,19 persen. Angka ini berdasarkan data yang masuk sebesar 48,40 persen. Data masuk dari Indonesia Timur, ke Indonesia bagian tengah, lalu bagian barat, ujar General Manager Litbang Kompas, Harianto Santoso di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta, Rabu (9/7/2014). Catatan: Dalam proses hitung cepat Pilpres 2014, digunakan 2.000 sampel TPS yang tersebar di berbagai daerah dengan total sampel pemilih mencapai 786.000 orang. Batas kesalahan atau margin of error dari hasil hitung cepat ini adalah lebih kurang 0,11 persen untuk sampel pemilih dan lebih kurang 2,2 persen untuk sampel TPS. Ini adalah hitung cepat kesembilan kali yang diselenggarakan Litbang Kompas. Untuk menjaga independensi, seluruh pendanaan dibiayai sendiri dari anggaran PT Kompas Media Nusantara tahun 2014. Hasil hitung cepat Kompas tergolong presisi dengan toleransi kesalahan di bawah 1 persen. Bahkan pada Pilkada DKI tahun 2012, rata-rata selisih dengan hasil akhir di KPU hanya 0,05 persen. Pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 lalu, hasil quick count Litbang Kompas memiliki margin or error 0,16 persen dibandingkan hasil resmi KPU dengan tingkat kepercayaan 95 persen dari 1.991 sampel yang berhasil dikumpulkan. Hitung cepat Kompas adalah upaya Kompas mendorong terwujudnya pemilu berkualitas. Dengan metode hitung cepat, hasil pemilu dapat dilihat pada hari yang sama. Proses hitung cepat yang dipercaya dan independen dapat dijadikan alat mengontrol dan mendorong hasil pemilu yang jujur dan adil. Hal ini tak terlepas dari kontestasi politik era demokrasi di mana hasil pencoblosan kertas suara di bilik suara sering kali mengalami gangguan, distorsi, dan manipulasi dari berbagai pihak. Dengan kata lain, quick count mencegah terjadinya kecurangan dan menjaga hasil penghitungan suara bisa seperti apa adanya.
Merdeka.com - Hasil hitung cepat pemilu ini berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Kali ini masing-masing kubu baik Prabowo-Hatta maupun Jokowi-JK sama-sama mengklaim menang pada hasil hitung cepat atau quick count.
Beberapa hasil hitung cepat dinilai seperti dipaksakan. Beberapa hasil quick count yang berbeda dimunculkan oleh stasiun televisi tvOne.
tvOne yang dipunyai Aburizal Bakrie ini berkeras bahwa pemenang hitung cepat adalah kubu pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. tvOne menggunakan hasil dari Puskaptis, LSN, dan JSI sebagai acuan hitung cepatnya.
Namun hasil hitung cepat tersebut amat berbeda dengan kebanyakan hasil hitung cepat yang disiarkan di hampir semua stasiun TV swasta. Hasil hitung cepat yang dirilis lembaga lainnya, serentak memenangkan Jokowi-JK dengan selisih angka sekitar 5 persen.
Tak heran, perbedaan ini memicu munculnya hastag #TVoneMemangBeda yang dibuat oleh masyarakat. Bahkan hastag ini mencapai Trending Topic dunia disusul dengan hastag #PrayForPalestina yang menunjukkan perhatian mata dunia terhadap Palestina.
Akun @Kevin_Banzar misalnya mengatakan "Agak nyeleweng kali survei di TV one ini,di TV lain No.2 menang,cuma di TV One no.1 menang.. #TvOneMemangBeda"
Tagline stasiun swasta ini memang 'TvOne Memang Beda' namun di ajang pilpres kali ini, masyarakat seolah-olah menyindir dan menjadikannya bahan lelucon.
Analisis artikel
Sebagai Negara demokrasi tentunya dalam pemilihan ini kita bebas menentukan pilihan kita dalam memilih calon presiden yang akan memimpin Negara ini, dan sebagai Negara yang baik kita harus menentukan pilihan pada salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden, dengan ini kita akan ikut menentukan masa depan Negara Indonesia. Berdasaran tiga artikel diatas dapat disimpulkan bahwa pada setiap pemilihan umum selalu ada hitung cepat hasil suara, hasil hitung cepat suara ini terdapat beberapa perbedaan yang diantaranaya mengunggulkan pasangan yang berbeda beda, kejadin ini terjadi karena mungkin ada beberapa media yang melakukan hitung cepat belum menyebar seluruh relawannya ke seluruh wilayah Indonesia sehingga menyebabkan hasil hitung cepat dari tiap media dapat berbeda. Meskipun hasil pemilihan tidak sesuai dengan pilihan kita, sebagai warga Negara yang baik kita harus menghormati hasil dari proses yang telah dilaksanakan, karena setiap warga Negara meiliki hak pilih masing-masing, dan sebagai warga Negara yang baik kita harus menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan NKRI.