Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PROFESI NERS

DEPARTEMEN MEDICAL
LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU

LAPORAN INDIVIDU

Untuk Memenuhi Tugas Profesi di Ruang 25 RSSA Malang




Oleh:
STEFANI YULITA SARI
NIM. 105070201111012


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Kanker Paru
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel
yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.
Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker.
Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia
skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.

2. Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Paru
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor
lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan
diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan
paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok
mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok
dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap
setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok
(Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara
perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di
dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,
tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru
meningkat dua kali (Wilson, 2005).Diduga ada 3.000 kematian akibat
kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif
(Stoppler,2010).


c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara,
tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat
dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang
pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat
dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu
karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap
rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen,
kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan
kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker paru di antara pekerja yang
menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat
umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun
uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-
ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif
kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit
paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena
kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

3. Klasifikasi Kanker Paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi
ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru
sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau
campuran dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker
paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus.
Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa
biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar
secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum.
Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus
dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian
perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut
lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh
darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi
primer menyebabkan gejala-gejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma
dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas
yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar
dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada
jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang
terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini
kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular.
Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin
luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan crush
artifact pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling
jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor
dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam.
Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat
menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

4. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut
International Union Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer
(AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru.
STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0
Stadium 0 Tis, N0, M0
Stadium IA T1, N0, M0
Stadium IB T2, N0, M0
Stadium IIA T1, N1, M0
Stadium IIB T2, N1, M0
T3, N0, M0
Stadium IIIA T3, N1, M0
T1-3, N2, M0
Stadium IIIB T berapa pun, N3, M0
T4, N berapa pun, M0
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1


Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi
tidak terlihat pada radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang
normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah
menyerang pleura viseralis atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas
ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada,
diafragma, pleura mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di
bronkus utama yang terletak 2 cm dari distal karina, tetapi tidak melibatkan
karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar, trakea, esofagus,
atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung,
pembuluh darah besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga
pleura/perikardium yang disertai efusi pleura/perikardium, satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening
subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus
kontralateral; kelenjar getah bening skalenus atau supraklavikular
ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq,
2010).
5. Patofisiologi







6. Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa
produksi sputum. Produksi sputum yang berlebih merupakan suatu gejala
karsinoma sel bronkoalveolar (bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis
(batuk darah) merupakan gejala pada hampir 50% kasus. Nyeri dada juga
umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri pada lokasi tumor atau nyeri
yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding dada atau
mediastinum. Susah bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga
sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan
pneumonia segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran
nafas. Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor
bronkial obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.

b. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal
Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru
ke struktur/organ sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan
oleh keterlibatan pleura atau perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan
sesak nafas, dan efusi perikardial dapat menimbulkan gangguan
kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau kelenjar mediastinum dapat
menginvasi atau menyebabkan kompresi vena kava superior dari eksternal.
Dengan demikian pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena
kava superior, yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan
kongesti, pelebaran vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan
melibatkan cabang simpatis superior dan menyebabkan sindroma Horner,
melibatkan pleksus brakialis dan menyebabkan nyeri pada leher dan bahu
dengan atrofi dari otot-otot kecil tangan. Tumor di sebelah kiri dapat
mengkompresi nervus laringeus rekurens yang berjalan di atas arcus aorta
dan menyebabkan suara serak dan paralisis pita suara kiri. Invasi tumor
langsung atau kelenjar mediastinum yang membesar dapat menyebabkan
kompresi esophagus dan akhirnya disfagia.

c. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis
Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma
paraneoplastik. Biasanya hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor,
melainkan karena zat hormon/peptida yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri.
Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala seperti mudah lelah, mual, nyeri
abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik seperti galaktorea
(galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada karsinoma sel
kecil dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-endokrin. Peptida
yang disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic
hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun
kadar peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun
hanya sekitar 5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh
(clubbing finger) dan hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA)
juga termasuk manifestasi non metastasis dari kanker paru. Neuropati
perifer dan sindroma neurologi seperti sindroma miastenia Lambert-Eaton
juga dihubungkan dengan kanker paru.



















Tabel 2. Sindroma Paraneoplastik


d. Manifestasi Ekstratorakal Metastasis
Penurunan berat badan >20% dari berat badan sebelumnya (bulan
sebelumnya) sering mengindikasikan adanya metastasis. Pasien dengan
metastasis ke hepar sering mengeluhkan penurunan berat badan. Kanker
paru umumnya juga bermetastasis ke kelenjar adrenal, tulang, otak, dan
kulit. Keterlibatan organ-organ ini dapat menyebabkan nyeri local.
Metastasis ke tulang dapat terjadi ke tulang mana saja namun cenderung
melibatkan tulang iga, vertebra, humerus, dan tulang femur. Bila terjadi
metastasis ke otak, maka akan terdapat gejala-gejala neurologi, seperti
confusion, perubahan kepribadian, dan kejang. Kelenjar getah bening
supraklavikular dan servikal anterior dapat terlibat pada 25% pasien dan
sebaiknya dinilai secara rutin dalam mengevaluasi pasien kanker paru.

7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan
berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar
getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan
cairan pleura.

b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau
pemeriksaan analisis gas.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya.
Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh
karena metastasis.

1) Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama
dipergunakan untuk mendiagnosa kanker paru. Kanker paru memiliki
gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar
getah bening, dan metastasis ke organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode
tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat
dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan
pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak
hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi
serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga
mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan
tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan
dapat dilihat bila massa tumor berukuran >1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai
indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks
juga dapat ditemukan invasi ke dinding dada, efusi pleura,
efusi perikard dan metastasis intrapulmoner
Pemberian OAT pada penderita golongan risiko tinggi
yang tidak menunjukkan perbaikan atau bahkan memburuk
setelah 1 bulan harus menimbulkan pemikiran kemungkinan
kanker paru dan melakukan pemeriksaan penunjang lain
sehingga kanker paru dapat disingkirkan. Pengobatan
pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik
selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan
kemungkinan tumor di balik pneumonia tersebut.

Tabel 3. Gambaran foto toraks berdasarkan tipe
histologi kanker paru.

CT SCAN TORAKS
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans)
dapat mendeteksi tumor yang berukuran lebih kecil yang
belum dapat dilihat dengan foto toraks, dapat menentukan
ukuran, bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena
3 dimensi. CT scan toraks juga dapat mendeteksi
pembesaran kelenjar getah bening regional.22 Tanda-tanda
proses keganasan tergambar dengan baik, bahkan bila
terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak massif dan telah terjadi
invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan toraks
sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat mendeteksi
ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal.

MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)
MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien
kanker paru. Pada keadaan khusus, MRI dapat digunakan
untuk mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan pada CT
scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk
mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke
vertebra).22

PET scan (Positron Emission Tomography)
PET scan merupakan teknologi yang relatif baru.
Molekul glukosa yang memiliki komponen radioaktif
diinjeksikan ke dalam tubuh kemudian scan diambil.
Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel
kanker mengambil lebih banyak glukosa daripada sel yang
normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan bermultiplikasi
dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker
tampak lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor
primer, kelenjar getah bening dengan sel-sel keganasan, dan
tumor metastasis tampak sebagai spot yang terang pada PET
scan.
PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik
lini pertama untuk kanker paru, kadang digunakan setelah foto
toraks atau CT scan toraks untuk membedakan antara tumor
jinak dan ganas. PET scan khusus digunakan untuk
mendeteksi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening
regional dan metastasis jauh. Bagaimanapun, terdapat
beberapa kondisi yang lain dari kanker yang juga dapat
menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran PET
scan sebaiknya diinterpretasikan dengan hati-hati dan
dikorelasikan dengan hasil pemeriksaan penunjang lainnya.

2) Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang
rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada
jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran
perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain
itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan
yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan
sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk
mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif.
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker
paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan
untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.
Kategori diagnostik untuk pemeriksaan sitologi meliputi :
- Tidak dapat didiagnosis (non-diagnostic specimens)
Bila pada spesimen tidak terdapat materi seluler,
hanya ditemukan adanya sel-sel darah atau artefak-
artefak sewaktu preservasi. Termasuk dalam kategori ini
adalah specimen yang terdiri dari elemen-elemen seluler
jinak(epitel, makrofag, sel-sel inflamasi). Dalam hal ini
harus dikemukakan alasan kenapa dimasukkan ke dalam
kategori ini.
- Lesi jinak spesifik (specific benign lesions)
Kategori ini meliputi semua neoplasma jinak,
proses inflamasi, dan apusan pada proses infeksi (jamur,
mycobacterium, dan bakteri), serta harus dideskripsikan
secara spesifik, seperti jinak-hamartoma, jinak-inflamasi
granuloma yang sesuai dengan tuberculosis, dan lain
sebagainya.
- Atipikal, kemungkinan jinak (atypical cells present,
probably benign)
Kategori ini digunakan bila ditemukan komponen
epitel atau mesenkim dengan inti atipik (nuclear atypia)
sebagai perubahan yang reaktif atau reparatif (reparative).
Diagnosis ini tidak berdiri sendiri tetapi membutuhkan
korelasi patologi klinik dan pemeriksaan tambahan bila
ada indikasi secara klinis.
- Atipikal, curiga keganasan (atypical, suspicious
malignancy)
Kategori ini meliputi specimen yang menunjukkan
gambaran atipik yang diyakini berisiko tinggi terjadinya
keganasan (sel-sel sangat abnormal).
- Keganasan (malignancy)
Kategori ini dibuat bila ditemukan adanya
diagnosis definitif keganasan, disertai dengan jenis
histologi karsinoma. Harus dideskripsikan apakah
keganasan berasal dari epital atau non-epitel, dan bila
berasal dari epitel, harus dijabarkan lebih lanjut apakah
sel kecil (small cell) atau bukan sel kecil (non small cell)
ataukah metastasis. Oleh karena itu sangat dibutuhkan
korelasi dengan klinis.

Sitologi sputum telah dipublikasikan sebagai metode untuk
mengetahui risiko terjadinya kanker paru. Saccomanno dkk.
melaporkan progresi dari perubahan sitologi sampai menjadi
karsinoma pada populasi risiko tinggi di Colorado Barat. Perubahan
morfologi sitologi ini dapat mendeteksi dini kanker paru dan
perubahan lesi-lesi pre-keganasan dapat terdeteksi beberapa tahun
sebelum diagnosis kanker paru ditegakkan secara klinis. Telah
dilaporkan dalam beberapa penelitian bahwa atipik berat akan
berisiko 45% berkembang menjadi kanker paru dalam 2 tahun. Pada
penelitian Johns Hopkins dalam National Cancer Institute
Cooperative Early Lung Cancer Detection Project, dinyatakan bahwa
atipik sedang juga berisiko berkembang menjadi kanker paru.
Sebanyak 40% pasien dengan atipik sedang berkembang menjadi
kanker paru dalam waktu yang lama, dibandingkan dengan 3%
pasien non atipik.


Gambar 1.
Keterangan :
1A. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus yang normal pada
sputum, dengan inti yang eksentrik dan sitoplasma apical yang banyak.
1B. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus pada sputum dengan
atipik sedang, sel eosinofilik dengan rasio inti : sitoplasma besar,
membran inti ireguler, dan nukleolus yang berbeda.

3) Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus
merupakan indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan
bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus
dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan
lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor
yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.

4) Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan
untuk mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di
perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan
ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor.
Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di
dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.

5) Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna
pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah
pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada
ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian
jaringan paru yang tampak.
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung
ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari
jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor
yang ada (Soeroso, 1992).

8. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor
secara total berikut kelenjar getah bening disekitarnya. Hal ini biasanya
dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru yaitu stadium
I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC. Luas
reseksi atau pembedahan tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di
paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium lanjut, akan tetapi
lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar
radioterapi dan kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup
penderita kanker paru dapat menjadi lebih baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan
cara :
Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru
yang berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.
Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal
ini dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang sanggup
bernafas dengan satu paru.


b. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker
paru dengan tumor yang tumbuh terbatas pada paru. Radioterapi dapat
dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi tertentu tidak
dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama
sehingga teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien
tidak mendukung untuk dilakukan pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk
membunuh sel kanker. Pada beberapa kasus, radiasi diberikan dari luar
tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara internal
dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan
menggunakan kateter dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi
radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi dengan pembedahan atau
kemoterapi.

c. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum
diberikan pada SCLC atau pada kanker paru stadium lanjut yang telah
bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati. Kemoterapi dapat
digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan,
dan mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang
kemoterapi diberikan sebagai kombinasi pada terapi pembedahan atau
radioterapi.
Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk
membunuh sel kanker. Kombinasi pengobatan ini biasanya diberikan
dalam satu seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu
berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat
pulih (ASCO, 2010).

9. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium
penyakit. Pada kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan
pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ,
kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I,
sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang
dari 10% pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis
bervariasi dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status
penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup
rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup SCLC
tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35
% pada tahun 1975-1979 menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu,
angka harapan hidup 5 tahun untuk semua stadium hanya 15%. Angka ketahanan
sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit masih bersifat lokal,
tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American
Cancer Society, 2008).
























ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
KARSINOMA BRONKHOGENIK (KANKER PARU)

10.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan
klien, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi dan asuransi
kesehatan.
a) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan karsinoma bronkhogenik biasanya bervariasi
seperti keluhan batuk, batuk produktif, batuk darah, dan sesak napas.
b) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya keluhan hampir sama dengan jenis penyakit paru lainnya dan
tidak mempunyai awitan (onset) yang khas. Seringkali karsinoma ini
menyerupai pneumonitis yang tidak ditanggulangi. Batuk merupakan gejala
umum yang sering kali diabaikan oleh klien dengan bronkhitis kronis, batuk
akan timbul lebih sering dan volume sputum bertambah.
c) Riwayat penyakit sebelumnya
Walaupun tidak terlalu spesifik, biasanya akan didapatkan adanya keluhan
batuk jangka panjang dan penurunan berat badan secara signifikan.
d) Riwayat penyakit keluarga
Terdapat juga bukti bahawa anggota keluarga dari kliaen dengan kanker
paru beresiko lebih besar mengalami penyakit ini, walaupun masih belum
dapat dipastikan apakah hal ini benar-benar karena faktor herediter atau
karena faktor-faktor familial.

B. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien mengeluh batuk yang berkepanjangan,dengan /tidak disertai sekret,nyeri
pada dada ,malaise dan keletihan fisik.
b) Pola aktivitas dan latihan
Klien memiliki kesulitan pada aktifitasnya karena klien merasa lemah dan
keletihan fisik.
c) Pola nutrisi dan metabolik
Pemenuhan nutrisi pada klien kanker paru-paru menurun dikarena biasanya
nafsu makan buruk dan intake nutrisi yang tidak adekuat.
d) Pola eliminasi
Eleminasi alvi: sukar BAB ,dikarnakan gerak peristaltik usus menurun.
Eliminasi urin: pengukuran volume output urin dilakukan dalam hubungan
intake cairan
e) Pola tidur dan istirahat
Kesukaran untuk istirahat karena batuk , penumpukan sputum serta nyeri dada
yang menyebabkan gangguan kenyamanan pada klien.
f) Pola kognitif dan perseptual
Klien dan keluarganya biasanya tidak terlalu mengerti tentang penyakit yang
diderita (kanker paru-paru) ini.
g) Pola konsep diri
Adanya perasaan takut dan cemas terhadap penyakit yang diderita.
h) Pola koping
Mekanisme koping biasanya mal adaptif yang diikuti perubahan mekanisme
peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta
prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan dan
ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
i) Pola seksual dan reproduksi
Pola seksualnya kurang terpenuhi karena kondisinya tersebut.
j) Pola peran hubungan
Hubungan klien dengan keluarganya terganggu karena klien tidak dapat
menjalankan aktifitasnya seperti biasa.
k) Pola nilai kepercayaan
Pemenuhan aspek spiritual seperti ibadah biasanya tidak dapat terpenuhi
secara lengkap karena nyeri dada, batuk dan kelemahan fisik yang dirasakan.

C. Pemeriksaan Fisik
a) Pernafasan
Inspeksi
Secara umum biasanya klien tampak kurus, terlihat batuk, dengan/tanpa
peningkatan produksi sekret. Pergerakan dada biasanya asimetris apabila
terjadi komplikasi efusi pleura dengan hemoragi. Nyeri dada dapat timbul
dalam berbagai bentuk tapi biasanya sebagai rasa sakit atau tidak nyaman
akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Selain itu, dapat pula timbul
nyeri pleuritis bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran
neoplastik atau pneumonia. Gejala-gejala umum seperti anoreksia, lelah,
dan berkurangnya berat badan merupakan gejala-gejala lanjutan.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor.
Auskultasi
Didapatkan bunyi stidor lokal, wheezing unilateral didapatkan apabila
karsinoma melibatkan penyempitan bronkun dan ini merupakan tanda khas
pada tumor bronkhus. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinum
dapat menimbulkan suara serak akibat terangsangnya saraf rekuren, terjadi
disfagia akibat keterlibatan esofagus, dan paralisis hemidiafragma akibat
keterlibatan saraf frenikus.
(Alsagaff, 1996 dalam Muttaqin,A, 2008)

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
Foto thorax.
Untuk mengetahui adanya pembesaran massa atau tidak dan letak
pembesaran tersebut.
CT Scan.
Dapat memberikan bantuan lebih lanjut dalam membedakan lesi lesi yang
dicurigai.
Bronkoskopi.
Bronkoskopi yang sertai dengan biopsi untuk mendiagnosis jenis karsinoma
yang terjadi.
Biopsi kelenjar skalenus.
Cara terbaik untuk mendiagnosis kanker yang tidak terjangkau oleh
bronkoskopi.



2. Pemeriksaan Sitologi.
Sputum rutin, dikerjakan terutama bila ada keluhan seperti batuk.
Pemeriksaan sitologi tidak selalu memberikan hasil yang berarti karena tergantung
pada :
Letak tumor terhadap bronkus.
Jenis tumor.
Teknik mengeluarkan sputum.
Jumlah sputum yang diperiksa (dianjurkan pemeriksaan 3 5 hari berturut
turut).
Waktu pemeriksaan sputum.
Pada kanker paru yang letaknya sentral pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67 85 % pada karsinoma sel skuamosa.
Sehingga untuk Tn. J dapat dilakukan sitologi ini untuk mamastikan apakah
termasuk dalam kanker paru sel skuamosa.

Anda mungkin juga menyukai