Anda di halaman 1dari 29

71

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Visi dan Misi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
a. Visi
Terwujudnya Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Tenggara
Tahun 2013.
b. Misi
Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, maka Rumah
Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai misi sebagai
berikut :
1) Meningkatkan pelayanan kesehatan prima berlandaskan etika profesi
2) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penelitian tenaga
kesehatan
3) Meningkatkan kesejahteraan karyawan

2. Status Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri pada
tahun 1971 yang dikelola berdasarkan anggaran pemerintah provinsi tahun
1969/1970. Berdasarkan SK Menteri Kesehatan, No.51/Menkes/II/1979,
tanggal 22 Februari 1979 Rumah Sakit Umum (RSU) Provinsi Sulawesi
Tenggara merupakan rumah sakit milik Pemrintah Provinsi (PemProv)
Sulawesi Tenggara. Rumah sakit ini memiliki klasifikasi Rumah sakit tipe C
72

dan memiliki susunan struktur organisasi berdasarkan SK Gubernur Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tanggal 28 Maret 1983, No.77 tahun 1983.
Setelah 5 tahun berjalan, pada tanggal 21 Desember 1998 klasifikasi
RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan menjadi tipe B (non
pendidikan). Hal ini berdasarkan SK Menteri Kesehatan,
No.1482/Menkes/SK/XII/1998 dan sesuai Peraturan Daerah (Perda) pada
tanggal 8 Mei 1999, No. 3 tahun 1999. Sehingga kedudukan RSU Provinsi
Sulawesi Tenggara secara teknis berada dibawah Dinas Kesehatan (Dinkes)
Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara taktis operasional rumah sakit berada
dibawah dan tanggung jawab Gubernur.
Sejak tanggal 18 Januari 2005, terdapat 5 pelayanan yang telah
terakreditasi di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, pelayanan tersebut yaitu
Administrasi Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat,
Pelayanan Keperawatan, dan Rekam Medis. Hal ini sesuai dengan SK Dirjen
Yanmed No.HK.00.06.3.5.139. Setelah berjalan 5 tahun, pada tanggal 31
Desember 2010, akreditasi pelayanan di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
mengalami peningkatan menjadi 12 pelayanan, yaitu Administrasi
Manajemen, Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Keperawatan, Rekam Medis, Pelayanan Radiologi, Pelayanan Farmasi,
Pelayanan Laboratorium, Pelayanan Peristi, Pelayanan Kamar Operasi, dan
Pelayanan Pencegahan Infeksi, serta Pelayanan Keselamatan dan kesehatan
Kerja. Hal ini sesuai dengan SK Dirjen Yanmed No.HK.00.06.3.5.139.
73

Pada tanggal 15 Oktober 2010 sesuai dengan Undang-Undang Rumah
Sakit No.44 tahun 2009, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, RSU
Provinsi Sulawesi Tenggara telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD). Perubahan tersebut telah ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK)
Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor : 653 tahun 2010. Diakhir tahun 2012
RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, mengalami pemindahan lokasi di Jalan
Kapten Piere Tendean, Kecamatan Baruga sekaligus mengalami perubahan
nama dari RSU Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi Rumah Sakit Umum
Bahteremas (RSU Bahteramas/ RSUB) Provinsi Sulawesi Tenggara.
RSU Bahteramas memiliki luas lahan sekitar 69.000 m
2
, dengan luas
bangunan seluruhnya adalah 22.577 m
2
. Sarana terdiri dari bagunan fisik
seluas 35.410 m
2
dan halaman parkir sekitar 1.500 m
2
. Setiap bangunan
mempunyai aktivitas yang sangat tinggi, yang terdiri dari kegiatan pelayanan
pasien, administrasi, pengolahan makanan, pemeliharaan/perbaikan instalasi
listrik dan air, kebersihan, dan lain sebagainya.

3. Letak Geografis
Sejak berdiri pada tahun 1971 lokasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
berada di Jalan Dr. Ratulangi No. 151 Kelurahan Kemaraya, Kecamatan
Mandonga. Namun pada tahun 2009 telah direncanakan pembagunan lokasi
baru RSU Provinsi Sulawesi Tenggara oleh pemerintah setempat. Pada
tanggal 21 Oktober 2012 lokasi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara yang baru
telah di resmikan, rumah sakit ini berpindah lokasi di Jalan Kapten Piere
74

Tendean No. 40, Kecamatan Baruga. Lokasi ini strategis karena mudah
dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Jalan Kapten Piere
Sebelah Timur : Polsek Baruga, Perumahan Penduduk
Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk
Sebelah Barat : Balai Pertanian Provinsi, Perumahan Penduduk

4. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
Tugas pokok dan fungsi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara, mengacu
pada Peraturan Daerah (Perda) No. 5 tahun 2008, tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Pola Tata Kelola RSU Provinsi
Sulawesi Tenggara. Maka tugas pokok RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
yakni, melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna
dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu, dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan
melaksanana upaya rujuakan. Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut,
RSU Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai fungsi, sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan pelayanan medik
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan
75

g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
h. Menyelenggarakan upaya promotif dan preventif

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Sampai dengan akhir tahun 2012 terdapat 5 fasilitas/sarana pelayanan
kesehatan yang terdapat di BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara. Pelayanan tersebut terdiri dari Pelayanan Kesehatan
Rawat Jalan, Pelayanan Kesehatan Rawat Inap, Pelayanan Penunjang Medik,
dan Pelayanan Lain. Pelayanan kesehatan rawat jalan dibagi menjadi 3
instalasi yaitu Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Jalan yang
terdiri dari 14 Poliklinik (Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan,
Kesehatan Anak, Penyakit Dalam, Bedah, Neurologi, Mata, Telinga, Hidung,
dan Tenggorokan (THT), Gigi dan Mulut, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit
dan Kelamin, Orthopedy, Gizi, Jiwa, dan Poliklinik Terpadu/VCT), dan
Instalasi Rehabilitasi Medik (Fisioterapi dan Akupuntur).
Untuk pelayanan kesehatan rawat inap, dibagi menjadi 4 instalasi yaitu
Instalasi Rawat Intensif (ICU, PICU, ICCU), Intalasi Kamar Operasi, Instalasi
Kamar Bersalin, Instalasi Rawat Inap yang terdiri dari 4 bangunan ruangan,
masing-masing ruangan dibagi menjadi beberapa kelas lagi (Ruangan
Anggrek (Kelas I dan VIP), Ruangan Mawar (Kelas II dan Kelas III),
Ruangan Asoka (Kelas III), Ruangan Perawatan Intensif (ICU/ICCU), dan
Ruangan Perawatan Bayi atau PICU/NICU). Pelayanan Penunjang Medik
terdiri dari 4 bagian yaitu, Patologi Klinik/Laboratorium, Patologi Anatomi,
Radiologi, dan Farmasi/Apotik. Sarana atau fasilitas pelayanan terakhir yang
76

terdapat di BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara yaitu Fasilitas Pelayanan Lain yang terdiri dari, Instalasi
Gizi/Dapur, Binatu, Ambulance, serta Perawatan dan Pengantaran Jenazah.

B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 23
Agustus 2013 sampai dengan 17 Oktober 2013, dengan jumlah sampel sebanyak
32 orang perawat, hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
1.1 Karakteristik Responden
1.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki-Laki 9 28,1
Perempuan 23 71,9
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.1, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 9 orang (28,1%),
77

sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 23 orang
(71,9%).
1.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Distribusi frekuensi responden berdasarkan golongan umur di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Umur (Tahun) Jumlah Persentase (%)
> 35 8 25
35 24 75
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.2, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan golongan umur 35 tahun berjumlah 24 orang (75%),
sedangkan responden dengan golongan umur > 35 tahun berjumlah 8 orang
(25%).
1.2 Variabel Penelitian
1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


78

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
Baik 24 75
Kurang 8 25
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.3, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan tingkat pengetahuan kurang berjumlah 8 orang (25%),
sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan baik berjumlah 75 orang
(75%).
1.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap
Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap di Instalasi Gawat
Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Baik 18 56,3
Cukup 14 43,8
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
79

Berdasarkan tabel 4.4, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan kurang baik berjumlah 14 orang (43,8%), sedangkan
responden dengan sikap baik berjumlah 18 orang (56,3%).
1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Kegawatdaruratan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pelatihan
kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatihan Kegawatdaruratan
di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pelatihan Jumlah Persentase (%)
Baik 19 59,4
Kurang 13 40,6
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.5, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden yang telah atau pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan
berjumlah 19 orang (59,4%), sedangkan responden yang belum pernah atau
tidak mengikuti pelatihan kegawatdaruratan berjumlah 13 orang (40,6%).
1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

80

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Tinggi 28 87,5
Rendah 4 12,5
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.6, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan tingkat pendidikan tinggi berjumlah 28 orang (87,5%),
sedangkan responden dengan tingkat pendidikan rendah berjumlah 4 orang
(12,5%).
1.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Masa/Pengalaman Kerja
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman atau masa
kerja di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013

Pengalaman Kerja Jumlah Persentase (%)
Lama 12 37,5
Sedang 20 62,5
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.7, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan pengalaman atau masa kerja lama berjumlah 12 orang
81

(37,5%), sedangkan responden dengan pengalaman atau masa kerja sedang
berjumlah 20 orang (62,5%).
1.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Respon Time
Distribusi frekuensi responden berdasarkan respon time di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Respon Time di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013
Respon Time Jumlah Persentase (%)
Cepat 14 43,8
Lama 18 56,3
Total 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.8, dari 32 orang responden diketahui bahwa
responden dengan respon time atau waktu tanggap cepat berjumlah 14
orang (43,8%), sedangkan responden dengan respon time atau waktu
tanggap lama berjumlah 18 orang (56,3%).

2. Analisis Bivariat
2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Respon Time Perawat di Instalasi Gawat
Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2013
Distribusi hubungan pengetahuan dengan respon time di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
82

Tabel 4.9
Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Respon Time Perawat di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013
No. Pengetahuan
Respon Time
Jumlah
P Lama Cepat
n % n % n %
1. Baik 11 34,4 13 40,6 24 75
0,040 2. Kurang 7 21,9 1 3,1 8 25
Total 18 56,3 14 43,8 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.9, dari 32 orang responden diketahui bahwa, 13
orang (40,6%) responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap
yang lama dengan tingkat pengetahuan baik, 7 orang (21,9%) responden
yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat
kurang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu
tanggap yang cepat dengan tingkat pengetahuan baik berjumlah 11 orang
(34,4%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap
yang cepat dengan tingkat pengetahuan kurang, berjumlah 1 orang (3,1%).
Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai
X
2
continuity correction diperoleh nilai p (0,040) < dari nilai (0,05),
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal
ini menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan kegawatdaruratan
dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2013.
83

2.2 Hubungan Sikap dengan Respon Time perawat di Instalasi Gawat Darurat
BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2013
Distribusi hubungan sikap dengan respon time di Instalasi Gawat
Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.10
Distribusi Hubungan Sikap dengan Respon Time Perawat di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013
No. Sikap
Respon Time
Jumlah
P Lama Cepat
n % n % n %
1. Baik
7 21,9 11 34,4 18 56,3
0,025 2. Cukup 11 34,3 3 9,4 14 43,8
Total 18 56,3 14 43,8 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.10, dari 32 orang responden diketahui bahwa,
7 orang (21,9%) responden yang memberikan respon time atau waktu
tanggap yang lama dengan sikap yang baik, dan 11 orang (34,3%) responden
yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan sikap
yang cukup baik. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau
waktu tanggap yang cepat dengan sikap yang baik berjumlah 11 orang
(34,4%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap
yang cepat dengan sikap yang cukup baik, berjumlah 3 orang (9,4%). Dari
hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X
2

continuity correction diperoleh nilai p (0,025) < dari nilai (0,05), dengan
84

demikian dapat disimpulkan bahwa H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan sikap dengan respon time perawat dalam
penanganan pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah
Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013.
2.3 Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Respon Time perawat di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2013
Distribusi hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan respon time di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.11
Distribusi Hubungan Pelatihan dengan Respon Time Perawat di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013
No. Pelatihan
Respon Time
Jumlah
P Lama Cepat
n % N % n %
1. Baik 9 28,1 10 31,3 19 59,4
0,221 2. Kurang 9 28,1 4 12,5 13 40,6
Total 18 56,3 14 43,8 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan pelatihan kegawatdaruratan yang pernah diikuti
(tabel 4.11), dari 32 orang responden diketahui bahwa, 9 orang (28,1%)
responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama
dengan pelatihan yang baik, dan 9 orang responden (28,1%) yang
memberikan respon time atau waktu tanggap yang lama dengan pelatihan
yang kurang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau
85

waktu tanggap yang cepat dengan pelatihan yang baik berjumlah 10 orang
(31,3%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap
yang cepat dengan pelatihan yang kurang berjumlah 4 orang (12,5%). Dari
hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program SPSS, nilai X
2

continuity correction diperoleh nilai p (0,221) > dari nilai (0,05), dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa H
1
ditolak dan H
0
diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pelatihan kegawatdaruratan dengan
respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2013.
2.4 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2013
Distribusi hubungan tingkat pendidikan dengan respon time di Instalasi
Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.12
Distribusi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013
No.
Tingkat
Pendidikan
Respon Time
Jumlah
P Lama Cepat
n % N % n %
1. Tinggi 16 50 12 37,5 28 87,5
0,788 2. Rendah 2 6,3 2 6,3 4 12,5
Total 18 56,3 14 43,8 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
86

Berdasarkan tingkat pendidikannya (tabel 4.12), dari 32 orang
responden diketahui bahwa, 2 orang (6,3%) responden yang memberikan
respon time atau waktu tanggap yang lama dengan tingkat pendidikan yang
rendah, dan 16 orang (50%) responden yang memberikan respon time atau
waktu tanggap yang lama dengan tingkat pengetahuan yang tinggi.
Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap
yang cepat dengan tingkat pendidikan yang rendah berjumlah 2 orang
(6,3%), dan responden yang memberikan respon time atau waktu tanggap
yang cepat dengan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 12 orang
(37,5%). Dari hasil uji statistik chi square dengan menggunakan program
SPSS, nilai X
2
continuity correction diperoleh nilai p (0,788) > dari nilai
(0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H
1
ditolak dan H
0

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat
pendidikan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat
darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013.
2.5 Hubungan Pengalaman atau Masa Kerja dengan Respon Time Perawat di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2013
Distribusi hubungan pengalaman/masa kerja dengan respon time di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

87

Tabel 4.13
Distribusi Hubungan Pengalaman Kerja dengan Respon Time Perawat di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013
No.
Pengalaman/
Masa Kerja
Respon Time
Jumlah
P Lama Cepat
n % N % n %
1. Lama 4 12,5 8 25 12 37,5
0,043 2. Sedang 14 43,8 6 18,8 20 62,5
Total 18 56,3 14 43,8 32 100
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan pengalaman atau masa kerjanya (tabel 4.12), dari 32
orang responden diketahui bahwa, 4 orang (12,5%) yang memberikan respon
time atau waktu tanggap yang lama dengan pengalaman atau masa kerja
yang lama, dan 14 orang (43,8%) responden yang memberikan respon time
atau waktu tanggap yang lama dengan pengalaman atau masa kerja yang
sedang. Sedangkan responden yang memberikan respon time atau waktu
tanggap yang cepat dengan pengalaman atau masa kerja yang lama
berjumlah 8 orang (25%), dan responden yang memberikan respon time atau
waktu tanggap yang cepat dengan pengalaman atau masa kerja yang sedang
berjumlah 6 orang (18,8%). Dari hasil uji statistik chi square dengan
menggunakan program SPSS, nilai X
2
continuity correction diperoleh nilai
p (0,043) < dari nilai (0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
pengalaman atau masa kerja dengan respon time perawat dalam penanganan
pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013.
88

3. Analisis Multivariat
Disribusi hasil analisis multivariat dari faktor independen
(pengetahuan, sikap, dan pengalaman/masa kerja), yang paling dominan atau
paling berhubungan dengan respon time, dari hasil analisis bivariat
sebelumnya, sebagai berikut :
Tabel 4.14
Hasil Analisis Multivariat
No. Variabel
Variables In The Equation
Omnibus Tests of
Model Coefficients
Beta Sig.
Exp
(B)
Chi
Square
df. Sig.
1. Pengetahuan -1,622 0,210 0,198
9,348 3 0,025
2. Sikap -0,998 0,278 0,368
3.
Pengalaman/
Masa Kerja
-1,341 0,120 0,262
4. Constant 1,270 0,081 3,561
Sumber Data : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 4.14, dari hasil analisis bivariat menunjukkan
bahwa variabel independen (pengetahuan, sikap, pelatihan, tingkat
pendidikan, dan pengalaman/masa kerja) yang berhubungan dengan variabel
dependen (respon time) yaitu variabel pengetahuan, sikap, dan
pengalaman/masa kerja. Berdasarkan hasil analisis multivariat, dari ketiga
variabel independen tersebut, yang mempunyai konstribusi hubungan paling
besar/tinggi adalah variabel sikap dengan nilai Exp (B) = 0,368. Kemudian
variabel pengalaman atau masa kerja dengan nilai Exp (B) = 0,262. Dan
variabel yang memiliki konstribusi hubungan terendah adalag pengetahuan
dengan nilai Exp (B) = 0,198.
Maka dapat disimpulkan bahwa, faktor yang paling berhubungan
dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di
89

Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2013 adalah sikap dengan nilai Exp (B) = 0,368.

C. Pembahasan
Dari hasil penelitian diatas, hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Hubungan Pengetahuan Kegawatdaruratan dengan Respon Time Perawat
dalam Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD
Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Dari hasil penelitian menunjukan terdapat 8 orang (25%) responden
yang memiliki tingkat pengetahuan kegawatdaruratan yang kurang, sedangkan
24 orang (75%) responden memiliki tingkat pengetahuan kegawatdaruratan
yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas
di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara, memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang
kegawatdaruratan. Sehingga dalam pelaksanaan tugasnya, perawat dapat
memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai yang dibutuhkan oleh
pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan
menggunakan rumus chi square, antara pengetahuan kegawatdaruratan dengan
respon time perawat menunjukkan bahwa, ada hubungan pengetahuan
kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien
gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X
2
continuity correction diperoleh
nilai p (0,040) < dari nilai (0,05), dengan demikian H
0
ditolak dan H
1
90

diterima. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana
pengetahuan menempati variabel dengan konstribusi terbesar kedua dari
variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,138.
Hasil peneilitian ini sejalan berdasarkan hasil penelitian Rogers
(1974), dimana pengetahuan memiliki 2 aspek yaitu positif dan negatif. Kedua
aspek inilah yang menentukan bagaimana seseorang akan berperilaku. Selain
itu, menurut Notoatmodjo (2010), seseorang dengan tingkat pengetahuan yang
luas atau tinggi tidak hanya mengetahui sesuatu (masalah) saja, tetapi dapat
memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis atau menyususn
sampai melakukan evaluasi terhadap perencanaan pemecahan masalah yang
dihadapi. Pengetahuan yang dimiliki seseorang juga tidak terlepas dari latar
belakang pendidikan yang dimiliki, hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut menerima
informasi, dan semakin banyak informasi yang diperoleh maka semakin
banyak pengetahuan yang didapatkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki,
seseorang dapat menggunakan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah
yang ditemui. Dengan kata lain pengetahuan yang dimiliki oleh perawat,
perawat diharapkan mampu menggunakan kemampuannya untuk menanggani
pasien yang datang khususnya perawat di unit gawat darurat. Sehingga dengan
semakin tinggi pengetahuan semakin cepat respon time atau waktu tanggap
perawat dalam menangani pasien yang datang.
91

2. Hubungan Sikap dengan Respon Time Perawat dalam Penanganan Pasien
Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Dari hasil penelitian menunjukan dari 32 responden, terdapat 14 orang
(43,8%) responden yang memiliki sikap yang kurang. Sedangkan terdapat 18
orang (56,3%) responden yang memiliki sikap yang baik. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian perawat yang bertugas di Instalasi Gawat
Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,
memiliki sikap yang baik dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
kepada pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat)
dengan menggunakan rumus chi square, antara sikap dengan respon time
perawat menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan sikap dengan respon time
perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X
2

continuity correction diperoleh nilai p (0,025) < dari nilai (0,05), dengan
demikian H
0
ditolak dan H
1
diterima. Hal ini sejalan dengan hasil analisis
multivariat variabel sikap memiliki konstribusi ketiga terbesar/tertinggi dari 4
variabel independen lainnya, dengan nilai sig 0,290. Hal tersebut
menunjukkan dari 5 variabel independen yang diteliti, variabel sikap memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap variabel dependen (respon time).
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori sikap pada tinjauan pustaka.
Hasil penelitian Azawar (2009), sikap merupakan suatu bentuk reaksi
perasaan yang memiliki 2 afek yaitu positif dan negatif, dimana dari afek
92

tersebut dapat menentukan pola perilaku seseorang untuk menyesuaikan diri
dalam suatu situasi. Sikap tidak terlepas dari komponen pembentuknya yaitu
kognitif atau yang menyangkut rasa percaya seseorang, afektif atau yang
berkaitan dengan masalah emosional (perasaan suka, tidak suka, marah, dll),
dan konatif atau komponen perilaku, dimana seseorang akan menunjukkan
sikapnya terhadap suatu objek. Sikap dapat terbentuk dengan adanya interaksi
sosial yang dialami oleh individu, apabila individu mendapatkan pengaruh
yang bersifat positif maka seseorang akan bersikap positif, begitupun
sebaliknya apabila individu mendapatkan pengaruh yang bersifat negatif maka
seseorang akan bersikap negatif. Pengaruh dapat berasal dari pengalaman
pribadi, orang lain, kebudayaan, media, suatu lembaga pendidikan dan agama,
dan faktor emosional individu sendiri. Dari sinilah seseorang akan
menentukan karakteristik sikapnya masing-masing terhadap apa yang akan
dilakukan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, sikap yang dimiliki oleh seseorang dapat
berpengaruh pada pola perilakunya. Apabila seseorang memiliki masalah atau
emosionalnya terganggu maka dalam pelaksanaan tugas yang dikerjakan oleh
seseorang akan terganggu. Terlebih lagi jika seseorang mendapatkan pengaruh
dari pihak lain yang sifatnya negatif, maka dalam pelaksanaan tugasnya
seseorang akan memiliki sifat yang negatif, sehingga dalam proses
pekerjaannya akan terganggu dan hasilny pun tidak akan optimal, begitu pulas
jika terjadi sebaliknya.

93

3. Hubungan Pelatihan Kegawatdaruratan dengan Respon Time Perawat dalam
Penanganan Pasien Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD
Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Dari hasil penelitian menunjukan terdapat 13 orang (40,6%) responden
dengan kategori pelatihan yang kurang, sedangkan 19 orang (59,4%)
responden dengan kategori pelatihan yang baik. Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat
Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara,
memiliki kategori pelatihan yang baik. Hal ini dikarenakan sebagian besar
responden telah atau pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.
Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan
menggunakan rumus chi square, antara pelatihan kegawatdaruratan dengan
respon time perawat menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan pelatihan
kegawatdaruratan dengan respon time perawat dalam penanganan pasien
gawat darurat. Hal ini dikarenakan nilai X
2
continuity correction diperoleh
nilai p (0,221) > dari nilai (0,05), dengan demikian H
1
ditolak dan H
0
diterima. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori pelatihan pada tinjauan
pustaka. Pelatihan merupakan bagian dari investasi Sumber Daya Manusia
(SDM) atau human investment untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan kerja, sehingga kinerja pegawai pun meningkat, ini berdasarkan
hasil penelitian Simanjuntak (2005).
Sedangkan Ivancevich (2008) mengungkapakan bahwa, pelatihan adalah
usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai. Dalam hal ini pelatihan memiliki
94

arti penting yaitu sebuah proses untuk mengubah perilaku kerja
seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.
Pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk
menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk
berhasil dalam pekerjaannya. Menurut Gary Dessler (2009), pelatihan
merupakan kebutuhan bagi karyawan yang baru ataupun yang sudah bekerja,
hal ini dikarenakan tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan
lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Hendry, 2010).
Salah satu syarat petugas kesehatan yang bekerja di pelayanan
kegawatdaruratan suatu rumah sakit, adalah memiliki sertifikat pelatihan
kegawatdaruratan (BLS/PPGD/GELS/ALS) dengan pencapaian 100%,
(Depkes RI, 2006 & KepMenkes, 2009). Dengan kata lain, seharusnya semua
petugas kesehatan yang bertugas di IGD mengikuti pelatihan BTLS dan
BCLS, hal ini dikarenakan merekalah petugas yang berdiri di garda depan
pelayanan dan senantiasa berada di samping pasien selama 24 jam. Dan setiap
pasien yang masuk/datang memiliki kondisi yang berbeda, apabila petugas
kesehatan tidak dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang baik,
maka keselamatan jiwa pasien tidak akan dapat dipertahankan secara optimal.
Dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu kebutuhan bagi
para pekerja/karyawan/pegawai baik yang masih baru ataupun sudah bekerja.
Hal ini dikarenakan pelatihan dapat menunjang pengetahuan yang dimilki
sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang dalam
95

bekerja, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja baik
pekerja/karyawan/pegawai itu sendiri dan instansi dimana mereka bekerja.

4. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Respon Time Perawat dalam
Penanganan Pasien Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD
Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Dari hasil penelitian menunjukan dari 32 orang responden terdapat
4 orang (12,5%) responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah,
sedangkan 28 orang responden (87,5%) memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di
Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga dalam
pelaksanaan tugasnya, perawat dapat memberikan pelayanan asuhan
keperawatan sesuai yang dibutuhkan oleh pasien yang datang ke Instalasi
Gawat Darurat (IGD).
Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan
menggunakan rumus chi square, antara tingkat pendidikan dengan respon time
perawat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan
respon time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat. Hal ini
dikarenakan nilai X
2
continuity correction diperoleh nilai p (0,788) > dari nilai
(0,05), dengan demikian H
1
ditolak dan H
0
diterima. Hal ini tidak sejalan
dengan hasil analisis multivariat dimana tingkat pendidikan menempati
96

variabel dengan konstribusi terendah keempat dari 4 variabel independen
lainnnya, dengan nilai sig 0,340.
Penanganan pasien gawat darurat secara cepat, tepat, dan cermat dapat
terlaksanan dengan baik apabila didukung dengan latar belakang pendidikan
perawat yang memadai. Hal ini dikarenakan dengan latar belakang pendidikan
yang cukup akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang untuk
melaksanakan tugasnya secara maksimal. Ini berdasarkan oleh pengetahuan
yang didapatkan atau diterima selama proses pendidikan tersebut.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori tingkat pendidikan pada
tinjauan pustaka. Menurut Novalia (2011), pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk mengembangkan diri.
Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah seseorang menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga akan meningkatkan
produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Selain itu juga pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja langsung
dengan pelakanaan tugas, tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri
serta kemampuan memanfaatkan semua saran yang ada disekitar kita untuk
kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi produktivitas
kerja seseorang.
Dapat disimpulkan bahwa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan
dasar seseorang, dimana pendidikan diperlukan untuk proses pengembangan
diri seseorang, melalui pendidikan seseorang akan menerima informasi atau
pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan atau produktivitas
97

kerja seseorang, dan manfaat atau hasil yang akan didapatkan dapat
meningkatkan kesejahteraan mereka.

5. Hubungan Pengalaman Kerja dengan Respon Time Perawat dalam
Penanganan Pasien Gawat Darurat di Instalasi Gawat Darurat BLUD Rumah
Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Dari hasil penelitian menunjukan terdapat 20 orang responden (62,5%)
yang memiliki pengalaman atau masa kerja yang sedang, dan 12 orang
responden (37,5%) memiliki pengalaman atau masa kerja yang lama. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar perawat yang bertugas di Instalasi Gawat
Darurat BLUD Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
memiliki pengalaman atau masa kerja dengan kategori sedang ( 5 tahun).
Berdasarkan hasil analisis distribusi hubungan (analisis bivariat) dengan
menggunakan rumus chi square, antara pengalaman atau masa kerja dengan
respon time perawat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan pengalaman
atau masa kerja dengan respon time perawat dalam penanganan pasien gawat
darurat. Hal ini dikarenakan nilai X
2
continuity correction diperoleh nilai
p (0,043) < dari nilai (0,05), dengan demikian H
0
ditolak dan H
1
diterima.
Namun hasil analisis ini tidak sejalan dengan hasil analisis multivariat dimana
pengalaman atau masa kerja menempati variabel dengan konstribusi terendah
dari variabel independen lainnnya, dengan nilai sig 0,868.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori pengalaman kerja pada tinjauan
pustaka. Hasil penilitian Knoers dan Haditomo (1999), yang dikutip oleh
98

Puspaningsih Abriyani (2005) dalam Novalia (2011), pengalaman merupakan
suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi
bertingkahlaku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga
diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola
tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup sebuah
perubahan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman,
pemahaman dan praktek. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-
jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang
yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik.
Semakin luas pengalaman kerja seseorang maka ia akan semakin terampil
melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola pikir dan cara bersikap
dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengalaman kerja sangatlah penting dalam suatu perusahaan, menurut
Djauzak Ahmad (2004), semakin lama waktu seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan atau tugasnya, maka semakin banyak pengalaman kerja yang
diperoleh. Smakin sering seseorang yang melaksanakan tugas, maka orang
tersebut dikatakan memiliki pengalaman kerja yang baik. Semakin banyak
jenis tugas yang diberikan, maka orang tersebut akan memperoleh
pengalaman kerja yang lebih banyak. Semakin banyak pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diterapkan seseorang dalam melaksanakan
tugasnya, maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki pengalaman kerja
yang baik. Dan dengan pengalaman kerja yang baik dan banyak, maka
seseorang akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pelaksanaan tugasnya.
99

Dapat disimpulkan bahwa pengalaman kerja yang didapatkan oleh
seseorang akan memberikan keahlian dan keterampilan, sehingga dapat
meningkatkan serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Keterbatasan
pengalaman kerja dapat mengakibatkan tingkat keterampilan dan kemampuan
seseorang menjadi semakin rendah.

D. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menyadari berbagai
keterbatasan sebagai berikut :
1. Peneliti menyadari bahwa kemampuan yang dimiliki masih kurang. Hal ini
dikarenakan peneliti masih berada pada taraf pemula, sehingga hasil
penelitian banyak mengalami kekurangan atau jauh dari kesempurnaan,
2. Instrument yang digunakan oleh peneliti adalah kuestioner. Sehingga data
yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara dan
observasi terhadap responden berdasarkan panduan kuestioner. Dalam hal ini
data yang diperoleh hanya bersifat subyektifitas, sehingga peneliti tidak dapat
menjamin kebenaran atas jawaban yang diberikan oleh responden.
3. Selain itu juga peneliti memiliki keterbatasan baik waktu, biaya, maupun
tenaga. Namun peneliti berharap hasil penelitian dapat diterima oleh berbagai
pihak.

Anda mungkin juga menyukai