Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari
adanya kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang
teknologi pada umumnya. Akibat kemajuan teknologi yang tak terbayangkan
dalam menyongsong milenium baru ini, menjadi penyebab terjadinya perubahan
perubahan di berbagai bidang dan struktur masyarakat baik secara cepat atau
lambat. Demikian pula semakin banyak penemuan-penemuan di berbagai bidang
khususnya dalam hal ini di bidang medis.
Dengan perkembangan diagnosa suatu penyakit dapat lebih sempurna
dilakukan dan pengobatan penyakitpun dapat berlangsung dengan cepat. Dengan
peralatan, rasa sakit si pasien diharapkan dapat diperingan agar kehidupan
seseorang dapat diperpanjang untuk jangka waktu tertentu dengan respirator.
Perkembangan teknologi dibidang medis ini dengan harapan agar dokter diberi
kesempatan untuk mengobati si pasien sebagai upaya bagi si pasien untuk sembuh
menjadi lebih besar, namun ada kalanya menimbulkan kesulitan di kalangan
dokter sendiri. Seperti penggunaan alat respirator yang dipasang untuk menolong
pasien, di mana jantung pasien berdenyut namun otaknya tidak berungsi dengan
baik.
Selain kasus tersebut di atas banyak lagi masalah yang dihadapi dokter
dalam mengobati pasien, seperti halnya pasien yang tidak mungkin lagi
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 1
2011
diharapkan sembuh atau hidup sehat karena belum ditemukan obatnya, sehingga
pasien merasakan sakit yang terus menerus, dalam hal ini apakah dokter harus
menghilangkan nyawa pasien atau euthanasia dengan teknik yang ada atau
membiarkan pasien begitu saja atau menyuruh pulang kembali ketengah
keluarganya. !enyadari hal itu kewajiban dokter adalah menghormati dan
melindungi setiap insan dengan menjalankan tugasnya semata-mata hanya untuk
menyembuhkan dan mengurangi penderitaan pasien dengan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya dan berdasarkan sumpah jabatan dan kode etik kedokteran.
Perlu diketahui bahwa perkembangan "uthanasia dalam pengaturan
hukum di dalam #itab $ndang-undang %ukum Pidana $ruguay telah melangkah
begitu jauh yang di antaranya disebutkan sebagai berikut& '%ukum dapat
menganggap seseorang tidak bersalah, bila ia melakukan perbuatan membunuh
yang bermotikan perasaan kasihan sebagai kelanjutan dari permintaan si korban
kepadanya berulang-ulang(.
Di Amerika Serikat yang menganut aliran hukum Anglo Sa)on,
'melakukan "uthanasia bukan suatu yang perlu dipermasalahkan karena dalam
sistem hukum yang demikian memungkinkan seseorang untuk meminta putusan
pengadilan untuk mengesahkan suatu tindakan( . *aliornia menjadi negara
bagian yang membuat undang-undang dan telah mengeluarkan suatu produk
legislati perihal '%ak untuk mati( dalam bentuk undang-undangnya yang diberi
nama '+he Natural Death Act( ,-./.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 2
2011
Perkembangan "uthanasia di 0epang dapat dilihat dari 1urisprudensi
sebuah Pengadilan +inggi di Nagoya yang mengajukan enam syarat untuk
melakukan "uthanasia, yaitu&
1. Pasien atau calon korban harus masih dapat membuat keputusan dan
mengajukan permintaan tersebut dengan serius.
2. Ia harus menderita suatu penyakit yang terobati pada stadium terakhir atau
dekat dengan kematiannya.
3. +ujuannya adalah sekedar untuk melepaskan diri dari rasa nyeri.
4. Ia harus menderita rasa nyeri yang tak tertahankan.
5. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas petunjuknya.
/. #ematian harus melalui cara kedokteran dan secara manusiawi.
$ruguay, Amerika, 0epang merupakan contoh dari negara yang setuju
dengan "uthanasia, tetapi ada juga negara yang sampai dengan saat ini tidak
setuju atau belum memenuhi aturan hukumnya tentang "uthanasia ini, seperti
halnya Indonesia dan 6elanda.
Di negara 6elanda kasus "uthanasia yang pertama terjadi pada tahun
,-52, ketika pengadilan di $trech dalam keputusannya pada tanggal ,, !aret
,-52 menjatuhkan hukuman bersyarat kepada seorang dokter, yang atas
permintaan dengan jalan suntikan mengakhiri hidup kakaknya yang sangat
menderita karena penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Demikian juga
terhadap kasus 7eeuwarder "uthanasia proses ,-.3. Pengadilan 7eeuwarder
dalam keputusannya tanggal 2, 0anuari ,-.3 menjatuhkan hukuman bersyarat
selama satu minggu kepada Nyonya Posman yang telah sengaja memberikan
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 3
2011
suntikan kepada ibunya yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Dua putusan pengadilan tersebut membuktikan bahwa di 6elanda, "uthanasia
belum dapat dilakukan.
Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesiik mengenai
euthanasia 8Mercy Killing9. "uthanasia atau menghilangkan nyawa orang atas
permintaan dirinya sendirI sama dengan perbuatan pidana menghilangkan nyawa
seseorang. Dan hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang
menyetujui tentang euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang euthanasia.
Pihak yang menyetujui euthanasia dapat dilakukan, hal ini berdasarkan
bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri
hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup
mendukung yaitu alasan kemanusian. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi
memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan
permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak
membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak
untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan
mutlak +uhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia.
Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang yang
dipakai sangatlah bertolak belakang, dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut
adalah masalah legalitas dari perbuatan euthanasia.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 4
2011
B. Perumusan Masalah
,. 6agaimanakah perspekti euthanasia dari segi medis :
2. 6agaimanakah tinjauan euthanasia dari segi hukum pidana :
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 5
2011
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
"uthanasia berasal dari bahasa 1unani, yaitu eu yang berarti indah, bagus,
terhormat atau graceully and with dignity, ; +hanatos yang berarti mati. 0adi
secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik.
Sedangkan secara haraiah, euthanasia tidak dapat diartikan sebagai pembunuhan
atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.
!enurut Philo 85<-2< S!9, euthanasia berarti mati dengan tenang ; baik,
sedangkan Suetonis penulis =omawi dalam bukunya >ita *aesarum mengatakan
bahwa euthanasia berarti 'mati cepat tanpa derita(. !asalah euthanasia biasanya
dikaitkan dengan masalah bunuh diri. Dalam hukum pidana, masalah bunuh diri
yang perlu dibahas adalah apakah seseorang yang mencoba bunuh diri atau
membantu orang lain untuk melakukan bunuh diri itu dapat dipidana, karena
dianggap telah melakukan kejahatan.
Di beberapa Negara seperti Amerika Serikat, seseorang yang gagal
melakukan bunuh diri dapat dipidana. 0uga di Israel, perbuatan percobaan bunuh
diri merupakan perbuatan yang dilarang ; diancam pidana. Pernah ada
amandemen agar larangan ini dicabut, tetapi Pro.Amos Shapira berpendapat
bahwa dengan konsep perbuatan percobaan bunuh diri sebagai tindakan yang
tidak terlarang, merupakan gerakan kearah diakuinya ?hak untuk mati@.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 6
2011
Dilihat dari segi agama Samawi, euthanasia ; bunuh diri merupakan
perbuatan yang terlarang. Sebab masalah kehidupan ; kematian seseorang itu
berasal dari Sang Pencipta yaitu +uhan. 0adi, perbuatan yang menjurus kepada
tindakan penghentian hidup yang berasal dari +uhan merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan kehendak +uhan, oleh karenanya tidak dibenarkan.
Apakah hak untuk mati dikenal di Indonesia: Indonesia melalui pasal 344
#$%P jelas tidak mengenal hak untuk mati dengan bantuan orang lain. 6anyak
orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah hak aAasi manusia, hak yang
mengalir dari 'hak untuk menentukan diri sendiri( 8the right o sel
determinationB+=CS9 sehingga penolakan atas pengakuan terhadap hak atas mati,
adalah pelanggaran terhadap hak aAasi manusia yang tidak dapat disimpangi oleh
siapapun ; menuntut penghargaan ; pengertian yang penuh pada
pelaksanaannya.
#ode "tik #edokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti&
,. 6erpindahnya ke alam baka dengan tenang ; aman tanpa penderitaan,
buat yang beriman dengan nama +uhan di bibir.
2. Daktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan
memberi obat penenang.
3. !engakhiri penderitaan ; shidup seorang sakit dengan sengaja atas
permintaan pasien sendiri ; keluarganya.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 7
2011
B. Terminologi
a. Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
6ila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu eutanasia agresi, eutanasia non agresi, dan eutanasia
pasi.
,. Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan
secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya
untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. "utanasia
agresi dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa yang
mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh
senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2. Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis
8autoeuthanasia9 digolongkan sebagai eutanasia negati, yaitu kondisi
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk
menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa penolakannya
akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah EcoicilE 8pernyataan
tertulis tangan9. "utanasia non agresi pada dasarnya adalah suatu praktik
eutanasia pasi atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3. Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia
negati yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah akti untuk
mengakhiri kehidupan seorang pasien. "utanasia pasi dilakukan dengan
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 8
2011
memberhentikan pemberian bantuan medis yang dapat memperpanjang
hidup pasien secara sengaja. 6eberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam
pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia
berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa
sakit seperti morin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
+indakan eutanasia pasi seringkali dilakukan secara terselubung oleh
kebanyakan rumah sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasi bisa dilakukan oleh tenaga medis
maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya
akibat keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung
beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak
mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak
rumah sakit untuk membuat Epernyataan pulang paksaE. !eskipun
akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara alamiah sebagai
upaya deensi medis.
b. Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin
Ditinjau dari sudut pemberian iAin maka eutanasia dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu &
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 9
2011
,. Eutanasia di luar kemauan pasien& yaitu suatu tindakan eutanasia yang
bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. +indakan
eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
2. Eutanasia secara tidak sukarela& "utanasia semacam ini adalah yang
seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan
yang keliru oleh siapapun juga.%al ini terjadi apabila seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan
misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien 8seperti pada
kasus +erri SchiaFo9. #asus ini menjadi sangat kontroFersial sebab
beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi si pasien.
3. Eutanasia secara sukarela & dilakukan atas persetujuan si pasien
sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroFersial.
#arena masih banyak pertentangan mengenai deinisi euthanasia, diajukan
berbagai pendapat sebagai berikut&
- Voluntary euthanasia& Permohonan diajukan pasien karena, misalnya
gangguan atau penyakit jasmani yang dapat
mengakibatkan kematian segera yang keadaannya
diperburuk oleh keadaan isik ; jiwa yang tidak
menunjang.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 10
2011
- Involuntary euthanasia& #einginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat
dilakukan karena, misalnya seseorang yang menderita
sindroma +ay Sachs. #eputusan atau keinginan untuk
mati berada pada pihak orang tua atau yang
bertanggung jawab.
- Assisted suicide & +indakan ini bersiat indiFidual dalam keadaan ;
alasan tertentu untuk menghilangkan rasa putus asa
dengan bunuh diri.
!. Tinakan Langsung Menginuksi "ematian.
Alasan adalah meringankan penderitaan tanpa iAin indiFidu yang
bersangkutan ; pihak yang berhak mewakili. %al ini sebenarnya pembunuhan,
tapi dalam pengertian agak berbeda karena dilakukan atas dasar belas kasihan.
Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama, moral, ;
kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya,
meskipun atas permintaan yang bersangkutan dengan nyata ; sungguh-sungguh
adalah perbuatan yang tidak baik.
Di Amerika Serikat, euthanasia lebih populer dengan istilah 'physician
assisted suicide(. Negara yang telah memberlakukan euthanasia lewat undang-
undang adalah 6elanda ; di negara bagian Cregon-Amerika Serikat.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 11
2011
elaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat!syarat tertentu" antara
lain&
,. Crang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sedang
sakit ; tidak dapat diobati, misalnya kanker.
2. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil ;
tinggal menunggu kematian.
3. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya
hanya dapat dikurangi dengan pemberian morin.
4. 1ang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah
dokter keluarga yang merawat pasien ; ada dasar penilaian dari dua orang
dokter spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan euthanasia.
Semua persyaratan itu harus dipenuhi, baru euthanasia dapat dilaksanakan.
Indonesia sebagai negara berasaskan Pancasila, dengan sila pertamanya
?#etuhanan 1ang !ahaesa@, tidak mungkin menerima tindakan 'euthanasia akti(.
!engenai 'euthanasia pasi(, merupakan suatu 'daerah kelabu( karena
memiliki nilai bersiat 'ambigu( yaitu di satu sisi bisa dianggap sebagai perbuatan
amoral, tetapi di sisi lain dapat dianggap sebagai perbuatan mulia karena
dimaksudkan untuk tidak memperpanjang atau berjalan secara alamiah.
D. As#ek Hukum Euthanasia
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 12
2011
$ndang-undang yang tertulis dalam #$%P hanya melihat dari sisi dokter
sebagai pelaku utama euthanasia, khususnya euthanasia akti ; dianggap sebagai
pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa seseorang.
Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang dipersalahkan dalam
tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia
tersebut, tidak peduli apakah tindakan tersebut atas permintaan pasien itu sendiri
atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan pasien dalam keadaan sekarat
atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum diketahui pengobatannya. Di lain
pihak, hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar
bugar yang tentunya masih ingin hidup, ; tidak menghendaki kematiannya
seperti pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat pasal-pasal dalam
undang-undang dalam #$%P.
Ikatan Dokter Indonesia 8IDI9 sebenarnya telah cukup antisipasi dalam
menghadapi perkembangan iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat
lunak berupa S# P6 IDI no.3,-BP6B4BGG mengenai 'Pernyataan Dokter Indonesia
tentang Inormed *onsent(. Disebutkan di sana, manusia dewasa ; sehat rohani
berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya.
Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walau untuk kepentingan pasien itu sendiri.
#emudian S# P6 IDI no.33/BP6B4BGG mengenai 'Pernyataan Dokter
Indonesia tentang !ati(. Sayangnya S#P6 IDI ini tidak atau belum
tersosialisasikan dengan baik di kalangan IDI sendiri maupun di kalangan
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 13
2011
pengelola rumah sakit. Sehingga, tiap dokter ; rumah sakit masih memiliki
pandangan ; kebijakan yang berlainan.
Apabila diperhatikan lebih lanjut, pasal 33G, 34<, ; 344 #$%P, ketiganya
mengandung makna larangan untuk membunuh. Pasal 34< #$%P sebagai aturan
khususnya, dengan dimasukkannya unsur 'dengan rencana lebih dahulu(,
karenanya biasa dikatakan sebagai pasal pembunuhan yang direncanakan atau
pembunuhan berencana. !asalah euthanasia dapat menyangkut dua aturan
hukum, yakni pasal 33G ; 344 #$%P. Dalam hal ini terdapat apa yang disebut
?concursus idealis@ yang diatur dalam pasal /3 #$%P, yang menyebutkan bahwa&
8,9 0ika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka
yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika
berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok
yang paling berat.
829 0ika suatu perbuatan yang masuk dalam suatu aturan pidana yang
umum diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang dikenakan. Pasal /3 829 #$%P ini mengandung
asas ?le) specialis derogat legi generalis@, yaitu peraturan yang khusus
akan mengalahkan peraturan yang siatnya umum.
E. As#ek Hak A$asi Euthanasia
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 14
2011
%ak aAasi manusia 8%A!9 selalu dikaitkan dengan hak hidup, hak damai, ;
sebagainya. +api tidak tercantum jelas adanya hak seseorang untuk mati. !ati
sepertinya justru dihubungkan dengan pelanggaran %A!, terbukti dari aspek
hukum euthanasia yang cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan
euthanasia. Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak ; sebagainya,
secara tidak langsung seharusnya terbersit adanya hak untuk mati, apabila dipakai
untuk menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari
segala penderitaan yang hebat.
%. As#ek Ilmu Pengetahuan Euthanasia
Iptekdok dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan upaya tindakan
medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan pasien. Apabila
secara iptekdok hampir tidak ada kemungkinan untuk mendapat kesembuhan
ataupun pengurangan penderitaan, apakah seseorang tidak boleh mengajukan
haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya: Segala upaya yang dilakukan
akan sia-sia, bahkan sebaliknya dapat dituduhkan suatu kebohongan, karena di
samping tidak membawa kesembuhan, keluarga yang lain akan terseret dalam
habisnya keuangan.
&. As#ek Agama Euthanasia
#elahiran ; kematian merupakan hak prerogati +uhan ; bukan hak
manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 15
2011
memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Atau dengan kata lain,
meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa seseorang menguasai dirinya
sendiri, tapi sebenarnya ia bukan pemilik penuh atas dirinya. Ada aturan-aturan
tertentu yang harus kita patuhi ; kita imani sebagai aturan +uhan.
0adi, meskipun seseorang memiliki dirinya sendiri, tetapi tetap saja ia tidak boleh
membunuh dirinya sendiri. Pernyataan ini menurut ahli agama secara tegas
melarang tindakan euthanasia, apapun alasannya.
Dokter dapat dikategorikan melakukan dosa besar ; melawan kehendak
+uhan dengan memperpendek umur seseorang. Crang yang menghendaki
euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang-kadang dalam
keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa, ; putus asa tidak berkenan di
hadapan +uhan. +etapi putusan hakim dalam pidana mati pada seseorang yang
segar bugar, ; tentunya sangat tidak ingin mati, ; tidak sedang dalam
penderitaan apalagi sekarat, tidak pernah dikaitkan dengan pernyataan agama
yang satu ini.
Aspek lain dari pernyataan memperpanjang umur, sebenarnya bila
dikaitkan dengan usaha medis dapat menimbulkan masalah lain. !engapa orang
harus ke dokter untuk berobat mengatasi penyakitnya: #alau memang umur
berada di tangan +uhan, bila memang belum waktunya, ia tidak akan mati. %al ini
dapat diartikan sebagai upaya memperpanjang umur atau menunda proses
kematian. 0adi upaya medis dapat pula dipermasalahkan sebagai upaya melawan
kehendak +uhan.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 16
2011
Pada kasus-kasus tertentu, hukum agama memang berjalin erat dengan
hukum positi. Sebab di dalam hukum agama juga terdapat dimensi-dimensi etik
; moral yang juga bersiat publik. !isalnya tentang perlindungan terhadap
kehidupan, jiwa atau nyawa. %al itu jelas merupakan ketentuan yang sangat
prinsip dalam agama. Dalam hukum positi manapun, prinsip itu juga
diakomodasi. Cleh sebab itu, ketika kita melakukan perlindungan terhadap nyawa
atau jiwa manusia, sebenarnya kita juga sedang menegakkan hukum agama,
sekalipun wujud materinya sudah berbentuk hukum positi atau hukum negara.
H. Be'era#a kasus Menarik Euthanasia
,. "asus Hasan "usuma ( Inonesia
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Cktober
2<<4 telah diajukan oleh seorang suami bernama %assan #usuma karena tidak
tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek
koma selama 2 bulan dan di samping itu ketidakmampuan untuk menanggung
beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula. Permohonan untuk
melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri 0akarta Pusat. #asus ini
merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang di luar keinginan pasien.
Permohonan ini akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri 0akarta Pusat, dan
setelah menjalani perawatan intensi maka kondisi terakhir pasien 8. 0anuari
2<<59 telah mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya.
2. "asus seorang )anita Ne) *erse+ , Amerika Serikat
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 17
2011
Seorang perempuan berusia 2, tahun dari New 0ersey, Amerika Serikat,
pada tanggal 2, April ,-.5 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat
bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan Aat
psikotropika secara berlebihan.Cleh karena tidak tega melihat penderitaan sang
anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu
pernapasan tersebut. #asus permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan
pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua pasien ditolak, namun
pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun
dilepaskan pada tanggal 3, !aret ,-./. Pasca penghentian penggunaan alat bantu
tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma.
Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal ,2 0uni ,-G5, pasien
tersebut meninggal akibat ineksi paru-paru 8pneumonia9.
3. "asus Terri Schia-o
+erri SchiaFo 8usia 4, tahun9 meninggal dunia di negara bagian Hlorida,
,3 hari setelah !ahkamah Agung Amerika memberi iAin mencabut pipa makanan
8eeding tube9 yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat
hidup. #omanya mulai pada tahun ,--< saat +erri jatuh di rumahnya dan
ditemukan oleh suaminya, !ichael SchiaFo, dalam keadaan gagal jantung.
Setelah ambulans tim medis langsung dipanggil, +erri dapat diresusitasi lagi,
tetapi karena cukup lama ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang
berat, akibat kekurangan oksigen. !enurut kalangan medis, gagal jantung itu
disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Cleh karena
itu, dokternya kemudian dituduh malapraktek dan harus membayar ganti rugi
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 18
2011
cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi yang
membahayakan ini pada pasiennya.
Setelah +erri SchiaFo selama G tahun berada dalam keadaan koma, maka
pada bulan !ei ,--G suaminya yang bernama !ichael SchiaFo mengajukan
permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu makanan pada istrinya bisa
dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun orang tua +erri
SchiaFo yaitu =obert dan !ary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh
langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa
makanan +erri dilepaskan dengan iAin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari
harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi.
#etika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh
dilepaskan, maka para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya
guna menggerakkan Senat Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang
memerintahkan pengadilan ederal untuk meninjau kembali keputusan hakim
tersebut. $ndang-undang ini langsung didukung oleh Dewan Perwakilan Amerika
Serikat dan ditandatangani oleh Presiden Ieorge Dalker 6ush. +etapi,
berdasarkan hukum di Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang
pada akhirnya ternyata hakim ederal membenarkan keputusan hakim terdahulu.
4. "asus rumah sakit Boramae , "orea
Pada tahun 2<<2, ada seorang pasien wanita berusia /G tahun yang
terdiagnosa menderita penyakit sirosis hati. +iga bulan setelah dirawat, seorang
dokter bermarga Park umur 3< tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 19
2011
8respirator9 atas permintaan anak perempuan si pasien. Pada Desember 2<<2, anak
lelaki almarhum tersebut meminta polisi untuk memeriksa kakak perempuannya
beserta dua orang dokter atas tuduhan melakukan pembunuhan. Seorang dokter
yang bernama dr. Park mengatakan bahwa si pasien sebelumnya telah meminta
untuk tidak dipasangi alat bantu pernapasan tersebut. Satu minggu sebelum
meninggalnya, si pasien amat menderita oleh penyakit sirosis hati yang telah
mencapai stadium akhir, dan dokter mengatakan bahwa walaupun respirator tidak
dicabutpun, kemungkinan hanya dapat bertahan hidup selama 24 jam saja
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 20
2011
BAB III
PENUTUP
A. "esim#ulan
%A! yang terutama adalah 'hak untuk hidup(, yang dimaksudkan untuk
melindungi nyawa seseorang terhadap tindakan sewenang-wenang dari orang lain.
Cleh karena itu masalah euthanasia yang dideinisikan sebagai kematian yang
terjadi karena pertolongan dokter atas permintaan sendiri atau keluarganya, atau
tindakan dokter yang membiarkan saja pasien yang sedang sakit tanpa menentu,
dianggap pelanggaran terhadap hak untuk hidup milik pasien.
+etapi dalam perkembangannya, di negara maju seperti Amerika Serikat,
diakui pula adanya ?hak untuk mati@ walaupun tidak mutlak. Dalam keadaan
tertentu, euthanasia diperbolehkan untuk dilakukan di Amerika Serikat. Namun di
Indonesia, masalah euthanasia ini tetap dilarang. Cleh karenanya, dikatakan
bahwa masalah %A! bukanlah merupakan masalah yuridis semata-mata, tetapi
juga bersangkutan dengan masalah nilai-nilai etis ; moral yang ada di suatu
masyarakat tertentu.
Sejak berlakunya #$%P sampai saat ini, belum ada kasus yang secara
nyata terjadi di Indonesia yang berkaitan dengan euthanasia seperti diatur dalam
pasal 344 #$%P yang sampai ke pengadilan. %al ini mungkin disebabkan karena&
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 21
2011
- 6ila memang benar terjadi di Indonesia, tetapi tidak pernah dilaporkan
ke polisi, sehingga sulit untuk pengusutan lebih lanjut.
- #eluarga korban tidak tahu bahwa telah terjadi kematian sebagai
euthanasia, karena masyarakat Indonesia masih awam terhadap hokum,
apalagi menyangkut euthanasia.
- Alat-alat kedokteran di rumah sakit di Indonesia belum semodern di
negara maju, ; kalaupun ada, masih terlalu mahal untuk dapat
digunakan oleh masyarakat umum, sebagai pencegah kematian seorang
pasien secara teknis.
Di samping itu, dari hukum materilnya sendiri, yaitu pasal 344 #$%P,
sulit untuk dipenuhi unsur-unsurnya, sehingga bila terjadi kasus, maka akan sulit
pembuktiannya.
Apapun alasannya, bila tindakan dilakukan dengan tujuan mengakhiri
hidup seseorang maka dapat digolongkan sebagai tindak pidana pembunuhan.
Namun dalam hal euthanasia hendaknya tidak secara gegabah memberikan
penilaian, apalagi jenis ; alasan euthanasia yang bermacam-macam. Perlu
dipertimbangkan dengan seksama oleh penegak hukum tentang hal-hal yang
mempengaruhi emosi seorang dokter yang secara langsung berhadapan dengan
pasien, antara lain penderitaan pasien mengatasi penyakitnya, kondisi penyakit
yang sudah stadium terminal ; tidak mungkin lagi diobati.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 22
2011
Cleh sebab itu, hukuman untuk tindakan euthanasia akti yang pernah
terjadi di 6elanda misalnya, hanya berupa hukuman percobaan yang sangat
ringan. 6ahkan pada beberapa kasus nampak ada kecenderungan hakim untuk
tidak menghukum pelaku euthanasia.
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia di
Indonesia tetap dilarang. 7arangan ini terdapat dalam pasal 344 #$%P yang
masih berlaku hingga saat ini. Akan tetapi perumusannya dapat menimbulkan
kesulitan bagi para penegak hukum untuk menerapkannya atau mengadakan
penuntutan berdasarkan ketentuan tersebut. Agar pasal 344 #$%P dapat
diterapkan dalam praktik, maka sebaiknya dalam rangka ?ius constituendum@
hukum pidana, bunyi pasal itu hendaknya dirumuskan kembali, berdasar
kenyataan yang yang terjadi ; disesuaikan perkembangan di bidang medis.
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 23
2011
DA%TA. PUSTA"A
,. Suryadi +. Seri Ilmu #edokteran %ukum #edokteran. 6anda acehJ 2<<G.
2. Amien H. #apita Selekta %ukum #edokteran. Iraikatama. 0akartaJ ,--,.
3. http&BBid.wikipedia.orgBwikiB"utanasiaK"utanasiaLditinjauLdariLsudutLcara
Lpelaksanaannya
4. http&BBhukumkes.wordpress.comB2<<GB<3B,5Baspek-hukum-dalam-
pelaksanaan-euthanasia-di-indonesiaB
5. http&BBwww.lawskripsi.comBinde).php:
optionMcomLcontent;FiewMarticle;idM3,;ItemidMG
KKS SMF FORENSIK RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI 24
2011

Anda mungkin juga menyukai