Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) .
Fraktur setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G &
Lockhart R, 2001). Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
epifisis atau tulang rawan sendi yang biasanya dengan melibatkan kerusakan
vascular dan jaringan sekitarnya yang ditandai dengan nyeri, pembengkakan,
dan tenderness (Suriadi, 2001).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur (Ignatavicius, 1995):
1. Trauma langsung, yaitu : fraktur yang terjadi karena mendapat rudapaksa,
misalnya benturan atau pukulan yang mengakibatkan patah tulang.
2. Trauma tidak langsung, yaitu : bila fraktur terjadi, bagian tulang mendapat
rudapaksa dan mengakibatkan fraktur lain disekitar bagian yang mendapat
rudapaksa tersebut dan juga karena penyakit primer seperti osteoporosis
dan osteosarkoma.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang terjadi oleh tekanan yang
normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-
tulang tersebut sangat rapuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur (Ignatavicius, 1995):
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
C. Patofisiologi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang dapat disebabkan karena trauma atau suatu keadaan yang
patologis. Klasifikasi fraktur banyak macamnya, tetapi yang terpenting
adalah ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
(fraktur terbuka dan fraktur tertutup).
Tulang yang rusak mengakibatkan rusaknya periosteum, pembuluh darah
pada korteks dan sumsum tulang, serta jaringan lunak lainnya. Fraktur
dimanifestasikan dengan adanya deformitas, bengkak pada area patah tulang,
kemerahan dari perdarahan subkutan, spasme otot karena kontraksi otot
involunter di dekat area patah tulang sehingga menimbulkan gangguan rasa
nyaman (nyeri).
Gangguan sensasi/baal karena kerusakan saraf atau tertekannya saraf
oleh edema dapat menyebabkan kehilangan fungsi normal sehingga
menimbulkan gangguan mobilitas fisik dan defisit perawatan diri.
Fraktur terbuka dengan adanya jaringan yang rusak memunculkan
masalah kerusakan integritas jaringan, dan memungkinkan masuknya kuman
sehingga resiko terjadi infeksi (Ignatavicius, 1995).








D. Pathway


















E. Manifestasi klinis
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
di jaringan sekitarnya.
4. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
8. Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya
9. Shock hipouolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. Pemeriksaan lain-lain
a. Foto rontgen untuk mengetahui adanya patah tulang, juga
memantau penyembuhan.
b. CT scan atau MRI untuk melihat dengan jelas daerah yang
mengalami kerusakan.
c. Jika dicurigai ada perdarahan, lakukan pemeriksaan CBC
(Complete Blood Count) untuk menilai banyaknya darah yang
hilang.
d. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
e. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
f. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
g. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
h. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
i. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, 1995)
G. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan (Ignatavicius, 1995):
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, 1995).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius,
1995).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
(Ignatavicius, 1995).
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, 1995).
g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak.(Ignatavicius, 1995).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.
C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada
lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, 1991).
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos., 1999).
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, 1995).
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
(Ignatavicius, 1995).
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
(Ignatavicius, 1995).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
(Ignatavicius, 1995).
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, Selain itu juga, perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Ignatavicius, 1995).
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif (Ignatavicius, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, 1995).
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulaidari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
(d) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeri atau tidak, dan ukurannya.
3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak
ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif (Reksoprodjo, 1995).

H. Diagnose keperawatan yang mungkin timbul
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
terhadap fraktur
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
3. Aktual/resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma
jaringan.
I. Intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan:
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis), kerusakan jaringan

DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan
interaksi dengan orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah dilakukan tinfakan
keperawatan selama . Pasien
tidak mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh
: gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan
dan minum

setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
Tidak mengalami gangguan
tidur



Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan :
- Gangguan metabolisme sel
- Keterlembatan perkembangan
- Pengobatan
- Kurang support lingkungan
- Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
- Kehilangan integritas struktur
tulang
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan tentang
kegunaan pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas 75
tahun percentil sesuai dengan
usia
- Kerusakan persepsi sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk memulai
gerak
NOC :
Joint Movement
: Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer
performance
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama.gangguan
mobilitas fisik
teratasi dengan
kriteria hasil:
Klien meningkat
dalam aktivitas
fisik
Mengerti tujuan
dari peningkatan
mobilitas
Memverbalisasi
kan perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
Memperagakan
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
- Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan
untuk berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai langkah
pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan
halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek
atau tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan
tidak terkoordinasi

penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi
(walker)

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi
Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon
inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak adekuat
(kerusakan kulit, trauma
jaringan, gangguan peristaltik)
NOC :
Immune Status
Knowledge :
Infection control
Risk control
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama pasien
tidak mengalami
infeksi dengan
kriteria hasil:
Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah
timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas
normal
Menunjukkan
NIC :
Pertahankan teknik aseptif
Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik:.................................
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam



perilaku hidup
sehat
Status imun,
gastrointestinal,
genitourinaria
dalam batas
normal

Anda mungkin juga menyukai